Indikator yang Digunakan dalam Analisis Praktik Dumping

Penyelidikan terhadap kasus dumping sampai adanya keputusan final, berlangsung paling lama 12 bulan atau dalam keadaan tertentu dapat diperpanjang paling lama sampai dengan 18 bulan, terhitung sejak tanggal pengumuman dimulainya penyelidikan. 112 Pengenaan tindakan sementara dapat dilaksanakan paling cepat 60 hari sejak dimulainya penyelidikan. Pengenaan tindakan sementara berlangsung paling lama 120 hari dan dapat diperpanjang menjadi 180 hari atas permintaan eskportir. 113 Pengenaan BMAD berlangsung paling lama lima tahun. 114

D. Indikator yang Digunakan dalam Analisis Praktik Dumping

Sebagai dasar pemikiran untuk menentukan adanya praktik dumping, maka dapat mengacu kepada Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 yaitu pada Pasal 18 yang diadopsi dari Antidumping Code 1994. Bea masuk antidumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya dan impor barang tersebut menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut atau menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri. 115 Berdasarkan ketentuan di atas, dapat diketahui bahwa bea masuk antidumping hanya akan dikenakan apabila kriteria untuk itu dapat dibuktikan dalam penyelidikan antidumping, kriteria tersebut yaitu: 116 1. Adanya barang yang sejenis yang diekspor ke suatu negara; 112 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996, Pasal 11. 113 Ibid., Pasal 18. 114 Ibid., Pasal 31. 115 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995, Pasal 18 116 Yulianto Syahyu, op. cit., hlm. 68-69. 2. Adanya penjualan dengan harga ekspor yang di bawah harga normal atau adanya dumping; 3. Adanya kerugian terhadap industri dalam negeri; 4. Adanya hubungan sebab akibat antara penjualan dengan harga ekspor yang di bawah nilai normal dengan terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri. Untuk lebih jelas, kriteria-kriteria di atas dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Barang Sejenis Like Product Pasal 1 angka 9 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996 menentukan kapan dua buah barang dapat dikatakan sebagai barang sejenis like product, yaitu: 117 a. Barang tersebut identik atau sama dalam segala hal dengan barang impor dimaksud; atau b. Barang tersebut memiliki karakteristik fisik, teknis atau kimiawi menyerupai barang impor dimaksud. Dalam praktik, Komite biasanya akan mengacu apakah barang impor dan barang produksi industri dalam negeri termasuk satu nomor dalam Harmonized System HS. HS merupakan suatu sistem pengklasifikasian barang yang berlaku secara internasional. Dalam dunia perdagangan, khususnya di suatu negara setiap item barang diberi kode tertentu. Fungsi dari nomor HS ini untuk keperluan administrasi impor barang dari suatu negara ke negara lain termasuk dalam rangka pemungutan bea masuk dan sejenisnya. Sehingga tidak terjadi salah pengertian di 117 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996, Pasal 1 angka 9. antara dua negara mengenai suatu barang. Walaupun demikian, pengklasifikasian dalam HS bukanlah tolok ukur yang mutlak dalam menentukan apakah dua jenis barang adalah barang sejenis, meskipun barang tersebut tergolong dalam satu nomor HS tertentu. 118 2. Margin Antara Nilai Normal dan Harga Ekspor Secara teknis yuridis, pengertian dumping adalah “penjualan dengan harga ekspor di bawah nilai normal”. Dengan demikian, suatu barang dikatakan dijual secara dumping apabila ia dijual dengan harga ekspor lebih rendah dari nilai normal sehingga terdapat margin antara nilai normal dengan harga ekspor. Menurut Pasal 1 angka 2 PP No. 34 Tahun 1996, harga ekspor adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang yang diekspor dalam daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan. 119 Dalam hal diketahui adanya hubungan antara importir dan eksportir atau pihak ketiga, atau karena alasan tertentu harga ekspor diragukan kebenarannya, harga ekspor ditetapkan berdasarkan: 120 a. harga dari barang impor dimaksud yang dijual kembali untuk pertama kali kepada pembeli yang bebas; atau b. harga yang wajar, dalam hal tidak terdapat penjualan kembali kepada pembeli yang bebas atau tidak dijual kembali dalam kondisi seperti pada waktu diimpor. 118 Yulianto Syahyu, op. cit., hlm. 70. 119 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996, Pasal 1 angka 2 lihat juga Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 dalam Penjelasan Pasal 18. 120 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 dalam Penjelasan Pasal 18. Selain itu, menurut Pasal 1 angka 3 PP No. 34 Tahun 1996, nilai normal adalah harga yang sebenarnya dibayar atau akan dibayar untuk barang sejenis dalam perdagangan pada umumnya di pasar domestik negara pengekspor untuk tujuan konsumsi. 121 Dalam hal tidak terdapat barang sejenis yang dijual di pasar domestik negara pengekspor atau volume penjualan di pasar domestik negara pengekspor relatif kecil sehingga tidak dapat digunakan sebagai pembanding, nilai normal ditetapkan berdasarkan: 122 a. harga tertinggi barang sejenis yang diekspor ke negara ketiga; atau b. harga yang dibentuk dari penjumlahan biaya produksi, biaya administrasi, biaya penjualan, dan laba yang wajar constructed value. Setelah ditemukan harga ekspor dan nilai normalnya berdasarkan ketentuan di atas, maka KADI akan menghitung besarnya margin dumping. Besarnya margin dumping dihitung berdasarkan selisih antara harga normal dengan harga ekspor dari barang dumping tersebut. 123 Jika margin dumping telah dihitung dan besarnya sama atau lebih besar dari 2 dari harga ekspornya maka barang dumping terbukti. Jika besarnya kurang dari 2 de minimis dari harga ekspornya maka dianggap barang dumping tidak terbukti. 124 Contoh sederhana perhitungan margin dumping, misalnya, satu unit laptop produksi Cina harga ekspornya 800 dolar. Padahal, jika dihitung harga wajar nilai normal dari produk tersebut yang didasarkan pada ongkos produksi, 121 Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 1996, Pasal 1 angka 3 lihat juga Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 dalam Penjelasan Pasal 18. 122 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 dalam Penjelasan Pasal 18. 123 Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1996, Pasal 1 angka 4. 124 Dewi Kartika, “Analisis Pengenaan Bea Masuk Antidumping atas Impor Barang Tertentu yang Menyebabkan Kerugian Injury Pada Industri Dalam Negeri”, Skripsi Sarjana, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Depok, 2008, hlm. 64. dimulai dari komponen, biaya pembuatan, dan biaya pengiriman, ditambah keuntungan, diperkirakan seharga 1.200 dolar. Maka dapat dihitung margin dumpingnya sebesar 400 dolar. Negara yang dirugikan dapat mengenakan antidumping duty maksimum sebesar 400 dolar. Pungutan yang dilakukan oleh negara yang dirugikan sebesar margin dumping tersebut merupakan antidumping duty Bea Masuk Anti-Dumping. 125 3. Adanya Kerugian Injury Setelah diketahui adanya margin antara nilai normal dengan harga ekspor, maka dapat ditentukan adanya dumping. Selanjutnya komite akan menentukan apakah dumping tersebut menyebabkan kerugian industri dalam negeri atau tidak. Dalam Pasal 1 angka 11 PP No. 34 Tahun 1996 kerugian didefenisikan sebagai berikut: 126 “Kerugian adalah: a. Kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis; b. Ancaman terjadinya kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis; atau c. Terhalangnya pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.” Berdasarkan ketentuan di atas, pengertian kerugian dapat diuraikan sebagai berikut: 127 a. Kerugian industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis. Dalam hal ini, kerugian sudah terjadi apabila dalam periode yang diselidiki terdapat kecenderungan adanya kerugian yang diderita oleh industri suatu negara sebagai akibat dumping atas barang tertentu. 125 Christhophorus Barutu, op. cit., hlm.42. 126 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996, Pasal 1 angka 11. 127 Ali Purwito M, Kepabeanan dan Cukai Pajak Lalu Lintas Barang Konsep dan Aplikasi, Jakarta, Pusat Kajian Fiskal FHUI dan Badan Penerbit FHUI, 2010, hlm. 301. b. Dianggap sebagai suatu ancaman, apabila terdapat kecenderungan terjadi kerugian terhadap industri domestik yang memproduksi barang yang sejenis, sebagai akibat adanya dumping. Kerugian material belum terjadi dan belum dapat dilihat pada periode yang diselidiki, tetapi gejala yang ada menunjukkan bahwa akan terjadi di masa depan. c. Hambatan atas pengembangan industri domestik barang sejenis, dalam arti juga menghambat tumbuhnya industri baru. Persaingan tidak sehat melalui instrumen dumping akan menghambat bahkan memangkas industri baru yang memproduksi barang yang sama akan menghadapi kesulitan pasar, daya saing dan mengalami pertumbuhan yang stagnan. 4. Industri Dalam Negeri Dalam hal menentukan apakah industri dalam negeri secara material mengalami kerugian atau ancaman kerugian atau terhalang perkembangannya oleh impor barang dumping, perlu ditentukan apakah yang dimaksud dengan industri dalam negeri. Menurut Pasal 1 angka 8 PP No. 34 Tahun 1996, industri dalam negeri adalah: 128 a. Keseluruhan produsen dalam negeri barang sejenis, atau b. Produsen dalam negeri barang sejenis yang produksinya mewakili sebagian besar lebih dari 50 dari keseluruhan produksi barang yang bersangkutan. 128 Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 1996, Pasal 1 angka 8. PP No. 34 Tahun 1996 tidak mengatur perlakuan terhadap produsen dalam negeri yang memiliki hubungan keterlibatan dengan eksportir produsen yang mengekspor barang yang diduga dumping. Sehingga timbul suatu kerancuan apakah mereka juga dapat dikategorikan sebagai industri dalam negeri. 129 Di sisi lain, Antidumping Code 1994 ada menentukan bahwa produsen yang memiliki hubungan istimewa harus dikecualikan dalam penentuan industri dalam negeri. Dengan kata lain, produsen yang terkait atau memiliki hubungan istimewa dengan eksportir tidak dapat dikelompokkan ke dalam industri dalam negeri. Produsen dikatakan terkait atau memiliki hubungan istimewa adalah apabila memenuhi kriteria sebagai berikut: 130 a. Apabila salah satu dari produsen dalam negeri atau eksportir baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan salah satu dari mereka. b. Keduanya dikendalikan oleh pihak ketiga yang sama. c. Keduanya bersama-sama mengendalikan pihak ketiga sepanjang terdapat dasar untuk meyakini atau menduga bahwa akibat dari hubungan tersebut adalah sedemikian rupa, sehingga menyebabkan produsen dimaksud berperilaku berbeda dengan produsen yang tidak mempunyai hubungan istimewa.

E. Pengenaan Bea Masuk Antidumping Sebagai Tindakan Antidumping