53
BAB III KETENTUAN ANTI DUMPING DALAM HUKUM NASIONAL
INDONESIA
A. Dasar Hukum Ketentuan Antidumping di Indonesia
Pada Pasal 18 ayat 4 Antidumping Code 1994, GATT-WTO mewajibkan negara-negara anggotanya untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan
selambat-lambatnya sebelum WTO secara resmi berdiri, yaitu tanggal 1 Januari 1995, untuk mengadakan ataupun menyesuaikan undang-undang, peraturan-
peraturan maupun prosedur administratif yang berkaitan dengan antidumping yang telah ada dimasing-masing negara anggotanya dengan ketentuan yang
tercantum dalam Antidumping Code 1994. Indonesia, sebagai salah satu negara yang turut ambil bagian dalam perdagangan Multilateral, telah meratifikasi
Agreement Establishing the World Trade Organization melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3564. Dengan meratifikasi Agreement Establishing the WTO, Indonesia secara sekaligus telah meratifikasi pula Antidumping Code 1994
yang merupakan salah satu dari Multilateral Trade Agreement.
82
Dan sebagai konsekuensinya, Indonesia kemudian membuat ketentuan dasar tentang antidumping dengan cara menyisipkannya dalam Bab IV tentang
Bea Masuk Anti-Dumping dan Bea Masuk Imbalan, Pasal 18 dan 19 Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan Lembaran Negara Republik
82
Yulianto Syahyu, op. cit., hlm. 19-20.
Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Nomor 3612 Tanggal 30 Desember 1995 sebagai berikut:
Pasal 18 berbunyi: “Bea Masuk Anti dumping dikenakan terhadap barang impor dalam hal:
a. harga ekspor dari barang tersebut lebih rendah dari nilai normalnya;
dan b.
impor barang tersebut: 1.
menyebabkan kerugian terhadap industri dalam negeri yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut;
2. mengancam terjadinya kerugian terhadap industri dalam negeri
yang memproduksi barang sejenis dengan barang tersebut; dan 3.
menghalangi pengembangan industri barang sejenis di dalam negeri.”
Pasal 19 berbunyi: “1 Bea Masuk Anti dumping dikenakan terhadap barang impor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 setinggi-tingginya sebesar selisih antara nilai normal dengan harga ekspor dari barang tersebut.
2 Bea Masuk Anti dumping sebagaimana dimaksud pada ayat 1 merupakan tambahan dari Bea Masuk yang dipungut berdasarkan
Pasal 12 ayat 1.”
Kemudian Undang-Undang tersebut diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1995 Kepabeanan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93 Tanggal 15 November 2006. Ketentuan
antidumping dalam Undang-Undang tersebut tetap diakomodasi di dalam Bab IV dengan judul Bab IV yang diubah menjadi Bea Masuk Anti-Dumping, Bea Masuk
Imbalan, Bea Masuk Tindakan Pengamanan dan Bea Masuk Pembalasan.
83
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 tersebut mempertahankan beberapa ketentuan pasal termasuk mempertahankan Pasal 18
dan 19 sebagaimana disebutkan di atas dan mengubah secara sebagian ketentuan
83
Christhophorus Barutu, op. cit., hlm. 130.
pasal Undang-Undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, mengubah dalam arti menambah atau menghapus beberapa pasal atau ayat di dalamnya. Undang-
Undang No. 10 Tahun 1995 ini yang kemudian menjadi dasar bagi pembuatan peraturan pelaksanaan tentang antidumping Indonesia yaitu Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan yang materinya mengacu pada Antidumping Code 1994 meskipun tidak secara
mendetail, dan beberapa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan, yaitu sebagai berikut:
84
1. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 261 Tahun 1996
tentang Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan Penyelidikan Atas Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi yang diperbaharui dengan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.216 MPP Kep 7 2001 tentang Perubahan Keputusan No. 261 MPP Kep 9 1996 tentang
Tata Cara dan Persyaratan Pengajuan Penyelidikan Atas Barang Dumping dan Barang Mengandung Subsidi.
2. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.136 MPP Kep 6
1996 tentang Pembentukan Komite Antidumping Indonesia yang diperbaharui oleh Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.
430 MPP Kep 9 1999 tentang Komite Antidumping Indonesia KADI dan Tim Operasional Antidumping TOAD, dan diperbaharui lagi oleh
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 427 MPP Kep 10 2000 tentang Komite Antidumping Indonesia.
84
Yulianto Syahyu, op. cit., hlm. 20.
3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 172 MPP Kep 6
1996 tentang Organisasi dan Tata Cara TOAD dan diperbaharui oleh Keputusan Ketua TOAD No. 354 TOAD Kep 10 1999 tentang
Pengangkatan Anggota TOAD, yang kemudian diperbaharui lagi oleh Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 428 MPP Kep
10 2000 tentang Penunjukan dan Pengangkatan Anggota Komite Antidumping Indonesia dan Keputusan Menteri Perindustrian dan
Perdagangan No. 24 MPP Kep 1 2002 tentang Pembebasan dan Pengangkatan Ketua Merangkap Anggota Komite Antidumping Indonesia.
4. Surat Edaran Dirjen Bea dan Cukai Nomor SE-19 BC 1997 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Bea Masuk Anti dumping sementara. Saat ini, membanjirnya produk impor di pasar domestik sudah dalam skala
yang membahayakan industri dan usaha lokal. Selain itu, implementasi PP No. 34 tahun 1996 seringkali tidak sinkron antara Kemendag dengan Kemkeu.
Rekomendasi Kemendag terkait dengan lonjakan impor barang yang sudah berbahaya tidak diikuti penerbitan keputusan pengenaan bea masuk tindakan
pengamanan BMTP oleh Kemkeu.
85
Oleh karena itu, untuk meningkatkan perlindungannya terhadap industri domestik, Pemerintah akhirnya memperbaharui kebijakan yang sudah ada
sebelumnya dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah PP Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Antidumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan
Pengamanan Perdagangan yang mulai berlaku sejak tanggal 4 Juli 2011. PP ini
85
Rully Ferdian, “Terapakan Safeguard Antidumping dan Standar Produk Impor”, http:www.infobanknews.com201110terapakan-safeguard-antidumping-dan-standar-produk-
impor, diakses 10 juni 2012.
merupakan revisi atas PP Nomor 34 Tahun 1996. Hal ini berarti, dengan dikeluarkannya dan diberlakukannya PP No. 34 Tahun 2011 ini maka PP No. 34
Tahun 1996 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dan PP No. 34 Tahun 2011 ini dinilai dapat mempercepat penerapan antidumping dan safeguard, karena
mengatur tentang tenggang waktu saat investigasi hingga penerbitan keputusan pengenaan bea masuk tambahan dan tindakan pengamanan perdagangan.
Dengan dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut menandakan sikap pemerintah Indonesia dalam komitmennya mengikuti era perdagangan bebas tidak
diragukan lagi, tetapi Indonesia juga harus siap dengan segala konsekuensi yang timbul sampai pada tataran implementasi kesepakatan yang dituangkan dalam
WTO.
86
B. Lembaga-Lembaga Pelaksanaan Peraturan Antidumping Indonesia