Integrasi Jangka Panjang Elastisitas

108 dan retail. Hal ini ditunjukkan dengan nilai IMC yang lebih besar dari satu. Artinya, harga gula dipedagang besar saat ini dipengaruhi oleh harga gula di tingkat distributor dan retail pada waktu sebelumnya meskipun memiliki hubungan yang lemah. Analisis selanjutnya yaitu hubungan antara distributor sebagai pasar lokal dan retail sebagi pasar acuan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka pendek integrasi yang terjadi diantara keduanya bersifat lemah. Hal ini mengindikasikan bahwa harga gula ditingkat distributor saat ini dipengaruhi oleh harga gula ditingkat retail pada waktu sebelumnya meskipun memiliki hubungan yang lemah. Tabel 32. Indeks Integrasi Pasar Gula Tebu pada Jangka Pendek Pasar Lokal Pasar Acuan IKPIMC Short Run Petani Pedagang Besar 2.77 Distributor 12.27 Retail 14.53 Pedagang Besar Distributor 1.10 Retail 4.17 Distributor Retail 1.11

6.3.3.2. Integrasi Jangka Panjang

Nilai koefisien b 2 menunjukkan hubungan jangka panjang antara pasar lokal dengan pasar acuan. Analisis pertama yaitu melihat hubungan antara pasar lokal petani dengan pasar acuan pedagang besar, distributor, retail. Nilai b 2 pada Tabel 38 menyatakan bahwa dalam jangka panjang petani memiliki integrasi pasar yang kuat dengan pedagang besar hal ini ditunjukkan dengan nilai b 2 yang lebih besar dari 0.5. Namun, hubungan antara petani dengan distributor dan retail tidak terjadi hubungan jangka panjang. Analisis kedua menganalisis hubungan antara pasar lokal pedagang besar dengan pasar acuan distributor dan retail. Hasilnya menunjukkan dalam jangka 109 panjang, integrasi antara pasar lokal dan pasar acuan bersifat lemah. Artinya harga gula ditingkat pedagang besar saat ini dipengaruhi oleh harga gula di distributor pada saat ini dan sebelumnya. Begitupun dengan retail meskipun bersifat lemah. Analisis ketiga dilakukan untuk melihat hubungan antara distributor sebagai pasar lokal dan retail sebagai pasar acuan. Hasilnya menunjukkan bahwa dalam jangka panjang distributor dengan retail memiliki integrasi yang lemah yaitu sebesar 0.30. Berdasarkan hasil analisis tersebut Tabel 33 maka dalam jangka panjang harga gula ditingkat petani saat ini sangat dipengaruhi oleh harga gula di tingkat pedagang besar pada waktu sebelumnya. Jika terjadi perubahan harga di pedagang besar sebelumnya maka akan mempengaruhi harga di tingkat petani pada saat ini. Lembaga pemasaran gula tebu dalam jangka panjang yang cepat merespon perubahan harga yaitu pedagang besar. Tabel 33. Indeks Integrasi Pasar Gula pada Jangka Panjang Pasar Lokal Pasar Acuan Long Run b 2 Petani Pedagang Besar 0.70 Distributor -0.01 Retail -0.06 Pedagang Besar Distributor 0.33 Retail 0.16 Distributor Retail 0.30

6.3.3.3. Elastisitas

Elastisitas mengukur perubahan harga ditingkat pasar lokal petani sebagai akibat adanya perubahan harga di pasar acuan pedagang besar, distributor, retail. Elastisitas harga gula di pedagang besar yaitu 0.57. Artinya, jika terjadi perubahan harga gula di tingkat pedagang besar sebesar 1 persen maka akan terjadi perubahan harga ditingkat petani sebesar 0.57 persen. Elastisitas 110 harga gula di distributor yaitu 0.04. Artinya, jika terjadi perubahan harga gula di tingkat distributor sebesar 1 persen maka akan terjadi perubahan harga ditingkat petani sebesar 0.04 persen. Elastisitas harga gula di retail yaitu -0.04. Artinya jika terjadi kenaikan harga di retail sebesar 1 persen maka akan terjadi penurunan harga gula di tingkat petani sebesar 0.04. Harga gula di pedagang besar dipengaruhi oleh harga di tingkat distributor dan retail. Elastisitas transmisi harga di tingkat distributor yaitu 0.55. artinya jika terjadi kenaikan harga di tingkat distributor sebesar 1 persen maka akan menyebabkan perubahan harga di pedagang besar sebesar 0.55. Elastisitas transmisi harga di tingkat retail yaitu 0.25. Artinya jika terjadi kenaikan harga di tingkat retail sebesar 1 persen maka akan menyebabkan perubahan harga di pedagang besar sebesar 0.25. Harga gula di tingkat distributor dipengaruhi oleh harga gula di tingkat retail. Elastisitas transmisi di distributor adalah sebesar 0.38. Angka ini menunjukan bahwa jika terjadi perubahan harga gula di tingkat retail sebesar 1 persen maka akan terjadi perubahan harga di tingkat distributor sebesar 0.38 persen. Elastisitas transmisi harga gula dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Elastisitas Transmisi Harga Gula Pasar Lokal Pasar Acuan Elastisitas Petani Pedagang Besar 0.57 Distributor 0.04 Retail -0.04 Pedagang Besar Distributor 0.55 Retail 0.25 Distributor Retail 0.38 Analisis integrasi pasar vertikal dilihat dari analisis jangka pendek, jangka panjang, dan elastisitas secara umum dapat disimpulkan bahwa perubahan harga 111 di tingkat konsumen pada waktu sebelumnya tidak ditransmisikan dengan baik ke tangan produsen petani pada saat ini. Hal ini berakibat pada petani yang tidak menerima atas perubahan harga gula di tingkat konsumen. Analisis integrasi pasar vertikal baik jangka pendek atau jangka panjang, petani cenderung sebagai penerima harga price taker. Petani tidak terpengaruh oleh pasar acuan ataupun pasar lokal. Adapun kesimpulannya dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Hasil Analisis Integrasi Pasar Vertikal Pasar Lokal Pasar Acuan Indeks Keterpaduan Pasar IKP Elastisitas Short Run Long Run β2 Petani Pedagang Besar Lemah Kuat + Distributor Tidak ada Hubungan Tidak ada Hubungan + Retail Tidak ada Hubungan Tidak ada Hubungan - Pedagang Besar Distributor Lemah Lemah + Retail Lemah Lemah + Distributor Retail Lemah Lemah + Berdasarkan hasil analisis, perubahan harga di tingkat konsumen pada saat sebelumnya baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak mempengaruhi perubahan harga di tingkat petani pada saat sekarang. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 14. Pada periode minggu kesatu Maret 2011 hingga minggu kelima April 2011, harga di konsumen cenderung tetap yaitu Rp 11 000kg. Namun, harga di tingkat petani cenderung berfluktuasi. Minggu kesatu hingga minggu keempat Mei 2011 perubahan harga di tingkat konsumen cenderung tidak mempengaruhi perubahan harga gula di tingkat petani. Hal ini sesuai dengan kesimpulan analisis bahwa harga di tingkat konsumen tidak ditransmisikan hingga ke tangan produsen. Adanya perubahan harga di tingkat konsumen direspon cepat oleh distributor dan pedagang besar namun tidak oleh konsumen. 112 Gambar 14. Harga di Setiap Lembaga Pemasaran RpKg 6.4. Implikasi Hasil Analisis Sistem Pemasaran Gula Tebu Hasil analisis sistem pemasaran gula tebu yang dianalisis dengan pendekatan structure, conduct, dan performance SCP Tabel 36 menunjukkan bahwa pangsa pasar PTPN VII UU BUMA secara nasional masih relatif kecil. Sedangkan di Provinsi Lampung, pangsa pasar gula tebu didominasi oleh perusahaan-perusahaan swasta. Pasar gula di Provinsi Lampung cenderung terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang relatif kecil. Selain itu, adanya hambatan masuk industri bagi pesaing baru lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa industri gula tebu di Provinsi Lampung cenderung menghadapi struktur pasar oligopoli. Hal ini berpengaruh pada struktur PTPN VII UU BUMA terhadap industri gula di Provinsi Lampung. Struktur pasar industri gula tebu di Provinsi Lampung yang cenderung oligopoli mempengaruhi perilaku pasar PTPN VII UU BUMA. Perilaku pasar yang terjadi dalam kegiatan pemasaran didominasi oleh salah satu lembaga pemasaran yaitu pedagang besar. Hal ini terjadi pada proses penentuan dan 113 pembentukan harga gula tebu di tingkat petani. Hal ini dikarenakan terbatasnya jumlah pedagang besar yang akan membeli gula tebu milik petani yang menyebabkan bargaining position petani yang rendah. Meskipun petani tergabung dalam kelompok tani, namun peranan kelompok tani yang cenderung lemah dalam penentuan harga menyebabkan petani hanya sebagai price taker. Oleh karena itu, pentingnya peranan kelompok tani dalam upaya peningkatan posisi tawar petani dalam proses penjualan dan pembelian gula tebu. Peningkatan peranan kelompok tani dapat berupa perbaikan kualitas gula tebu melalui peningkatan rendemen, keterbukaan informasi berupa kegiatan usahatani tebu dan pemantauan harga gula tebu, dan kepercayaan setiap petani dalam kelompok tani tersebut. Jika kelompok tani dapat meningkatkan peranannya sehingga memiliki bargaining power yang tinggi dalam kegiatan pemasaran maka penentuan harga gula petani tidak didominasi oleh pedagang besar. Hal ini dapat memungkinkan petani sebagai price maker yang akan mendorong pada peningkatan pendapatan petani. Struktur pasar industri gula tebu yang cenderung oligopoli berpengaruh pada perilaku pasar yang didominasi oleh pedagang besar. Hal ini berpengaruh pula pada kinerja pasar PTPN VII UU BUMA. Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin besar pula nilai total marjin pada suatu saluran pemasaran. Hal ini dikarenakan biaya yang timbul dari setiap lembaga pemasaran. Semakin besar marjin pada saluran pemasaran menyebabkan farmer share semakin rendah. Hal ini dikarenakan perbedaan harga di tingkat retail pada kedua saluran pemasaran. Hasil lainnya menunjukkan bahwa perubahan harga di tingkat retail tidak mempengaruhi harga di tingkat petani dalam jangka pendek 114 dan jangka panjang. Hal ini kurang menguntungkan petani karena seharusnya ketika terjadi perubahan harga di tingkat retail, maka petani dapat merasakan akibat dari perubahan tersebut secara bersamaan. Namun, dalam jangka panjang perubahan harga gula di tingkat petani sangat dipengaruhi oleh harga gula di tingkat pedagang besar. Lembaga yang paling cepat merespon perubahan harga dari konsumen yaitu distributor dan pedagang besar. Analisis kinerja pasar menunjukkan bahwa petani cenderung sebagai price taker baik pada jangka pendek dan jangka panjang. Berdasarkan hal tersebut, maka struktur pasar industri gula tebu di Provinsi Lampung yang cenderung oligopoli menyebabkan pengaruh perilaku pasar di PTPN VII UU BUMA didominasi oleh salah satu lembaga pemasaran yaitu pedagang besar. Hal ini berakibat pada kinerja pasar, bahwa petani produsen cenderung sebagai penerima harga price taker baik pada jangka pendek dan jangka panjang. Maka, analisis sistem pemasaran gula tebu dengan kasus di PTPN VII UU BUMA cenderung tidak efisien. Adapun hasil analisis sistem pemasaran gula tebu dengan pendekatan SCP dapat dilihat pada Tabel 36. 115 Tabel 36. Hasil Analisis Sistem Pemasaran Gula Tebu dengan Pendekatan SCP No Analisis Indikator Hasil 1 Struktur Pasar a Pangsa Pasar a. Pangsa Pasar PTPN VI UU BUMA secara nasional tahun 2010 yaitu 3.18 . Maka, pangsa pasar PTPN VII UU BUMA terhadap industri gula nasional rendah, market power rendah, dan pengaruh yang kecil bagi pesaing secara nasional b. Pangsa Pasar PTPN VII UU BUMA di Provinsi Lampung tahun 2010 yaitu 13.60 dan berada di posisi keempat perusahaan terbesar di Provinsi Lampung. Namun, PTPN VII UU BUMA merupakan satu-satunya PG milik pemerintah. Maka, industri gula di Provinsi Lampung didominasi pihak swasta dengan total pangsa pasar sebesar 86.40 . b Konsentrasi Pasar Pasar gula di Provinsi Lampung menghadapi pasar yang terkonsentrasi dengan tingkat persaingan yang kecil. Hal ini ditunjukkan dengan nilai C4 sebesar 0.85 dan HHI sebesar 2 202 c Hambatan Masuk Pasar Terdapat hambatan masuk dalam perdagangan gula di Provinsi Lampung. Hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata Minimum Efficiency Scale MES tahun 2006 s.d 2010 sebesar 27.61. Kesimpulan Struktur pasar cenderung oligopoly 2 Perilaku Pasar a Pemasaran a. Lembaga dan praktek fungsi pemasaran yang terlibat yaitu petani-kelompok tani- koordinator, pabrik gula, pedagang besar, distributor, retail. Fungsi pemasaran yang dilakukan yaitu fungsi pertukaran, fisik, dan fasilitas. b. Saluran pemasaran gula tebu yang digunakan yaitu dua saluran. Saluran pertama, petani-kelompok tani- koordinator, pabrik gula, pedagang besar, distributor, retail. Saluran kedua petani- kelompok tani-koordinator, pabrik gula, pedagang besar, retail. 116 No Analisis Indikator Hasil b Kegiatan praktek penjualan dan pembelian Seluruh lembaga pemasaran melakukan kegiatan penjualan gula tebu. Namun, gula milik petani dijual ke pedagang besar yang terdaftar di PG sedangkan gula milik PG dijual dengan menggunakan sistem lelang. Lembaga yang melakukan pembelian gula yaitu pedagang besar, distributor, dan retail c Penentuan dan Pembentukan harga Harga jual gula milik petani ditentukan oleh kesepakatan petani dan pedagang besar. Namun, dalam prakteknya penentuan harga didominasi oleh pedagang besar. Penentuan harga beli gula distributor dan retail ditentukan oleh harga jual lembaga pemasaran yang ada diatasnya. d Kerjasama lembaga pemasaran Adanya kemitraan antara petani dan PG melalui sistem bagi hasil. Namun, kemitraan kurang menguntungkan petani karena pencairan dana hasil penjualan gula milik petani yang dikelola oleh PG memerlukan waktu relatif lama 3-5 bulan dari waktu penjualan Kesimpulan Dominasi pedagang besar dalam penentuan harga petani dan cenderung terjadi kolusi 3 Kinerja Pasar a Marjin Pemasaran Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka semakin besar pula nilai total marjin pada suatu saluran pemasaran. Marjin pemasaran saluran pertama lembaga pemasaran lebih banyak lebih besar dari saluran kedua lembaga pemasaran lebih sedikit. b Farmer Share Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka marjin pemasaran semakin tinggi. Hal ini menyebabkan farmer share yang semakin rendah c Farmer Share Semakin banyak lembaga pemasaran yang terlibat maka marjin pemasaran semakin tinggi. Hal ini menyebabkan farmer share yang semakin rendah d Integrasi pasar vertikal a. Integrasi jangka pendek. Perubahan harga gula di tingkat retail konsumen dan distributor tidak mempengaruhi harga gula di tingkat petani. Sedangkan perubahan harga di pedagang besar mempengaruhi harga di petani meskipun memiliki integrasi yang lemah. 117 No Analisis Indikator Hasil b. Integrasi jangka panjang. Perubahan harga gula di tingkat petani sangat dipengaruhi oleh harga gula di tingkat pedagang besar c. Elastisitas. Lembaga yang palng cepat merespon perubahan harga konsumen yaitu distributor dan pedagang besar Kesimpulan Petani sebagai penerima harga price taker baik pada jangka pendek ataupun jangka panjang Kesimpulan akhir Sistem pemasaran gula tebu dengan pendekatan SCP kasus di PTPN VII UU BUMA tidak efisien 119

VII. KESIMPULAN DAN SARAN