Penyelesaian masalah gelombang dispersi taklinear dengan menggunakan metode homotopi

(1)

LILIS SURYANI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penyelesaian Masalah Gelombang Dispersi Taklinear dengan Menggunakan Metode Homotopi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011 Lilis Suryani NIM G551090071


(3)

Homotopy Method. Supervised by JAHARUDDIN and SISWANDI.

Many natural phenomena can be presented in mathematical models, such as the nonlinear Whitham-Broer-Koup (WBK) wave equation. WBK equation describes wave propagation in shallow waters containing dispersion factor. In this paper, WBK equation will be solved by using homotopy method. Homotopy method is an approximated analytical method, which can be used to obtain the solution of nonlinear problems. The results of this study indicate that homotopy method is highly efficient to solve the WBK equation. Errors resulting from this method are very small, so the solution obtained is very close to its exact solution. One special case of WBK equation discussed in this study is Boussinesq equation, which has a wave number of 0.2 and a frequency of 0.04. The wave initially form a single wave, but then it breaks into two waves, each moving in opposite directions at equal speed.

Keywords: Homotopy method, nonlinear wave dispersion, WBK equation.


(4)

LILIS SURYANI. Penyelesaian Masalah Gelombang Dispersi Taklinear dengan Menggunakan Metode Homotopi. Dibimbing oleh JAHARUDDIN dan SISWANDI.

Salah satu peristiwa alam yang terjadi di danau, sungai, muara dan samudera adalah gerak gelombang. Munculnya gerak gelombang pada permukaan air disebabkan oleh perbedaan rapat massa antara air dan udara. Gerak gelombang yang terjadi dapat juga disebabkan oleh hal lain seperti gerak gelombang tsunami yang disebabkan oleh pergerakan lempeng bumi atau letusan gunung berapi di bawah laut, serta gerak gelombang pasang yang disebabkan oleh gaya tarik benda-benda langit. Kajian matematis mengenai gerak gelombang sangat kompleks dan tidak dapat dirumuskan secara tepat. Oleh karena itu, kajian matematis dari fenomena gerak gelombang yang terjadi di alam dilakukan dengan menambahkan beberapa asumsi. Salah satu persamaan matematis yang menyatakan perambatan gelombang yang akan ditinjau adalah persamaan Whitham-Brour-Kaup (WBK) yang merupakan kombinasi dari dua persamaan, yaitu persamaan Whitham dan persamaan Broer-Koup. Persamaan WBK mendeskripsikan perambatan gelombang taklinear pada perairan dangkal yang memuat faktor dispersi. Salah satu kasus khusus dari persamaan WBK adalah persamaan Boussinesq. Selain itu, untuk menentukan penyelesaian dari masalah persamaan gelombang taklinear sangatlah sulit, baik secara analitik maupun secara numerik, sehingga banyak peneliti yang melakukan penelitian untuk menyelesaikan masalah persamaan gelombang taklinear. Salah satu metode pendekatan analitik yang digunakan untuk menyelesaikan masalah gelombang taklinear adalah metode homotopi.

Dalam penelitian ini, pertama akan diturunkan persamaan gelombang taklinear. Selanjutnya, dengan menggunakan relasi dispersi diperoleh persamaan gelombang yang melibatkan faktor dipersi. Persamaan gelombang taklinear yang melibatkan faktor dispersi yang bersesuaian adalah persamaan WBK. Selanjutnya, persamaan WBK akan diselesaikan dengan menggunakan metode homotopi dengan menggunakan dua pendekatan awal yang berbeda. Masing-masing penyelesaian persamaan WBK dengan menggunakan metode homotopi akan dibandingkan dengan dua penyelesaian persamaan WBK dalam bentuk gelombang berjalan yang bersesuaian. Dalam metode ini, terlebih dahulu dikonstruksi suatu persamaan homotopi berdasarkan persamaan WBK, kemudian dirumuskan bentuk dari deformasi orde tinggi berdasarkan penyelesaian pendekatan awal yang diberikan pada deformasi orde nol.

Penyelesaian persamaan WBK dengan menggunakan metode homotopi diperoleh dalam bentuk deret yang suku-sukunya diperoleh dari deformasi orde nol dan deformasi orde tinggi. Penyelesaian dengan metode ini digambarkan dengan bantuan software Matematica. Interpretasi hasil dilakukan berdasarkan orde deformasi deret yang digunakan.

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa metode homotopi sangat efisien untuk menyelesaikan persamaan WBK. Galat yang dihasilkan dari metode ini sangat kecil sehingga penyelesaian yang diperoleh dengan metode ini mendekati penyelesaian yang sesungguhnya sedangkan galat terkecil diperoleh pada saat parameter tambahan bernilai -1. Selain itu, dalam


(5)

penelitian ini dikaji suatu kasus khusus dari persamaan WBK yaitu persamaan Boussinesq.

Pada persamaan Boussinesq yang dikaji, jika bilangan gelombang sebesar 0.2,maka berdasarkan relasi dispersi diperoleh frekuensi gelombang sebesar 0.4, sehingga diperoleh kecepatan gelombang sebesar 0.2. Berdasarkan besaran-basaran tersebut, maka gelombang Boussinesq yang diperoleh merupakan gelombang yang awalnya berupa gelombang tunggal, tetapi semakin lama gelombang terpecah menjadi dua bagian yang masing-masing begerak dalam dua arah yang berlawanan yaitu ke kiri dan ke kanan dengan kecepatan yang sama dan amplitudo yang tidak berubah.


(6)

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.


(7)

LILIS SURYANI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Matematika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(8)

(9)

NIM : G551090071

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Jaharuddin, M.S. Ketua

Drs. Siswandi, M.Si. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Matematika Terapan

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Endar H. Nugrahani, M.S. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Nopember 2010 ini adalah gelombang permukaan, dengan judul Penyelesaian Masalah Gelombang Dispersi Taklinear dengan Menggunakan Metode Homotopi.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Jaharuddin, M.S. dan Bapak Drs. Siswandi, M.Si. masing-masing selaku ketua dan anggota Komisi Pembimbing, serta bapak Dr. Toni Bakhtiar, M.Sc. selaku penguji luar Komisi dan selaku Dosen Program Studi Matematika Terapan yang telah banyak memberikan saran. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan pada Kementrian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan beasiswa, dan ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Suami David Ryan, S.Pd.I dan buah hatiku

Zakiyyah Hibatullah serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2011 LILIS SURYANI


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Curup Bengkulu pada tanggal 27 Mei 1979 dari bapak Abdul Rozak (Alm) dan ibu Asmara Juita. Penulis merupakan putri kelima dari enam bersaudara.

Tahun 1997 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Curup, Bengkulu dan pada tahun yang sama menempuh pendidikan sarjana di Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Bengkulu, lulus pada tahun 2001. Tahun 2002 penulis menjadi staf pengajar di Madrasah Aliyah Negeri Curup, tahun 2005 menjadi guru MTs Negeri Padang Ulak Tanding dan pada tahun 2007 penulis dipindah tugaskan sebagai staf pengajar di Mandrasah Aliyah Negeri Curup. Pada tahun 2009, penulis diterima di Program Studi Matematika Terapan pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah Kementerian Agama Republik Indonesia.


(12)

H Halaman DAFTAR GAMBAR ………..

DAFTAR TABEL ... DAFTAR LAMPIRAN ... I PENDAHULUAN ...

1.1 Latar Belakang ..……….…

1.2 Tujuan Penelitian …..……….……….

1.3 Metode Penelitian ………

1.4. Sistematika Penulisan ………..

II LANDASAN TEORI …….………... 2.1 Persamaan Dasar Fluida... 2.2 Penyelesaia Persamaan WBK dalam Bentuk Gelombang Berjalan.. 2.3 Metode Homotopi... III PEMBAHASAN DAN HASIL ………...

3.1 Analisis Metode ………

3.2 Aplikasi Metode ...……….... IV KESIMPULAN DAN SARAN ………. DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...

xiii xiv xv 1 1 2 2 3 4 4 8 11 17 17 20 28 30 31


(13)

Halaman 2.1 Fluks massa yang keluar - masuk pada elemen luas ...

3.1 Bentuk gelombang Boussinesq ……….………..…. 3.2 Kecepatan arus dari persamaan Boussinesq ………....

4 26 27


(14)

Halaman 2.1 Tabel galat atara penyelesaian dengan menggunakan metode

homotopi dan penyelesaian eksak ... 3.1 Tabel galat antara penyelesaian dengan metode homotopi dan

penyelesaian gelombang berjalan dari nilai  …….……… 3.2 Tabel galat antara penyelesaian dengan metode homotopi dan

penyelesaian gelombang berjalan dari nilai u ….……… 3.3 Tabel galat antara penyelesaian dengan metode homotopi dan

penyelesaian gelombang berjalan pada persamaan (2.27) ……….

16 24 24 25


(15)

Halaman 1. Lampiran 1 ………..………

a. Penurunan persamaan (2.13) ……….. b. Penurunan Persamaan (2.18) dan persamaan (2.19) …………... c. Penyelesaian nilai awal (2.46) ……… 2. Lampiran 2 ………..……… a. Penurunan persamaan (3.12) ……….. b. Penurunan persamaan (3.18) ……….. c. Penurunan persamaan (3.22) dan persamaan (3.33) …………...

32 32 33 37 42 42 45 50


(16)

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Salah satu peristiwa alam yang terjadi di sungai, danau, muara dan lautan adalah gerak gelombang. Munculnya gerak gelombang pada permukaan air disebabkan oleh perbedaan rapat massa antara air dan udara. Gerak gelombang yang terjadi dapat juga disebabkan oleh hal lain seperti gerak gelombang tsunami yang disebabkan oleh pergerakan lempeng bumi atau letusan gunung berapi di bawah laut, serta gerak gelombang pasang yang disebabkan oleh gaya tarik benda-benda langit. Selain muncul di permukaan laut, gerak gelombang juga muncul di bawah permukaan air laut. Gelombang yang muncul di bawah permukaan air laut disebut gelombang internal. Keberadaan gelombang ini tidak dapat dilihat secara kasat mata, namun dapat dideteksi melalui pola gelap dan terang yang muncul di permukaan laut yang nampak pada foto satelit.

Kajian matematis mengenai gerak gelombang sangat kompleks dan tidak dapat dirumuskan secara tepat. Oleh karena itu, kajian matematis dari fenomena gelombang yang terjadi di alam dilakukan dengan menambahkan beberapa asumsi. Selain itu, untuk menentukan penyelesaian dari masalah persamaan gelombang sangatlah sulit, baik secara analitik maupun secara numerik. Banyak peneliti yang tertarik untuk mencari penyelesaian masalah persamaan gelombang dengan berbagai metode yang diterapkan pada beberapa jenis dari persamaan gelombang.

Salah satu persamaan matematis yang menyatakan perambatan gelombang yang akan ditinjau adalah persamaan Whitham-Brour-Kaup (WBK) yang merupakan kombinasi dari dua persamaan, yaitu persamaan Whitham dan persamaan Broer-Koup. Persamaan WBK mendeskripsikan perambatan gelombang taklinear pada perairan dangkal yang memuat faktor dispersi dan salah satu kasus khusus dari persamaan WBK adalah persamaan Boussinesq.

Beberapa peneliti telah mengkaji perambatan gelombang baik di perairan yang cukup dalam maupun di perairan dangkal dengan beberapa metode. Guiqiong dan Zhibin [1] telah menentukan penyelesaian dari persamaan WBK dalam bentuk gelombang berjalan. Rhasidi [2-3] dan Ganji, et al. [4] telah


(17)

menentukan penyelesaian persamaan WBK dalam bentuk gelombang berjalan masing-masing dengan menggunakan Homotopy Analysis Method (HAM), Differential Transform Method (DTM) dan Homotopy Perturbation Method (HPM). Matinfar, et a.l [5] menggunakan Variational Iteration Method (VIM) untuk menentukan penyelesaian persamaan WBK yang tidak perlu berupa gelombang berjalan.

Dalam penelitian ini, persamaan WBK yang tidak perlu berupa gelombang berjalan akan diselesaikan dengan menggunakan metode homotopi. Metode Homotopi dikembangkan oleh Liao pada tahun 1992. Metode Homotopi adalah suatu metode pendekatan analitik untuk menyelesaikan masalah tak linear [6]. Dalam penelitian ini, air laut dianggap sebagai suatu fluida ideal, yaitu fluida yang takmampat (incompressible) dan takkental (inviscid). Domain fluida dimisalkan hanya berdimensi dua, meskipun kenyataannya berdimensi tiga. 1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari penelitian ini adalah: 1 Menurunkan persamaan gerak untuk perambatan gelombang dispersi

taklinear.

2 Menggunakan metode homotopi untuk menghampiri penyelesaian model matematis yang telah diperoleh.

3 Memberikan penafsiran terhadap gerak gelombang untuk kasus gelombang Boussinesq.

1.3 Metodologi Penelitian

Dalam Penelitian ini akan dibahas persamaan gerak gelombang permukaan pada perairan dangkal yang merupakan persamaan Whitham-Brour-Koup (WBK). Persamaan WBK merupakan kombinasi dari dua persamaan, yaitu persamaan Whitham dan persamaan Broer-Koup. Persamaan WBK mendeskripsikan perambatan gelombang permukaan yang taklinear dan dispersif pada perairan dangkal. Persamaan WBK memuat bentuk taklinear, sehingga sulit diselesaikan baik secara analitik maupun secara numerik. Dalam penelitian ini


(18)

diusulkan suatu metode pernyelesaian persamaan WBK yang disebut metode homotopi.

Dalam metode homotopi untuk menyelesaikan persamaan WBK diperlukan suatu fungsi real yang disebut homotopi, yang terdefinisi pada

 

0,1 ,

 dengan  adalah domain dari penyelesaian persamaan WBK. Dalam fungsi homotopi ini dilibatkan suatu parameter q dalam

 

0,1 . Keberhasilan metode homotopi ini dipengaruhi oleh pemilihan fungsi homotopi dan parameter q pada

 

0,1 . Perubahan nilai q dari nol ke satu akan menentukan keberhasilan metode ini.

Selanjutnya diberikan suatu penyelesaian pendekatan awal dari persamaan WBK, yang disebut deformasi orde nol. Dalam deformasi orde nol akan muncul suatu besaran baru yang akan ditentukan dalam deformasi orde yang lebih tinggi. Dalam deformasi orde yang lebih tinggi diperlukan suatu parameter yang harus dipilih. Pemilihan parameter ini sangat mempengaruhi validitas dari metode homotopi ini. Dalam hal ini domain penyelesaian persamaan WBK dengan metode homotopi akan mendekati domain penyelesaian eksaknya.

1.4 Sistematika Penulisan

Karya ilmiah ini terdiri dari empat bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. Bab kedua berupa landasan teori yang berisi persamaan dasar fluida, penyelesaian persamaan WBK dalam bentuk gelombang berjalan dan konsep dari metode homotopi yang akan digunakan untuk menyelesaikan persamaan WBK. Bab ketiga berupa hasil dan pembahasan yang berisi analisis metode homotopi yang akan digunakan untuk menyelesaikan persamaan WBK dan aplikasinya. Bab keempat berisi kesimpulan dan saran.


(19)

II LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diberikan teori-teori yang berkaitan dengan penelitian ini. Teori-teori tersebut meliputi persamaan dasar fluida yang akan disarikan dari Billingham dan King [7], dan Witham [8]. Penyelesaian gelombang berjalan persamaan WBK yang disarikan dari Xie, et a.l [9] dan konsep metode homotopi berdasarkan rujukan Liao [6].

2.1 Persamaan Dasar Fluida

Secara umum fluida dikenal memiliki kecenderungan untuk bergerak atau mengalir. Dalam penurunan persamaan dasar fluida diperlukan asumsi bahwa air dianggap sebagai fluida takmampat (incompressible), takberotasi (irrotational) dan takkental (inviscid).

Untuk menurunkan persamaan dasar fluida diperlukan hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum. Hukum kekekalan massa pada suatu sistem menyatakan laju perubahan massa, yaitu selisih antara massa yang masuk dengan massa yang keluar pada sistem tersebut. Hukum kekekalan momentum pada suatu sistem menyatakan laju perubahan momentum, yaitu momentum yang masuk dan yang keluar ditambah gaya-gaya yang bekerja pada sistem tersebut.

Gambar 2.1. Fluks massa yang keluar - masuk pada elemen luas

Untuk mendapatkan persamaan kontinuitas, maka perhatikan Gambar 2.1. Jika rapat massa  dan kecepatan partikel pada arah horizontal u, maka fluks


(20)

massa yang masuk dari sisi kiri dengan ketinggian (h0) adalah u h( 0), dengan  simpangan gelombang dan h0 kedalaman air. Fluks massa yang keluar dari sisi kanan adalah u h( 0 ) dievaluasi di x x. Jika uraian Taylor digunakan, maka diperoleh

0 0 0

( )x x ( ) ( ).

u h u h u h

x

        

Jadi fluks massa yang keluar dari sisi kanan adalah

0 0

( ) ( ( )) .

u h u h x

x

      

Pada sisi atas, kecepatan permukaan merupakan kecepatan partikel di permukaan, yaitu ,

t

 sehingga fluks massanya adalah t x

  

 .

Karena diasumsikan fluida berupa fluida takmampat (incompressible), maka jumlah fluks massa yang masuk dikurangi dengan fluks massa yang keluar sama dengan nol, sehingga

0 0 0

( ) ( ) ( ( )) 0

u h u h u h x

x t

            

 

 

atau

( 0 )

0 u h

x x

x t

 

  

   

 

atau

( 0 )

0, u h

x x

x t

 

     

  (2.1)

Jika persamaan (2.1) dibagi dengan x, maka diperoleh

( 0 )

0 u h

x t

 

  

 

 

atau

0

0.

u

h u

x x t

 

   

   

  

Jika peranan h0 diganti dengan , maka diperoleh 0.

u u

x x t

 

    


(21)

Selanjutnya diasumsikan domain fluida dibatasi oleh dasar rata. Jadi kecepatan aliran fluida tidak bergantung pada kedalaman fluida, sehingga kecepatan partikel pada arah vertikal dianggap sangat kecil.

Berdasarkan hukum kekekalan momentum pada arah vertikal diperoleh persamaan berikut:

1

.

v v v p

u v g

t x yy

 

    (2.3)

dengan u adalah kecepatan partikel dalam arah horizontal dan v adalah kecepatan partikel pada arah vertikal, p tekanan fluida dan g gaya gravitasi. Jika percepatan fluida pada arah vertikal diabaikan, maka persamaan (2.3) menjadi

1

0 p

g y

  

atau

. p

g

y

  

 (2.4)

Jika persamaan (2.4) diintegralkan terhadap y, maka diperoleh

0 .

pp  gy (2.5)

Selanjutnya berdasarkan hukum kekekalan momentum pada arah horizontal diperoleh

1 .

u u u p

u v

t x yx

 

    (2.6)

Jika turunan total dari u adalah ,

Du u u u

u v

Dt t x y

  

  

  

maka persamaan (2.6) dapat ditulis 1

.

Du p

Dtx

  

 (2.7)

Karena uu x t( , ), maka persamaan (2.6) menjadi 1

.

u u p

u

t xx

  

  

   (2.8)


(22)

p g

x x

 

  

sehingga persamaan (2.8) menjadi 0,

u u u

t x x

   (2.9)

dan diasumsikan g1.

Persamaan (2.2) dan (2.9) adalah persamaan gelombang taklinear yang mengabaikan faktor dispersi. Selanjutnya akan ditinjau gelombang dengan relasi dispersi yang diberikan sebagai berikut:

2 4 2

k

    (2.10)

dengan  frekuensi gelombang, k bilangan gelombang serta  dan

suatu konstanta. Gelombang yang diperoleh memiliki sifat dispersi, yaitu kecepatan gelombang c bergantung kepada bilangan gelombang k yang dirumuskan sebagai berikut:

. c

k

 (2.11)

Apabila diambil 1 dan

0, maka relasi dispersi yang diperoleh merupakan relasi dispersi bagi persamaan Boussinesq. Sedangkan apabila 0 dan

0, relasi dispersi yang diperoleh merupakan relasi dispersi bagi

persamaan gelombang panjang [9]. Persamaan Boussinesq adalah suatu persamaan gerak gelombang yang merambat dalam dua arah. Relasi dispersi yang diberikan pada persamaan (2.10) dapat ditulis

2

3 2

( )

0.

( ) ( )

i ik ik

ik i ik

 

  

  

   (2.12)

Jika k berkorespondensi dengan ix dan  berkorespondensi dengan  i t, maka relasi dispersi pada persamaan (2.12) berkorespondensi dengan persamaan berikut

3

0

t xx t

t xx x

u

  

   

  

    

 

 


(23)

0 0. t x xx

t xxx xx

u u

u

 

  

  

   (2.13)

Penurunan persamaan (2.13) diberikan pada Lampiran 1a.

Persamaan (2.13) merupakan persamaan gelombang yang melibatkan faktor dispersi.

Dengan demikian persamaan gelombang taklinear dan bersifat dispersi diberikan sebagai berikut:

2 2

3 2

3 2

0

0,

u u u

u

t x x x u u u

t x x x x

 

 

   

   

   

    

(2.14)

dengan  adalah simpangan gelombang yang diukur dari dasar fluida. Persamaan (2.14) disebut persamaan Whitham-Broer-Koup (WBK).

Berdasarkan Xie, et al. [9] diperoleh penjelasan mengenai penyelesaian persamaan WBK dalam bentuk gelombang berjalan seperti yang akan dibahas pada bagian selanjutnya. Selain itu, persamaan WBK akan diselesaikan dengan metode homotopi dan membandingkan kedua hasil yang diperoleh.

2.2 Penyelesaian persamaan WBK dalam bentuk gelombang berjalan

Misalkan penyelesaian persamaan (2.14), dinyatakan dalam bentuk gelombang berjalan berikut:

( , ) ( ),

u x t

 

( , )x t

 

( ), (2.15) dengan  k x( x0t),dan x0 adalah konstanta sebarang.

Jika persamaan (2.15) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.14), maka diperoleh

2 2

2 0,

kkkk

  

   

   

    

   

 

3 3 2 2

3 2 0.

kk kk

   

   

   

    

   


(24)

 

2 2

3 2

2

3 2

0,

0. k

k k

   

  

   

  

   

   

   

    

   

   

    

   

(2.16)

Dengan menggunakan metode koefisien peubah, misalkan penyelesaian persamaan (2.16) memiliki bentuk berikut:

0

2

0 1 1 2 2

( ) cosh sinh ,

( ) cosh sinh cosh sinh sinh ,

b a b

B A B A B

   

      

  

     (2.17)

dengan b b B0, , 0, A B A1, 1, 2, B2 akan ditentukan, sedangkan  bergantung pada

dan memenuhi

sinh .

Jika persamaan (2.17) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.16), maka diperoleh

2 0 1

2 2 2 2

0 1 2

3 2

sinh cosh sinh

sinh 2 2 cosh sinh

2 2 2 sinh 0

A ab b k b b B b

ab A a a b B a k

A ab b k

    

    

 

    

      

   

(2.18)

0 2 1 1 1 2

2

2 0 0 1 2 1

2 2

0 1 2 2 0 2 1

2

1 0 2 1 1 2

3

0 2 1 1 1 2

2

2 2 2

sinh

cosh sinh

2 2 4 4 sinh

2 2 2 2 2 cosh sinh

2 2 2 2 2 sinh

3 3 6 6 cos

b A bA aB B k A

aA bB b B b k A k B

b A aB bA aB a k B k A

aA b B bB A k B

b A aB bA B k A

aA bB b k A k

   

     

      

    

    

   

3

2 4

2 2 2 2 2

h sinh

2bA 2aB bA aB 6a k 6B k sinh 0

      

(2.19) Karena sinh

0, dan cosh

0 untuk setiap

0,maka dari persamaan (2.18) dan (2.19) diperoleh sistem persamaan berikut:


(25)

2 0 1 0 1 2 2 2 2

0 2 1 1 1 2

2

2 0 0 1 2 1

2

0 1 2 2 0 2 1

1 0 2 1 1 2

0 2 1 1 1

0 0

0

2 2 0

2 2 2 0

0

0

2 2 4 4 0

2 2 2 2 2 0

2 2 2 2

A ab b k b b B b ab A a

a b B a k A ab b k

b A bA aB B k A

aA bB b B b k A k B

b A aB bA aB a k B k A aA b B bB A k B

b A aB bA B k

                                                      

    2

2

2 2 2

2

2 2 2 2 2

2 0

3 3 6 6 0

2 2 6 6 0.

A aA bB b k A k

bA aB bA aB a k B k

                (2.20)

Penurunan persamaan (2.18) dan (2.19) dapat dilihat pada Lampiran 1b.

Dengan menggunakan bantuan software Mathematica diperoleh dua kasus penyelesaian dari persamaan (2.20). Kasus pertama diperoleh penyelesaian sebagai berikut:

0 1 1 2

0.5 2

0 0

.5

2 2 2

2 0, 2 2 , b b a

B B A A

k B k                      (2.21)

sedangkan kasus kedua diperoleh penyelesaian sebagai berikut:

0

0 1 1

0.5 2 2 2 , , ( ), ) 0, ( . ,

B B A

k b a

a b a k

B a

b

a k

a  

                (2.22)

Dengan demikian penyelesaian persamaan (2.16) berdasarkan kasus pertama, diperoleh:

 

 

0.5 2 0.5

2 2 2 2

2 cosh 2 sinh k k                 

     (2.23)


(26)

 

 

0.5 0.5

2 2

0.5

2 2 2

0.5

2 2 2 2

cosh sinh

cosh sinh sinh

k k

k k

        

        

     

    

   

   

(2.24)

Karena d sinh , d

  maka diperoleh

sinh

 csch ,

dan cosh

coth .

(2.25) Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (2.15), (2.23), (2.24) dan (2.25), serta k, maka persamaan (2.23) berbentuk

2 0.5

0

2 2 2 0.5 2

0

( , ) 2 ( ) coth[ ( ) )],

( , ) 2 ( ( ) ) csch [ ( ) )],

u x t k k x x t

x t k k x x t

   

      

    

      

(2.26) dan persamaan (2.24) berbentuk

 

0.5 0.5

2 2

0 0

0.5

2 2 2

0

0.5

2 2 2

0 2

0

( , ) coth[ ( ) ]

csch[ ( ) ]

, coth[ ( ) ]

csch[ ( ) ] csch [ ( ) ].

u x t k k x x t k k x x t

x t k k x x t

k x x t k k x x t

     

      

     

      

  

     

      

  

(2.27)

Persamaan (2.26) dan (2.27) merupakan penyelesaian gelombang berjalan untuk persamaan WBK. Persamaan (2.26) dan (2.27) adalah persamaan yang akan digunakan sebagai pembanding dengan penyelesaian persamaan WBK dengan menggunakan metode homotopi. Konsep dasar metode homotopi akan diberikan pada bagian berikut.

2.3 Metode Homotopi

Berikut ini diberikan ilustrasi dari konsep metode homotopi. Misalkan diberikan persamaan diferensial berikut:


(27)

dengan operator turunan, t variabel bebas dan v t

 

fungsi yang akan ditentukan. Selanjutnya didefinisikan pula suatu operator linear yang memenuhi

 

f 0, bila f 0. (2.29) Misalkan v t0( ) merupakan pendekatan awal dari penyelesaian persamaan (2.28)

dan q[0,1] suatu parameter. Didefinisikan fungsi real 

 

t q; :Ω 0,1

 

R,

dan suatu fungsi H sebagai berikut :

  

; 1

0

 

 

Hq  qv tq  (2.30) dengan suatu fungsi sebarang.

Berdasarkan persamaan (2.30), untuk q0 dan q1 masing-masing memberikan persamaan berikut:

H

 

t; 0 ; 0 [

 

t; 0 v t0

 

] dan

( ;1);1

 

;1 .

Ht  t (2.31) Menurut persamaan (2.28), (2.29) dan (2.30) diperoleh bahwa fungsi

0

( ; 0)t v t( )

  dan ( ;1)tv t( ) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

H[ ( ;0);0] t 0 dan [ ( ;1);1]Ht 0.

Selanjutnya, misalkan fungsi

( , )t q penyelesaian dari persamaan

[ ; ] 0

H

q  atau

1q

v t0

 

 q

 

 . (2.32)

Selanjutnya, penurunan m kali persamaan (2.32) terhadap q, dengan

0

q dan dibagi m! akan diperoleh bentuk persamaan orde ke-m berikut:

1 1

[x tm( )m mx ( )]tR vm( m) (2.33) dimana

1 1

0 1

1 ( ; )] ( 1)!

[

( ) m

q m

m m

R v t q

m q

  

 


(28)

dan

0, 1

.

1, 1

m

m m

  

 (2.35)

Dengan menggunakan deret Taylor,

( , )t q dapat diuraikan menjadi

0

1

( ; ) ( ) m( ) m, m

t q v t v t q

 

 

(2.36)

dimana

0

1 ( ; )

( ) .

! m

m m

q t q v t

m q

 

 (2.37)

Jika persamaan (2.37) dengan q1, maka diperoleh

0

1

( ) ( ) m( ) m, m

v t v t v t q 

 

(2.38)

dengan v t0( ) adalah pendekatan penyelesaian awal dan v tm( ) diperoleh dari penyelesaian persamaan (2.33).

Dengan demikian peningkatan nilai q dari 0 ke 1 menyatakan perubahan nilai H[ ; ] q dari [v t0

 

] ke

 

 . Dalam topologi hal ini disebut dengan deformasi.

Selanjutnya, untuk lebih memahami metode ini, misalkan diberikan suatu masalah nilai awal berikut:

( ) 4 ( ) 3 4 4 0, ( ) ( ) 3 0,

t t

d

x t y t e t

dt d

y t x t e dt

    

  

(2.39)

dengan syarat awal x(0) 0 dan y(0)0.

Penyelesaian eksak dari masalah nilai awal tersebut adalah

2 2

( ) 3 2 1,

( ) 1.

t t

t

x t e e

y t e t

  

   (2.40)

Berikut ini akan dicari penyelesaian persamaan (2.39) dengan menggunakan metode homotopi. Untuk itu, misalkan operator taklinear diberikan sebagai berikut:


(29)

1

1 1 2 2

2

2 1 2 1

( ; )

[ ( ; ), ( ; )] 2 ( ; ) 4,

( ; )

[ ( ; ), ( ; )] ( ; ) 3 , t t

t q

t q t q t q e

t t q

t q t q t q e

t                    (2.41)

dan opertor linear diberikan sebagai berikut:

1 1 1

( ; ) [ ( ; )]t q t q ,

t

 

 dan 2 2 2

( ; ) [ ( ; )]t q t q .

t

 

 (2.42)

Selanjutnyax t( ) dan y t( ) diperoleh dari persamaan berikut:

0 1 0 1 ( ) ( ) ( ) , ( ) ( ) ( ) , m m m m m m

x t x t x t q y t y t y t q

       

(2.43)

dimana 1 0 2 0 ( ; ) 1 ( ) ! ( ; ) 1 ( ) . ! m m m q m m m q t q x t m q t q y t m q           (2.44)

Kemudian x tm( ) dan ym( )t diperoleh dengan menggunakan persamaan berikut:

1 1 2 1 1 0 1 1 2 1 1 1 2 0 1 2 ( ; ), ( ; )] 1 ( ) ( ) , ( 1)! ( ; ), ( ; )] 1 ( ) ( [ [ ) . ( 1)! m

m m m m

q m

m m m m

q

t q t q

x t x t dt

m q

t q t q

y t y t dt

m q                        

(2.45)

Dengan m diberikan pada persamaan (2.35), yang bergantung pada nilai awal xm(0)0 dan ym(0)0.

Misalkan penyelesaian pendekatan awal x t0( )t dan y t0( )t2, dan

1 2  , maka menurut persamaan (2.45) diperoleh 3

2 1

4

( ) 3 3 5 2 ,

3

t t

x t  e  t t  

 

3

2 2 2 3

2

4 1

( ) 3 3 5 2 45 45 51 6 10

3 3 ,

t t t

x t  e  t t    ettt


(30)

2 1

3 3 3 )

2

( et t ,

y t     

 

2

2 2 3 4

2

3 1

( ) 3 3 18 18 9 12 2

2 3 ,

t t t

y t  e  e  t ttt

 

demikian seterusnya hingga diperoleh serangkaian penyelesaian x x x x0, ,1 2, 3,... dan y y y y0, 1, 2, 3,...

Jika dipilih  1, maka penyelesaian masalah nilai awal (2.39) dengan metode homotopi adalah:

2

4 3 3 2

2 4

3 ( ) 12 1

( ) 9 9 8 ...

2 3 8 2 1 ... 3 3 t

t x t e t

e t t

t t

t t t

y

  

 

  

    

(2.46)

Penurunan persamaan (2.46) diberikan pada lampiran 1c.

Berikut ini akan digunakan bantuan software Mathematicha untuk menggambarkan hampiran penyelesaian masalah nilai awal dengan menggunakan metode homotopi pada persamaan (3.39) hingga orde ke-10 dan dibandingkan dengan penyelesaian pada persamaan (2.33). Jika parameter tambahan yang dipilih adalah  1, maka akan memberikan galat yang sangat kecil jika dibandingkan dengan penyelesaian pada persamaan (2.33), seperti ditunjukkan pada Tabel 2.1. Pada Tabel 2.1 terlihat bahwa semakin tinggi orde yang digunakan maka akan semakin mendekati penyelesaian eksak dan daerah kekonvergenan akan semakin bertambah. Penambahan daerah kekonvergenan juga bergantung pada parameter dan nilai pendekatan penyelesaian awal x t0( )


(31)

Tabel 2.1 Galat antara penyelesaian dengan menggunakan metode homotopi dan secara eksak

t x(t) y(t)

Orde 3 Orde 5 Orde 10 Orde 3 Orde 5 Orde 10 -2 3.0570×100 1.6043×101 7.4468×10-2 2.7276×100 1.6778×100 0.1485×100 -1.4 1.2330×101 4.1915×100 6.7802×10-3 1.2196×100 0.4759×100 1.2817×10-4 -1.2 3.8754×100 0.7482×100 3.0505×10-4 0.4300×100 9.2775×10-2 5.4570×10-4 -0.8 0.7696×100 6.6384×10-2 3.7768×10-6 9.6882×10-2 9.0410×10-3 6.3819×10-6 -0.4 4.9122×10-2 1.0583×10-3 1.9617×10-9 7.0884×10-4 1.5911×10-4 3.1818×10-9 0 4.9146×10-15 2.8066×10-14 1.1419×10-11 1.6653×10- 3.5426×10- 1.0887×10 -0.4 5.4751×10-2 1.1430×10-3 2.4248×10-9 1.0578×10-2 2.1180×10-4 3.3101×10-9 0.8 0.9664×100 7.7811×10-2 5.2760×10-6 0.2161×100 1.6051×10-2 6.9862×10-6 1.2 0.5600×101 0.9609×100 5.0463×10-2 0.14394×101 0.2205×100 6.2688×10-4 1.6 0.2108×102 0.5981×101 1.3312×10-2 0.6159×101 1.5227×100 1.5506×10-2 2 0.6400×102 0.2590×102 0.17404×100 0.2093×102 0.7279×101 0.1901×100


(32)

III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Analisis Metode

Dalam penelitian ini akan digunakan metode homotopi untuk menyelesaikan persamaan Whitham-Broer-Koup (WBK), yaitu persamaan gerak bagi perambatan gelombang pada perairan dangkal yang bentuknya berupa sistem persamaan diferensial taklinear. Perluasan konsep dasar metode homotopi yang telah diuraikan pada landasan teori dilakukan sebagai berikut.

Tinjau sistem persamaan berikut:

1 2

[ ( , ), ( , )] 0 [ ( , ), ( , )] 0

u x t x t u x t x t

 

 (3.1)

dengan 1 dan 2 operator turunan yang bentuknya taklinear, sedangkan fungsi u dan  merupakan fungsi yang memenuhi persamaan (3.1) yang akan ditentukan. Selanjutnya didefinisikan fungsi real 1( , , )x t q dan 2( , , )x t q dan

suatu fungsi H1 dan H2 sebagai berikut:

1 1 0 1 1 1 2

2 2 0 2 2

1 1 2

2 1 2 1 2

[ ( , , ) ( , )] [ ( , , ), ( , , )] [ ( , , ) ( , )] [ ( , , ), ( [ , ; ] (1 )

[ , ; ] (1 ) , , )],

H q q

H

x t q u x t q x t q x t q

x t q x t q x t q x t

q q q

    

  

  

 

 

   

(3.2) dengan 1 dan 2 suatu operator linear dan u0 dan 0 masing-masing fungsi

pendekatan awal dari penyelesaian persamaan (3.1).

Berdasarkan persamaan (3.2) untuk q0 membentuk persamaan berikut:

1 1 0

2 1 1 2

2 1 2 2 0

[ ( , , 0) ( , )] [ ( , , 0) ( , )] [ , ;0]

[ , ;0] ,

H H

x t u x t

x t x t

 

 

  

 

 (3.3)

dan untuk q1 memberikan

1 1 1 2

2 2 1 1 2

2 1 2 1 2

[ ( , ,1), ( , ,1)] [ , ;1]

[ , ;1] [ ( , ,1), ( , ,1)]. H

H

x t x t x t x t

 

 

   

 (3.4)

Berdasarkan persamaan (3.3) diperoleh bahwa fungsi

1( , , 0)x t u x t0( , )

 

dan

2( , , 0)x t 0( , ),x t


(33)

masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

1[ ,1 2; 0] 0, 2[ ,1 2; 0] 0.

H    H   

Selain itu, berdasarkan persamaan (3.1) dan (3.4) diperoleh fungsi

1( , ,1)x t u x t( , )

 

dan

2( , ,1)x t ( , ),x t

 

yang masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

1[ ,1 2;1] 0, 2[ ,1 2;1] 0.

H    H   

Selanjutnya, karena parameter q bernilai dari 0 sampai 1, maka 1( , ; )x t q

dan 2( , ; )x t q masing-masing akan memetakan pendekatan awal u x t0( , ) ke penyelesaian eksak u x t( , ) dan memetakan pendekatan awal 0( , )x t ke penyelesaian eksak

( , )x t . Dengan menggunakan deret Taylor dari 1( , ; )x t q

dan 2( , ; )x t q terhadap q, diperoleh

1 0

1

2 0

1

( , ; ) ( , ) ( , ) , ( , ; ) ( , ) ( , ) ,

m m

m

m m

m

x t q u x t u x t q x t q x t x t q

  

  

 

 

(3.5)

dengan

0

0

1 ( , ; )

( , ) ,

!

1 ( , ; )

( , ) .

! m

m m

q m

m m

q x t q u x t

m q x t q x t

m q

  

 

  

(3.6)

Jadi untuk q1 diperoleh

1( , ,1) 0( , ) m( , ). m

x t u x t u x t

  

 (3.7)

Karena 1( , ,1)x tu x t( , ), maka 0

( , ) ( , ) m( , ). m

u x t u x t u x t 

 

(3.8)


(34)

2( , ,1) 0( , ) m( , ). m

x t x t x t

  

 (3.9)

Karena 2( , ,1)x t ( , ),x t maka

0

( , ) ( , ) m( , ). m

x t x t x t

  

 (3.10)

Selanjutnya akan ditentukan um dan m, m1, 2,... berikut ini. Berdasarkan deformasi orde nol diperoleh

1 1 0 1 1 1 2

2 2 0 2 2 1 2

(1 ) (

[ ( , ; ) ( , )] [ ( , ; ), ( , ; )] [ ( , ; ) ( , )] [ ( , ; ), ( , ; )]

1 ) .

x t q u x t q x t q x t q

x t q x t q x t q x q

q t

q   

   

 

  (3.11)

Jika kedua ruas dari persamaan (3.11) diturunkan terhadap q hingga m kali, kemudian mengevaluasi di q0 dan dibagi m!, maka diperoleh bentuk persamaan berikut:

1 1 1 1, 1 1

2 1 2 2, 1 1

[ ( , ) ( , )] [ ( , ), ( , )]

[ ( , ) ( , )] [ ( , ), ( , )],

m m m m m m

m m m m m m

u x t u x t R u x t x t

x t x t R u x t x t

 

   

  

  

 

  (3.12)

dengan

1, 1 1 1

1

1 1 2

1

0 1

2 1 2

2 1

0

2, 1 1

( , ; ), ( , ; ) 1 , ( 1)! ( , ; ), ( , ; ) 1 , ( ( , ) ( 1)! , ) m m q m m m m m q m m m R u R

x t q x t q

m q

x t q x t q q u m                         dan 0, 1.

1, 1 m m m    

Berdasarkan persamaan (3.12) dapat ditentukan um dan m, m1, 2,... Penurunan persamaan (3.12) diberikan pada Lampiran 2a.

Secara ringkas penggunaan metode homotopi untuk menyelesaikan sistem persamaan diferensial (3.1) dilakukan sebagai berikut:

1. Misalkan diberikan pendekatan awal dari penyelesaian sistem persamaan diferensial (3.1) masing-masing u x t0( , ) dan 0( , ).x t

2. Tentukan um( , )x t dan m( , ),x t m1, 2,... berdasarkan persamaan (3.12) dengan 1 dan 2 dipilih sembarang. Pemilihan 1 dan 2 dapat


(35)

3. Penyelesaian pendekatan dengan metode homotopi ditentukan berdasarkan deret (3.8) dan (3.10).

Untuk lebih jelasnya, maka bagian selanjutnya akan dibahas aplikasi dari metode homotopi untuk menyelesaikan persamaan WBK.

3.2 Aplikasi Metode

Tinjau persamaan WBK (2.14) berikut:

2 2

3 2

3 2

0

0,

u u u

u

t x x x u u u

t x x x x

 

 

   

    

(3.13)

Operator turunan taklinear yang dipilih adalah

2

1 1 2 1

1 1 2 1

3 2

2 1 2 1 2

2 1 2 3

( , ; ) ( , ; ) ( , ; ) ( , ; ) [ ( , ; ), ( , ; )] ( , ; )

( , ; ) [ ( , ; ) ( , ; )] ( , ; ) ( , ; ) [ ( , ; ), ( , ; )]

x t q x t q x t q x t q

x t q x t q x t q

t x x x

x t q x t q x t q x t q x t q

x t q x t q

t x x x

   

   

    

   

   

   

   

   

   

   

(3.14) dan operator linear

1 1 1

( , ; ) [ ( , ; )]x t q x t q ,

t

  

2 2 2

( , ; ) [ ( , ; )]x t q x t q .

t

 

 (3.15)

Selanjutnya dipilih pendekatan penyelesaian awal berdasarkan pada penyelesaian gelombang berjalan dari persamaan WBK dalam dua kasus, yaitu kasus pertama dipilih pendekatan awal berdasarkan pada penyelesaian pada persamaan (2.26) maka diperoleh persamaan berikut

2 0.5

0 0

2 2 2 0.5 2

0 0

( , ) ( , 0) 2 ( ) coth[ ( )],

( , ) ( , 0) 2 ( ( ) ) csch [ ( )],

u x t u x k k x x

x t x k k x x

  

      

    

       (3.16)

sedangkan untuk kasus kedua akan dipilih pendekatan awal berdasarkan penyelesaian pada persamaan (2.27) berikut

 

0.5 0.5

2 2

0 0 0

0.5

2 2 2

0 0 0

0.5

2 2 2 2

0

( , ) coth[ ( )] csch[ ( )]

, coth[ ( )]csch[ ( )]

csch [ ( )].

u x t k k x x k k x x

x t k k x x k x x

k k x x

    

     

    

      

     

    


(36)

Berdasarkan definisi operator 1 dan 2 pada persamaan (3.14) diperoleh bentuk R1,m(um1,m1) dan R2,m(um1,m1) yang diberikan pada persamaan (3.12) sebagai berikut:

1

1 1 1

1, 1 1

0 2 1 2 ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) , m

m m n m

m m m n

n m

u x t u x t x t

R u u x t

t x x

u x t x                        

3 1 1 1

2, 1 1 1 3

0 2 1 2 ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) , m m m

m m m n m n

n m

x t u x t

R u u x t x t

t x x

x t x                             

(3.18) Penurunan persamaan (3.18) dapat dilihat pada Lampiran 2b.

Berdasarkan persamaan (3.12) dan definisi operator 1 dan 2, diperoleh

1

1 1, 1 1

1

1 2, 1 1

( , )

, , ( , )

, ,

m m m

m m m

m m m

m m m u x t u

R u t x t R u t                     (3.19) atau

1 1 1, 1 1

1 1 2, 1 1

( , ) , ,

( , ) , ,

m m m m m m

m m m m m m

u x t u R u dt

x t R u dt

               

(3.20)

dengan um ( , ,...,u u0 1 um) dan m ( 0, 1,...,m). Karena um( , 0)x 0 dan m( , 0)x 0, maka diperoleh

1 1 1, 1 1

0

1 2 2, 1 1

0

( , ) ( , ) ,

( , ) ( , ) , .

t

m m m m m m

t

m m m m m m

u x t u x t R u ds

x t x t R u ds

               

(3.21)

Untuk penyederhanaan, maka dipilih 12  , sehingga dari persamaan (3.16), (3.18) dan (3.21) diperoleh:

0.5

2 2 2

1( , ) 2 csch 0 ,


(37)

0.5

3 2 2 2

1( , )x t 4 k t coth k x x0 csch k x x0 ,

         

0.5

2 2 3

0

0 0

2( , ) 2 cs ( )

cosh ( ) 1 sinh ( ) , ch

k t k x x

kt u x t

k x x k x x

  

       

3 2 0.5 4

0

0 0

2

(

)

(

)

2 (

( , )

2

csch

)

2 (

)

2 cosh

1

sinh

,

k

k x

x

k

k x

x

x

x

t

k

t

h

x

t

 

 

 

0.5 2

2 2 4 2 2 2 2

2 2 2

0

0

3 ( 0) 3 1 4

3 6 3 2 cosh 2 ( ) 6 1 sinh 2 ( ) ,

1

( , ) csch

3 k t k x x k t

k t k x x

kt k x x

u x t

  

             

3 2 0.5 5

0 2 2

0 2

3

2 2 2

2

0

0 2

1

( , )

csch

3

1

22

cosh

cosh

3sinh

(

)

(

)

3

(

)

3

6 3

2

3 (

)

6

(

0)

sinh

3 (

)

,

k

k x

x

k

k x

x

k

k x

x

k

k

x t

t

h

x

x

k x

t

t

x

t

  

 

 

 

(3.22) sedangkan dari persamaan (3.17), (3.18) dan (3.21) diperoleh:

0.5

2 2

1( , )

1 cosh[ ( 0) )] hk t

u x t

k x x

    

 

0.5

3 2 2 4

1 sec

1 1

( , ) h ( 0)

si

4 2

n [ (h 0)]

x t hk t k x x

k x x

                 

2 2 0.5 2

2

1 1

( , ) ( ) [ ( 0)]

4 2

1

2(1 ) tanh ( ) s

0 ech

2

u x t hk t k x x h hkt k x x

                 


(38)

0.5

3 2 2 2

2

0.5 0.5

2 2 2 2

0.5 1.5 0.5

2 2 2 2

0.5

2 2 2

0.5 1.5 0.5

2 2 2

1 1

( , ) ( ( 0) 4

16 2

8 ( 8

(4 4 (4

1

2 ( 0) 3

2

6 6 ( 6

sech

sech

x t hk t k x x hkt

h k t

hkt k x x

k

  

     

 

    

 

      

  

      

 

    

      

      

   

     

 

 

 

 

 

 

 

 

.

  

(3.23) Penurunan persamaan (3.22) dan (3.23) dapat dilihat dalam Lampiran 2c.

Barisan penyelesaian pada persamaan (3.21) masih memuat parameter tambahan . Validitas dari metode homotopi didasarkan pada pemilihan sehingga deret (3.8) dan (3.10) konvergen [6].

Selanjutnya dengan menggunakan persamaan (3.8) dan (3.10) diperoleh pendekatan penyelesaian eksak dari persamaan WBK sebagai berikut:

0 1 2 3

0 1 2 3

( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ... ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ( , ) ... u x t u x t u x t u x t u x t

x t x t x t x t x t

    

    

     (3.24)

dengan u x t0( , ) dan 0( , )x t pada persamaan (3.16), dan u x ti( , ),i( , ),x t (i1, 2,3) diberikan pada persamaan (3.21).

Berikut ini akan digunakan bantuan software Mathematica untuk menggambarkan hampiran penyelesaian persamaan WBK (3.13) dengan menggunakan metode homotopi pada persamaan (3.22) hingga orde ke-5, dan dibandingkan dengan penyelesaian pada persamaan (2.26). Jika diberikan parameter x0 2, k0.2 dan 0.005, maka untuk pemilihan yang berbeda-beda memberikan galat yang sangat kecil antara penyelesaian dengan menggunakan metode homotopi dibandingkan dengan penyelesaian pada persamaan (2.24), seperti ditunjukkan pada Tabel 3.1 dengan 1 dan

1.


(39)

Tabel 3.1 Galat antara penyelesaian dengan metode homotopi dan penyelesaian gelombang berjalan dari nilai .

x

-1.3 -1.2 -1.1 -1 -0.9 -0.8 -0.7

1 1.026×10-2 1.021×10-2 1.020×10-2 1.019×10-2 1.020×10-2 1.020×10-2 1.021×10-2 3 2.098×10-3 2.098×10-3 2.098×10-3 2.097×10-3 2.098×10-3 2.098×10-3 2.099×10-3 5 6.855×10-4 6.857×10-4 6.857×10-3 6.857×10-4 6.857×10-4 6.858×10-5 6.862×10-4 7 2.683×10-4 2.684×10-4 2.684×10-3 2.684×10-4 2.684×10-4 2.684×10-4 2.686×10-4 9 1.134×10-4 1.134×10-4 1.134×10-4 1.134×10-5 1.134×10-4 1.135×10-4 1.135×10-4 11 4.957×10-5 4.960×10-5 4.960×10-5 4.960×10-5 4.960×10-5 4.960×10-5 4.963×10-5 13 2.200×10-5 2.201×10-5 2.201×10-5 2.201×10-5 2.201×10-5 2.202×10-5 2.203×10-5

15 9.832×10-6 9.837×10-6 9.838×10-6 9.837×10-6 9.838×10-6 9.838×10-6 9.844×10-6 17 4.407×10-6 4.409×10-6 4.409×10-6 4.409×10-6 4.409×10-6 4.410×10-6 4.412×10-6 19 1.978×10-6 1.979×10-6 1.979×10-6 1.979×10-6 1.979×10-6 1.979×10-6 1.980×10-6

Tabel 3.2 Galat antara penyelesaian dengan metode homotopi dan penyelesaian gelombang berjalan dari nilai u.

x

-1.3 -1.2 -1.2 -1 -0.9 -0.8 -0.7

1 6.3339×10-3 6.0884×10-3 5.8536×10-3 5.6454×10-2 5.4731×10-3 5.3415×10-3 5.2538×10-3 3 1.9841×10-3 1.8569×10-3 1.7455×10-3 1.6513×10-3 1.5747×10-3 1.5158×10-3 1.4750×10-3 5 8.2937×10-4 7.5212×10-4 6.8496×10-4 6.2822×10-4 5.8195×10-4 5.4618×10-4 5.2106×10-4 7 3.9611×10-4 3.4497×10-4 3.0058×10-4 2.6306×10-4 2.3242×10-4 2.0867×10-4 1.9188×10-4 9 2.0502×10-4 1.7026×10-4 1.4010×10-4 1.1460×10-4 9.3768×10-5 7.7595×10-5 6.6115×10-5 11 1.1254×10-4 8.8795×10-5 6.8207×10-5 5.0793×10-5 3.6557×10-5 2.5498×10-5 1.7632×10-5 13 6.4761×10-5 4.8580×10-5 3.4551×10-5 2.2683×10-5 1.2979×10-5 5.4366×10-6 6.3800×10-8 15 3.8734×10-5 2.7747×10-5 1.8222×10-5 1.0164×10-5 3.5736×10-6 1.5496×10-6 5.2027×10-6 17 2.3893×10-5 1.6458×10-5 1.0014×10-5 4.5614×10-6 1.0140×10-7 3.3663×10-6 5.8403×10-6 19 1.5093×10-5 1.0076×10-5 5.7277×10-6 2.0485×10-6 9.6136×10-7 3.3018×10-6 4.9722×10-6

Selanjutnya akan digambarkan hampiran penyelesaian persamaan WBK (3.13) dengan menggunakan metode homotopi pada persamaan (3.23) hingga orde ke-5, dan dibandingkan dengan penyelesaian pada persamaan (2.26). Jika diberikan parameter x0 2, k0.2 dan 0.04, maka untuk pemilihan  1 akan memberikan galat yang sangat kecil antara penyelesaian dengan menggunakan metode homotopi dibandingkan dengan penyelesaian pada persamaan (2.26), seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3 dengan  1 dan

0.


(40)

Tabel 3.3 Galat antara penyelesaian dengan metode homotopi dan penyelesaian gelombang berjalan pada persamaan (2.27)

x U

t=1 t=2 t=3 t=1 t=2 t=3

1 1.0820×10-13 1.4207×10-11 3.7052×10-10 9.7122×10-9 1.5427×10-7 7.7522×10-7 3 3.1666×10-14 2.4073×10-12 3.1832×10-11 3.9357×10-9 6.0701×10-8 2.9566×10-7 5 2.5456×10-13 1.6175×10-11 1.8282×10-10 2.2752×10-9 3.7983×10-8 2.0040×10-7 7 2.3080×10-13 1.4885×10-11 1.7080×10-10 5.0203×10-9 8.0616×10-8 4.0962×10-7 9 8.3149×10-14 5.4491×10-12 6.3537×10-11 4.5089×10-9 7.1671×10-8 3.6043×10-7 11 1.6201×10-14 9.8137×10-13 1.0527×10-11 2.7462×10-9 4.3344×10-8 2.1638×10-7 13 4.3719×10-14 2.7940×10-12 3.1773×10-11 1.1648×10-9 1.8214×10-8 9.0034×10-8 15 3.5742×10-14 2.3005×10-12 2.6352×10-11 1.9907×10-10 2.9626×10-9 1.3857×10-8 17 2.0831×10-14 1.3458×10-12 1.5475×10-11 2.4479×10-10 4.0019×10-9 2.0698×10-8 19 9.6344×10-15 6.2457×10-13 7.2061×10-12 3.7788×10-10 6.0597×10-9 3.0748×10-8

Berdasarkan Tabel 3.1, 3.2 dan 3.3 dapat disimpulkan bahwa metode homotopi yang digunakan dalam penelitian ini sangat cocok untuk menyelesaikan persamaan WBK. Hal ini disebabkan oleh galat yang ditimbulkan antara penyelesaian dengan metode homotopi dan penyelesaian gelombang berjalan yang diberikan pada persamaan (2.26) dan (2.27) sangat kecil dengan galat terbesear adalah 5.6454×10-2 untuk  1. Selanjutnya berdasarkan Tabel 3.1 dan 3.2 terlihat pula bahwa pemilihan nilai akan mempengaruhi daerah kekonvergenan deret (3.8) dan (3.10), sehingga dalam hal ini dipilih  1 memberikan nilai galat yang terkecil dan daerah kekonvergenan yang lebih luas.

Berikut ini akan digambarkan gelombang yang mengikuti persamaan Boussinesq, dalam hal ini 1 dan

0. Misalkan gelombang yang ditinjau memilki bilangan gelombang k0.2, atau berdasarkan (2.10) diperoleh

0.04.

 Grafik penyelesaian dari  diberikan dalam Gambar 3.1 untuk t0, 40,


(41)

Gambar 3.1 Bentuk gelombang Boussinesq

Berdasarkan Gambar 3.1 terlihat bahwa gelombang yang ditinjau pada awalnya merupakan gelombang tunggal, kemudian terpisah menjadi dua gelombang, dimana masing-masing gelombang bergerak dalam dua arah yang

20 10 10 20

0.97 0.98 0.99 1.00

20 10 10 20

x

0.975 0.980

x, 40

20 10 10 20

x 0.968

0.970 0.972 0.974 0.976 0.978 0.980

x, 65

30 20 10 10 20 30 x

0.965 0.970 0.975 0.980

x, 90

30 20 10 10 20 30

x

0.970 0.975 0.980

x, 115

30 20 10 10 20 30

x

0.970 0.975 0.980


(42)

berlawanan, yaitu ke kanan dan ke kiri, yang masing-masing memiliki kecepatan 0.2

c satuan kecepatan.

Selanjutnya akan digambarkan bentuk kecepatan arus dari persamaan Boussinesq, seperti pada Gambar 3.2 berikut:

Gambar 3.2 Kecepatan arus dari persamaan Boussinesq

Berdasarkan Gambar 3.2 diperoleh bahwa pada persamaan Boussinesq arus bergerak dalam dua arah, yaitu ke kiri dan ke kanan masing-masing dengan kecepatan yang sama.

10 5 5 10

x

10 5 5 10

u x, 0

10 5 5 10

x

10 5 5 10

u x, 25

10 5 5 10x

10 5 5 10

u x, 50

10 5 5 10x

10 5 5 10

u x, 75

10 5 5 10x

10 5 5 10

u x, 100

10 5 5 10

x

10 5 5 10


(43)

IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan

Persamaan gerak gelombang dispersi taklinear diturunkan berdasarkan hukum kekekalan massa dan hukum kekekalan momentum pada fluida takmampat dan takkental. Persamaan gerak gelombang yang diperoleh berupa persamaan Whitham-Broer-Koup (WBK). Persamaan WBK adalah suatu persamaan yang menggambarkan perambatan gelombang taklinear pada perairan dangkal yang memuat faktor dispersi. Penyelesaian persamaan WBK dilakukan dengan metode homotopi. Metode homotopi adalah suatu metode pendekatan analitik untuk menyelesaikan suatu masalah taklinear.

Penggunaan metode homotopi untuk menyelesaikan persamaan WBK memerlukan suatu operator taklinear yang ditentukan berdasarkan bentuk taklinear dari persamaan WBK tersebut. Berdasarkan operator taklinear tersebut, diperoleh bentuk rekursif dari basis penyelesaian persamaan WBK. Penyelesaian hampiran persamaan WBK tersebut merupakan deret dari basis-basis penyelesaian yang diperoleh. Semakin tinggi orde yang digunakan, maka semakin mendekati penyelesaian eksak dari persamaan WBK. Penyelesaian eksak persamaan WBK yang ditinjau berupa gelombang berjalan. Efisiensi dari metode ini terlihat pada prosesnya, dimana hanya menggunakan pengintegralan biasa. Dalam penelitian ini, penyelesaian pendekatan awalnya tidak harus berupa gelombang berjalan. Hal ini merupakan kelebihan metode homotopi yang digunakan dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini, ditinjau kasus gelombang Boussinesq. Metode homotopi yang digunakan dalam kasus ini menggunakan pendekatan awal dalam bentuk gelombang berjalan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa galat yang timbul antara penyelesaian hampiran dengan penyelesaian eksak sangat kecil (Galat terbesarnya adalah 5.6454×10-2). Gelombang yang mengikuti persamaan Boussinesq dengan bilangan gelombang sebesar 0.2, memberikan frekuensi sebesar 0.04 dan gelombang bergerak dalam dua arah, yaitu ke kanan dan ke kiri masing-masing dengan kecepatan 0.2 satuan kecepatan.


(44)

4.2 Saran

Dalam karya ilmiah ini digunakan metode homotopi untuk menyelesaikan masalah perambatan gelombang dispersi dan taklinear. Metode ini sangat efisien untuk menyelesaikan masalah taklinear, sehingga penelitian dalam karya ilmiah ini masih terbuka untuk dikembangkan pada masalah-masalah dari fenomena alam yang berbentuk taklinear.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Guiqiong X, Zhibin L. 2005. Exact travelling wave solutions of the Whitham–Broer–Kaup and Broer–Kaup–Kupershmidt equations. Chaos, Solitons and Fractals. 24:549-556.

[2] Rashidi MM, Ganji DD, Dinarvand S. 2008. Approximate traveling wave solution of coupled Whitham-Broer-Kaup shallow water equations by homotopy analysis method. Differential Equation and Nonlinear Mechanics, Article ID 243459, doi:10.1155/2008/243459.

[3] Rashidi MM, Erfani E. 2010. Traveling wave solution of WBK shallow water equation by differential transform method. Adv. Theor. Appl. Mech. 3:263-271.

[4] Ganji DD, Houman BR, Sfahani M.G, Ganji S.S. Approximate traveling wave solution for coupled Witham-Broer-Kaup shallow water. Advaces in Engineering Software. 41:956-961.

[5] Matinfar M, Fereidoon A, Aliasghartoyeh A, Ghanbari M. 2009. Variational iteration method for solving nonlinear WBK equation. International Journal of Nonlinier Science. 8:419-423.

[6] Liao. 2004. Beyond Perturbation: Introduction to the Homotopy Analysis Method. Boca Raton, New York Washington, D.C.

[7] Billingham J, King A.C. 2000. Wave Motion, Cambridge University Press: Birmingham, Inggris.

[8] Witham G.B. 1974. Linearr and Nonlinear Waves, Wiley Interscience: New York.

[9] Xie F, Yan Z, Zhang H. 2001. Explicit and traveling wave of Whitham-Broer-Koup shallow water equation. Physics Latter A. 285:76-80.


(46)

(1)

x t1 t2 t3 ( , )

u x t

( , )x t u x t( , )

( , )x t u x t( , )

( , )x t

1 3

5.64541 10  1.01919 10 2 3.32893 10 3 4.23514 10 3 5.03319 10 3 6.41422 10 3

3 3

1.65134 10  2.09735 10 3 1.265 10 3 1.38182 10 3 1.91046 10 3 3

2.08846 10 

5 4

6.28217 10  6.85723 10 4 5.29468 10 4 5.40383 10 4 7.99268 10 4 4

8.16019 10 

7 4

2.63058 10  2.68392 10 4 2.30625 10 4 2.28315 10 4 3.48077 10 4 3.44643 10 4

9 4

1.14604 10  1.1344 10 4 1.02205 10 4 9.98064 10 5 1.54243 10 4 1.50633 10 4

1

1 5.07931 10 

 4.95976 10 

1

3 2.26832 10 

 2.20143 10 

1

5 1.01642 10 

 9.83744 10 

1

7 4.56143 10 

 4.40935 10 

1

9 2.04845 10 

 1.97905 10 

8 6 4 2

x

0.1 0.1 0.2 0.3


(2)

dimana q

 

0,1 ,parameter bantu 0, operator linier, v x t0( , ) adalah nilai

awal dan

( , ; )x t q adalah fungsi yang tidak diketahui. Jika q0 dan q1, maka diperoleh

0

[ ( , ; ) x t qv x t( , )]0 atau ( , ; )x t qv x t0( , )

(4.3) dan

[ ( , ; )] 0.

x t q(4.4)

Selanjutnya, karena parameter q bernilai 0 sampai 1, maka

( , ; )x t q

memetakan dari pendekatan awal v x t0( , ) ke penyelesaian eksak v x t( , ). Dengan

menggunakan teorema Taylor,

( , ; )x t q dapat diuraikan menjadi:

0

1

( , ; ) ( , ) m( , ) m,

m

x t q v x t v x t q

 

 

(4.5) dimana

0

1 ( , ; ) ( , )

!

m

m m

q

x t q v x t

m q

 

(4.6)

Jika pada persamaan (4.2) dengan nilai  1, maka akan diperoleh

0

[ ( , ; ) ( , )] [ ( , ; )] 0

1 ) .

( qx t qv x tqx t q  (4.7)

Selanjutnya, penurunan m kali persamaan (4.7) terhadap q, dengan q0 dan dibagi m!, akan diperoleh bentuk persamaan orde ke-m berikut:

1

[vm( , )x t m mv ( , )]x tRm( , ),x t (4.8) dimana

1 1

0

[ ( , ; )] 1

( , ) ,

( 1)!

m

m m

q

R x t x

m q

t q

 

 

 

dan

0, 1

1, 1.

m

m m

  

 


(3)

Jika operator linier , nilai awal v x t0( , ) dan parameter tambahan h dapat dipilih dengan baik, maka persamaan (4.5) akan konvergen pada saat q1, maka diperoleh

0

( , ) ( , ) m( , ),

m

v x t v x t v x t



 

(4.9)

yang merupakan penyelesaian dari persamaan (4.1), dengan v x t0( , ) adalah

dugaan awal dan vm( , )x t diperoleh dari persamaan (4.8).

x t1 t2 t3

( , )

u x t

( , )x t u x t( , )

( , )x t u x t( , )

( , )x t

1 3

5.64541 10  2

1.01919 10  3

3.32893 10  3

4.23514 10  3

5.03319 10  3

6.41422 10 

3 3

1.65134 10  2.09735 10 3 1.265 10 3 3

1.38182 10  1.91046 10 3 2.08846 10 3

5 4

6.28217 10  6.85723 10 4 5.29468 10 4 4

5.40383 10  4

7.99268 10  4

8.16019 10 

7 4

2.63058 10  4

2.68392 10  4

2.30625 10  4

2.28315 10  4

3.48077 10  4

3.44643 10 

9 4

1.14604 10  4

1.1344 10  4

1.02205 10  5

9.98064 10  4

1.54243 10  4

1.50633 10 

1 1 0 1 1 1 2

2 2 0 2 2 1 2

(1 ) (

[ ( ; ) ( )] [ ( ; ), ( ; )],

[ ( ; ) ( )] [ ( ; ), ( ; ]

1 ) ) ,

t q x t q t q t q t q y t q t q t q q

q

  

  

 

 

  (2.28)

dimana q

 

0,1 , parameter bantú 1 0 dan 2 0, operator linier, x t0( )

dan y t0( ) adalah nilai awal, 1( ; )t q dan 2( ; )t q adalah fungsi yang tidak diketahui.


(4)

1 0

2 0

[ ( ; ) ( )] 0 [ ( ; ) ( )] 0

t q x t t q y t

      atau 1 0 2 0

( ; 0) ( ) ( ; 0) ( )

t x t t y t

 

 (2.29)

dan

1 1 2

2 1 2

[ ( ; ), ( ; )] 0, [ ( ; ), ( ; )] 0.

t q t q t q t q

 

 

 (2.30)

Selanjutnya, karena parameter q bernilai 0 sampai 1, maka 1( ; )t q dan

2( ; )t q

 memetakan dari pendekatan awal x t0( ) dany t0( ) ke penyelesaian eksak ( )

x t dan y t( ). Dengan menggunakan teorema Taylor, 1( ; )t q dan 2( ; )t q dapat diuraikan menjadi:

Jika pada persamaan (2.28) dengan nilai  1, maka akan diperoleh

1 0 1 1 2

2 0 2 1 2

(1 ) (

[ ( 1

; ) ( )] [ ( ; ), ( ; )] 0 [ ( ; ) ( )] [ ( ; ), ( ; ) 0

) ] .

t q x t q t q t q t q y t q t

q

q q t q

  

  

 

 

  

 (2.33)

Selanjutnya, penurunan m kali persamaan (2.33) terhadap q, dengan 0

q dan dibagi m!, akan diperoleh bentuk persamaan orde ke-m berikut:

1 1 1, 1

1 2 2, 1

[ ( ) ( )] ( ),

[ ( ) ( )] ( )

m m m m m

m m m m m

x t x t R x

y t y t R y

 

 

 

 

  (2.34)

dengan 1 1 2 1 0 1 1 2 0 1 1 2 1 1 ( ; ), ( ; ) [ ( ) [ ( ] 1 , ( 1)! ( ; ), ( ; )] 1 , ( )! ) 1 m m m m m m q m m q R x R

t q t q

m q

t q t q

m y q                     (2.35) dan 0, 1 . 1, 1 m m m   

 (2.36)

Selanjutnya, misalkan

dengan menggunakan persamaan(2.34) dan (2.35), maka diperoleh


(5)

Dengan menggunakan bantuan SoftwareMathematica dapat dilihat perbandingan penyelesaian masalah nilai awal (2.25) secara eksak dan penyelesaian dengan menggunakan metode homotopi yang diberikan pada Gambar 2.3 berikut:

Gambar 2.3 Perbandingan penyelesaian eksak dan metode homotopi dari masalah nilai awal (2.25).

0

pp

Y X

( , )x t h0 Permukaan fluida

2 4 6 8 Waktu

0.05 0.10 0.15 0.20 0.25

P erubahanAmplitudo

2 1 1 2

t

40 30 20 10 10

X t

2 1 1 2t

10 10 20 30

Y t

Eksak

Homotopi orde 3 Homotopi orde 5 Homotopi orde 10


(6)

0

h

 0

( )x

u h

 

0

( )x x

u h

  

x

X

Y

x t

 