44
3 Menyusun laporan bimbingan kelompok.
D. Hakekat Experiential Learning
1. Pengertian Experiential Learning
Experiential learning adalah suatu proses belajar mengajar yang menekankan pada pembelajaran melalui pengalaman yang membangun
pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai secara langsung. Experiential learning ini lebih bermakna ketika pembelajar berperan
serta dalam melakukan kegiatan Nasution, 2005. Experiential learning merupakan sebuah model holistik dari proses pembelajaran di mana
manusia belajar, tumbuh dan berkembang. Penyebutan istilah experiential learning dilakukan untuk menekankan bahwa experience
pengalaman berperan penting dalam proses pembelajaran dan membedakannya dari teori pembelajaran lainnya seperti teori
pembelajaran kognitif ataupun behaviorisme Kolb, 1984. Dalam experiential learning ini, pembelajar memandang kritis
suatu kegiatan dan mendapatkan pemahaman serta menuangkannya dalam bentuk lisan atau tulisan sesuai dengan tujuan pembelajaran Isah
Cahyani, 2001. Experiential learning menggunakan pengalaman sebagai katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan
kapasitas dan kemampuannya dalam proses pembelajaran. Jadi experiential learning ialah suatu proses pembelajaran yang
mengedepankan pengalaman secara langsung untuk membangun keterampilan dan nilai-nilai baru bagi pembelajar.
45
2. Karakteristik Experiential Learning menurut Kolb
Di bawah ini diuraikan lima karakteristik experiential learning menurut Kolb, 29:2013 yaitu;
a. Pembelajaran terbaik itu dipahami sebagai proses bukan hanya
terbatas pada pengetahuan, belajar tidak berakhir pada hasil. b.
Belajar adalah pengalaman membentuk kembali pengetahuan. Pembelajaran difasilitasi oleh proses yang mampu membuat si
pembelajar membangun gambaran mengenai keyakinan-keyakinan dan ide-ide terhadap suatu topik. Sehingga dapat dijelaskan,
diujikan, dan diintegrasikan dengan ide-ide yang baru. c.
Belajar membutuhkan resolusi dari konflik antara cara dialektikal yang bertentangan dengan adaptasi dunia. Konflik, perbedaan, dan
ketidaksetujuan adalah yang menuntun proses belajar. Pergerakan ke belakang dan empat cara berlawanan antara refleksi, tindakan,
perasaan, dan pikiran. d.
Belajar adalah proses menyeluruh dari adaptasi. Belajar bukan hanya hasil dari kognisi tetapi keterlibatan yang terintegrasi pada
keseluruhan fungsi individu; berpikir, merasakan, penerimaan, dan bertindak.
e. Hasil belajar berasal dari sinergi transaksi antara manusia dengan
lingkungan. Piaget; pembelajaran terjadi melalui keseimbangan proses dialektikal asimilasi pengalaman baru ke dalam konsep yang
46
sudah ada dan mengakomodasi konsep yang sudah ada pada
pengalaman baru. 3.
Metodologi Pembelajaran Experiential Learning
Ada delapan metode khas pembelajaran experiential learning menurut Key Tyler Abella Supratiknya, 2011. Masing-masing metode
akan diuraikan pada bagian berikut ini. a.
Metode Latihan Gugus Tugas Inti dari metode ini adalah bahwa dalam kelompok-
kelompok terdiri atas 3-8 orang, peserta diminta mengerjakan tugas tertentu dan kemudian mempresentasikan hasilnya kepada seluruh
kelas. Metode ini bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta untuk mengerjakan materi pembelajaran dalam kelompok yang
cukup kecil agar masing-masing peserta bisa melibatkan diri dan berkonstribusi secara aktif dalam kerja kelompok.
b. Metode Diskusi Kasus
Metode diskusi kasus memanfaatkan studi kasus, yaitu deskripsi tentang suatu situasi yang disajikan entah secara tertulis, lewat
rekaman audio, atau lewat rekaman video, untuk disimak atau dipelajari oleh peserta dan kemudian mendiskusikannya dengan
panduan pertanyaan-pertanyaan yang disiapkan oleh fasilitator. Sebaiknya diskusi difokuskan pada isu-isu yang terdapat di dalam
situasi yang dideskripsikan: tindakan apa yang perlu dilakukan atau PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
pelajaran-pelajaran apa yang bisa dipetik, serta cara mengatasi atau mencegah agar situasi sejenis tidak terjadi di masa mendatang.
Tujuan latihan ini adalah melatih peserta agar mampu merumuskan sendiri pelajaran-pelajaran yang didapat dari situasi itu,
tidak sekedar menerimanya dari fasilitator. Peserta dilatih menerapkan proses berpikir yang diperlukan untuk menganalisis
sebuah situasi nyata serta mengidentifikasikan berbagai alternatif tindakan. Metode ini tidak bertujuan mengajarkan solusi yang benar
untuk menghadapi situasi problematik tertentu, melainkan melatih peserta menganalisis dan menemukan solusi atas suatu situasi
bermasalah. c.
Simulasi dan Games Game atau permainan adalah aktivitas bermain yang
diformalkan, lazimnya tidak terkait langsung dengan situasi kehidupan nyata. Peserta diharapkan mencapai tujuan tertentu dalam
batas-batas yang ditetapkan lewat serangkaian aturan main. Aturan main ini menentukan jenis aktivitas yang harus dilakukan dan kapan
permainan harus diakhiri. Simulasi merepresentasikan situasi kehidupan nyataa tertentu, tetapi komponen-komponen dan saling
berhubungan antar komponen itu ditampilkan sedemikian rupa sehingga bisa dimanipulasikan atau dikendalikan oleh peserta
mengikuti kerangka waktu yang ditentukan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
d. Latihan Bermain Peran Role-Play
Dalam latihan bermain peran, peserta mensimulasikan sebuah situasi interaktif nyata atau hipotetis. Misal, memainkan
peran siswa yang mendapat perlakuan kasar dari teman kelasnya bullying. Atau memainkan peran seseorang menjalani proses
pengadilan di muka hakim pengadilan akhir sesudah ajal. Simulasi ini lazimnya diikuti diskusi dan analisis, untuk mengentahui
bagaimana interaksi itu dirasakan atau dihayati, apa yang terjadi, dan mengapa demikian. Peserta bisa memperoleh umpan balik tentang
tingkah lakunya selama bermain peran. Permainan peran bertujuan memberikan kesempatan
kepada peserta untuk menghayati sebuah interaksi, dengan menggunakan cara yang sudah biasa dilakukannya atau dengan cara
baru. Bila cara baru digunakan dalam metode ini, maka metode ini memberikan kesempatan pada peserta untuk mempraktekkan cara
baru itu dan memberinya umpan balik terhadap tingkah lakunya dalam interaksi itu.
e. Diskusi Kelompok
Dalam diskusi kelompok peserta diberi kesempatan untuk secara bebas bertukan gagasan atau pendapat, bisa dalam kelas besar
atau dalam kelompok-kelompok kecil yang diturunkan dari kelas besar. Aturan main dalam diskusi kelompok disampaikan kepada
peserta. Fasilitator bertanggung jawab untuk membuat hidup diskusi, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
menyatukan berbagai gagasan dan pendapat yang muncul, hingga membantu membuat kesimpulan.
Diskusi kelompok bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta untuk saling mengungkapkan dan saling bertukar
gagasan tentang pokok persoalan yang sedang dibahas. Metode ini bisa dipakai sebagai “pemanasan” sebelum memulai aktivitas
tertentu, sebagai penutup kegiatan, atau sebagai kegiatan mandiri. f.
Latihan individual Dalam latihan individual setiap peserta diminta bekerja
sendiri-sendiri, lazimnya berupa tugas mentransfer atau menerapkan isi atau hasil pelajaran dari program kegiatan yang baru diikutinya ke
dalam situasi kehidupan masing-masing. Tujuan latihan individual adalah memberi kesempatan kepada peserta untuk menerapkan hasil-
hasil pelajaran learning points yang diperoleh dari program pendidikan psikologis yag baru dijalani ke dalam situasi kehidupan
masing-masing untuk menguji pemahamannya atau memeriksa sejauh mana hasil pembeajaran itu bisa diterapkan dalam situasi
kehidupannya. g.
PresentasiLekturet PresentasiLekturet ceramah pendek adalah bentuk
komunikasi atau penyampaian terstruktur atau yang disiapkan dan bersifat satu arah dari pihak penyaji atau penceramah kepada peserta.
Peserta bisa mengajkan pertanyaan namun dibatasi. Seringkali, alat- PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
alat bantu visual digunakan untuk mendukung presentasi. Presentasi bertujuan untuk menyampaikan informasi, lazimnya berupa
pengetahuan, pandangan, atau pendekatan baru yang penting, kepada peserta dalam situasi di mana interaksi atau diskusi dipandang
kurang sesuai. h.
Modelling Perilaku Dalam modelling perilaku peserta diberi contoh cara
bertingkah laku dalam menghadapi situasi tertentu, langkah demi langkah. Contoh langkah-langkah tersebut biasanya diemonstrasikan
dengan menggunakan rekaman video. Kemudian peserta diminta berlatih menerapkan langkah-langkah yang diajarkan. Sesudah itu
sebagai umpan balik kepada peserta ditunjukkan dalam hal apa saja mereka masih perlu meningkatkan diri. Modelling perilaku bertujuan
mengajarkan kepada peserta cara spesifik tertentu dalam menghadapi sebuah situasi serta memberikan kesempatan untuk melatih bentuk-
bentuk tingkah laku baru, sehingga mereka percaya diri mampu
menghadapi situasi serupa dalam kehidupan sehari-hari. 4.
Tujuan Experiential Learning
Tujuan model pembelajaran experiential learning adalah untuk mempengaruhi siswa dengan tiga cara, yaitu mengubah struktur
kognitif siswa, mengubah sikap siswa dan memperluas keterampilan yang telah ada pada siswa. Pengalaman mengubah pandangan baru
bagi siswa serta memunculkan kognisi atau ide-ide baru yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
dikaitkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Hal tersebut memberi wadah bagi siswa untuk mengembangkan
keterampilan yang telah dimiliki. Ketiga elemen tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi secara keseluruhan, tidak terpisah-
pisah, karena apabila salah satu elemen tidak ada maka elemen lainnya tidak akan efektif. Ketiga hal ini kemudian menjadi fokus
pendekatan experiential learning Baharuddin dan Wahyuni, 2010.
5. Proses Experiential Learning
Kolb 2015 menjelaskan empat tahapan model pembelajaran. Siklus model experiential learning disajikan dalam Gambar 2.4
Gambar 2.4 Tahapan Langkah Model Pembelajaran Experiential Learning
Sumber: Baharuddin dan Wahyuni, 2010
David Kolb 1984 mengatakan bahwa model experiential learning merupakan sebuah proses yang melingkar yang terdiri dari empat fase.
Fase pertama Concrete Experience, siswa melibatkan diri sepenuhnya dalam pengalaman baru dan menggunakan pengalaman yang sudah
52
dilaluinya atau pengalaman yang disediakan untuk pembelajaran yang lebih lanjut. Fase kedua Reflective Observation, siswa mengobservasi dan
merefleksikan atau memikirkan pengalamannya dari berbagai segi dan mendiskusikan pengalaman yang telah dilaluinya. Fase ketiga Abstract
Conceptualisation, proses menemukan tren yang umum dan kebenaran dalam pengalaman yang telah dilalui peserta atau membentuk reaksi pada
pengalaman yang baru menjadi sebuah kesimpulan atau konsep yang baru. Fase keempat Active Experimentation, siswa menggunakan konsep
tersebut untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan, memodifikasi perilaku lama dan mempraktikkannya dalam kehidupan
sehari-hari.Sejalan dengan empat tahapan experiential learning dari Kolb, tahapan atau siklus pembelajaran experiential learning menurut Pfeifer
Jones 1979 dapat dilihat pada gambar 2.5.
Gambar 2.5 Siklus Pembelajaran Experiential Learning menurut Pfeiffer Jones
Experiencing The Activity
Phase Publishing
Sharing Reactions and
Observations
Processing discussing
patterns and Dinamics
Generalizing Developing
Principles Applying
Planning How to Use the
Learning
53
Dari gambar siklus pembelajaran experiential learning menurut Pfeifer Jones 1979 di atas dipaparkan setiap siklus sebagai berikut;
a. Mengalami Experiencing
Peserta didik terlibat atau dilibatkan dalam kegiatan tertentu, seperti melakukan tugas tertentu atau mengamati objek atau rekaman
kejadian tertentu, entah secara sendiri-sendiri atau bersama satu atau lebih peserta atau anggota kelompok lain.
b. Membagikan pengalaman Publishing
Peserta didik membagikan hasil pelaksanaan tugas atau hasil pengamatannya terhadap objek atau kejadian tertentu pada tahap
sebelumnya termasuk reaksi pribadianya baik berupa tanggapan pikiran maupun tanggapan perasaannya, kepada peserta lain baik
dalam kelompok-kelompok kecil maupun kepada seluruh peserta. c.
Memroses pengalaman Processing Peserta mengolah data yang baru dibagikan dengan cara
mendiskusikan atau memikirkannya bersama, memaknai atau menafsirkannya, membandingkan tanggapan peserta yang satu dengan
peserta yang lain, menemukan hubungan antar makna atau tanggapan yang muncul, dan sebagainya.
54
d. Merumuskan kesimpulan Generalizing
Peserta didik diajak dan dibantu untuk menyimpulkan prinsip- prinsip, merumuskan hipotesis-hipotesis, dan merumuskan hikmat-
manfaat untuk didiskusikan atau dipikirkan bersama. e.
Menerapkan Applying Peserta didik sungguh-sungguh menangkap relevansi atau makna-
manfaat dari pelatihan atau bimbingan yang baru dijalaninya, serta memiliki tekad untuk menerapkan hasil belajarnya dalam kehidupan
sehari-hari. 6.
Kelebihandan Kelemahan Experiential Learning
Pendekatan experiential learning mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif, mendorong terbentuknya berpikir kreatif,
mendorong siswa untuk melihat suatu hal dari perspektif yang berbeda dan meningkatkan gairah belajar siswa Munif dan Mosik, 2009. Selain
memiliki kelebihan, model pembelajaran experiential learning juga memiliki kekurangan yaitu pembelajaran experiential learning
membutuhkan waktu yang relatif lebih lama untuk menciptakan konsep baru.
Tidak semua siswa memiliki motivasi yang cukup untuk melakukan concrete experience untuk menemukan konsep. Siswa yang
cenderung pasif lebih suka untuk menerima konsep langsung dari guru. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
Peran guru adalah menciptakan situasi belajar yang unik dan menarik sehingga siswa tertarik untuk terlibat dalam pengalaman kongkrit.
E. Hakekat Remaja Sebagai Peserta Didik
1. Pengertian Remaja
Menurut Mappiare 2009:9, masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai 21 tahun bagi wamita dan 13 tahun sampai dengan 22
tahun bagi pria. Rentang usia remaja dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu usia 1213 tahun sampai dengan 1718 tahun adalah remaja awal,
dan usia 1718 tahun sampai dengan 2122 tahun adalah remaja akhir. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-
kanak dengan dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif,
dan sosio-emosional.
Tugas pokok
remaja adalah
mempersiapkan diri memasuki masa dewasa Santrock, 2007:20. Iriyanto 2002:5 mendefinisikan masa remaja merupakan masa
pencarian jati diri. Karena itulah, pada masa ini, keadaan dan kemampuan emosi, psikologi, sosial seseorang berkembang lebih jauh
dan lebih kompleks dibandingkan dengan masa kanak-kanak. Seseorang yang berada pada rentang usia 10-19 tahun akan mengalami tiga tahapan
pembentukan jati diri, yaitu masa remaja awal 10-14 tahun, masa remaja tengah 15-16 tahun, dan masa remaja akhir 17-19 tahun.