36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan dan Determinasi Tanaman
Tanaman  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  cocor  bebek Kalanchoe  pinnata  L..  Bibit  cocor  bebek  diperoleh  dari  tempat  budidaya  Merapi
Farma,  Kaliurang,  Yogyakarta.  Selanjutnya  bibit  dibudidayakan  di  Kebun  Obat Universitas  Sanata  Dharma  Kampus  III  Paingan.  Tanaman  cocor  bebek
dibudidayakan  pada  habitat  yang  sama  bertujuan  untuk  meminimalkan  variabel pengacau  tak  terkendali  yang  dapat  disebabkan  oleh  berbagai  faktor  sehingga
kandungan  daun  cocor  bebek  seragam.  Determinasi  dilakukan  terhadap  tanaman cocor bebek yang dibudidayakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang
kebenaran  tanaman  tersebut.  Determinasi  terhadap  tanaman  cocor  bebek  mengacu pada Backer dan van Den Brink 1963. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan
ciri-ciri  morfologi  tanaman  dengan  kunci  determinasi  hingga  diperoleh  kategori spesies.  Berdasarkan  hasil  determinasi  yang  dilakukan  di  Laboratorium  Kebun
Tanaman  Obat  Fakultas  Farmasi  Universitas  Sanata  Dharma  diketahui  bahwa tanaman  tersebut  terbukti  benar  adalah  cocor  bebek  Kalanchoe  pinnata  L..  Hasil
determinasi tanaman cocor bebek ini dinyatakan dalam Surat Keterangan Determinasi Tanaman Lampiran 1.
B. Pembuatan Ekstrak Daun Cocor Bebek Kalanchoe pinnata L.
Daun  cocor  bebek  dipanen  sekitar  umur  tiga  bulan  sebelum  berbunga kemudian daun dipisahkan dari batangnya. Daun cocor bebek yang dipanen sebelum
berbunga  menunjukkan  efek  inhibisi  edema  telapak  kaki  yang  diinduksi  karagenan sedangkan  daun  yang  dipanen  sesudah  berbunga  tidak  menunjukkan  efek  inhibisi
Milad,  El-Ahmady  dan  Singab,  2014.  Selanjutnya  dilakukan  sortasi  terhadap  daun cocor  bebek  yang  telah  dipanen.  Sortasi  bertujuan  untuk  memisahkan  kotoran-
kotoran atau bagian asing lainnya dari daun cocor bebek sehingga tidak terbawa pada proses  selanjutnya  yang  dapat  mempengaruhi  kualitas  simplisia.  Daun  cocor  bebek
dicuci  hingga  bersih  dengan  air  mengalir.  Setelah  diperoleh  daun  yang  bersih kemudian  dilakukan  perajangan.  Perajangan  dilakukan  untuk  mempercepat  proses
penguapan  air  sehingga  waktu  pengeringan  lebih  singkat.  Pengeringan  dilakukan dengan bantuan sinar matahari tidak langsung selama 2 hari dilanjutkan dalam almari
pengering  dengan  suhu  35 C.  Tujuan  pengeringan  agar  simplisia  tidak  mengalami
kerusakan.  Pengeringan  akan  mengurangi  kandungan  air  dan  menurunkan  reaksi enzimatik  yang  dapat  mempengaruhi  kualitas  simplisia.  Indikator  daun  telah  kering
adalah  daun  mudah  patah  dan  hancur  jika  diremas.  Daun  yang  telah  kering diserbukkan  dengan  blender  dan  diayak  dengan  pengayak  ukuran  40  mesh  untuk
memperkecil  ukuran  sehingga  luas  kontak  serbuk  dan  cairan  penyari  lebih  besar. Namun  ukuran  serbuk  yang  terlalu  kecil  juga  kurang  menguntungkan  karena  dapat
menyebabkan  serbuk  menggumpal  sehingga  hasil  ekstraksi  tidak  optimal  karena cairan  penyari  akan  sulit  dipisahkan  dari  ampas  serbuk  Voigt,  1995.  Serbuk  daun
cocor  bebek  langsung  diekstraksi  tanpa  dilakukan  penyimpanan  yang  terlalu  lama untuk  mencegah terjadinya  absorbsi lembab dari  lingkungan dan degradasi  senyawa
aktif. Daun  cocor  bebek  mengandung  alkaloid,  triterpen,  lipid,  flavonoid,
glikosida, bufadienolida, fenol dan asam organik. Komponen dalam daun cocor bebek yang diketahui memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi adalah flavonoid Afzal dkk.,
2012.  Oleh  karena  itu  dilakukan  proses  ekstraksi  untuk  memperoleh  flavonoid. Proses  ekstraksi  terhadap  serbuk  simplisia  daun  cocor  bebek  menggunakan  metode
maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dengan cairan penyari.  Cairan  penyari  akan  menembus  dinding  sel,  melarutkan  zat  aktif  kemudian
mendesaknya  keluar  karena  adanya  perbedaan  konsentrasi  didalam  dan  diluar  sel hingga  mencapai  titik  keseimbangan  Voigt,  1995.  Cairan  penyari  yang  digunakan
adalah  etanol  70.  Dasar  pemilihan  etanol  sebagai  cairan  penyari  karena  etanol sangat  efektif dalam menghasilkan jumlah senyawa aktif  yang optimal serta mampu
menghambat  reaksi  enzimatik  Voigt,  2015.  Perbandingan  jumlah  simplisia  dan etanol  70  yang  digunakan  2:5.  Perendaman  dilakukan  selama  48  jam  pada  suhu
kamar  dengan  bantuan  penggojogan  untuk  meningkatkan  kontak  antara  cairan penyari  dan  serbuk  Nwose,  2013.  Serbuk  dan  maserat  dipisahkan  menggunakan
corong  Buchner  dan  kertas  saring  dengan  bantuan  pompa  vacuum.  Bagian  serbuk dilakukan  ekstraksi  kembali  menggunakan  cairan  penyari  dan  waktu  perendaman
yang  sama  untuk  memperoleh  hasil  ekstraksi  yang  lebih  optimal.  Kedua  hasil ekstraksi  dicampur  kemudian  dipekatkan  menggunakan  vacuum  rotary  evaporator
pada  suhu  55 C.  Vacuum  rotary  evaporator  ini  akan  menguapkan  pelarut  dibawah
titik  didihnya  dengan  cara  menurunkan  tekanan  dalam  labu  alas  bulat  sehingga senyawa aktif yang diinginkan flavonoid tidak rusak karena pemanasan suhu tinggi.
Selanjutnya  cairan  dipindahkan  ke  cawan  porselin  untuk  diuapkan  sisa  pelarutnya menggunakan waterbath suhu 70
C selama 3 jam dengan pengadukan yang dilakukan setiap  setengah  jam  sekali.  Hasil  ekstrak  yang  diperoleh  berwarna  hijau  tua  pekat
sebanyak 3,2 gram sehingga didapatkan persen yield sebesar 8.
C. Uji Kuantitatif Ekstrak Daun Cocor Bebek