Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

(1)

INTISARI

Daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologis, salah satunya sebagai agen anti-inflamasi. Ekstrak daun cocor bebek diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel supaya lebih acceptable. Penelitian ini menggunakan Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan area komposisi optimum Carbopol dan gliserin; mengetahui efek yang dominan antara Carbopol, gliserin maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik dan stabilitas gel; serta mengetahui efek farmakologis gel ekstrak daun cocor bebek sebagai anti-inflamasi.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dua faktor dan dua level. Faktor yang digunakan adalah Carbopol (1-1,4 g) dan gliserin (30-60 g). Parameter yang diukur adalah sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas). Analisis data menggunakan software R 3.1.2 untuk mengetahui signifikansi efek dari Carbopol dan gliserin serta interaksi kedua faktor sehingga dapat diketahui faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel. Area komposisi optimum Carbopol dan gliserin diperoleh dari countour plot superimposed. Aktivitas anti-inflamasi diuji dengan tikus yang diinduksi suspensi karagenan-salin 1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Carbopol memberikan efek yang dominan terhadap sifat fisik gel, area komposisi optimum Carbopol dan gliserin yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabilitas gel dapat ditemukan, serta gel ekstrak daun cocor bebek terbukti memiliki aktivitas anti-inflamasi dengan persen penghambatan sebesar 35,232 %.

Kata kunci : gel cocor bebek, Carbopol, gliserin, anti-inflamasi, desain faktorial


(2)

ABSTRACT

Cocor bebek leaf (Kalanchoe pinnata (Lam.)) has many pharmacological activities, one of them was anti-inflammatory agent. Cocor bebek leaf extract were formulated into gel dosage form to make it more acceptable. This research using Carbopol as gelling agent and glycerin as humectant. The aims of this research was to determine the optimum composition area of Carbopol and glycerin; to know the dominant effect between Carbopol, glycerin and their interaction that determines the physical properties and stability of the gel; and to know the pharmacological effects of cocor bebek leaf extract gel as an anti-inflammatory.

This research was a pure experimental using factorial design two-factor and two-level. The factor which used were Carbopol (1-1,4 g) and glycerin (30-60 g). The parameters which measured were physical properties (spreadibility and viscosity) and stability (viscosity shift). Data analysis were performed using software R 3.1.2 to determine the significance effect of Carbopol, glycerin and the interaction of these factors. The dominant factor which affecting the physical properties and stability of the gel were known. The optimum composition area determined countour plot superimposed. Anti-inflammatory activity were tested using rat induced carrageenan-salin 1% suspension.

The result show that Carbopol give a dominant effect to the physical properties of gel, the research found the optimum composition area of Carbopol and glycerin with good physical properties and stability of the gel, and cocor bebek leaf extract gel also shown to have anti-inflammatory activity with 35,232 % inhibition of inflammation.

Keywords : cocor bebek gel, Carbopol, glycerin, anti-inflammatory, factorial design


(3)

OPTIMASI GELLING AGENT CARBOPOL DAN HUMEKTAN GLISERIN DALAM SEDIAAN GEL ANTI-INFLAMASI EKSTRAK DAUN COCOR BEBEK (Kalanchoe pinnata (Lam.)) DENGAN APLIKASI

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Theresia Dian Kurniawati NIM : 118114137

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

OPTIMASI GELLING AGENT CARBOPOL DAN HUMEKTAN GLISERIN DALAM SEDIAAN GEL ANTI-INFLAMASI EKSTRAK DAUN COCOR BEBEK (Kalanchoe pinnata (Lam.)) DENGAN APLIKASI

DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Theresia Dian Kurniawati NIM : 118114137

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

iii


(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini ku persembahkan untuk…

The one and only, Jesus Christ

Babe & Mami

Mas Okky & Bang Owa

Almamater Sanata Dharma


(8)

v


(9)

(10)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat dan kasih-Nya sehingga penulis diberikan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Optimasi Gelling Agent Carbopol dan Humektan Gliserin dalam Sediaan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan Aplikasi Desain Faktorial”. Skripsi ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Selama penyusunan skripsi ini penulis mendapat dukungan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak. Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua dan kakak atas doa serta semangat yang senantiasa diberikan kepada penulis.

2. Ibu Aris Widayati M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Bapak Septimawanto Dwi P., M.Si., S.Farm., Apt., selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas segala arahan, masukan dan motivasi selama proses penyusunan skripsi.

4. Ibu Damiana Sapta Candrasari, S.Si., M.Sc., selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan masukan dan saran kepada penulis demi perbaikan skripsi ini.


(11)

viii

5. Ibu Beti Pudyastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan masukan dan saran kepada penulis demi perbaikan skripsi ini. 6. Segenap dosen Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing dan berbagi ilmu serta pengalaman selama proses perkuliahan.

7. Pak Musrifin, Pak Wagiran, Pak Parjiman, Pak Iswandi, Pak Agung, Pak Heru dan segenap laboran serta karyawan atas segala bantuan yang telah diberikan selama penelitian.

8. Partner skripsi luar biasa Regi, Galih, Yosua untuk setiap kebersamaan, kerjasama dan dukungan yang tidak terlupakan selama penyusunan skripsi ini.

9. Windy, Mala, Miko, FSM C, FST B, atas segala canda tawa dan dinamika selama kuliah.

10.Rekan-rekan skripsi Laboratorium Formulasi Teknologi Sediaan Solid, Farmakognosi Fitokimia, Farmakologi Toksikologi yang saling memberikan semangat demi terselesaikannya penelitian.

11.Teman-teman angkatan 2011 Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan banyak pengalaman selama masa perkuliahan 12.Segenap pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan, doa dan semangat selama penyusunan skripsi. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini mengingat keterbatasan pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan masukan yang membangun untuk menyempurnakan


(12)

ix

skripsi ini. Penulis berharap karya ini dapat berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang kefarmasian.

Yogyakarta, 19 Mei 2015

Penulis


(13)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI ... xviii

ABSTRACT ... xix

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan umum... 5


(14)

xi

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 7

A. Inflamasi ... 7

B. Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) ... 8

C. Flavonoid ... 10

D. Ekstraksi ... 13

E. Gel ... 15

F. Gelling Agent ... 16

G. Humektan ... 18

H. Metode Desain Faktorial ... 19

I. Landasan Teori ... 20

J. Hipotesis ... 22

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian... 23

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 23

1. Variabel penelitian... 23

2. Definisi operasional ... 24

C. Bahan Penelitian ... 26

D. Alat Penelitian ... 27

E. Tata Cara Penelitian ... 27

1. Determinasi cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) ... 27

2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek... 27

3. Optimasi formula gel ... 29

4. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik ... 31


(15)

xii

5. Uji aktivitas anti-inflamasi ... 32

6. Optimasi dan analisis data ... 34

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Pengumpulan dan Determinasi Tanaman ... 36

B. Pembuatan Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) ... 37

C. Uji Kuantitatif Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 39

D. Orientasi Level setiap Faktor Penelitian... 40

E. Pembuatan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 44

F. Pengujian Sifat Fisik Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek... 47

1. Uji organoleptis dan pH... 47

2. Uji viskositas ... 48

3. Uji daya sebar ... 49

G. Stabilitas Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 50

H. Efek Penambahan Carbopol dan Gliserin serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisik Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek.. ... 53

1. Uji normalitas data ... 53

2. Uji variansi data ... 54

3. Respon viskositas ... 55

4. Respon daya sebar ... 56

I. Optimasi Area Komposisi ... 57

1. Countour plot viskositas ... 57


(16)

xiii

3. Countour plot superimposed ... 59

J. Validasi Persamaan Respon dalam Area Komposisi Optimum Gel ... 60

K. Uji Anti-inflamasi Sediaan Gel Ekstrak Daun Cocor Bebek ... 62

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 66

A. Kesimpulan ... 66

B. Saran ... 66

DAFTAR PUSTAKA ... 67

LAMPIRAN ... 71

BIOGRAFI PENULIS ... 110


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level ... 20

Tabel II. Formula gel acuan ... 29

Tabel III. Formula gel hasil modifikasi ... 30

Tabel IV. Pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap sifat fisik gel... ... 40

Tabel V. Pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap sifat fisik gel... 42

Tabel VI. Uji organoleptis dan pH gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek ... 47

Tabel VII. Viskositas ( ̅ gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek ... 49

Tabel VIII. Daya sebar ( ̅ gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek ... 50

Tabel IX. Persentase pergeseran viskositas ( ̅ gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek ... 51

Tabel X. Pengujian stabilitas dengan T-test berpasangan ... 52

Tabel XI. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar ... 54

Tabel XII. Uji variansi data viskositas dan daya sebar ... 54

Tabel XIII. Efek Carbopol dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon viskositas ... 55


(18)

xv

Tabel XIV. Efek Carbopol dan gliserin serta interaksinya dalam menentukan respon daya sebar ... 56 Tabel XV. Validasi area komposisi optimum ... 61 Tabel XVI. Persen inhibisi inflamasi ... 64


(19)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur kimia Carbopol ... 17

Gambar 2. Struktur kimia gliserin ... 18

Gambar 3. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap viskositas ... 41

Gambar 4. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap daya sebar ... 41

Gambar 5. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap viskositas ... 42

Gambar 6. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap daya sebar ... 43

Gambar 7. Grafik viskositas selama penyimpanan 4 minggu... 52

Gambar 8. Grafik countour plot viskositas ... 58

Gambar 9. Grafik countour plot daya sebar... 59

Gambar 10. Grafik countour plot superimposed ... 60

Gambar 11. Grafik countour plot superimposed penentuan formula validasi ... 61


(20)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Surat keterangan determinasi tanaman ... 71

Lampiran 2. Ethical clearance ... 72

Lampiran 3. Uji kuantitatif flavonoid dengan metode spektrofotometri visibel ... 73

Lampiran 4. Orientasi level kedua faktor penelitian ... 74

Lampiran 5. Data viskositas, daya sebar dan pergeseran viskositas ... 77

Lampiran 6. Data uji aktivitas anti-inflamasi ... 81

Lampiran 7. Analisis data menggunakan software R ... 84

Lampiran 8. Dokumentasi ekstraksi daun cocor bebek ... 101

Lampiran 9. Dokumentasi pengujian gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek ... 104

Lampiran 10. Dokumentasi sediaan gel ekstrak daun cocor bebek ... 105

Lampiran 11. Dokumentasi uji aktivitas anti-inflamasi dengan metode jangka sorong digital ... 109


(21)

xviii INTISARI

Daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) diketahui memiliki beberapa aktivitas farmakologis, salah satunya sebagai agen anti-inflamasi. Ekstrak daun cocor bebek diformulasikan menjadi bentuk sediaan gel supaya lebih acceptable. Penelitian ini menggunakan Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan area komposisi optimum Carbopol dan gliserin; mengetahui efek yang dominan antara Carbopol, gliserin maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik dan stabilitas gel; serta mengetahui efek farmakologis gel ekstrak daun cocor bebek sebagai anti-inflamasi.

Penelitian ini merupakan rancangan eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dua faktor dan dua level. Faktor yang digunakan adalah Carbopol (1-1,4 g) dan gliserin (30-60 g). Parameter yang diukur adalah sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas). Analisis data menggunakan software R 3.1.2 untuk mengetahui signifikansi efek dari Carbopol dan gliserin serta interaksi kedua faktor sehingga dapat diketahui faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel. Area komposisi optimum Carbopol dan gliserin diperoleh dari countour plot superimposed. Aktivitas anti-inflamasi diuji dengan tikus yang diinduksi suspensi karagenan-salin 1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Carbopol memberikan efek yang dominan terhadap sifat fisik gel, area komposisi optimum Carbopol dan gliserin yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabilitas gel dapat ditemukan, serta gel ekstrak daun cocor bebek terbukti memiliki aktivitas anti-inflamasi dengan persen penghambatan sebesar 35,232 %.

Kata kunci : gel cocor bebek, Carbopol, gliserin, anti-inflamasi, desain faktorial


(22)

xix ABSTRACT

Cocor bebek leaf (Kalanchoe pinnata (Lam.)) has many pharmacological activities, one of them was anti-inflammatory agent. Cocor bebek leaf extract were formulated into gel dosage form to make it more acceptable. This research using Carbopol as gelling agent and glycerin as humectant. The aims of this research was to determine the optimum composition area of Carbopol and glycerin; to know the dominant effect between Carbopol, glycerin and their interaction that determines the physical properties and stability of the gel; and to know the pharmacological effects of cocor bebek leaf extract gel as an anti-inflammatory.

This research was a pure experimental using factorial design two-factor and two-level. The factor which used were Carbopol (1-1,4 g) and glycerin (30-60 g). The parameters which measured were physical properties (spreadibility and viscosity) and stability (viscosity shift). Data analysis were performed using software R 3.1.2 to determine the significance effect of Carbopol, glycerin and the interaction of these factors. The dominant factor which affecting the physical properties and stability of the gel were known. The optimum composition area determined countour plot superimposed. Anti-inflammatory activity were tested using rat induced carrageenan-salin 1% suspension.

The result show that Carbopol give a dominant effect to the physical properties of gel, the research found the optimum composition area of Carbopol and glycerin with good physical properties and stability of the gel, and cocor bebek leaf extract gel also shown to have anti-inflammatory activity with 35,232 % inhibition of inflammation.

Keywords : cocor bebek gel, Carbopol, glycerin, anti-inflammatory, factorial design


(23)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan merupakan kebutuhan paling utama bagi makhluk hidup. Salah satu gangguan terhadap tubuh yang sering dialami adalah inflamasi. Inflamasi atau disebut juga dengan peradangan merupakan respon biologis berupa reaksi vaskuler dengan manifestasi berupa pengiriman cairan, senyawa terlarut dan sel-sel dari sirkulasi darah menuju ke jaringan interstisial pada daerah luka (Nugroho, 2012).

Obat yang berasal dari bahan alam pada umumnya relatif bebas dari efek samping (Matthew, Jain, James, Matthew, dan Bhowmik, 2013). Berdasarkan pertimbangan dari aspek keamanan tersebut maka pengembangan obat yang berasal dari tumbuhan semakin banyak berkembang. Salah satu tumbuhan yang menarik perhatian karena dapat digunakan untuk pengobatan dan telah diaplikasikan sebagai obat tradisional adalah cocor bebek (Bryophyllum pinnatum) (Afzal dkk., 2012). Kalanchoe diklasifikasikan dalam dua nama latin namun merujuk pada spesies tanaman yang sama yaitu Bryophyllum pinnatum dan Kalanchoe pinnatum (keduanya merupakan sinonim) (Majaz, Tatiya, Khurshid, Nazim, dan Siraj, 2011). Daun cocor bebek diketahui mampu mereduksi edema dan menyembuhkan luka tanpa menimbulkan bekas (Prasad, Kumar, Lyer, Sudani, dan Vaidya, 2012).

Kandungan di dalam daun cocor bebek antara lain flavonoid, steroid, terpenoid, fenolik, tannin, alkaloid dan glikosida (Prasad dkk., 2012). Flavonoid merupakan komponen senyawa dalam cocor bebek yang memiliki efek terapeutik


(24)

2

potensial tinggi yaitu anti-leishmanial, anti-diabetik dan anti-inflamasi (Pattewar, 2012). Mekanisme kerja flavonoid dalam menimbulkan efek anti-inflamasi adalah menghambat sintesis mediator inflamasi yaitu prostaglandin melalui inhibisi siklooksigenase (Ferreira dkk., 2014). Daun cocor bebek yang ditumbuk halus dapat digunakan sebagai kompres untuk anggota badan yang mengalami pembengkakan (Suhono dan Tim LIPI, 2010). Namun cara tradisional ini kurang praktis sehingga diperlukan formulasi dalam bentuk sediaan yang mudah dan nyaman saat diaplikasikan.

Obat anti-inflamasi didesain dalam berbagai macam bentuk sediaan antara lain krim, lotion dan gel. Bentuk sediaan yang dipilih dalam penelitian ini adalah gel. Gel merupakan sistem semisolid di mana pergerakan medium pendispersinya dibatasi suatu jalinan struktur tiga dimensi dari partikel atau makromolekul terdispersi (Allen, 2002). Dasar pemilihan gel karena gel mampu memberikan sensasi dingin sehingga dapat mengurangi efek panas yang ditimbulkan pada area inflamasi. Selain itu, flavonoid dapat terlarut dalam sediaan gel secara homogen karena sifat kepolarannya yang sama. Peningkatan konsentrasi flavonoid dalam sediaan dapat meningkatkan gradien konsentrasi sehingga laju difusi juga akan meningkat.

Komponen untuk formulasi gel yang memiliki peran penting adalah gelling agent dan humektan. Gelling agent dan humektan berpengaruh terhadap sifat fisik dan stabilitas sediaan gel. Parameter sifat fisik meliputi daya sebar dan viskositas, sedangkan stabilitas gel yaitu pergeseran viskositas selama 4 minggu. Gelling agent

akan menentukan konsistensi sediaan yang dihasilkan (Marriott dan Wilson, 2010).


(25)

Humektan berfungsi untuk menjaga kestabilan sediaan dengan mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan. Selain itu, humektan juga berperan dalam menjaga kelembaban kulit sehingga kulit tidak mudah kering Penelitian ini menggunakan gelling agent Carbopol dan humektan gliserin. Carbopol secara umum digunakan di dalam formulasi sediaan cair atau semisolid yang berfungsi untuk meningkatkan viskositas sediaan. Pemilihan Carbopol sebagai

gelling agent karena viskositas dispersi Carbopol dapat dipertahankan selama penyimpanan, tidak menunjukkan reaksi hipersensitif serta mudah didispersikan dalam air karena termasuk golongan hidrofilik (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006). Penggunaan gliserin pada formulasi sediaan topikal dan kosmetik utamanya sebagai humektan dan emolien, mampu meningkatkan daya sebar, serta mencegah iritasi kulit.

Penelitian ini menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor dan dua level. Carbopol dan gliserin digunakan sebagai faktor dengan masing-masing level rendah dan tinggi. Carbopol dan gliserin dipilih sebagai faktor karena menentukan sifat fisik dan stabilitas sehingga berpengaruh pada sediaan yang dihasilkan. Metode desain faktorial digunakan untuk mengetahui faktor antara Carbopol, gliserin maupun interaksi antara dua faktor tersebut yang dominan dalam menghasilkan respon sifat fisik yang meliputi viskositas dan daya sebar serta stabilitas sediaan yaitu pergeseran viskositas sediaan gel (Voigt, 1995). Oleh karena itu diperlukan penelitian tentang optimasi gelling agent Carbopol dan humektan


(26)

4

gliserin untuk mendapatkan sediaan gel ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabil.

1. Perumusan masalah

a. Apakah faktor yang dominan antara Carbopol, gliserin, maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) gel ekstrak daun cocor bebek?

b. Apakah area komposisi optimum gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dapat ditentukan sehingga diperoleh sediaan gel anti-inflamasi dengan kandungan ekstrak daun cocor bebek yang memenuhi parameter sifat fisik (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas)? c. Apakah gel ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) memiliki

efek farmakologis sebagai anti-inflamasi? 2. Keaslian penelitian

Penelitian yang terkait cocor bebek dan formulasi gel antara lain:

a. “Formulasi dan Uji Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) pada kelinci (Oryctolagus cuniculus)” yang

dilakukan oleh Hasyim, Pare, Junaid, dan Kurniati (2012). Penelitian tersebut bertujuan untuk menentukan konsentrasi ekstrak daun cocor bebek yang paling efektif untuk menyembuhkan luka bakar pada kelinci.

b. “Analgesic and Anti-Inflammatory Activity of Kalanchoe pinnata (Lam.)

Pers” oleh Matthew, Jain, James, Matthew, dan Bhowmik (2013) mengenai uji aktivitas anti-inflamasi tanaman cocor bebek pada hewan uji tikus.


(27)

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan oleh peneliti, penelitian

mengenai “Optimasi Gelling Agent Carbopol dan Humektan Gliserin Dalam Sediaan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata

(Lam.)) dengan Aplikasi Desain Faktorial” belum pernah dilakukan. 3. Manfaat penelitian

a. Teoritis. Menambah ilmu pengetahuan mengenai sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dan pengembangan obat yang berasal dari bahan alam.

b. Praktis. Menghasilkan komposisi optimum gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabil serta memiliki efek anti-inflamasi.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan membuat sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabilitas yang baik.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui faktor yang dominan antara Carbopol, gliserin, maupun interaksi kedua faktor yang menentukan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) gel ekstrak daun cocor bebek.

b. Mengetahui area komposisi optimum gelling agent Carbopol dan humektan gliserin sehingga diperoleh gel anti-inflamasi dengan kandungan ekstrak


(28)

6

daun cocor bebek yang memenuhi parameter sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas).

c. Mengetahui efek anti-inflamasi gel ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)).


(29)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Inflamasi

Inflamasi adalah respon terhadap cedera ringan dan infeksi. Ketika proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan, elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit), dan mediator kimia berkumpul pada tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk perbaikan jaringan. Lima ciri khas dari inflamasi dikenal sebagai tanda-tanda utama inflamasi adalah kemerahan, panas, pembengkakan (edema), nyeri, dan hilangnya fungsi. Dua tahap inflamasi adalah tahap vaskular yang terjadi 10-15 menit setelah terjadinya cedera dan tahap lambat. Tahap vaskular berkaitan dengan vasodilatasi dan bertambahnya permeabilitas kapiler dimana substansi dan cairan meninggalkan plasma dan pergi menuju tempat cedera. Tahap lambat terjadi ketika leukosit menginfiltrasi jaringan inflamasi. Berbagai mediator kimia dilepaskan selama proses inflamasi (Kee dan Hayes, 1996).

Inflamasi atau peradangan dibagi menjadi dua yaitu peradangan akut dan peradangan kronis. Peradangan akut merupakan respon awal tubuh untuk rangsangan berbahaya, berlangsung dalam beberapa hari. Proses peradangan akut yang simultan akan menghasilkan peradangan kronis, yang bisa berlangsung berbulan-bulan.


(30)

8

Peradangan akut menyebabkan terjadinya respon secara langsung terhadap kerusakan sel atau jaringan yang melibatkan sistem vaskuler lokal, sistem imun dan beberapa sel, sedangkan pada peradangan kronis, inflamasi disebabkan karena adanya kerusakan jaringan yang simultan. Peradangan kronis terjadi apabila proses inflamasi terjadi dalam waktu lama (beberapa bulan, bahkan bisa menahun), terjadi pergeseran progesif jenis sel yang hadir pada jaringan luka. Edema (pembengkakan) disebabkan karena adanya suplai cairan maupun sel darah merah maupun sel darah putih dari sirkulasi darah menuju jaringan interstisial. Kumpulan cairan beserta sel-sel tersebut dalam jaringan luka disebut eksudat (Nugroho, 2012).

B. Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.))

Nama latin tanaman cocor bebek adalah Kalanchoe pinnata (Lam.), termasuk ke dalam famili tumbuhan Crassulaceae. Cocor bebek populer digunakan sebagai tanaman hias di rumah tetapi banyak pula tumbuh liar di kebun-kebun dan pinggir parit yang tanahnya banyak berbatu (Bangun, 2012).

Di Indonesia, cocor bebek merupakan jenis tanaman yang sudah tidak asing lagi karena keunikan yang dimilikinya. Keunikan tersebut adalah tunas muda cocor bebek muncul dari ujung-ujung daun yang telah tua. Habitat cocor bebek adalah tanah berpasir dengan sinar matahari cukup pada ketinggian 0 - 1.000 meter di atas permukaan laut. Cocor bebek ini banyak terdapat dan sangat dikenal di Indonesia. Morfologi cocor bebek yaitu berupa herba sukulen dengan tinggi 0,3 – 2 meter, batang berbentuk bulat, daun berwarna hijau buram atau hijau kebiruan, lembaran


(31)

daun tebal dan mengandung banyak air, tepian daun bergerigi, daun berbentuk bulat telur atau agak lonjong berukuran 20 x 15 cm dan yang kecil 5 x 2,5 cm, tunas-tunas muda muncul dari tepian daun (tunas adventif). Bunga berkelamin ganda, umumnya keluar pada Bulan Mei hingga Desember, bunga berwarna merah muda, buah jarang terbentuk. Perbanyakan dapat dilakukan dengan penanaman tunas mudanya atau setek batang (Suhono dan TIM LIPI, 2010).

Senyawa aktif yang terkandung dan berhasil diisolasi dari daun cocor bebek antara lain flavonoid, steroid, terpenoid, fenolik, tannin, alkaloid dan glikosida. Daun cocor bebek diketahui mengobati gangguan seperti hipertensi, diabetes mellitus, memar, luka bakar, bisul, disentri, diare, muntah, arthritis, reumatik, nyeri sendi, sakit kepala, anti-fungi, anti-bakteri, dan inflamasi akut (Prasad dkk., 2012). Daunnya yang ditumbuk halus juga dapat digunakan sebagai kompres untuk anggota badan yang mengalami pembengkakan (Suhono dan TIM LIPI, 2010).

Taksonomi tanaman cocor bebek adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi :Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Rosidae Ordo : Saxifragales Famili : Crassulaceae


(32)

10

Genus : Kalanchoe

Species : Kalanchoe pinnata (Lam.)

(Majaz dkk., 2011)

C. Flavonoid

Flavonoid mengandung komponen yang memiliki aktivitas biologis luas di mana banyak ditemukan pada tumbuhan. Aktivitas biologis flavonoid antara lain sebagai anti-inflamasi, anti-bakteri, anti-viral, anti-alergi, anti-tumor, terapi penyakit neurodegeneratif, dan vasodilator (Sandhar, Kumar, Prasher, Tiwari, Salhan, dan Sharma, 2011). Efek flavonoid terhadap organisme sangat banyak macamnya dan dapat menjelaskan alasan tumbuhan yang mengandung flavonoid dipakai dalam pengobatan tradisional (Robinson, 1995).

Mekanisme anti-inflamasi yang dilakukan oleh flavonoid dapat melalui beberapa jalur yaitu:

1. Penghambatan aktivitas enzim COX dan/atau lipooksigenase

Aktivitas anti-inflamasi flavonoid karena penghambatan COX atau lipooksigenase. Penghambatan jalur COX atau lipooksigenase ini secara langsung juga menyebabkan penghambatan biosintesis eikosanoid dan leukotrien yang merupakan produk akhir dari jalur COX dan lipooksigenase.

2. Penghambatan akumulasi leukosit

Efek anti-inflamasi flavonoid dapat disebabkan oleh aksinya dalam menghambat akumulasi leukosit di daerah inflamasi. Pada kondisi normal


(33)

leukosit bergerak bebas sepanjang dinding endotel. Selama inflamasi, berbagai mediator turunan endotel dan faktor komplemen mungkin menyebabkan adhesi leukosit ke dinding endotel sehingga menyebabkan leukosit menjadi immobil dan menstimulasi degranulasi netrofil. Pemberian flavonoid dapat menurunkan jumlah leukosit immobil dan mengurangi aktivasi komplemen sehingga menurunkan adhesi leukosit ke endotel dan mengakibatkan penurunan respon inflamasi tubuh.

3. Penghambatan degranulasi netrofil

Flavonoid dapat menghambat degranulasi netrofil sehingga secara langsung mengurangi pelepasan asam arakidonat oleh netrofil.

4. Penghambatan pelepasan histamin

Efek anti-inflamasi flavonoid didukung oleh aksinya sebagai antihistamin. Histamin adalah salah satu mediator inflamasi yang pelepasannya distimulasi oleh pemompaan kalsium ke dalam sel. Flavonoid dapat menghambat pelepasan histamin dari sel mast. Flavonoid diduga dapat menghambat enzim c-AMP fosfodiesterase sehingga kadar c-AMP dalam sel mast meningkat, dengan demikian kalsium dicegah masuk ke dalam sel yang berarti juga mencegah pelepasan histamin.

5. Penstabil Reactive Oxygen Species (ROS)

Efek flavonoid sebagai antioksidan secara tidak langsung juga mendukung efek anti-inflamasi flavonoid. Adanya radikal bebas dapat menarik berbagai mediator inflamasi. Flavonoid dapat menstabilkan Reactive Oxygen Species


(34)

12

(ROS) dengan bereaksi dengan senyawa reaktif dari radikal sehingga radikal menjadi inaktif (Hidayati, Listyawati dan Setyawan, 2005).

Beberapa flavonoid spesifik mempengaruhi sistem enzim yang terlibat dalam proses peradangan, terutama tirosin dan serin-treonin protein kinase. Enzim ini terlibat dalam sinyal transduksi dan proses aktivasi sel seperti proliferasi sel T, aktivasi limfosit B atau produksi sitokin oleh rangsangan monosit. Flavonoid juga menunjukkan efek pada proses sekresi dari sel-sel inflamasi. Beberapa flavonoid seperti luteolin, kaempferol, apigenin, atau quercetin telah dilaporkan sebagai

inhibitor dari β-glukoronidase dan pelepasan lisozim dari neutrofil. Flavonoid ini secara signifikan menghambat pelepasan asam arakidonat dari membran, efek yang berkorelasi dengan degranulasi (Lafuente, Guillamon, Villares, Rostagno, dan Martinez, 2009).

Prostaglandin berperan penting dalam timbulnya tanda inflamasi seperti kemerahan, panas, pembengkakan, nyeri, dan hilangnya fungsi. Biosintesis PGE2 melibatkan tiga enzim yaitu fosfolipase A2 (PLA2), siklooksigenase (COX), dan PGEsintase (PGES). Beberapa flavonoid menurunkan sintesis prostaglandin dengan cara menghambat aktivitas ketiga enzim atau menghambat ekspresi enzim yang menginduksi inflamasi, COX-2, atau mikrosomal PGES-1. Flavonoid dalam

Kalanchoe pinnata memiliki efek antiinflamasi dengan menghambat sintesis prostaglandin melalui inhibisi siklooksigenase (Ferreira dkk., 2014).


(35)

D. Ekstraksi

Salah satu cara untuk membuat sediaan obat dari tanaman yaitu ekstraksi. Tumbuhan segar yang telah dihaluskan atau material tanaman yang dikeringkan diproses dengan cairan pengekstraksi. Jenis ekstraksi dan cairan pengekstraksi (menstruum) yang digunakan sangat bergantung dari kelarutan bahan kandungan serta stabilitasnya (Voigt, 1995).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Dirjen POM, 1995).

Maserasi adalah cara ekstraksi paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna) dan dikocok kembali (Voigt, 1995).

Fase dalam proses ekstraksi dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Fase pembilasan

Cairan ekstraksi yang kontak dengan material simplisia menyebabkan sel-sel rusak atau tidak utuh lagi akibat operasi penghalusan langsung bersentuhan dengan bahan pelarut. Dengan demikian komponen sel yang terdapat di dalamnya lebih mudah diambil atau dibilas. Oleh karena itu, di dalam fase


(36)

14

pertama ekstraksi ini, sebagian bahan aktif telah berpindah ke dalam bahan pelarut. Semakin halus serbuk simplisia, akan semakin optimal proses pembilasannya.

2. Fase ekstraksi

Bahan pelarut untuk melarutkan komponen dalam sel yang tidak terluka harus mampu mendesak masuk lebih dulu ke dalamnya. Membran sel yang mengering, mengkerut di dalam simplisia mula-mula harus diubah kondisinya sehingga memungkinkan bahan pelarut masuk kebagian dalam sel. Hal ini terjadi melalui pembengkakan, di mana membran mengalami pembesaran volume akibat masuknya sejumlah molekul bahan pelarut. Kemampuan zat perancah selulosa untuk mengikat molekul cairan menyebabkan longgarnya struktur perancah tersebut sehingga terbentuk ruang antar miselar yang memungkinkan bahan ekstraksi masuk ke ruang dalam sel. Proses pengeringan tanaman segar menyebabkan protoplasma akan semakin mengkerut. Akan tetapi tanaman dalam kondisi simplisia berada dalam bentuk lapisan tipis. Bahan kandungan sel akan diendapkan dan berada dalam bentuk kristalin dan amorf. Bahan pelarut yang mengalir kedalam ruang sel menyebabkan protoplasma akan membengkak dan bahan kandungan sel akan terlarut sesuai dengan tingkat kelarutnya (Voigt, 1995).


(37)

E. Gel

Gel adalah sistem semipadat terdiri dari suspensi yang dibuat dari partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar terpenetrasi oleh suatu cairan (Dirjen POM, 1995).

Gel merupakan dua komponen sistem semipadat yang mengandung banyak air. Gel memiliki karakteristik yaitu struktur yang berkesinambungan memberikan sifat seperti bentuk padat. Gel yang bersifat polar, di mana polimer alami atau sintetik membentuk matriks tiga dimensi cairan hidrofilik. Mayoritas gel terbentuk dari agregasi partikel padat koloidal, sistem padat atau semipadat sehingga membentuk gel yang terpenetrasi dalam cairan. Partikel saling terhubung membentuk jaringan yang mengakibatkan kekakuan pada struktur (Aulton, 2002).

Hidrogel merupakan sistem gel di mana air terjebak oleh polimer tidak larut. Salah satu keunggulan hidrogel sebagai komponen sistem penghantaran obat adalah kompatibiltas yang baik dengan jaringan biologis. Beberapa polimer yang digunakan dalam hidrogel akan terhidrolisis perlahan (Zats dan Kushla, 1996).

Hidrogel merupakan sediaan yang mudah disebarkan, terbentuk melalui pembengkakan terbatas dari bahan organik makro molekuler atau senyawa anorganik. Hidrogel termasuk ke dalam kelompok dari heterogel kaya cairan. Setelah kering hidrogel akan meninggalkan suatu film tembus pandang elastis dengan daya lekat tinggi, tidak menyumbat pori kulit, dan mudah dicuci dengan air. Pelepasan bahan obat dinilai sangat bagus. Bahan obat dilepaskan dalaam waktu lebih pendek dan nyaris sempurna dari pembawanya (Voigt, 1995).


(38)

16

F. Gelling agent

Gelling agent yang ideal untuk produk farmasetik dan kosmetik seharusnya memiliki kriteria inert, aman, dan kompatibel dengan komponen lain dalam formulanya. Sejumlah polimer digunakan untuk membentuk jaringan struktural yang merupakan bagian penting dalam sistem gel. Polimer tersebut antara lain polimer alami, derivat selulosa dan carbomer (Zats dan Kushla,1996).

Carbomer atau Carbopol (gambar 1) adalah polimer sintetik asam akrilat dengan berat molekul tinggi yang memiliki ikatan silang dengan alil sukrosa atau alil eter dari pentaerithritol. Carbomer mengandung kelompok asam karboksilat 56% hingga 68% yang dihitung dari basis kering. Berat molekul resin carbomer secara teoritis adalah 7 x 105 hingga 4 x 109. Secara umum carbomer digunakan dalam formulasi sediaan cair atau semisolid sebagai suspending atau sebagai agen untuk meningkatkan viskositas. Carbomer berfungsi sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5-2%. Carbomer berwarna putih, bersifat asam, serbuk yang higroskopis dan memiliki bau yang khas (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006).

Gel terbentuk dengan netralisasi pada pH antara 5 dan 10 menggunakan hidroksida logam atau amina seperti diisopropanolamin dan trietanolamin. Netralisasi meningkatkan rantai panjang carbomer melalui tolakan muatan untuk memproduksi jaringan gel yang terjerap. Tolakan muatan berperan penting dalam pembentukan gel, viskositas dan kekuatan gel yang bergantung pada pH dan kandungan garam (Swarbrick dan Boylan, 1992).


(39)

Carbomer merupakan bahan stabil dan higroskopis yang dapat dipanaskan hingga temperatur dibawah 1040C selama 2 jam tanpa mempengaruhi efisiensi kekentalan. Namun pemanasan yang berlebihan akan menyebabkan perubahan warna dan penurunan stabilitas. Dekomposisi terjadi dengan pemanasan selama 30 menit pada suhu 2600C. Carbomer yang berbentuk serbuk tidak mendukung untuk pertumbuhan jamur dan kapang. Sedangkan pada dispersi cair akan memungkinkan tumbuhnya jamur dan kapang. Oleh karena itu diperlukan pengawet sebagai antimikroba. Viskositas dispersi carbomer dapat dipertahankan selama penyimpanan pada suhu kamar. Penyimpanan yang dihindarkan dari sinar matahari atau penambahan antioksidan dapat menjaga viskositas dispersi. Paparan cahaya dapat menyebabkan oksidasi yang ditunjukkan dengan penurunan viskositas dispersi. Stabilitas gel carbomer dari sinar UV dapat ditingkatkan dengan trietanolamin yang juga berfungsi untuk netralisasi. Sediaan topikal dengan gelling agent carbomer tidak menunjukkan reaksi hipersensitif pada manusia (Rowe dkk., 2006).


(40)

18

G. Humektan

Humektan dapat meningkatkan kelembaban kulit dan menjaga agar tidak terhidrasi. Humektan juga mencegah formulasi menjadi kering. Lapisan humektan yang tipis akan terbentuk untuk mempertahankan kelembaban dan memberikan penampilan pada kulit yang lebih baik (Mukul, Surabhi dan Atul, 2011).

Gliserin (gambar 2) banyak digunakan untuk produk farmasetika yang meliputi sediaan oral, optalmik, topikal dan parenteral. Produk topikal dan kosmetik menggunakan gliserin sebagai humektan dan emolien. Gliserin digunakan sebagai humektan pada konsentrasi kurang dari 30%. Gliserin memiliki ciri-ciri jernih, tidak berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopik, dan memiliki rasa manis. Gliserin murni tidak rawan mengalami oksidasi oleh atmosfer kondisi penyimpanan melainkan dekomposisi terjadi ketika pemanasan (Rowe dkk., 2006). Gliserin merupakan humektan yang paling umum digunakan karena mencegah iritasi kulit (Barel, Paye dan Malbach, 2001).

Gambar 2. Struktur kimia gliserin (Rowe dkk., 2006)


(41)

H. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial digunakan untuk mencari efek dari berbagai faktor atau kondisi terhadap hasil penelitian. Desain faktorial adalah desain untuk menetukan secara serentak efek dari beberapa faktor sekaligus interaksinya. Desain faktorial merupakan aplikasi persamaan regresi yaitu untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas (Bolton dan Bon, 2004).

Ada beberapa istilah yang perlu dipahami dalam desain faktorial yaitu: 1. Faktor adalah variabel yang ditetapkan. Faktor dapat bersifat kualitatif atau

kuantitatif. Keduanya harus dapat ditetapkan harganya dengan angka. Desain faktorial dapat terdiri dari dua atau lebih faktor.

2. Level adalah harga yang ditetapkan untuk faktor.

3. Respon adalah hasil terukur yang diperoleh dari percobaan yang dilakukan. Perubahan respon dapat disebabkan oleh bervariasinya level. Respon yang diukur harus dapat dikuantifikasi.

4. Interaksi dapat dianggap sebagai batas dari penambahan efek-efek faktor. Interaksi dapat bersifat sinergis atau antagonis. Sinergis berarti hasil interaksi mempunyai efek yang lebih besar dari masing-masing efek faktor. Antagonis berarti hasil tersebut mempunyai efek yang lebih kecil daripada masing-masing efek faktor (Kurniawan dan Sulaiman, 2009).

Notasi dalam desain faktorial yang sering dipakai adalah dua level (level tinggi dan level rendah). Faktor yang berada di level tinggi dilambangkan dengan „+‟,


(42)

20

sedangkan yang berada di level rendah dilambangkan dengan „-„. Hal ini menjadi penting untuk penentuan interaksi antar faktor (Armstrong dan James, 1996).

Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level

Eksperimen Faktor A Faktor B

1 - -

A + -

B - +

AB + +

Keterangan :

+ : level tinggi - : level rendah

Formula 1 : formula dengan level rendah faktor A dan B

Formula A : formula dengan level tinggi faktor A dan level rendah faktor B Formula B : formula dengan level rendah faktor A dan level tinggi faktor B Formula AB : formula dengan level tinggi faktor A dan B

(Armstrong dan James, 1996) Rancangan desain faktorial akan menghasilkan persamaan Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 (Bolton dan Bon, 2004).

I. Landasan Teori

Daun cocor bebek memiliki beberapa aktivitas biologis salah satunya sebagai anti-inflamasi (Afzal dkk., 2012). Flavonoid yang terkandung dalam daun cocor bebek diketahui menunjukkan efek anti-inflamasi (Chaturvedi, Joshi dan Dubey, 2012). Daun cocor bebek secara tradisional digunakan untuk mengobati pembengkakan dengan cara menumbuk daun kemudian dikompres pada bagian tubuh


(43)

yang mengalami pembengkakan (Suhono dan Tim LIPI, 2010). Oleh karena itu, ekstrak daun cocor bebek diformulasikan dalam bentuk gel. Pemilihan bentuk sediaan gel bertujuan agar lebih mudah dan nyaman ketika diaplikasikan pada area kulit yang mengalami inflamasi. Gel sesuai digunakan untuk sediaan anti-inflamasi karena memberikan sensasi dingin ketika diaplikasikan pada kulit. Komponen dalam formula gel yang memiliki peran penting yaitu gelling agent dan humektan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas sediaan gel yang dihasilkan. Humektan berfungsi untuk mempertahankan kandungan air dalam sediaan sekaligus mempertahankan kelembaban kulit. Gelling agent yang digunakan pada proses preparasi akan menentukan konsistensi sediaan yang dihasilkan (Marriott dan Wilson, 2010). Gelling agent yang digunakan adalah Carbopol, sedangkan humektan yang digunakan adalah gliserin.

Optimasi terhadap gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dilakukan untuk memperoleh area komposisi optimum formula gel sehingga dapat dihasilkan sediaan gel yang memenuhi parameter sifat fisik dan stabilitas. Optimasi menggunakan metode desain faktorial dua faktor (Carbopol dan gliserin) dan dua level (level tinggi dan level rendah). Rancangan desain faktorial akan menghasilkan persamaan Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2. Persamaan tersebut dibuat countour plot

respon sifat fisik gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek. Countour plot masing-masing respon ditumpangtindihkan sehingga diperoleh countour plot superimposed


(44)

22

Tahapan analisis data meliputi uji normalitas, uji variansi data dan uji ANOVA. Uji ANOVA bertujuan untuk mengetahui signifikansi efek Carbopol, gliserin, serta interaksi kedua faktor sehingga dapat diketahui faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel ekstrak daun cocor bebek.

J. Hipotesis

1. Faktor Carbopol memberikan efek dominan yang menentukan sifat fisik (viskositas dan daya sebar) gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.).

2. Area komposisi optimum Carbopol dan gliserin dapat ditemukan sehingga diperoleh gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) yang memenuhi parameter sifat fisik (viskositas dan daya sebar) dan stabilitas fisik (pergeseran viskositas).

3. Gel ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) memiliki aktivitas anti-inflamasi.


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dua faktor dan dua level yang bersifat eksploratif yaitu mencari formula optimum gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi gelling agent Carbopol dan humektan gliserin.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisik sediaan gel (daya sebar dan viskositas) dan stabilitas (pergeseran viskositas selama penyimpanan 4 minggu).

c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian adalah kecepatan dan lama pencampuran, kondisi penyimpanan, alat penelitian, habitat tumbuh, waktu panen, galur tikus, umur tikus, dan jenis kelamin tikus.

d. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali dalam penelitian ini adalah suhu ruangan, kelembaban ruangan, dan kondisi fisiologis tikus.


(46)

24

2. Definisi operasional

a. Gel adalah sediaan semipadat yang mengandung zat aktif yang terpenetrasi dalam suatu cairan. Penelitian ini menggunakan zat aktif yang berasal dari ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.).

b. Sediaan anti-inflamasi adalah sediaan untuk mengurangi gejala inflamasi yang merupakan respon tubuh ketika terjadi kerusakan jaringan.

c. Ekstrak daun cocor bebek adalah hasil ekstraksi daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) yang diperoleh dengan cara maserasi menggunakan cairan penyari etanol 70% kemudian dipekatkan dengan rotary evaporator

dan diuapkan sisa pelarutnya diatas waterbath selama 3 jam dengan pengadukan setiap setengah jam sekali.

d. Gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek adalah sediaan semipadat mengandung ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.) yang menggunakan Carbopol sebaagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dan bertujuan untuk mengurangi gejala inflamasi.

e. Gelling agent adalah bahan pembawa dalam sediaan gel dan berpengaruh terhadap bentuk sediaan gel yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan Carbopol sebagai gelling agent. Carbopol adalah salah satu faktor yang dioptimasi untuk memperoleh formula optimum.

f. Humektan adalah salah satu bahan yang digunakan untuk menjaga kestabilan sediaan dengan mengabsorbsi lembab dari lingkungan, mengurangi penguapan air dari sediaan, dan menjaga kelembaban kulit. Penelitian ini


(47)

menggunakan gliserin sebagai humektan. Gliserin adalah salah satu faktor yang dioptimasi untuk memperoleh formula optimum.

g. Sifat fisik dan stabilitas fisik gel adalah parameter yang menunjukkan kualitas fisik dan tingkat kestabilan sediaan gel. Parameter sifat fisik meliputi viskositas dan daya sebar, sedangkan parameter stabilitas meliputi pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 4 minggu.

h. Viskositas adalah salah satu parameter kualitas fisik yang menunjukkan tingkat kekentalan sediaan gel.

i. Daya sebar adalah salah satu parameter kualitas fisik yang menunjukkan kemampuan sediaan untuk dioleskan ketika diaplikasikan pada area tertentu. j. Pergeseran viskositas adalah selisih viskositas gel anti-inflamasi ekstrak

daun cocor bebek setelah penyimpanan empat minggu dengan viskositas gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek setelah dua hari pembuatan pada suhu kamar.

k. Desain faktorial adalah suatu metode optimasi yang berfungsi untuk mengetahui efek dominan dalam menentukan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel. Desain faktorial digunakan untuk menentukan area komposisi optimum Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan berdasarkan superimposed contour plot yang diprediksi sebagai komposisi optimum gelling agent dan humektan.


(48)

26

l. Faktor adalah suatu besaran yang berpengaruh pada respon yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan dua faktor yaitu komposisi gelling agent

(Carbopol) dan humektan (gliserin).

m. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor. Penelitian ini menggunakan dua level untuk masing-masing faktor yaitu level tinggi dan level rendah.

n. Respon adalah perubahan yang dapat diamati dan dinyatakan sebagai besaran yang dapat dikuantitasikan. Respon dalam penelitian ini adalah hasil uji sifat fisik gel yang meliputi viskositas dan daya sebar serta hasil uji stabilitas gel yang meliputi pergeseran viskositas.

o. Efek adalah perubahan respon sebagai akibat dari adanya variasi level dan faktor. Nilainya dihitung dari selisih antara rata-rata respon yang timbul pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.

p. Countour plot adalah grafik yang berfungsi untuk memprediksi area komposisi optimum suatu formula berdasarkan parameter kualitas sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.).

q. Countour plot superimposed adalah penggabungan grafik countour plot

masing-masing respon daya sebar dan viskositas sehingga diperoleh area optimum.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun cocor bebek,

aquadest, tikus galur Sprague Dawley umur 2-3 bulan dengan berat 100-200 gram,


(49)

NaCl, suspensi karagenan-salin 1 %, Carbopol (kualitas farmasetis), trietanolamin (kualitas farmasetis), gliserin (kualitas farmasetis), metil paraben (kualitas famasetis), etanol 70% (kualitas farmasetis), dan Voltadex®.

D. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserator, alat-alat gelas (cawan porselin, pipet tetes, batang pengaduk, gelas arloji, pipet volume, gelas ukur, gelas Beaker, Erlenmeyer, labu hisap), propipet, corong Buchner, pompa vacuum,

mixer (Maspion MT-1150), blender (Phillip), Viskometer seri VT 04 (RION-JAPAN), stopwatch, waterbath, neraca analitik, oven, vacuum rotary evaporator,

indikator pH universal (pH stick), alat uji daya sebar, dan jangka sorong digital.

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.)

Determinasi dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi berdasarkan acuan Backer dan van Den Brink (1963). Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri morfologi tanaman dengan kunci determinasi hingga diperoleh kategori spesies sehingga dapat diketahui kebenaran identitas tanaman.

2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek

a. Pengumpulan dan pembuatan serbuk daun cocor bebek. Bibit cocor bebek diperoleh dari tempat budidaya Merapi Farma, Kaliurang, Yogyakarta. Bibit


(50)

28

dibudidayakan di Kebun Obat Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan. Daun cocor bebek dipanen pada umur tiga bulan (sebelum berbunga). Daun cocor bebek yang telah dipanen kemudian dicuci dengan air bersih dengan tujuan untuk menghilangkan pengotor yang terdapat pada daun. Daun yang telah dicuci bersih kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari tidak langsung selama 2 hari dilanjutkan dalam almari pengering dengan suhu 350C hingga seluruh bagian daun mengering. Daun yang telah kering diserbukkan dengan blender kemudian diayak dengan pengayak ukuran 40 mesh.

b. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek. Pembuatan ekstrak mengacu pada penelitian Nwose (2013) dengan modifikasi pelarut dan proses pemekatan. Serbuk simplisia daun cocor bebek dilakukan penyarian dengan metode maserasi menggunakan cairan penyari yaitu etanol 70% dengan perbandingan 2:5. Perendaman dilakukan selama 48 jam pada suhu kamar. Serbuk dan maserat dipisahkan menggunakan corong Buchner dan kertas saring dengan bantuan pompa vacuum. Bagian serbuk dilakukan penyarian kembali menggunakan cairan penyari yang sama dan direndam selama 48 jam. Kedua hasil penyarian dicampur kemudian dipekatkan menggunakan

rotary evaporator pada suhu 550C. Selanjutnya cairan dipindahkan ke cawan porselin untuk diuapkan sisa pelarutnya menggunakan waterbath

suhu 700C selama 3 jam dengan pengadukan yang dilakukan setiap setengah jam sekali.


(51)

c. Uji kuantitatif kandungan ekstrak daun cocor bebek. Uji kandungan flavonoid ekstrak daun cocor bebek secara kuantitatif menggunakan metode spektrofotometri visibel. Pengujian dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dengan menggunakan pembanding quercetin. Pengujian diawali dengan pembuatan kurva standar quercetin kemudian kadar flavonoid ditetapkan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang 510 nm.

3. Optimasi formula gel

a. Formula. Formula yang digunakan dalam percobaan ini mengacu pada penelitian “Formulasi dan Uji Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus)” oleh Hasyim dkk. (2012) seperti terlihat dalam tabel II.

Tabel II. Formula gel acuan

Bahan Komposisi (%b/v)

Ekstrak daun cocor bebek 2,5

Carbopol 0,6

Trietanolamin 0,81

Gliserin 25

Propilenglikol 5

Metil paraben 0,18

Etanol 70% 0,5

Air ad 100

Modifikasi dilakukan terhadap formula pada tabel II sehingga dihasilkan formula sebagai berikut:


(52)

30

Tabel III. Formula gel hasil modifikasi

Bahan Formula

1 (g) Formula A (g) Formula B (g) Formula AB (g)

Ekstrak daun cocor bebek 5 5 5 5

Carbopol 1 1,4 1 1,4

Gliserin 30 30 60 60

Trietanolamin 3 3 3 3

Metil paraben 0,36 0,36 0,36 0,36

Etanol 70% 1 1 1 1

Air 130 130 130 130

Keterangan:

Formula 1 : formula dengan level rendah faktor Carbopol dan gliserin Formula A : formula dengan level tinggi faktor Carbopol dan level rendah

gliserin

Formula B : formula dengan level rendah faktor Carbopol dan level tinggi gliserin

Formula AB : formula dengan level tinggi faktor Carbopol dan gliserin Penelitian ini menggunakan 2 faktor yaitu Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dengan menggunakan level rendah dan tinggi untuk masing-masing faktor. Level rendah dan tinggi Carbopol ditetapkan sebesar 1-1,4 g, sedangkan gliserin sebesar 30-60 g.

b. Pembuatan gel. Carbopol dikembangkan dalam wadah berisi aquadest. Pengembangan Carbopol dilakukan dengan cara menaburkan Carbopol diatas

aquadest dan didiamkan selama 24 jam. Kemudian metil paraben dilarutkan menggunakan etanol 70% dan dicampur dengan Carbopol (campuran 1). Gliserin, sisa aquadest, dan ekstrak daun cocor bebek ditambahkan ke dalam campuran 1, kemudian dilakukan proses pencampuran dengan menggunakan


(53)

mixer dengan skala putar 1 selama 5 menit. Penambahan trietanolamin dilakukan pada menit pertama setelah proses pencampuran dimulai.

4. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel

a. Uji organoleptis dan pH. Uji organoleptis dilakukan terhadap penampilan fisik sediaan gel ekstrak daun cocor bebek yang telah dihasilkan meliputi warna, bau, dan homogenitas. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan indikator pH universal (pH stick). Sediaan gel dioleskan pada

pH stick kemudian warna yang dihasilkan dibandingkan dengan standar pada

pH stick.

b. Uji viskositas. Pengujian viskositas gel dilakukan setelah 48 jam proses pembuatan dan setelah penyimpanan selama 4 minggu. Masing-masing formula gel ditentukan viskositasnya dengan menggunakan alat Viscometer Rion seri VT 04. Ukuran paddle yang digunakan adalah skala 2 karena rentang viskositas yang diteliti antara 100 hingga 4000 d.Pa.S. Sediaan gel dimasukkan ke dalam cup sampai terisi ¾ cup. Paddle dipasang ke rotor dengan posisi tegak lurus. Cup dipasang kemudian rotor dinyalakan. Nilai viskositas ditunjukkan oleh jarum penanda.

c. Uji daya sebar. Pengukuran daya sebar dilakukan terhadap sediaan gel setelah 48 jam proses pembuatan. Daya sebar diukur dengan cara menimbang gel sebanyak 1 gram kemudian gel diletakkan pada bagian tengah lempeng kaca bulat berskala. Kaca bulat dan anak timbang dengan


(54)

32

beban 125 gram diletakkan diatas gel kemudian didiamkan selama 1 menit dan diukur diameter sebarnya (Garg dkk., 2002).

5. Uji aktivitas anti-inflamasi

a. Penyiapan hewan uji. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Sprague Dawley yang berumur 2-3 bulan dengan berat 100-200 g. Tikus diberi pra perlakuan sebelum pengujian dengan dipuasakan selama 12 jam.

b. Pembuatan larutan NaCl 0,9 %. NaCl ditimbang sebanyak 0,9 g kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 ml.

c. Pembuatan suspensi karagenan-salin 1 %. Karagenan ditimbang sebanyak 0,1 g kemudian dilarutkan dengan larutan NaCl 0,9% dalam labu ukur 10 ml. d. Uji aktifitas anti-inflamasi. Tikus dibagi menjadi tiga kelompok yaitu

kelompok kontrol positif, kontrol negatif dan kelompok perlakuan sediaan gel ekstrak daun cocor bebek. Setiap kelompok masing-masing terdiri dari tiga ekor tikus. Semua tikus diukur tebal kakinya. Hewan uji kelompok perlakuan diberi gel ekstrak daun cocor bebek pada telapak kaki kiri, kelompok kontrol positif diberi Voltadex® pada telapak kaki kiri, sedangkan kontrol negatif tidak dioleskan gel ekstrak daun cocor bebek maupun Voltadex®. Satu jam setelah perlakuan, diinjeksikan pada telapak kaki kiri tiap tikus 0,5 ml suspensi karagenan-salin 1%. Pengukuran ketebalan telapak kaki tikus dilakukan dengan jangka sorong digital. Pengukuran ketebalan telapak kaki tikus selama 3 jam yang dilakukan pada menit ke 0 (sebelum


(55)

dioleskan Voltadex® dan gel) , 30, 60, 120, 180 (Matthew dkk., 2013). Nilai edema tiap jam diukur dengan rumus :

Yu = Yt –Yo ... (1) Keterangan :

Yu : Edema kaki tikus pada waktu tertentu

Yt : Tebal kaki tikus pada waktu tertentu setelah diradangkan dengan karagenan 1%

Yo : Tebal kaki tikus sebelum diradangkan dengan karagenan 1%

Nilai AUC total masing-masing perlakuan dihitung dengan rumus:

∑ [( ( ] ... (2)

Keterangan :

: area dibawah kurva dari jam ke-0 sampai jam ke-3

(mm.jam)

: selisih edema telapak kaki pada jam ke-(n-1) (mm)

: selisih edema telapak kaki pada jam ke-n (mm) : jam ke-n (jam)

: jam ke-(n-1) (jam)

Persen penghambatan inflamasi dihitung dengan rumus:

( ( (


(56)

34

Keterangan :

( : rata – rata kontrol negatif (mm.jam)

( : masing-masing tikus pada kelompok yang diberi

perlakuan n (mm.jam)

(Taufiq, Wahyuningtyas, dan Wahyuni, 2008).

F. Optimasi dan Analisis Data

Data sifat fisik dan stabilitas fisik gel yang diperoleh dianalisis sesuai dengan metode perhitungan desain faktorial untuk mengetahui efek dari Carbopol, gliserin, dan interaksinya. Analisis menggunakan rancangan desain faktorial untuk menghitung koefisien b0, b1, b2, b12 sehingga didapatkan persamaan Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b12X1X2. Persamaan tersebut kemudian dapat dibuat countour plot sifat fisik gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek. Countour plot masing-masing respon digabungkan sehingga diperoleh countour plot superimposed untuk mengetahui area komposisi optimal Carbopol dan gliserin, terbatas pada level yang diteliti. Analisis data dilakukan dengan menggunakan software R 3.1.2 dengan uji two way ANOVA pada taraf kepercayaan 95%. Tahapan analisis data antara lain uji normalitas data, uji variansi dan uji ANOVA. Uji normalitas data dilakukan dengan Shapiro Wilk. Distribusi data normal jika nilai p lebih dari 0,05. Selanjutnya dilakukan uji variansi data dengan Levene’s test untuk mengetahui homogenitas data. Jika uji variansi data menunjukkan nilai p lebih dari 0,05 maka data memiliki kesamaan varian (Rohman,


(57)

2014). Apabila data terdistribusi normal dan memiliki kesamaan varian maka dilanjutkan dengan uji ANOVA. Uji ANOVA bertujuan untuk mengetahui signifikansi efek dari Carbopol dan gliserin serta interaksi kedua faktor sehingga dapat diketahui faktor dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel ekstrak daun cocor bebek. Jika nilai p kurang dari 0,05 maka faktor dikatakan berpengaruh.


(58)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan dan Determinasi Tanaman

Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.). Bibit cocor bebek diperoleh dari tempat budidaya Merapi Farma, Kaliurang, Yogyakarta. Selanjutnya bibit dibudidayakan di Kebun Obat Universitas Sanata Dharma Kampus III Paingan. Tanaman cocor bebek dibudidayakan pada habitat yang sama bertujuan untuk meminimalkan variabel pengacau tak terkendali yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor sehingga kandungan daun cocor bebek seragam. Determinasi dilakukan terhadap tanaman cocor bebek yang dibudidayakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang kebenaran tanaman tersebut. Determinasi terhadap tanaman cocor bebek mengacu pada Backer dan van Den Brink (1963). Determinasi dilakukan dengan mencocokkan ciri-ciri morfologi tanaman dengan kunci determinasi hingga diperoleh kategori spesies. Berdasarkan hasil determinasi yang dilakukan di Laboratorium Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma diketahui bahwa tanaman tersebut terbukti benar adalah cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.). Hasil determinasi tanaman cocor bebek ini dinyatakan dalam Surat Keterangan Determinasi Tanaman (Lampiran 1).


(59)

B. Pembuatan Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata L.) Daun cocor bebek dipanen sekitar umur tiga bulan sebelum berbunga kemudian daun dipisahkan dari batangnya. Daun cocor bebek yang dipanen sebelum berbunga menunjukkan efek inhibisi edema telapak kaki yang diinduksi karagenan sedangkan daun yang dipanen sesudah berbunga tidak menunjukkan efek inhibisi (Milad, El-Ahmady dan Singab, 2014). Selanjutnya dilakukan sortasi terhadap daun cocor bebek yang telah dipanen. Sortasi bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bagian asing lainnya dari daun cocor bebek sehingga tidak terbawa pada proses selanjutnya yang dapat mempengaruhi kualitas simplisia. Daun cocor bebek dicuci hingga bersih dengan air mengalir. Setelah diperoleh daun yang bersih kemudian dilakukan perajangan. Perajangan dilakukan untuk mempercepat proses penguapan air sehingga waktu pengeringan lebih singkat. Pengeringan dilakukan dengan bantuan sinar matahari tidak langsung selama 2 hari dilanjutkan dalam almari pengering dengan suhu 350C. Tujuan pengeringan agar simplisia tidak mengalami kerusakan. Pengeringan akan mengurangi kandungan air dan menurunkan reaksi enzimatik yang dapat mempengaruhi kualitas simplisia. Indikator daun telah kering adalah daun mudah patah dan hancur jika diremas. Daun yang telah kering diserbukkan dengan blender dan diayak dengan pengayak ukuran 40 mesh untuk memperkecil ukuran sehingga luas kontak serbuk dan cairan penyari lebih besar. Namun ukuran serbuk yang terlalu kecil juga kurang menguntungkan karena dapat menyebabkan serbuk menggumpal sehingga hasil ekstraksi tidak optimal karena cairan penyari akan sulit dipisahkan dari ampas serbuk (Voigt, 1995). Serbuk daun


(60)

38

cocor bebek langsung diekstraksi tanpa dilakukan penyimpanan yang terlalu lama untuk mencegah terjadinya absorbsi lembab dari lingkungan dan degradasi senyawa aktif.

Daun cocor bebek mengandung alkaloid, triterpen, lipid, flavonoid, glikosida, bufadienolida, fenol dan asam organik. Komponen dalam daun cocor bebek yang diketahui memiliki aktivitas sebagai anti-inflamasi adalah flavonoid (Afzal dkk., 2012). Oleh karena itu dilakukan proses ekstraksi untuk memperoleh flavonoid. Proses ekstraksi terhadap serbuk simplisia daun cocor bebek menggunakan metode maserasi. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dengan cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel, melarutkan zat aktif kemudian mendesaknya keluar karena adanya perbedaan konsentrasi didalam dan diluar sel hingga mencapai titik keseimbangan (Voigt, 1995). Cairan penyari yang digunakan adalah etanol 70%. Dasar pemilihan etanol sebagai cairan penyari karena etanol sangat efektif dalam menghasilkan jumlah senyawa aktif yang optimal serta mampu menghambat reaksi enzimatik (Voigt, 2015). Perbandingan jumlah simplisia dan etanol 70% yang digunakan 2:5. Perendaman dilakukan selama 48 jam pada suhu kamar dengan bantuan penggojogan untuk meningkatkan kontak antara cairan penyari dan serbuk (Nwose, 2013). Serbuk dan maserat dipisahkan menggunakan corong Buchner dan kertas saring dengan bantuan pompa vacuum. Bagian serbuk dilakukan ekstraksi kembali menggunakan cairan penyari dan waktu perendaman yang sama untuk memperoleh hasil ekstraksi yang lebih optimal. Kedua hasil ekstraksi dicampur kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator


(61)

pada suhu 550C. Vacuum rotary evaporator ini akan menguapkan pelarut dibawah titik didihnya dengan cara menurunkan tekanan dalam labu alas bulat sehingga senyawa aktif yang diinginkan (flavonoid) tidak rusak karena pemanasan suhu tinggi. Selanjutnya cairan dipindahkan ke cawan porselin untuk diuapkan sisa pelarutnya menggunakan waterbath suhu 700C selama 3 jam dengan pengadukan yang dilakukan setiap setengah jam sekali. Hasil ekstrak yang diperoleh berwarna hijau tua pekat sebanyak 3,2 gram sehingga didapatkan persen yield sebesar8%.

C. Uji Kuantitatif Ekstrak Daun Cocor Bebek

Pengujian terhadap ekstrak daun cocor bebek dilakukan untuk mengidentifikasi adanya kandungan flavonoid dan menetapkan kadarnya dalam ekstrak. Pengujian kandungan flavonoid ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Metode untuk uji kuantitatif ini menggunakan spektrofotometri visibel. Uji kuantitatif memerlukan senyawa standar untuk membuat kurva baku di mana untuk golongan flavonoid dapat menggunakan quercetin atau rutin (Saifudin, Rahayu, dan Teruna, 2011). Pembanding yang digunakan untuk uji flavonoid dalam penelitian ini adalah

quercetin. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa ekstrak daun cocor bebek mengandung flavonoid sebesar 45,305 ppm dalam 202,4 ppm sampel ekstrak (22,384%).


(62)

40

D. Orientasi Level setiap Faktor Penelitian

Faktor yang diamati dalam penelitian ini adalah Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan. Hal ini dikarenakan kedua faktor tersebut mempengaruhi sifat fisik gel. Parameter sifat fisik gel meliputi viskositas dan daya sebar. Oleh karena itu, dilakukan orientasi kedua faktor yang bertujuan untuk menetapkan level tinggi dan rendah untuk masing-masing faktor tersebut. Pengaruh adanya variasi komposisi Carbopol terhadap respon sifat fisik gel ditunjukkan pada tabel IV.

Tabel IV. Pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap sifat fisik gel

Carbopol (g) Viskositas (d.Pa.s)

Daya sebar (cm)

1,0 240 5,675

1,2 260 5,050

1,4 275 4,125

1,6 290 4,150

1,8 280 4,275

2,0 290 4,325

Gelling agent akan menentukan konsistensi sediaan yang dihasilkan (Marriott dan Wilson, 2010). Seiring penambahan jumlah Carbopol menyebabkan perubahan respon, di mana akan terjadi peningkatan viskositas dan penurunan daya sebar sediaan gel.


(63)

Gambar 3. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap viskositas

Gambar 4. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi Carbopol terhadap daya sebar

Gambar 3 menunjukkan bahwa komposisi Carbopol sebesar 1 - 1,4 g memberikan respon daya sebar yang berbeda tiap levelnya dan linear. Ketika dilakukan penambahan Carbopol diatas 1,4 g tidak terjadi perbedaan respon daya

0 50 100 150 200 250 300 350

1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

V iskosi tas (d.P a.s) Carbopol (g) 0 1 2 3 4 5 6

1 1,2 1,4 1,6 1,8 2

D aya se bar (cm ) Carbopol (g)


(64)

42

sebar yang signifikan. Berdasarkan gambar 4, komposisi Carbopol sebesar 1 - 1,6 g menimbulkan respon viskositas yang berbeda setiap levelnya dan linear. Peningkatan komposisi Carbopol diatas 1,6 g memberikan respon viskositas yang relatif konstan. Berdasarkan hasil orientasi tersebut didapatkan daerah irisan dari kedua grafik yaitu 1 g sebagai level rendah dan 1,4 g sebagai level tinggi. Menurut Rowe dkk. (2006), Carbopol digunakan sebagai gelling agent pada konsentrasi 0,5-2,0%.

Tabel V. Pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap sifat fisik gel

Gliserin (g) Viskositas (d.Pa.s) Daya sebar (cm)

10 300 4,475

20 290 5,375

30 290 5,350

40 285 5,475

50 280 5,750

60 275 6,000

Gambar 5. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap viskositas 260 265 270 275 280 285 290 295 300 305

10 20 30 40 50 60

V iskosi tas (d.P a.s) Gliserin (g)


(65)

Gambar 6. Grafik orientasi pengaruh variasi komposisi gliserin terhadap daya sebar

Pengaruh adanya variasi komposisi gliserin terhadap respon sifat fisik gel ditunjukkan pada tabel V. Seiring penambahan jumlah gliserin maka respon daya sebar akan meningkat. Berdasarkan gambar 5, komposisi gliserin sebesar 30 – 60 g akan menyebabkan terjadinya peningkatan respon daya sebar yang berbeda pada setiap levelnya dan linear. Sedangkan respon viskositas akan menurun dengan dilakukannya penambahan jumlah gliserin. Pada gambar 6 diketahui bahwa komposisi gliserin sebesar 30 – 60 g juga menunjukkan respon viskositas yang berbeda tiap levelnya dan linear. Berdasarkan hasil orientasi tersebut didapatkan masing-masing level tinggi dan rendah gliserin yaitu 30 - 60 g. Gliserin digunakan sebagai humektan pada konsentrasi 30% (Rowe dkk., 2006).

0 1 2 3 4 5 6 7

10 20 30 40 50 60

D

aya se

bar

(cm

)


(66)

44

E. Pembuatan Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek

Zat aktif yang digunakan dalam formula gel anti-inflamasi ini adalah ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata L.). Ekstrak daun cocor bebek diformulasikan ke dalam bentuk sediaan gel. Pemilihan bentuk sediaan gel karena daya sebar yang baik pada kulit, efek dingin yang ditimbulkan akibat lambatnya penguapan air pada kulit, tidak menghambat fungsi fisiologis kulit khususnya proses pengeluaran zat tertentu seperti garam melalui kelenjar keringat. Gel tidak melapisi permukaan kulit secara kedap, tidak menyumbat pori-pori kulit, mudah dicuci dengan air dan memungkinkan pemakaian pada bagian tubuh yang berambut (Pramita, 2013).

Komponen penyusun gel selain zat aktif adalah eksipien. Eksipien yang memiliki pengaruh terhadap sediaan gel yang akan dihasilkan antara lain gelling agent dan humektan. Penelitian ini menggunakan Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan.

Carbopol secara umum digunakan pada sediaan cair atau semipadat sebagai

suspending agent atau agen peningkat viskositas. Kelebihan Carbopol adalah mudah terdispersi dalam air karena termasuk dalam golongan carbomer hidrofilik. Penggunaan Carbopol sebagai gelling agent juga memberikan penampilan yang jernih. Selain itu, sediaan topikal dengan gelling agent Carbopol tidak menunjukkan reaksi hipersensitif pada manusia (Rowe dkk., 2006)

Carbopol yang didispersikan dalam aquadest membentuk dispersi koloidal yang bersifat asam dengan viskositas rendah sedangkan sediaan topikal ini ditujukan untuk kulit yang memiliki pH netral. Dispersi Carbopol yang masih bersifat asam


(67)

perlu dinetralkan agar tidak menyebabkan iritasi ketika kontak dengan kulit. Salah satu agen yang digunakan untuk menetralkan polimer Carbopol yaitu suatu amina organik polar trietanolamin (Rowe dkk., 2006). Ketika Carbopol dinetralisasikan dengan penambahan basa maka akan meningkatkan viskositasnya. Netralisasi akan meningkatkan rantai Carbopol menjadi lebih panjang melalui tolakan muatan untuk memproduksi jaringan gel yang saling berkaitan. pH berperan penting dalam pembentukan gel, viskositas dan kekuatan gel (Swarbrick dan Boylan, 1992). Selain sebagai agen penetral, trietanolamin juga berperan dalam menjaga stabilitas sediaan gel dengan basis Carbopol. Ketika temperatur meningkat atau adanya paparan sinar UV yang dapat menyebabkan oksidasi maka trietanolamin dapat mencegah terjadinya penurunan viskositas sediaan selama penyimpanan (Rowe dkk., 2006).

Sediaan gel dengan basis Carbopol tanpa preservatif rentan terhadap terjadinya pertumbuhan mikroorganisme. Preservatif diperlukan dalam sediaan gel karena tingginya kandungan air yang dapat menjadi media pertumbuhan mikroba. Oleh karena itu, biasanya dilakukan penambahan antimikroba seperti metil paraben 0,18 % b/v. Metil paraben bekerja pada rentang pH yang cukup lebar dan memiliki aktivitas antimikroba dengan spektrum yang luas. Metil paraben efektif dalam mencegah pertumbuhan kapang dan khamir. Metil paraben menunjukkan aktivitas antimikroba pada pH 4-8 (Rowe dkk., 2006). Pemilihan metil paraben sebagai preservatif dengan mempertimbangkan bahwa sediaan berbentuk hidrogel yang mengandung air sebagai salah satu komponen gel. Metil paraben akan efektif berperan sebagai preservatif jika dalam bentuk terlarut sehingga metil paraben yang


(68)

46

bersifat larut air dapat terlarut dengan baik karena komposisi utama gel (hidrogel) adalah air.

Humektan berfungsi untuk menjaga kestabilan sediaan dengan mengabsorbsi lembab dari lingkungan dan mengurangi penguapan air dari sediaan. Selain menjaga kestabilan sediaan, humektan juga dapat mempertahankan kelembaban kulit sehingga kulit tidak kering. Sediaan gel ini menggunakan gliserin sebagai humektan. Gliserin merupakan humektan yang umum digunakan dalam sediaan farmasi maupun produk kosmetik.

Formulasi gel anti-inflamasi ini dimulai dengan mengembangkan Carbopol dalam aquadest selama 24 jam. Metil paraben dilarutkan menggunakan etanol 70 % kemudian ditambahkan kedalam dispersi Carbopol. Gliserin, ekstrak daun cocor bebek dan sisa aquadest ditambahkan kedalam campuran Carbopol. Penelitian ini menggunakan ekstrak cocor bebek sebanyak 5 gram (Hasyim, 2012). Selanjutnya dilakukan proses pencampuran selama 5 menit dengan skala putar 1. Waktu pengadukan dan kecepatan putar yang terlalu besar akan menimbulkan gelembung udara yang terperangkap dalam sediaan (Rowe dkk., 2006). Selain itu, struktur gel akan rusak karena adanya peningkatan shearing stress dan menyebabkan viskositas menurun serta sifat alirnya meningkat (Zats dan Kushla, 1996). Pada menit pertama setelah proses pencampuran dimulai, dilakukan penambahan trietanolamin untuk mengatur pH sediaan gel. Penambahan trietanolamin dilakukan hingga pH sediaan gel netral.


(69)

F. Pengujian Sifat Fisik Gel Anti-inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek Evaluasi terhadap daya sebar dan viskositas gel dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisik yang akan menentukan kenyamanan sediaan ketika diaplikasikan. Pengamatan terhadap daya sebar dan viskositas dilakukan 48 jam setelah pembuatan. Hal ini dikarenakan setelah 48 jam sediaan gel telah berada dalam kondisi yang stabil tanpa adanya pengaruh gaya atau energi yang diberikan selama pembuatan yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran respon daya sebar dan viskositas.

1. Uji organoleptis dan pH

Uji organoleptis yang dilakukan terhadap sediaan gel meliputi warna, bau, konsistensi, dan homogenitas. Sedangkan pH diuji dengan menggunakan indikator pH universal. Pengujian terhadap pH sediaan bertujuan untuk memastikan tingkat keasamanan sediaan agar dapat diaplikasikan pada area kulit yang mengalami inflamasi tanpa menimbulkan iritasi. Hasil pengujian organoleptis dan pH ditunjukkan pada tabel VI.

Tabel VI. Uji organoleptis dan pH gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek

Formula Kriteria

Warna Bau Homogenitas pH

1 Coklat kekuningan Khas Homogen 6 A Coklat kekuningan Khas Homogen 6 B Coklat kekuningan Khas Homogen 6 AB Coklat kekuningan Khas Homogen 6

Hasil pengamatan terhadap sediaan gel secara fisik stabil pada setiap formula selama penyimpanan 4 minggu. Sediaan gel memiliki warna coklat


(70)

48

kekuningan dengan bau yang tidak menyengat sehingga secara penampilan fisik dapat diterima. Pengujian terhadap pH menunjukkan bahwa sediaan gel tidak bersifat iritatif karena memenuhi rentang pH kulit antara 4,5 hingga 7 (Zulkarnain, Ernawati dan Sukardani, 2013). Nilai pH sediaan stabil selama penyimpanan 4 minggu.

2. Uji viskositas

Viskositas berhubungan dengan konsistensi yang akan berpengaruh ketika sediaan diaplikasikan pada kulit. Jumlah gelling agent berkorelasi linier dengan viskositas, di mana semakin besar jumlah gelling agent maka viskositas juga meningkat. Viskositas yang diharapkan adalah sediaan harus mudah menyebar ketika dioleskan dan dapat melekat pada kulit. Gel yang terlalu kental akan sulit menyebar sedangkan gel yang terlalu encer akan mudah hilang. Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaan dipengaruhi pula oleh viskositas. Hal ini berdasarkan persamaan Stokes-Einstein:

D =

... (4)

Keterangan:

D : koefisien difusi R : konstanta molar gas T : temperatur absolut

η : viskositas pelarut r : jari-jari partikel N : bilangan Avogadro

(Martin, Swarbick, dan Cammarata, 1993)


(1)

Lampiran 10. Dokumentasi sediaan gel ekstrak daun cocor bebek

A. 48 jam setelah pembuatan

1. Formula 1

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

2. Formula A


(2)

3. Formula B

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

4. Formula AB


(3)

B. 4 minggu setelah pembuatan

1. Formula 1

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

2. Formula A

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

3. Formula B


(4)

4. Formula AB

Replikasi I Replikasi II Replikasi III

C. Validasi


(5)

Lampiran 11. Dokumentasi uji aktivitas anti-inflamasi dengan metode jangka sorong digital

A. Pengukuran telapak kaki tikus dengan jangka sorong digital

B. Pengolesan ekstrak daun cocor bebek pada telapak kaki tikus


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Theresia Dian Kurniawati lahir di Klaten pada 19 Oktober 1993 merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Penulis lahir dari pasangan Titus Dwi Tomo dan Fransisca Romana Sri Wastuti. Penulis mengawali pendidikan di TK Pertiwi 1 Ngrundul pada tahun 1997 hingga 1999, SD Negeri 1 Ngrundul pada tahun 1999 hingga 2005, SMP Negeri 2 Klaten pada tahun 2005 hingga 2008, SMA Negeri 1 Klaten pada tahun 2008 hingga 2011. Penulis melanjutkan pendidikan di program studi S1 Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2011 hingga 2015. Selama menempuh pendidikan S1 penulis pernah menjadi asisten praktikum Analisis Farmasi (2015) dan asisten praktikum Validasi Metode (2015), serta aktif dalam kegiatan mahasiswa antara lain Pelepasan Wisuda sebagai koordinator seksi humas (2012) dan Bendahara (2013), Desa Mitra sebagai volunteer (2012), Pharmacy Competition (Pharmacope) sebagai koordinator seksi konsumsi (2013).


Dokumen yang terkait

Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial.

0 4 117

Optimasi gelling agent carbopol 940 dan humektan gliserin terhadap sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

3 16 126

Optimasi carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sedian gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

4 19 111

Optimasi gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

7 60 112

Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

3 29 115

Optimasi gelling agent CMC-Na dan humetan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) : aplikasi desain faktorial.

4 21 113

Optimasi humektan propilenglikol dan Gelling Agent CMC-Na dalam sediaan cooling gel ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial.

0 2 88

Optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol 940 dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial.

5 16 99

Optimasi humektan propilenglikol dan gelling agent carbopol 940 dalam sediaan gel penyembuh luka ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial - USD Repository

0 1 97

Optimasi humektan propilenglikol dan Gelling Agent CMC-Na dalam sediaan cooling gel ekstrak daun petai Cina (Leucaena leucocephala (Lam.) de Wit) : aplikasi desain faktorial - USD Repository

0 0 86