BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian  ini  merupakan  penelitian  eksperimental  murni  menggunakan metode  desain  faktorial  dua  faktor  dan  dua  level  yang  bersifat  eksploratif  yaitu
mencari formula optimum gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel penelitian
a.
Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komposisi gelling
agent Carbopol dan humektan gliserin.
b. Variabel  tergantung.  Variabel  tergantung  dalam  penelitian  ini  adalah  sifat
fisik  sediaan  gel  daya  sebar  dan  viskositas  dan  stabilitas  pergeseran viskositas selama penyimpanan 4 minggu.
c. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian
adalah  kecepatan  dan  lama  pencampuran,  kondisi  penyimpanan,  alat penelitian,  habitat  tumbuh,  waktu  panen,  galur  tikus,  umur  tikus,  dan  jenis
kelamin tikus.
d.
Variabel  pengacau  tak  terkendali.  Variabel  pengacau  tak  terkendali  dalam
penelitian  ini  adalah  suhu  ruangan,  kelembaban  ruangan,  dan  kondisi
fisiologis tikus.
2. Definisi operasional
a. Gel adalah sediaan semipadat yang mengandung zat aktif  yang terpenetrasi
dalam  suatu  cairan.  Penelitian  ini  menggunakan  zat  aktif  yang  berasal  dari ekstrak daun cocor bebek Kalanchoe pinnata L..
b. Sediaan  anti-inflamasi  adalah  sediaan  untuk  mengurangi  gejala  inflamasi
yang merupakan respon tubuh ketika terjadi kerusakan jaringan. c.
Ekstrak  daun  cocor  bebek  adalah  hasil  ekstraksi  daun  cocor  bebek Kalanchoe pinnata  L. yang diperoleh dengan cara maserasi menggunakan
cairan  penyari  etanol  70  kemudian  dipekatkan  dengan  rotary  evaporator dan  diuapkan  sisa  pelarutnya  diatas  waterbath  selama  3  jam  dengan
pengadukan setiap setengah jam sekali. d.
Gel  anti-inflamasi  ekstrak  daun  cocor  bebek  adalah  sediaan  semipadat mengandung  ekstrak  daun  cocor  bebek  Kalanchoe  pinnata  L.  yang
menggunakan  Carbopol  sebaagai  gelling  agent  dan  gliserin  sebagai humektan dan bertujuan untuk mengurangi gejala inflamasi.
e. Gelling  agent  adalah  bahan  pembawa  dalam  sediaan  gel  dan  berpengaruh
terhadap  bentuk  sediaan  gel  yang  dihasilkan.  Penelitian  ini  menggunakan Carbopol  sebagai  gelling  agent.  Carbopol  adalah  salah  satu  faktor  yang
dioptimasi untuk memperoleh formula optimum. f.
Humektan adalah salah satu bahan yang digunakan untuk menjaga kestabilan sediaan  dengan  mengabsorbsi  lembab  dari  lingkungan,  mengurangi
penguapan  air  dari  sediaan,  dan  menjaga  kelembaban  kulit.  Penelitian  ini
menggunakan  gliserin  sebagai  humektan.  Gliserin  adalah  salah  satu  faktor yang dioptimasi untuk memperoleh formula optimum.
g. Sifat  fisik  dan  stabilitas  fisik  gel  adalah  parameter  yang  menunjukkan
kualitas  fisik  dan  tingkat  kestabilan  sediaan  gel.  Parameter  sifat  fisik meliputi  viskositas  dan  daya  sebar,  sedangkan  parameter  stabilitas  meliputi
pergeseran viskositas setelah penyimpanan selama 4 minggu. h.
Viskositas  adalah  salah  satu  parameter  kualitas  fisik  yang  menunjukkan tingkat kekentalan sediaan gel.
i. Daya  sebar  adalah  salah  satu  parameter  kualitas  fisik  yang  menunjukkan
kemampuan sediaan untuk dioleskan ketika diaplikasikan pada area tertentu. j.
Pergeseran  viskositas  adalah  selisih  viskositas  gel  anti-inflamasi  ekstrak daun cocor bebek setelah penyimpanan empat minggu dengan viskositas gel
anti-inflamasi  ekstrak  daun  cocor  bebek  setelah  dua  hari  pembuatan  pada suhu kamar.
k. Desain  faktorial  adalah  suatu  metode  optimasi  yang  berfungsi  untuk
mengetahui  efek  dominan  dalam  menentukan  sifat  fisik  dan  stabilitas sediaan  gel.  Desain  faktorial  digunakan  untuk  menentukan  area  komposisi
optimum  Carbopol  sebagai  gelling  agent  dan  gliserin  sebagai  humektan berdasarkan  superimposed  contour  plot  yang  diprediksi  sebagai  komposisi
optimum gelling agent dan humektan.
l. Faktor adalah suatu besaran yang berpengaruh pada respon yang dihasilkan.
Penelitian  ini  menggunakan  dua  faktor  yaitu  komposisi  gelling  agent Carbopol dan humektan gliserin.
m. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor. Penelitian ini menggunakan dua
level untuk masing-masing faktor yaitu level tinggi dan level rendah. n.
Respon  adalah  perubahan  yang  dapat  diamati  dan  dinyatakan  sebagai besaran yang dapat dikuantitasikan. Respon dalam penelitian ini adalah hasil
uji  sifat  fisik  gel  yang  meliputi  viskositas  dan  daya  sebar  serta  hasil  uji stabilitas gel yang meliputi pergeseran viskositas.
o. Efek adalah perubahan respon sebagai  akibat dari adanya variasi level dan
faktor. Nilainya dihitung dari selisih antara rata-rata respon yang timbul pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah.
p. Countour  plot  adalah  grafik  yang  berfungsi  untuk  memprediksi  area
komposisi  optimum  suatu  formula  berdasarkan  parameter  kualitas  sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek Kalanchoe pinnata L..
q. Countour  plot  superimposed  adalah  penggabungan  grafik  countour  plot
masing-masing  respon  daya  sebar  dan  viskositas  sehingga  diperoleh  area optimum.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  daun  cocor  bebek, aquadest
,  tikus  galur  Sprague  Dawley  umur  2-3  bulan  dengan  berat  100-200  gram,
NaCl,  suspensi  karagenan-salin  1  ,  Carbopol  kualitas  farmasetis,  trietanolamin kualitas farmasetis, gliserin kualitas farmasetis, metil paraben kualitas famasetis,
etanol 70 kualitas farmasetis, dan Voltadex
®
.
D. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah maserator, alat-alat gelas cawan porselin, pipet tetes, batang pengaduk, gelas arloji, pipet volume, gelas ukur,
gelas  Beaker,  Erlenmeyer,  labu  hisap,  propipet,  corong  Buchner,  pompa  vacuum, mixer
Maspion  MT-1150,  blender  Phillip,  Viskometer  seri  VT  04  RION- JAPAN,  stopwatch,  waterbath,  neraca  analitik,  oven,  vacuum  rotary  evaporator,
indikator pH universal pH stick, alat uji daya sebar, dan jangka sorong digital.
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi cocor bebek Kalanchoe pinnata L.
Determinasi  dilakukan  di  Laboratorium  Kebun  Tanaman  Obat  Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Determinasi berdasarkan acuan Backer dan
van  Den  Brink  1963.  Determinasi  dilakukan  dengan  mencocokkan  ciri morfologi  tanaman  dengan  kunci  determinasi  hingga  diperoleh  kategori  spesies
sehingga dapat diketahui kebenaran identitas tanaman.
2. Pembuatan ekstrak daun cocor bebek
a. Pengumpulan  dan  pembuatan  serbuk  daun  cocor  bebek.  Bibit  cocor  bebek
diperoleh dari tempat budidaya Merapi Farma, Kaliurang, Yogyakarta. Bibit
dibudidayakan  di  Kebun  Obat  Universitas  Sanata  Dharma  Kampus  III Paingan.  Daun  cocor  bebek  dipanen  pada  umur  tiga  bulan  sebelum
berbunga.  Daun  cocor  bebek  yang  telah  dipanen  kemudian  dicuci  dengan air bersih dengan tujuan untuk menghilangkan pengotor  yang terdapat pada
daun. Daun  yang telah dicuci bersih kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar  matahari  tidak  langsung  selama  2  hari  dilanjutkan  dalam  almari
pengering  dengan  suhu  35 C  hingga  seluruh  bagian  daun  mengering.  Daun
yang  telah  kering  diserbukkan  dengan  blender  kemudian  diayak  dengan pengayak ukuran 40 mesh.
b. Pembuatan  ekstrak  daun  cocor  bebek.  Pembuatan  ekstrak  mengacu  pada
penelitian  Nwose  2013  dengan  modifikasi  pelarut  dan  proses  pemekatan. Serbuk  simplisia  daun  cocor  bebek  dilakukan  penyarian  dengan  metode
maserasi  menggunakan  cairan  penyari  yaitu  etanol  70  dengan perbandingan  2:5.  Perendaman  dilakukan  selama  48  jam  pada  suhu  kamar.
Serbuk  dan  maserat  dipisahkan  menggunakan  corong  Buchner  dan  kertas saring  dengan  bantuan  pompa  vacuum.  Bagian  serbuk  dilakukan  penyarian
kembali  menggunakan  cairan  penyari  yang  sama  dan  direndam  selama  48 jam.  Kedua  hasil  penyarian  dicampur  kemudian  dipekatkan  menggunakan
rotary  evaporator pada  suhu  55
C.    Selanjutnya  cairan  dipindahkan  ke cawan  porselin  untuk  diuapkan  sisa  pelarutnya  menggunakan  waterbath
suhu 70 C selama 3 jam dengan pengadukan yang dilakukan setiap setengah
jam sekali.
c. Uji  kuantitatif  kandungan  ekstrak  daun  cocor  bebek.  Uji  kandungan
flavonoid ekstrak daun cocor bebek secara kuantitatif menggunakan metode spektrofotometri  visibel.  Pengujian  dilakukan  di  Laboratorium  Penelitian
dan  Pengujian  Terpadu  Universitas  Gadjah  Mada  Yogyakarta  dengan menggunakan  pembanding  quercetin.  Pengujian  diawali  dengan  pembuatan
kurva  standar  quercetin  kemudian  kadar  flavonoid  ditetapkan  dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang 510 nm.
3. Optimasi formula gel
a. Formula.  Formula  yang  digunakan  dalam  percobaan  ini  mengacu  pada
penelitian “Formulasi  dan  Uji  Efektivitas  Gel  Luka  Bakar  Ekstrak  Daun
Cocor Bebek Kalanchoe pinnata L. pada Kelinci Oryctolagus cuniculus
” oleh Hasyim dkk. 2012 seperti terlihat dalam tabel II.
Tabel II. Formula gel acuan
Bahan Komposisi bv
Ekstrak daun cocor bebek 2,5
Carbopol 0,6
Trietanolamin 0,81
Gliserin 25
Propilenglikol 5
Metil paraben 0,18
Etanol 70 0,5
Air ad
100 Modifikasi dilakukan terhadap formula pada tabel II sehingga dihasilkan
formula sebagai berikut:
Tabel III. Formula gel hasil modifikasi
Bahan Formula
1 g Formula
A g Formula
B g Formula
AB g
Ekstrak daun cocor bebek 5
5 5
5
Carbopol 1
1,4 1
1,4 Gliserin
30 30
60 60
Trietanolamin 3
3 3
3 Metil paraben
0,36 0,36
0,36 0,36
Etanol 70 1
1 1
1 Air
130 130
130 130
Keterangan: Formula 1
: formula dengan level rendah faktor Carbopol dan gliserin Formula A
: formula dengan level tinggi faktor Carbopol dan level rendah gliserin
Formula B : formula dengan level rendah faktor Carbopol dan level tinggi
gliserin Formula AB  : formula dengan level tinggi faktor Carbopol dan gliserin
Penelitian ini menggunakan 2 faktor yaitu Carbopol sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dengan menggunakan level rendah dan tinggi untuk
masing-masing faktor. Level rendah dan tinggi Carbopol ditetapkan sebesar 1-
1,4 g, sedangkan gliserin sebesar 30-60 g.
b. Pembuatan  gel.  Carbopol  dikembangkan  dalam  wadah  berisi  aquadest.
Pengembangan Carbopol dilakukan dengan cara menaburkan Carbopol diatas aquadest
dan  didiamkan  selama  24  jam.  Kemudian  metil  paraben  dilarutkan menggunakan  etanol  70  dan  dicampur  dengan  Carbopol  campuran  1.
Gliserin, sisa aquadest, dan ekstrak daun cocor bebek ditambahkan ke dalam campuran  1,  kemudian  dilakukan  proses  pencampuran  dengan  menggunakan
mixer dengan  skala  putar  1  selama  5  menit.  Penambahan  trietanolamin
dilakukan pada menit pertama setelah proses pencampuran dimulai.
4. Uji sifat fisik dan stabilitas fisik gel
a. Uji  organoleptis  dan  pH.  Uji  organoleptis  dilakukan  terhadap  penampilan
fisik  sediaan  gel  ekstrak  daun  cocor  bebek  yang  telah  dihasilkan  meliputi warna,  bau,  dan  homogenitas.  Pengukuran  pH  dilakukan  dengan
menggunakan indikator pH universal pH stick. Sediaan gel dioleskan pada pH stick
kemudian warna yang dihasilkan dibandingkan dengan standar pada pH stick.
b. Uji  viskositas.  Pengujian  viskositas  gel  dilakukan    setelah    48  jam  proses
pembuatan  dan  setelah  penyimpanan  selama  4  minggu.  Masing-masing formula  gel  ditentukan  viskositasnya  dengan  menggunakan  alat  Viscometer
Rion seri  VT  04.  Ukuran  paddle  yang  digunakan  adalah  skala  2  karena
rentang  viskositas  yang  diteliti  antara  100  hingga  4000  d.Pa.S.  Sediaan  gel dimasukkan  ke  dalam  cup  sampai  terisi  ¾  cup.  Paddle  dipasang  ke  rotor
dengan  posisi  tegak  lurus.  Cup  dipasang  kemudian  rotor  dinyalakan.  Nilai viskositas ditunjukkan oleh jarum penanda.
c. Uji  daya  sebar.  Pengukuran  daya  sebar  dilakukan  terhadap  sediaan  gel
setelah  48  jam  proses  pembuatan.  Daya  sebar  diukur  dengan  cara menimbang  gel  sebanyak  1  gram  kemudian  gel  diletakkan  pada  bagian
tengah  lempeng  kaca  bulat  berskala.  Kaca  bulat  dan  anak  timbang  dengan
beban  125  gram  diletakkan  diatas  gel  kemudian  didiamkan  selama  1  menit dan diukur diameter sebarnya Garg dkk., 2002.
5. Uji aktivitas anti-inflamasi
a. Penyiapan hewan uji. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Sprague
Dawley yang  berumur  2-3  bulan  dengan  berat  100-200  g.  Tikus  diberi  pra
perlakuan sebelum pengujian dengan dipuasakan selama 12 jam. b.
Pembuatan larutan NaCl  0,9 .  NaCl  ditimbang sebanyak  0,9  g kemudian dilarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 100 ml.
c. Pembuatan  suspensi  karagenan-salin  1  .  Karagenan  ditimbang  sebanyak
0,1 g kemudian dilarutkan dengan larutan NaCl 0,9 dalam labu ukur 10 ml. d.
Uji  aktifitas  anti-inflamasi.  Tikus  dibagi  menjadi  tiga  kelompok  yaitu kelompok  kontrol  positif,  kontrol  negatif  dan  kelompok  perlakuan  sediaan
gel  ekstrak  daun  cocor  bebek.  Setiap  kelompok  masing-masing  terdiri  dari tiga  ekor  tikus.  Semua  tikus  diukur  tebal  kakinya.  Hewan  uji  kelompok
perlakuan  diberi  gel  ekstrak  daun  cocor  bebek  pada  telapak  kaki  kiri, kelompok kontrol positif diberi Voltadex
®
pada telapak kaki kiri, sedangkan kontrol  negatif  tidak  dioleskan  gel  ekstrak  daun  cocor  bebek  maupun
Voltadex
®
.  Satu  jam  setelah  perlakuan,  diinjeksikan  pada  telapak  kaki  kiri tiap tikus 0,5 ml suspensi karagenan-salin 1. Pengukuran ketebalan telapak
kaki  tikus  dilakukan  dengan  jangka  sorong  digital.  Pengukuran  ketebalan telapak  kaki  tikus  selama  3  jam  yang  dilakukan  pada  menit  ke  0  sebelum
dioleskan Voltadex
®
dan gel , 30, 60, 120, 180 Matthew dkk., 2013. Nilai edema tiap jam diukur dengan rumus :
Yu = Yt –Yo ...................................................................................... 1
Keterangan : Yu
: Edema kaki tikus pada waktu tertentu Yt
: Tebal kaki tikus pada waktu tertentu setelah diradangkan dengan karagenan 1
Yo : Tebal kaki tikus sebelum diradangkan dengan karagenan
1 Nilai AUC total masing-masing perlakuan dihitung dengan rumus:
∑ [ ]
................................................ 2
Keterangan : : area dibawah kurva dari jam ke-0 sampai jam ke-3
mm.jam : selisih edema telapak kaki pada jam ke-n-1 mm
: selisih edema telapak kaki pada jam ke-n mm : jam ke-n jam
: jam ke-n-1 jam Persen penghambatan inflamasi dihitung dengan rumus:
........... 3
Keterangan : :
rata – rata kontrol negatif mm.jam
: masing-masing tikus pada kelompok yang diberi
perlakuan n mm.jam Taufiq, Wahyuningtyas, dan Wahyuni, 2008.
F. Optimasi dan Analisis Data
Data  sifat  fisik  dan  stabilitas  fisik  gel  yang  diperoleh  dianalisis  sesuai dengan  metode  perhitungan  desain  faktorial  untuk  mengetahui  efek  dari  Carbopol,
gliserin,  dan  interaksinya.  Analisis  menggunakan  rancangan  desain  faktorial  untuk menghitung koefisien b
, b
1
, b
2
, b
12
sehingga didapatkan persamaan Y = b + b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
12
X
1
X
2
. Persamaan tersebut kemudian dapat  dibuat  countour plot  sifat  fisik gel  anti-inflamasi  ekstrak  daun  cocor  bebek.  Countour  plot  masing-masing  respon
digabungkan sehingga diperoleh countour plot superimposed untuk mengetahui area komposisi  optimal  Carbopol  dan  gliserin,  terbatas  pada  level  yang  diteliti.  Analisis
data dilakukan dengan menggunakan software R 3.1.2 dengan uji two way ANOVA pada taraf kepercayaan 95. Tahapan analisis data antara lain uji normalitas data, uji
variansi  dan  uji  ANOVA.  Uji  normalitas  data  dilakukan  dengan  Shapiro  Wilk. Distribusi data normal jika nilai p lebih dari 0,05. Selanjutnya dilakukan uji variansi
data dengan Levene’s test  untuk mengetahui homogenitas data. Jika uji variansi data
menunjukkan nilai p lebih dari 0,05 maka data memiliki kesamaan varian Rohman,
2014.  Apabila  data  terdistribusi  normal  dan  memiliki  kesamaan  varian  maka dilanjutkan  dengan  uji  ANOVA.  Uji  ANOVA  bertujuan  untuk  mengetahui
signifikansi  efek  dari  Carbopol  dan  gliserin  serta  interaksi  kedua  faktor  sehingga dapat  diketahui  faktor  dominan  yang  mempengaruhi  sifat  fisik  dan  stabilitas  gel
ekstrak  daun  cocor  bebek.  Jika  nilai  p  kurang  dari  0,05  maka  faktor  dikatakan berpengaruh.
36
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pengumpulan dan Determinasi Tanaman
Tanaman  yang  digunakan  dalam  penelitian  ini  adalah  cocor  bebek Kalanchoe  pinnata  L..  Bibit  cocor  bebek  diperoleh  dari  tempat  budidaya  Merapi
Farma,  Kaliurang,  Yogyakarta.  Selanjutnya  bibit  dibudidayakan  di  Kebun  Obat Universitas  Sanata  Dharma  Kampus  III  Paingan.  Tanaman  cocor  bebek
dibudidayakan  pada  habitat  yang  sama  bertujuan  untuk  meminimalkan  variabel pengacau  tak  terkendali  yang  dapat  disebabkan  oleh  berbagai  faktor  sehingga
kandungan  daun  cocor  bebek  seragam.  Determinasi  dilakukan  terhadap  tanaman cocor bebek yang dibudidayakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi tentang
kebenaran  tanaman  tersebut.  Determinasi  terhadap  tanaman  cocor  bebek  mengacu pada Backer dan van Den Brink 1963. Determinasi dilakukan dengan mencocokkan
ciri-ciri  morfologi  tanaman  dengan  kunci  determinasi  hingga  diperoleh  kategori spesies.  Berdasarkan  hasil  determinasi  yang  dilakukan  di  Laboratorium  Kebun
Tanaman  Obat  Fakultas  Farmasi  Universitas  Sanata  Dharma  diketahui  bahwa tanaman  tersebut  terbukti  benar  adalah  cocor  bebek  Kalanchoe  pinnata  L..  Hasil
determinasi tanaman cocor bebek ini dinyatakan dalam Surat Keterangan Determinasi Tanaman Lampiran 1.