Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial.

(1)

INTISARI

Masyarakat sering kali khawatir terhadap kondisi kulitnya yang terancam terkena penuaan dini yang salah satunya disebabkan oleh radikal bebas. Ekstrak air Spirulina platensis dikenal memiliki aktivitas antioksidan yang poten dan kemudian dalam penelitian ini diformulasikan dalam bentuk hidrogel. Peneliti melakukan optimasi terhadap komponen kritis sediaan, yaitu gelling agent dan humektan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan gelling agent CMC-Na dan humektan gliserin terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan.

Jenis rancangan pada penelitian ini adalah desain faktorial. Ekstrak air Spirulina platensis diperoleh dengan jalan maserasi, kemudian dilakukan perhitungan kuantitatif persen aktivitas menggunakan metode spektrometri dengan radikal bebas DPPH. Peneliti kemudian mengevaluasi sifat fisik gel yang dihasilkan, meliputi uji organoleptis, pH, viskositas dan daya sebar; evaluasi stabilitas (pergeseran viskositas) selama 28 hari; serta hedonist test. Data dianalisis secara statistik menggunakan SPSS versi 22.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CMC-Na memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan viskositas dan penurunan daya sebar. Gliserin meningkatkan respon daya sebar dan interaksi kedua faktor menurunkan respon daya sebar, keduanya berperan secara tidak signifikan. Formula a dan formula ab yang dihasilkan stabil selama 21 hari dilihat berdasarkan persen pergeseran viskositas <10%. Area komposisi optimum yang diperoleh valid dan menunjukkan sifat fisik yaitu viskositas dan daya sebar sesuai yang dikehendaki.


(2)

ABSTRACT

Most people often worry about premature aging which can be a threat to their skin condition mostly caused by free radicals. Water extract of Spirulina platensis is known to have a potent antioxidant activity. To obtain a gel that has good physical characteristics and stability. The aim of this study is to determine the effect of adding CMC-Na as the gelling agent and glycerin as the humectant to the physical and stability of the gel. This study uses factorial design. The percent activity water extract of Spirulina platensis then calculated using spectrometric method.

Evaluation of the gel’s physical properties including organoleptic test, pH,

viscosity and spreadability; evaluation of stability (the shift of viscosity) within 28 days; and hedonist test are then conducted. The data are statistically analyzed using SPSS version 22.0.

The results of this study show that CMC-Na give significant effects on the spreadability. Meanwhile, glycerin give not significant effect on increasing the spreadability respond and interaction of both factors decrease the spreadability respons. Gel formula a and ab are stable for 21 days seen from the shift of viscosity in percent which is <10%. Optimum composition area obtained is valid and shows physical properties which are the desired viscosity and spreadability.


(3)

OPTIMASI SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE SEBAGAI GELLING AGENT DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM

SEDIAAN GEL ANTI-AGING EKSTRAK Spirulina platensis MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Rossa Adrianti NIM : 128114111

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

OPTIMASI SODIUM CARBOXYMETHYL CELLULOSE SEBAGAI GELLING AGENT DAN GLISERIN SEBAGAI HUMEKTAN DALAM

SEDIAAN GEL ANTI-AGING EKSTRAK Spirulina platensis MENGGUNAKAN APLIKASI DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Rossa Adrianti NIM : 128114111

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2016


(5)

(6)

(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Terpujilah Allah, Bapa Tuhan kita Yesus Kristus,

Bapa sumber segala cinta kasih,

Dan segala penghiburn

(2 Korintus 1 : 3)


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan berkat, penyertaan serta kelancaran-Nya kepada penulis sehingga

bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “Optimasi Gelling Agent CMC-Na dan

Humektan Gliserin pada Sediaan Gel Ekstrak Spirulina (Spirulina platensis)

sebagai Anti-Aging dengan Aplikasi Desain Faktorial”. Penulis berharap agar

karya ilmiah yang penulis hasilkan dapat memberikan manfaat kepada kalayak luas serta dapat memberikan kontribusi dibidang akademis bagi nusa dan bangsa.

Dapat diselesaikannya skripsi ini tidak lepas dari dukungan pihak – pihak terkai

baik secara langsung maupun tidak langsung, melalui bimbingan akademis, motivasi, masukan serta kritik membangun. Maka dari itu penulis memberikan sanjungan berupa ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat, kasih,

perlindungan dan berkat melimpah-Nya kepada penulis sehingga dilancarkan segala proses yang ada.

2. Orang tua penulis yang sudah mendukung penulis setiap saat demi

terselesaikannya skripsi penulis, dengan memberikan bantuan motivasi, nasihat, bimbingan, saran, logistik dan juga materiil.

3. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma yang telah memfasilitasi segela kebutuhan mahasiswa dalam menjalankan penelitian.

4. Bapak Septimawanto Dwi Prasetyo., M.Si., Apt., selaku dosen

pembimbing yang telah membimbing, memberikan saran dan masukan serta mensuport segala proses selama penelitian.

5. Ibu Wahyuning Setyani, M.Sc., Apt., dan Bapak Yohanes Dwiatmaka,

M.Si., selaku dosen penguji yang selalu mengarahkan dan membimbing peneliti.

6. Dosen Fakultas Farmasi yang telah memberikan bekal pengetahuan

kepada penulis dari semester 1 sampai dengan semester 7, sehingga melancarkan penyusunan proposal serta melancarkan proses penelitian.


(11)

7. Kepada keluarga, sahabat dan teman – teman penulis yang sentantiasa memberikan penghiburan dan pendampingan serta bantuan kepada penulis, antara lain: Ibu Erlinawati, Bapak Muchtar, Ibu Kismiati, Ibu Weniyati, Ibu Wanti, Ibu Ida, Mas Kelik, Mas Agus, Mas Wahyu dan Mas Bayu serta keluarga lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu- persatu.

8. Kepada rekan skripsi penulis yaitu: Andriana Cindy Salim, Agatha Riona

Octavianus dan Scholastika Sihwilosowati yang selalu berbagi susah dan senang ketika melakukan penelitian.

9. Kepada rekan sepermainan penulis yaitu: Sharon Citara Hening Pramesti,

Fera Revada, Bernadetta Betty Primadani, Theresia Anggarani, dan Yosephine Erlinda Widiparasti yang selalu menghibur penulis dikala susah dan senang.

10. Kepada rekan penelitian penulis di Laboratorium Farmasi dan Teknologi

Sediaan Padat maupun Laboratorium Farmakognosi Fitokimia.

11. Kepada laboran seluruh laboratorium terutama Bapak Musrifin, Bapak

Agung, Bapak Iswandi, Bapak Parlan, Bapak Wagiran, Mas Bimo dan Mas Bima.

Besar harapan penulis jika karya tulis ilmiah ini dapat memberikan sumbangan ilmu kepada dunia pengetahuan, walaupun masih banyak kekurangan penulis dalam penyusunan maupun dalam proses penelitian sehingga akan sangat membantu jika pembaca berkenan memberikan kritik besera saran.

Yogyakarta, 4 Januari 2016

Penulis.


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 5

2. Keaslian penelitian ... 5

3. Manfaat penelitian ... 6

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus... 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8


(13)

A. Spirulina platensis ... 8

1. Spirulina platensis ... 8

2. Klasifikasi ilmiah ... 9

3. Kandungan kimia ... 9

B. Ekstraksi ... 10

1. Maserasi ... 11

2. Perkolasi ... 12

3. Sokletasi ... 12

4. Destilasi Uap ... 12

C. Kulit ... 13

D. Penuaan Kulit ... 14

E. Antioksidan ... 16

F. Gel ... 17

1. Hidrogel ... 17

2. Organogel ... 18

3. Xerogel ... 18

G. Gelling Agent ... 19

H. Sodium Carboxymethyl Cellulose (Na – CMC) ... 20

I. Humektan ... 22

J. Gliserin ... 22

K. Desain Faktorial ... 23

1. Faktor ... 23

2. Level ... 23


(14)

3. Efek ... 24

L. Uji Sifat Fisik Sediaan... 25

1. Organoleptis... 25

2. Pengukuran pH ... 25

3. Viskositas ... 25

4. Daya sebar ... 26

M. Senyawa Radikal ... 26

N. Landasan Teori ... 27

O. Hipotesis ... 28

BAB III. METODE PENELITIAN ... 28

A. Jenis Rancangan Penelitian ... 28

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 28

1. Variabel Penelitian ... 28

2. Definisi Operasional ... 30

C. Alat dan Bahan Penelitian... 32

1. Alat penelitian ... 32

2. Bahan penelitian ... 32

D. Tata Cara Penelitian ... 32

1. Pembuatan ekstrak ... 32

2. Uji aktivitas antioksidan... 33

3. Optimasi Formula Gel ... 33

4. Pembuatan Gel ... 34

5. Evaluasi ... 34


(15)

E. Analisis dan Evaluasi Hasil ... 36

BAB IV. PEMBAHASAN ... 36

A. Pembuatan Ekstrak ... 36

B. Uji Aktivitas Antioksidan ... 40

C. Optimasi Formula Gel ... 42

D. Pembuatan Gel ... 45

E. Uji Sifat dan Stabilitas Fisik ... 48

1. Uji Organoleptis ... 49

2. Evaluasi pH ... 51

3. Uji Viskositas ... 52

4. Uji Daya Sebar ... 54

5. Uji Kesukaan (Hedonist Test) ... 55

F. Efek ... 56

1. Uji Normalitas Data ... 57

2. Uji Variansi Data ... 58

3. Uji Two-way ANOVA Respon Viskositas ... 58

4. Uji Two-way ANOVA Respon Daya Sebar ... 60

5. Uji Two-way ANOVA Pergeseran Viskositas ... 61

G. Optimasi Area Komposisi Optimum ... 62

H. Validasi Respon pada Area Komposisi Optimum ... 68

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 68

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 68


(16)

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN ... 78 BIOGRAFI PENULIS ... 96


(17)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Desain faktorial 2 faktor dan 2 level ... 24

Tabel II. Formula acuan lubricating jelly ... 33

Tabel III. Formula modifikasi untuk gel sebanyak 100 gram. ... 33

Tabel IV. Hasil pengukuran persen aktivitas ekstrak air Spirulina platensis ... 41

Tabel V. Viskositas dan Daya Sebar Optimasi CMC-Na ... 44

Tabel VI. Viskositas dan Daya Sebar Optimasi Gliserin ... 45

Tabel VII. Uji organoleptis 48 jam setelah pembuatan gel ... 49

Tabel VIII. Uji organoleptis 7 hari setelah pembuatan gel ... 49

Tabel IX. Uji organoleptis 14 hari setelah pembuatan gel ... 49

Tabel X. Uji organoleptis 21 hari setelah pembuatan gel ... 50

Tabel XI. Uji organoleptis 28 hari setelah pembuatan gel ... 50

Tabel XII. Evaluasi pH gel setelah penyimpanan ... 51

Tabel XIII. Hasil pengukuran daya sebar 48 jam ... 54

Tabel XIV. Uji normalitas data viskositas dan daya sebar 48 jam ... 57

Tabel XV. Uji normalitas data pergeseran viskositas selama 28 hari ... 58

Tabel XVI. Uji variansi data ... 58

Tabel XVII. Efek terhadap respon viskositas ... 59

Tabel XVIII. Efek terhadap respon daya sebar ... 60

Tabel XIX. Efek terhadap pergeseran viskositas ... 61

Tabel XX. Validasi contourplot superimposed ... 69


(18)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Morfologi Spirulina platensis ... 8

Gambar 2. Struktur kulit ... 14

Gambar 3. Cross-linking pada polimer ... 20

Gambar 4. Struktur sodium carboxymethyl cellulose ... 21

Gambar 5. Struktur gliserin ... 22

Gambar 6. Reaksi DPPH menjadi DPPH-H ... 27

Gambar 7. Ekstrak air Spirulina platensis ... 39

Gambar 8. Grafik viskositas gel dalam berbagai hari penyimpanan ... 53

Gambar 9. Hasil uji kesukaan terhadap 30 responden ... 56

Gambar 10. Grafik hubungan CMC-Na terhadap viskositas setelah 48 jam .... 63

Gambar 11. Grafik hubungan Gliserin terhadap viskositas setelah 48 jam ... 63

Gambar 12. Contourplot respon viskositas... 64

Gambar 13. Grafik hubungan CMC-Na terhadap daya sebar 48 jam ... 66

Gambar 14. Grafik hubungan gliserin terhadap daya sebar 48 jam ... 66

Gambar 15. Contourplot respon daya sebar ... 67

Gambar 16. Contourplot superimposed ... 68


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Keterangan Pembelian Serbuk Simplisia ... 79

Lampiran 2. Surat Keterangan Pengolahan Data Statistik ... 80

Lampiran 3. Orientasi... 81

Lampiran 4. Hasil Uji Sifat Fisik dan Stabilitas Sediaan ... 83

Lampiran 5. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan ... 85

Lampiran 6. Hasil Analisis Statistik... 86

Lampiran 7. Perhitungan Efek ... 88

Lampiran 8. Dokumentasi proses ekstraksi ekstrak air Spirulina platensis... 90

Lampiran 9. Dokumentasi sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis ... 92

Lampiran 10. Pengukuran sifat fisik gel ... 94

Lampiran 11. Dokumentasi uji persen aktivativitas ... 94


(20)

INTISARI

Masyarakat sering kali khawatir terhadap kondisi kulitnya yang terancam terkena penuaan dini yang salah satunya disebabkan oleh radikal bebas. Ekstrak air Spirulina platensis dikenal memiliki aktivitas antioksidan yang poten dan kemudian dalam penelitian ini diformulasikan dalam bentuk hidrogel. Peneliti melakukan optimasi terhadap komponen kritis sediaan, yaitu gelling agent dan humektan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penambahan gelling agent CMC-Na dan humektan gliserin terhadap sifat dan stabilitas fisik sediaan.

Jenis rancangan pada penelitian ini adalah desain faktorial. Ekstrak air Spirulina platensis diperoleh dengan jalan maserasi, kemudian dilakukan perhitungan kuantitatif persen aktivitas menggunakan metode spektrometri dengan radikal bebas DPPH. Peneliti kemudian mengevaluasi sifat fisik gel yang dihasilkan, meliputi uji organoleptis, pH, viskositas dan daya sebar; evaluasi stabilitas (pergeseran viskositas) selama 28 hari; serta hedonist test. Data dianalisis secara statistik menggunakan SPSS versi 22.0.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa CMC-Na memberikan efek yang signifikan terhadap peningkatan viskositas dan penurunan daya sebar. Gliserin meningkatkan respon daya sebar dan interaksi kedua faktor menurunkan respon daya sebar, keduanya berperan secara tidak signifikan. Formula a dan formula ab yang dihasilkan stabil selama 21 hari dilihat berdasarkan persen pergeseran viskositas <10%. Area komposisi optimum yang diperoleh valid dan menunjukkan sifat fisik yaitu viskositas dan daya sebar sesuai yang dikehendaki. Kata kunci: gel, Spirulina platensis, antioksidan, CMC-Na, gliserin.


(21)

ABSTRACT

Most people often worry about premature aging which can be a threat to their skin condition mostly caused by free radicals. Water extract of Spirulina platensis is known to have a potent antioxidant activity. To obtain a gel that has good physical characteristics and stability. The aim of this study is to determine the effect of adding CMC-Na as the gelling agent and glycerin as the humectant to the physical and stability of the gel.

This study uses factorial design. The percent activity water extract of Spirulina platensis then calculated using spectrometric method. Evaluation of the

gel’s physical properties including organoleptic test, pH, viscosity and

spreadability; evaluation of stability (the shift of viscosity) within 28 days; and hedonist test are then conducted. The data are statistically analyzed using SPSS version 22.0.

The results of this study show that CMC-Na give significant effects on the spreadability. Meanwhile, glycerin give not significant effect on increasing the spreadability respond and interaction of both factors decrease the spreadability respons. Gel formula a and ab are stable for 21 days seen from the shift of viscosity in percent which is <10%. Optimum composition area obtained is valid and shows physical properties which are the desired viscosity and spreadability.

Keywords: gel, Spirulina platensis, antioxidants, CMC-Na, glycerin.


(22)

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Setiap manusia hendaknya akan mengalami proses penuaan yang terjadi secara alamiah. Penuaan adalah suatu mekanisme menghilangnya kemampuan organ tubuh, termasuk jaringan kulit, secara berlahan dengan jalan penggantian, perbaikan dan pertahanan struktur dan fungsi normalnya (Yaar dan Gilchrest, 2007).

Kecepatan terjadinya proses penuaan pada setiap orang berbeda-beda dan tergantung dari berbagai faktor yang dapat mempengaruhi dan mempercepat terjadinya proses penuaan kulit. Faktor tersebut meliputi faktor intrinsik seperti faktor genetik, rasial, hormonal, sistem kekebalan tubuh yang menurun; dan faktor ekstrinsik yaitu gaya hidup yang tidak sehat dan faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban, dan polusi udara (Pangkahila, 2007).

Indonesia merupakan negara tropis dengan penyinaran matahari yang melimpah sehingga berisiko menyebabkan photo-aging dan kanker kulit (Misnadiarly, 2006). Proses photo-aging bersifat kumulatif, sehingga pemejanan sinar ultraviolet (UV) dalam jangka panjang dapat menyebabkan penuaan dini (Walker, Hawk, dan Young, 2003; Quan et al., 2009). Peningkatan penyinaran oleh matahari dewasa ini, yang disebabkan karena menipisnya lapisan stratosfer pada ozon berdampak pada peningkatan risiko kulit mengalami kerusakan yang


(23)

disebabkan oleh Reactive Oxygen Species (ROS) yang diinduksi oleh sinar UV (Drakaki, Dessinioti, dan Antoniou, 2014).

Selain itu menurut World Health Organization 2014, Indonesia menduduki urutan ke-56 dari 93 negara dalam kategori polusi udara lingkungan

dengan parameter particulate matters (PM), yaitu PM10 sebanyak 48 μg/m3 dan

PM2.5 sebanyak 21μg/m3 dengan patokan nilai normal 20 μg/m3

untuk PM10 dan

10 μg/m3

untuk PM2.5 (WHO, 2014). Komponen utama polutan udara adalah polycyclic aromatic hydrocarbons (PAHs), nitrogen oksida (NOx), PM, volatile organic compounds (VOCs), dan asap rokok (Drakaki et al., 2014). Polusi udara ini sangat berperan dalam menyebabkan penuaan dini.

Dewasa ini sedang banyak dilakukan penelitian tentang manfaat dari sianobakteria (alga hijau biru) yang dikenal dengan Spirulina platensis. Kandungan terbesarnya merupakan suatu protein, yaitu sebesar 60-70% dari massa total. Dari seluruh protein yang ada, fikobiliprotein berperan dengan sangat efisien dalam transfer energi ikatan dalam proses fotosintesis. Fikobiliprotein diklasifikasikan dalam beberapa kelompok yaitu fikosianin (berwarna biru), fikoeritrin (berwarna merah), dan alofikosianin (berwarna hijau) (Kamble, Gaikar, Padalia, dan Shinde, 2013). Salah satu kelompok fikobiliprotein tersebut, yaitu fikosianin, memiliki pengaruh antioksidan terbesar yang poten dari Spirulina platensis. Manfaat lainnya yaitu dapat berfungsi sebagai radical scavenger dan memiliki aktivitas penghambatan reaksi peroksidasi lipid yang lebih besar dari

antioksidan lain seperti α-tokoferol dan butyl hydroxyanisole (BHA) (Tarko,


(24)

Semua kelompok fikobiliprotein larut di air dan bersifat hidrofilik, stabil pada rentang pH fisiologis, dan mempunyai kapasitas untuk emisi fluoresens (Tarko et al., 2012; Kamble et al., 2013). Saat ini sudah banyak ditemukan pemanfaatan Spirulina platensis dibidang kesehatan pangan (Arlyza, 2005), oleh karena itu penulis berminat untuk mengembangkan ranah pemanfaatan Spirulina platensis dibidang kesehatan dan kosmetik, yaitu untuk megatasi permasalahan penuaan dini yang sedang marak terjadi karena kondisi lingkungan yang semakin ekstrem. Maka dari itu peneliti akan memformulasikan sediaan gel dengan jenis hidrogel dengan ekstrak Spirulina platensis yang memiliki aktivitas antioksidan yang poten. Syarat zat aktif yang akan dibuat sediaan gel hendaknya sesuai dengan basis yang digunakan, yaitu dapat bersifat hidrofilik atau hidrofobik, selain itu sediaan gel umumnya memiliki kadar air yang tinggi (Dirjen POM RI, 2015).

Sediaan gel yang baik adalah sediaan yang tersusun dari komponen formula yang optimal sehingga mampu memenuhi syarat sediaan gel dalam aplikasi dermatologi, antara lain memiliki daya sebar yang baik, mudah dibersihkan, kompatibel dengan komponen bahan lain, larut air, dan memiliki sifat emolien (Mohamed, 2004; Meenakshi 2013). Oleh karena itu perlu dilakukan optimasi terhadap komponen kritis utama penyusun sediaan gel yaitu gelling agent dan humektan. Sediaan gel dipilih karena memiliki beberapa kelebihan antara lain memberikan sensasi yang tidak lengket dikulit, gel akan segera mencair jika terjadi kontak dengan kulit, membentuk lapisan film yang bening,


(25)

mudah dicuci, mudah mengering, dan absorbsinya pada kulit lebih baik dari pada sediaan krim (Yanhendri, 2012; Garg, Aggarwal, Garg, dan Singla, 2002).

Dalam penelitian ini peneliti ingin melakukan optimasi sodium carboxymethylcellulose (CMC-Na) sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dengan aplikasi desain faktorial. Peneliti memilih gelling agent dan humektan sebagai faktor yang dioptimasi dikarenakan gelling agent merupakan komponen utama di dalam gel dengan membentuk struktur koloidal yang dapat meningkatkan stabilitas dari zat aktif (Gladukh, Grubnik, Kukhtenko, dan Stepanenko, 2015). Sedangkan humektan sendiri memainkan perananan penting karena dapat menjaga kandungan lembab dalam sediaan agar tidak menguap, selain itu juga bekerja dengan cara menangkap lembab dari udara sehingga dapat menjaga konsistensi gel.

CMC-Na dipilih sebagai gelling agent karena telah secara luas digunakan diberbagai industri farmasi, makanan, kimia, minyak dan tekstil, selain itu juga stabil pada rentang pH yang luas, yaitu pH 2-10; memiliki karakter mudah didispersikan dalam air panas maupun air dingin dan berwarna transparan setelah didispersikan (Musfiroh dan Budiman, 2013). Gliserin dipilih sebagai humektan karena memiliki karakter yang larut di air menghasilkan campuran yang stabil, merupakan cairan higroskopis sehingga dapat menjaga lembab dalam sediaan, tidak mudah teroksidasi jika disimpan pada suhu ruang, dan memiliki ciri fisik transparan (Rowe et al., 2009). Untuk mengetahui adanya aktivitas antioksidan pada ekstrak air Spirulina platensis maka dilakukan uji kuanitatif yaitu


(26)

perhitungan persen aktivitas menggunakan metode spektrometri dengan menggunakan radikal bebas 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil (DPPH).

1. Perumusan masalah

a. Apakah ada pengaruh antara penambahan CMC-Na dan gliserin maupun

interaksi keduanya terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis?

b. Faktor apakah yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik dan

stabilitas gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis? 2. Keaslian penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian tentang optimasi CMC-Na sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial belum pernah dilakukan. Penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini antara lain:

a. Penelitian Titaley, Fatimawali, dan Lolo (2014) yang berjudul: Formulasi

dan Uji Efektifitas Sediaan Gel Ekstrak Etanol Daun Mangrove Api – Api

(Avicennia martina) sebagai Antiseptik Tangan

b. Penelitian Putra (2015) yang berjudul: Optimasi Gelling Agent CMC-Na

dan Humektan Gliserin dalam Sediaan Gel Anti-Inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)): Aplikasi Desain Faktorial

c. Penelitian Kristiana (2013) yang berjudul: Daya Repelan Kombinasi


(27)

(Andropogon nardus L) dalam Sediaan Gel Dengan Formula CMC dan Gliserin terhadap Gigitan Nyamuk Aedes aegypti

d. Penelitian Shalaby dan Shanab (2013) yang berjudul: Antiradical and

Antioxidant Activities of Different Spirulina platensis Extracts Against DPPH and ABTS Radical Assays

e. Penelitian Ambarani (2015) yang berjudul: Optimasi Gelling Agent dan

Humektan Propilen Glikol Dalam Sediaan Gel Anti-Inflamasi Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan Aplikasi Desain Faktorial

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Menambah pengetahuan tentang bentuk sediaan gel

topikal yang berasal dari bahan alam.

b. Manfaat metodologis. Menambah pengetahuan di bidang kefarmasian

mengenai penggunaan metode desain faktorial dalam formulasi gel anti- aging ekstrak Spirulina platensis.

c. Manfaat praktis. Gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis ini diharapkan

mampu menjadi alternatif kosmetik dari bahan alam yang potensial serta aman bagi masyarakat luas.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Menghasilkan sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis yang memiliki sifat fisik dan stabilitas yang baik.


(28)

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui pengaruh penambahan CMC-Na dan gliserin maupun

interaksi keduanya terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis.

b. Mengetahui faktor yang lebih dominan dalam menentukan sifat fisik dan


(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Spirulina platensis 1. Spirulina platensis

Spirulina platensis adalah alga hijau-biru yang biasanya hidup di perairan air tawar atau laut yang dapat melakukan fotosintesis untuk menghasilkan oksigen (Arlyza, 2005). Merupakan suatu mikroalga yang digunakan sebagai sumber bahan makanan yang sangat potensial untuk manusia dan hewan, karena memiliki kandungan protein 20 kali lebih tinggi dibandingkan kedelai dan 200 kali lebih baik dibandingkan dengan daging sapi (Li, Guo, dan Li, 2003). Spirulina platensis merupakan suatu mikroalga yang tidak bercabang,

memiliki bentuk filamen heliks dengan panjang 200 – 300 µm dan diameter

filamen 5 – 10 µm (Chronakis, Ioannis, Galatanu, Nylander, Tommy, dan

Nicoleta, 2000). Gambar 1 menunjukan morfologi dari Spirulina platensis:


(30)

2. Klasifikasi ilmiah

Klasifikasi ilmiah Spirulina platensis menurut Komarek (2006):

Kingdom : Protista

Divisi : Cyanophyta

Kelas : Chyanophyceae

Ordo : Nostocales

Famili : Oscilatoriaceae

Genus : Spirulina

Spesies : Spirulina platensis

3. Kandungan kimia

a. Protein. Persentase kandungan tertinggi dalam Spirulina platensis adalah

protein yaitu mencapai 60-79% dari bobot kering keseluruhan dan memiliki kandungan asam amino yang sesuai dengan rekomendasi Food and Agriculture Organization (FAO) (Choi, Gun-Kim, Yoon, dan Oh, 2003). Protein tersebut adalah protein yang berkualitas tinggi dan mengandung 9 asam amino esensial seperti histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, triptofan, treonin dan valin (Tarko et al., 2012).

b. Asam lemak esensial. Spirulina platensis kaya akan sumber

polyunsaturated fatty acid (PUFAs), γ-asam linolenat, γ-asam linolenat (ALA), asam linoleat (LA), stearidonic acid (SDA), eicosapentaenoic acid (EPA), docosahexaenoic acid (DHA), dan arachidonic acid (AA) (FAO, 2008).

c. Vitamin. Mengandung vitamin B1 (tiamin), B2 (riboflavin), B3

(nikotinamid), B6 (piridoksin), B9 (asam folat), B12 (sianobalamin), vitamin C, vitamin D dan vitamin E (FAO, 2008).


(31)

d. Mineral. Spirulina platensis kaya akan kandungan potasium, selain itu juga mengandung kalsium, kromium, tembaga, besi, magnesium,

mangan, fosfor, selenium, sodium dan zink (FAO, 2008).

e. Pigmen fotosintetik. Kandungan terpenting dari sianobakteria adalah

pigmen seperti fikosianin, klorofil, karotenoid dan beta karoten yang memiliki aktivitas antioksidan yang sangat poten (Tarko, et al., 2012). Diantara protein yang ada di dalam Spirulina platensis, fikobiliprotein adalah pigmen fotosintetik yang berperan dalam proses fotosintesis. Fikobiliprotein memiliki sifat hidrofilik, memiliki beberapa warna yang tergantung pada karakteristik absorbansinya, dan merupakan pigmen fluoresens protein yang stabil. Dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok utama antara lain fikosianin (berwarna biru), fikoeritrin (berwarna merah), dan alofikosianin (berwarna hijau) (Kamble et al., 2013). Diantara kelompok-kelompok pigmen protein yang termasuk kedalam fikobiliprotein tersebut, fikosianin adalah pigmen yang memegang peranan terpenting dalam memberikan efek antioksidan yang potensial (Tarko et al., 2012). Penelitian menunjukkan bahwa Fikosianin, terutama C-fikosianin dapat berfungsi sebagai hepatoprotektif, anti- inflamasi, antioksidan, dan scavenger untuk radikal bebas (Kamble et al., 2013).

B. Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan pengambilan suatu senyawa kimia yang dapat larut dari suatu simplisia dalam komposisi pelarut cair tertentu sehingga dapat


(32)

dipisahkan dari kandungan atau pengotor yang tidak dapat larut dalam pelarut tersebut (Dirjen POM RI, 2005).

Ekstrak merupakan suatu sediaan kental yang didapatkan dengan jalan melakukan ekstraksi senyawa aktif dari suatu simplisia baik nabati maupun hewani dengan menggunakan pelarut yang dapat melarutkan senyawa target, kemudian diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Tujuan pembuatan ekstrak tumbuhan obat adalah tidak lain untuk dapat menstandarisasi kandungannya sehingga keseragaman mutu, khasiat dan keamanan produk akhirnya dapat dijamin. Keuntungan penggunaan ekstrak dibandingkan dengan simplisia adalah penggunaannya dapat lebih sederhana, jika dilihat dari segi jumlah penggunaanya yang lebih sedikit dari bobot tumbuhan atau simplisia asalnya. Kesamaan aktivitas dalam bentuk ekstrak dan simplisia asalnya sebenarnya tidak berbeda jauh tetapi tidak sama persis dikarenkan pelarut yang digunakan tidak dapat mengekstrak kandungan berkhasiatnya dengan sempurna (Dirjen POM, 2005).

Metode ekstraksi senyawa organik bahan alam yang biasanya diterapkan adalah sebagai berikut:

1. Maserasi

Merupakan proses perendaman simplisia pada temperatur ruang menggunakan suatu pelarut yang sesuai dengan kelarutan senyawa target. Proses perendaman dengan pelarut tersebut menimbulkan terjadinya perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel sehingga akan memecah dinding sel dan juga membran sel. Dengan terjadinya hal tersebut maka diharapkan metabolit


(33)

sekunder yang berada di dalam sitoplasma akan larut dalam pelarut organik sehingga diharapkan senyawa target akan terlarut seutuhnya karena lama perendaman dapat diatur. Keuntungan menggunakan metode ekstraksi maserasi antara lain mudah, tidak menggunakan suhu tinggi sehingga stabilitas bahan dapat tetap terjaga dan alat dan proses yang dibutihkan cukup sederhana.

2. Perkolasi

Suatu proses melewatkan pelarut organik pada simplisia sehingga pelarut tersebut diharapkan dapat membawa senyawa target. Metode ekstraksi ini hanya akan efektif jika senyawa target sangat mudah larut dalam pelarut organik yang digunakan.

3. Sokletasi

Merupakan suatu proses mengalirkan pelarut dalam sistem sirkulasi yang akan selalu membasahi sampel dengan bantuan pemanasan. Keuntungan dari metode ini adalah dapat menghemat pelarut, tetapi metode ini hanya dapat diterapkan pada senyawa yang stabil terhadap pemanasan.

4. Destilasi Uap

Merupakan metode ekstraksi yang umum untuk proses ekstraksi senyawa volatil seperti minyak atsiri. Sangat sesuai digunakan untuk senyawa target yang stabil pada temperatur tinggi, lebih tinggi dari titik didih pelarut yang digunakan (Darwis, 2000).

Komponen utama dalam ekstrak Spirulina platensis dengan berbagai pelarut adalah sebagai berikut:


(34)

1. Ekstrak metanol mengandung senyawa-senyawa golongan fenolik dengan jumlah tanin yang terbatas.

2. Ekstrak 50% metanol dalam air mengandung senyawa tanin dalam jumlah yang

besar.

3. Ekstrak air mengandung senyawa-senyawa golongan fikobiliprotein dalam

jumlah yang besar (Shalaby dan Shanab, 2013).

4. Ekstrak aseton dan metanol mengandung hexadecane, heptadecane, eicosane,

octadecane, phytol dan pentadecane yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus serta Salmonella typhimurium (Ramasamy dan Gopalakrishnan, 2014).

5. Ekstrak etanol mengandung klorofil a dan klorofil b, yang memiliki aktivitas

terapeutik antara lain anti-hipersensitif, anti-kanker, anti-mutasi, dan imunomodulasi. Kandungan klorofil a dan klorofil b dalam Spirulina platensis

adalah 1 – 2% dari total bobot kering (Tong, Gao, Xiao, dan Pan, 2010).

C. Kulit

Kulit merupakan lapisan pelindung paling luar dari tubuh yang berfungsi untuk melindungi dari efek buruk baik secara imunogenik maupun secara fisik. Kecantikan kulit sangat penting bagi wanita, dan hal ini dipengaruhi oleh keadaan keratinasi yang terjadi pada permukaan sel, keadaan jaringan lemak dan aktivitas dari kelenjar sekresi. Kelembaban kulit sangat penting untuk mencegah terjadinya kulit kering, kasar, pecah-pecah dan mudah teriritasi sehingga membuat penampilan menjadi tidak menarik (Rawling, 2002).


(35)

Lapisan utama kulit, dari luar ke dalam terdiri dari lapisan subkutan (hipodermis), dermis, dan epidermis. Folikel rambut dan kelenjar keringat terhubung secara langsung ke permukaan kulit yang memungkinkan untuk rute permeasi obat. Epidermis terdiri dari 5 lapisan yaitu dari luar ke dalam berturut- turut adalah stratum germinativum, stratum spinosum, stratum granulosum, stratum lusidum dan stratum korneum. Sratum korneum sendiri biasanya merupakan sel kulit mati, terdiri dari 15-20 lapisan korneosit dan ketika kering

ketebalannya adalah sekitar 10-15 μm, ketika mengalami hidrasi ketebalannya

menjadi 40 μm (Maghraby, Barry, dan Williams, 2008).

Gambar 2. Struktur kulit (Sibilla, Godfrey, Brewer, Raja, dan Genovese, 2015).

D. Penuaan Kulit

Setiap orang akan mengalami penuaan dengan laju yang tidak seragam tergantung pada berbagai faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan jika proses penuaan terjadi lebih cepat dari pada yang seharusnya terjadi pada usianya akan disebut sebagai penuaan dini (premature aging) (Soepardiman, 2003). Faktor tersebut meliputi faktor intrinsik seperti faktor genetik, rasial, hormonal, sistem


(36)

kekebalan tubuh yang menurun; dan faktor ekstrinsik yaitu gaya hidup yang tidak sehat dan faktor lingkungan seperti sinar matahari, kelembaban, dan polusi udara (Pangkahila, 2007).

Ada bebebrapa teori yang dapat menyebabkan penuaan dini, salah satunya adalah teori radikal bebas. Radikal bebas sendiri merupakan suatu senyawa yang memiliki elektron tidak berpasangan dan bersifat tidak stabil dan reaktif dan akan terus menghantam sel-sel tubuh normal dalam rangka untuk mendapatkan pasangan elektron, mengakibatkan kerusakan sel yang dapat berdampak menjadi penuaan dini. Berbagai daya dan upaya telah dilakukan para peneliti untuk dapat menanggulangi radikal bebas ini, salah satunya dengan menggunakan senyawa yang dapat menetralisir radikal bebas yang disebut dengan antioksidan (Soepardiman, 2003).

Penuaan dini yang disebabkan oleh sinar matahari disebut photoaging. Proses photoaging bersifat kumulatif, sehingga pemejanan sinar UV dalam jangka panjang dapat menyebabkan penuaan dini (Walker et al., 2003; Quan et al, 2009). Peningkatan penyinaran oleh matahari dewasa ini, yang disebabkan karena menipisnya lapisan stratosfer pada ozon berdampak pada peningkatan risiko kulit mengalami kerusakan photooxydative oleh Reactive Oxygen Species (ROS) yang diinduksi oleh sinar UV (Drakaki et al., 2014).

Sinar UV yang berperan dalam menyebabkan photoaging adalah UVA, dengan persentase 95% dari radiasi sinarnya mencapai permukaan bumi. Radiasi UVA ini dapat terpenetrasi secara mendalam ke lapisan basal dari epidermis dan fibroblast (Drakaki et al., 2014). Selain itu faktor utama yang menyebabkan


(37)

penuaan dini adalah polusi udara. Komponen utama polutan udara adalah PAHs, NOx, PM, VOCs, dan asap rokok (Drakaki et al., 2014).

PAHs akan terikat pada permukaan PM dan terserap pada permukaan PM yang tersuspensi di udara. PAHs akan dikonversi menjadi quinin, bahan kimia yang dapat melangsungkan siklus redoks dan menghasilkan ROS. Jika kompleks PM-PAHs terabsorbsi ke transepidermal kulit dalam jangka panjang dapat menyebabkan penuaan kulit (Drakaki et al., 2014).

Radikal bebas adalah senyawa kimia dengan elektron yang tidak berpasangan pada orbit terluarnya. ROS terdiri dari oksigen radikal dan oksigan

yang tidak radikal, yang terdiri dari molekul seperti hidrogen peroksida (H2O2),

superoxide (O2-), oksigen singlet (½O2) dan hidroksida radikal (OH) (Poljsak,

Suput, dan Milisav, 2013). ROS ini dapat mengalami penghilangan radikal bebas, pengikatan ROS atau perkursornya menghambat pembentukan ROS oleh antioksidan (Uttara, Singh, Zamboni, dan Mahajan, 2009).

E. Antioksidan

Antioksidan merupakan suatu senyawa yang dapat berfungsi untuk menghentikan reaksi berantai dari radikal bebas di dalam tubuh dengan memberikan pasangan elektronnya pada senyawa radikal (Rohman dan Riyanto, 2005), sehingga diharapkan dapat menghambat proses penuaan dini dan mencegah terjadinya kerusakan tubuh dari timbulnya penyakit degeneratif (Kosasih, Tony, dan Hendro, 2006).

Antioksidan dapat bersumber dari sumber sintetik atau alami. Dewasa ini, antioksidan alami lebih banyak digunakan dari pada antioksidan sintetik


(38)

karena terbukti lebih aman. Penelitian juga menunjukkan bahwa antioksidan alami yang berasal dari Spirulina platensis memiliki penghambatan terhadap peroksidasi lemak lebih besar (65%) dari pada antioksidan sintetik seperti BHA (45%) dan tokoferol (35%) (Karkos, Leong, Karkos, Sivaji, dan Assimakopoulos, 2008).

F. Gel

Gel adalah sediaan semisolid yang memiliki penampilan yang jernih dan digunakan secara topikal, terdiri atas suatu suspensi partikel organik dan anorganik yang berikatan dan terpenetrasi oleh cairan yang dapat mengandung satu atau lebih zat aktif pada substansi hidrokoloidal yang cocok dan dikenal sebagai gelling agent (Allen, 2002; Ansel, 2005; Premjeet et al., 2012). Gel lebih potensial untuk dijadikan sebagai pembawa obat topikal dibandingkan dengan sediaan salep karena gel memiliki karakteristik yang tidak lengket, memerlukan energi yang rendah saat formulasi, stabil dan memiliki nilai estetika (Rao, Prasanthi, Manikiran, dan Rao, 2011).

Gel diklasifikasikan menjadi 3 berdasarkan pelarutnya, antara lain: 1. Hidrogel

Gel hidrofilik yang disebut hidrogel merupakan suatu polimer cross- linked yang menyerap air dalam jumlah besar tanpa melarut. Sifatnya yang lembut dan kapasitasnya untuk menampung air merupakan sifat unik dari hidrogel. Kemampuan hidrogel untuk menyerap air berasal dari gugus fungsional hidrofilik yang menempel pada rangka utama polimer, sedangkan ketahanannya untuk tidak larut berasal dari cross-link dari rantai yang saling berhubungan. Air di dalam hidrogel memungkinkan difusi dari beberapa zat


(39)

terlarut, sedangkan polimer berfungsi untuk mengunci air tetap pada tempatnya. Gel ini adalah molekul polimer tunggal yang terhubung satu sama lain sehingga membentuk molekul besar dalam skala makroskopik. Keuntungannya adalah hidrogel akan menghasilkan gel dengan sifat fisik yang elastis dan kuat (Ganesh, Manohar, dan Bhanudas, 2013).

2. Organogel

Gel organik memiliki sifat non-kristalin, tidak lengket, termoplastik yang terdiri dari fase cair organik yang terjebak dalam jaringan struktural tiga dimensi. Fase cairnya dapat berupa pelarut organik, minyak mineral, atau minyak sayur. Kelarutan dan dimensi partikel menjadi sifat penting yang menentukan elastisitas dan kekokohan dari organogel. (Singh, Nagori, Shaw, Tiwari, dan Jhanwar, 2013).

3. Xerogel

Xerogel adalah gel padat dengan konsentrasi pelarut yang rendah, dibentuk dari penguapan pelarut yang menyisakan kerangka gel. Memiliki

porositas yang tinggi (15-50%) dan luas pemukaan yang tinggi (150-900 m2/g),

dan ukuran pori yang kecil (1-10 nm). Ketika proses penghilangan pelarut terjadi di bawah kondisi superkritis, jaringannya tidak ikut menyusut dan terbentuklah bahan dengan porositas yang tinggi dan densitas rendah yang disebut xerogel. Perlakuan panas tinggi yang diaplikasikan pada xerogel menghasilkan gel yang kental dan secara efektif dapat mengubah gel yang berpori menjadi suatu gelas padat (Singh et al., 2013).


(40)

Terminologi terkait dengan gel antara lain adalah imbibisi, swelling, sineresis dan tiksotropi. Imbibisi adalah peristiwa penyerapan sejumlah cairain tanpa peningkatan volume yang memungkinkan untuk diukur. Swelling adalah peristiwa penyerapan sejumlah cairan oleh gel dengan peningkatan volume yang dapat diukur, dan hanya cairan yang mensolvasi gel yang dapat mengakibatkan peristiwa swelling ini. Biasanya disebabkan karena peningkatan pH dan adanya elektrolit. Sineresis terjadi ketika terjadi interaksi yang kuat antara partikel dari fase terdispersi, medium pendispersi menjadi tertekan sehingga keluar dalam bentuk droplet sehingga gel menjadi mengerut. Tiksotropi adalah peristiwa pembentukan gel-sol yang dapat kembali seperti semula tanpa terjadinya perubahan volume dan temperatur (Allen, 2009).

G. Gelling Agent

Gelling agent adalah substansi hidrokoloid yang memberikan konsistensi pada gel. Gelling agent memerlukan agen penetralisir atau peningkat pH untuk menciptakan struktur gel setelah gelling agent terbasahi pada medium pendispersi, biasanya memerlukan waktu selama 24-48 jam untuk memperoleh viskositas maksimum dan kejernihan sediaan. Gelling agent seperti metil selulosa memiliki kelarutan yang lebih baik pada air dingin, sedangkan gelatin dan CMC-Na lebih larut pada air panas (Pramjeet et al., 2012). Ketika didispersikan pada solven yang cocok, gelling agent berfusi membentuk struktur hubungan koloid tiga dimensi, yang bertanggung jawab pada ketahanan gel terhadap perubahan bentuk gel (Rao et al., 2011). Idealnya gelling agent yang digunakan untuk bidang farmasi dan


(41)

kosmetik harus inert, aman dan tidak reaktif dengan komponen formula lainnya (Bhasha, Khalid, Duraivel, Bhowmik, dan Kumar, 2013).

Pendispersian gelling agent kedalam pelarut yaitu air akan menyebabkan proses stabilisasi yang menyebabkan perpanjangan multidimensional dari rantai polimer menghasilkan suatu struktur jaringan yang disebut cross linking. Cross- link adalah suatu ikatan yang menghubungkan satu polimer dengan polimer yang lain, yaitu dengan ikatan hydrogen atau interaksi hidrofobik. Cross linking, seperti yang terlihat pada gambar 2, menyebabkan peningkatan bobot molekul dari polimer. Suatu polimer cair dapat diubah menjadi gel dengan menyatukan satu polimer dengan polimer lain melalui ikatan cross link (Maitra dan Shukla, 2014).

Gambar 3. Cross-linking pada polimer (Maitra dan Shukla, 2014).

Gambar 2 dari kiri ke kanan menjelaskan terbentuknya ikatan cross linking antara polimer-polimer yang masih terpisah satu sama lain melalui suatu ikatan hidrogen, ditandai dengan perubahan viskositas dari encer menjadi kental.

H. Sodium Carboxymethyl Cellulose (Na – CMC)

CMC – Na merupakan polimer semi sintetik yang secara luas digunakan dalam formulasi sediaan topikal dan juga oral, utamanya untuk meningkatkan viskositas dari sediaan tersebut. Biasanya CMC – Na digunakan sebagai basis gel


(42)

humektan untuk mencegah hilangnya kandungan lembab. Penapakan fisik dari

CMC – Na sendiri yaitu serbuk granular berwarna putih atau hampir putih, tidak

berbau, tidak berasa dan bersifat higroskopik setelah melalui proses pengeringan

dengan kandungan air kurang dari 10%. Pada suhu 37oC dan kelembaban relatif

80% dapat menyerap lembab secara signifikan. CMC – Na ini memiliki sifat

tidak larut pada aseton, etanol 95%, eter, toluen, dapat dengan mudah terdispersi

dalam air pada berbagai temperatur. Semakin tinggi konsentrasi CMC – Na yang

digunakan, maka viskositas yang dihasilkan juga akan semakin tinggi. Pemanasan pada suhu tinggi dapat menyebabkan depolimerisasi dan secara permanen dapat

mengurangi viskositas dari gel yang dihasilkan. Larutan encer dari CMC – Na

stabil pada pH 2 – 10, tetapi akan memberikan viskositas yang maksimum dan

stabilitas yang baik apabila berada pada pH 7 – 9. Sedangkan berada pada pH di

bawah 2 dapat menyebabkan terjadinya presipitasi dan pH 10 viskositasnya dapat menurun dengan drastis (Rowe et al., 2009).


(43)

I. Humektan

Humektan adalah substansi yang mengabsorbsi atau membantu substansi lain menjaga kelembabannya, misalnya gliserin. Humektan adalah substansi yang higroskopik. Kebanyakan adalah molekul dengan beberapa gugus hidroksi, juga beberapa memiliki gugus amin, karboksil, dan juga ester; yang memiliki afinitas untuk mengadakan ikatan hidrogen dengan molekul air (Pramjeet et al., 2012).

Prinsipnya ketika agen pelembab dioleskan pada kulit, humektan akan membentuk suatu lapisan film tipis (Mukul, Surabhi, dan Atul, 2011). Sistem pada humektan memungkinkan lembab dapat tertahan dengan cara menarik air dan mengikatnya (Greive, 2015).

J. Gliserin

Gambar 5. Struktur gliserin (Rowe et al., 2009).

Gliserin ini memiliki rumus empirik C3H8O3 dengan bobot molekul

92,09. Gliserin ini dapat berfungsi sebagai pengawet, kosolven, emolien, humektan, plasticizer, pelarut, dan pemanis. Tetapi dalam sediaan topikal, utamanya gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien. Dalam

penggunaannya sebagai humektan, gliserin digunakan dalam konsentrasi ≤30%.

Organoleptis dari gliserin yaitu bening, tidak berwarna, kental, cairan yang higroskopis, rasanya manis dengan tingkat kemanisan 6 kali dari sukrosa. Gliserin


(44)

dapat membentuk suatu kristal jika disimpan pada temperatur rendah tetapi dapat

ditanggulangi dengan pemanasan kristal pada suhu 20oC. Perubahan warna

menjadi hitam pada gliserin dapat terjadi jika gliserin terpapar oleh cahaya atau mengalami kontak dengan zink oksida (Rowe et al., 2009).

Gliserin tidak menyebabkan iritasi pada kulit (kecuali pada individu yang sensitif), non-karsinogenik, tidak reaktif, memiliki pH yang netral, dan larut dalam air (Dirjen POM RI, 2011).

K. Desain Faktorial

Desain faktorial digunakan dalam penelitian, dimana efek dari faktor yang berbeda pada hasil penelitian akan diuraikan. Desain faktorial adalah desain pilihan untuk determinasi efek dari beberapa faktor beserta interaksinya. Beberapa definisi dalam desain faktorial:

1. Faktor

Faktor merupakan variabel yang ditetapkan, seperti konsentrasi, temperatur, perlakuan terhadap obat, dll. Faktor yang dipilih bergantung pada tujuan penelitian dan ditetapkan oleh peneliti. Dapat berupa faktor kuantitatif atau kualitatif, jika kuantitatif maka akan disajikan dalam bentuk nilai.

2. Level

Level adalah nilai yang ditetapkan dari suatu faktor. Contohnya adalah 0,1 molar dan 0,3 molar untuk faktor konsentrasi; obat dan placebo untuk faktor perlakuan obat. Simbol untuk berbagai konsentrasi faktor antara lain: (1), a, b, dan ab. Ketika kedua faktor berada pada level rendah maka akan disimbolkan sebagai (1), ketika faktor A berada pada level tinggi dan faktor B


(45)

berada pada level rendah maka disimbolkan sebagai a, ketika faktor A berada pada level rendah dan faktor B berada pada level tinggi maka disimbolkan sebagai b, dan ketika kedua level berada pada level tinggi maka akan disimbolkan sebagai ab.

3. Efek

Efek dari faktor merupakan perubahan respon yang disebabkan karena membuat level dan faktor menjadi bervariasi (Bolton dan Bon, 2004). Keunggulan dari desain faktorial:

a. Pada saat tidak adanya interaksi, desain faktorial memiliki efisiensi yang

maksimal dalam memperkirakan efek utama.

b. Pada saat ada interaksi, desain faktorial penting untuk menyatakan dan

mengidentifikasi interaksi yang terjadi.

c. Karena efek dari faktor diukur pada berbagai level dari faktor-faktor,

kesimpulan dapat diterapkan pada kondisi yang lebih umum (Bolton dan Bon, 2004).

Tabel I. Desain faktorial 2 faktor dan 2 level (Bolton dan Bon, 2004).

Eksperiment A level B level

(1) - -

a + -

b - +


(46)

L. Uji Sifat Fisik Sediaan 1. Organoleptis

Uji organoleptis adalah uji yang dilakukan untuk mengamati terjadinya instabilitas dengan cara mengamati dengan alat indera tanda-tanda yang muncul pada penampilan fisik gel dengan parameter warna, bau, tekstur dan homogenitas sediaan (Lawrence dan Ress, 2000). Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat tahapan pembuatan sediaan gel, bahan aktif dan juga eksipien lainnya sudah tercampur dengan merata. Pengujian homogenitas dilakukan dengan melakukan pengolesan sediaan gel pada lempengan kaca lalu dilakukan pengamatan apakah komponennya sudah tercampur dengan baik (Dirjen POM RI, 1995).

2. Pengukuran pH

Pengukuran pH dilakukan untuk mengetahui besar pH yang dihasilkan pada saat awal dan akhir pengujian. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah sediaan dapat mempertahankan pH sediaan tetap dalam rentang pH

yang ditentukan, yaitu 4,5 – 6,5. pH tersebut merupakan pH kulit manusia,

sehingga sediaan dibuat memiliki pH yang sama dengan pH kulit manusia, sehingga tidak menimbulkan iritasi dan menjadikan kulit kering (Muthalib, Fatimawali, dan Edy, 2013).

3. Viskositas

Uji viskositas adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui tahanan dari sediaan untuk dapat mengalir. Tahanannya dikatakan semakin besar apabila


(47)

viskositasnya semakin tinggi. Daya sebar akan dipengaruhi oleh viskositas (Garg et al., 2002; Pramjeet et al., 2012).

4. Daya sebar

Uji daya sebar bertujuan untuk melihat kemudahan menyebar gel jika diaplikasikan pada permukaan kulit. Gel yang baik memiliki nilai daya sebar yang tinggi dan tidak membutuhkan waktu yang lama untuk bisa menyebar (Ainaro, Gadri, dan Priani, 2015). Kekakuan formula, temperatur pada tempat aksi dan lama penekanan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi daya sebar (Garg et al., 2002).

M. Senyawa Radikal

Pada masa modern ini ada berbagai macam faktor yang dapat menyebabkan penuaan dini seperti faktor gaya hidup, lingkungan, genetis, rendahnya sistem kekebalan dan radikal bebas. Dari berbagai macam faktor penyebab penuaan dini, teori yang paling sering digunakan adalah teori radikal bebas. Radikal bebas sendiri dapat berasal dari berbagai macam sumber, antara lain sinar UV, polutan, asap rokok maupun diproduksi secara kontinyu sebagai konsekuensi dari metabolisme normal (Kosasih et al., 2006).

DPPH atau 2,2-difenil-1-pikrilhidrazil adalah suatu senyawa radikal bebas yang stabil dan terkenal sebagai abstraktor hidrogen yang baik sehingga menghasilkan DPPH-H sebagai produknya. DPPH berwarna ungu dan dapat direduksi menjadi 2,2-difenil-1-pikrilhidrazin (DPPH-H) melalui suatu reaksi redoks yang berwarna kuning oranye. DPPH digunakan sebagai scavenger untuk banyak senyawa radikal lain, karena kemudahannya menjalankan proses reaksi


(48)

tersebut, DPPH yang berwarna ungu teredam menjadi senyawa tereduksinya yaitu DPPH-H, dengan penurunan panjang gelombang yang sangat signifikan yaitu dari 530 nm menjadi 330 nm (Ionita, 2005).

Gambar 6. Reaksi DPPH menjadi DPPH-H (Patel dan Patel, 2011).

N. Landasan Teori

Penuaan dini dapat disebabkan oleh sinar UV dan polusi udara yang dapat menginduksi terbentuknya ROS yang terdiri dari senyawa radikal dan senyawa non-radikal. Senyawa non-radikal tersebut pada akhirnya akan menginisiasi terbentuknya senyawa radikal bebas yang sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dan akan menghantam sel-sel normal dari tubuh manusia dan menimbulkan kerusakan jaringan. Oleh karena itu, untuk meredam atau memotong reaksi berantai dari radikal bebas ini kemudian diberikan suatu antioksidan yang dapat menyumbangkan elektronnya secara cuma-cuma kepada radikal bebas sehingga akan menjadi stabil.

Oleh karena beberapa tahun terakhir ini telah dilakukan penelitian pada golongan alga hijau-biru dengan spesies Spirulina platensis dan menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat poten pada ekstrak airnya, maka dari itu penulis hendak memformulasikannya kedalam sediaan gel yang berfungsi sebagai anti-


(49)

aging dari ekstrak air Spirulina platensis tersebut. Agar diperoleh formulasi yang optimal sehingga dapat menghasilkan stabilitas dan sifat fisik yang baik dan dapat memberikan efek antioksidan yang maksimal, maka pada penelitian ini akan dilakukan optimasi formula dengan variasi 2 faktor yang berperan penting yaitu CMC-Na sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan.

O. Hipotesis

1. Penambahan CMC-Na dan gliserin maupun interaksi keduanya memberikan

pengaruh terhadap respon sifat fisik dan stabilitas sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis.

2. Faktor yang lebih dominan yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel


(50)

BAB III

METODE PENELITIAN A.Jenis Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian adalah eksperimental faktorial dengan melihat jumlah konsentrasi gelling agent CMC-Na dan humektan gliserin, sehingga diperoleh formula optimal dalam pembuatan sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis.

B.Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian

a. Variabel bebas. Variabel bebas pada penelitian ini adalah variasi

konsentrasi CMC-Na dan gliserin dalam formula gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung pada penelitian ini adalah sifat

fisik dari gel yang meliputi organoleptis, viskositas, daya sebar, pH dan homogenitas gel serta stabilitas (pergeseran viskositas).

c. Variabel pengacau

1). Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah alat dan bahan, lama dan kecepatan pengadukan, wadah penyimpanan, cara dan lama penyimpanan.

2).Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah suhu dan kelembaban ruangan saat pembuatan dan penyimpanan.


(51)

2. Definisi Operasional

a. Gelling agent. Adalah bahan yang akan menghasilkan kekentalan atau sifat alir dengan membentuk matriks tiga dimensi. Gelling agent yang digunakan pada sediaan ini adalah CMC-Na.

b. Humektan. Adalah bahan yang digunakan untuk menjaga kelembaban

sediaan gel dengan cara mencegah penguapan air dan menyerap lembab dari lingkungan. Humektan yang digunaan pada sediaan ini adalah gliserin.

c. Gel anti-aging. Adalah gel yang digunakan dengan tujuan untuk

mencegah terjadinya penuaan dini dengan jalan penangkapan radikal bebas dan pencegahan pembentukan ROS.

d. Ekstrak Spirulina platensis. Adalah sediaan kental yang diperoleh dari

penyarian serbuk Spirulina platensis secara kimiawi dengan pelarut air dengan jalan maserasi.

e. Sifat fisik gel. Merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur

tingkat kestabilan sediaan gel dengan melihat organoleptis, pH, homogenitas, dan viskositas.

f. Uji organoleptis. Adalah metode pengujian yang digunakan untuk

mengukur kualitas sediaan dengan menggunakan panca indera manusia. Pengujian yang dilakukan antara lain adalah bau, warna, homogenitas, dan tekstur dari sediaan gel yang dihasilkan.

g. Viskositas. Merupakan ukuran ketahanan sediaan gel terhadap deformasi


(52)

maka sediaan yang dihasilkan akan semakin kental dan tidak mudah mengalir.

h. Daya sebar. Adalah diameter penyebaran tiap 1 gram sediaan gel pada

alat uji daya sebar dengan bobot total pemberat sebesar 125 gram dan pendiaman selama 1 menit (Garg et al., 2002).

i. pH. Merupakan derajat keasaman yang digunakan untuk mengukur

tingkat keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh sediaan gel.

j. Uji homogenitas. Merupakan metode pengujian yang dilakukan untuk

mengetahui keseragaman kandungan komponen di dalam sediaan gel.

k. Stabilitas gel. Diketahui dari pengukuran pergeseran viskositas gel dari

sebelum sampai sesudah penyimpanan selama 30 hari dan dinyatakan stabil apabila menunjukkan hasil <10%.

l. Desain faktorial. Adalah metode yang memungkinkan untuk mengetahui

efek yang dominan dalam penentuan sifat fisik dan stabilitas sediaan gel. Dalam penelitian ini digunakan varian 2 faktor yaitu gelling agent dan humektan.

m. Variasi konsentrasi. Menunjukkan perbedaan tingkatan konsentrasi yang

digunakan.

n. Faktor. Adalah variabel yang diteliti dalam penelitian yaitu CMC-Na

sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan.

o. Respon. Merupakan besaran yang diamati. Nilai perubahan efek dapat

dinyatan secara kuantitatif. Dalam penelitian ini adalah sifat fisik dan stabilitas gel.


(53)

p. Efek. Adalah perubahan respon yang disebabkan karena variasi dan faktor.

C. Alat dan Bahan Penelitian 1. Alat penelitian

Alat-alat yang dibutuhkan pada penelitian ini adalah mixer (Miyako®),

alat-alat gelas (Iwaki TE-32 Pirex®) yaitu Erlenmeyer, cawan porselin, labu

hisap, gelas ukur, labu takar, Beaker glass; pipet tetes, sendok, batang pengaduk, labu takar, sudip, aluminium foil, timbangan analitik (Mettler Toledo GB 3002), shaker (Optima Orbital Shaker 08-762), portable viscotester

seri VT-04F (Rion-Japan), indikator pH universal 0 – 14 Merck®

, mikro pipet,

spektrofotometer UV-Vis (Genesis 5), stopwatch (Casio®), kaca bulat berskala,

wadah plastik, sentrifugator Hettich EBA 8S, corong Buchner, kertas saring glass fiber, pompa vakum dan vortex.

2. Bahan penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk Spirulina platensis dari CV Blue Green Algae Bioteknology, CMC-Na skala farmasetis dari CV Athena Semarang, gliserin, metanol serta metil paraben dari PT. Bratacco Chemistry, akuades, dan DPPH dari Sigma Aldrich.

D. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan ekstrak

Serbuk Spirulina platensis ditimbang seksama sebanyak 10 gram dan di masukan kedalam Erlenmeyer 250 mL, kemudian ditambahkan dengan pelarut akuades dingin sebanyak 100 mL dan ditutup dengan aluminium. Disini


(54)

diasumsikan diperoleh ekstrak dengan konsentrasi 10g/100mL atau 100mg/mL. Kemudian Erlenmeyer tersebut diletakan di atas shaker (Shalaby dan Shanab, 2013). Maserasi dilakukan selama 2 jam (Farihah, Yulianto, dan Yudiati, 2014). Kemudian hasil maserasi yang dihasilkan disaring menggunakan corong Buchner dengan bantuan vakum sehingga diperoleh ekstrak cair Spirulina platensis. (Shalaby dan Shanab, 2013).

2. Uji aktivitas antioksidan

Metode pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak air Spirulina platensis dilakukan dengan mencampurkan 1 ml ekstrak air Spirulina platensis dengan konsentrasi 200 µg/ml (pengenceran ekstrak mula-mula dengan konsentrasi awal 100mg/mL) dengan 1 ml reagen DPPH konsentrasi 0,02 mg/ml dalam metanol dan direplikasi tiga kali. Setelah itu diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30 menit dan absorbansi campuran diukur pada panjang gelombang maksimum 515nm (Shalaby dan Shanab, 2013).

3. Optimasi Formula Gel

Tabel II. Formula lubricating jelly (Allen, 2002). Komponen Jumlah % (b/b)

Metil selulosa, 4000 cps 0,8

Carbopol 934 0,24

Propilen glikol 16,7

Metilparaben 0,015

NaOH, qs ad pH 7

Akuades, qs ad 100

Tabel III. Formula modifikasi untuk gel sebanyak 100 gram.

Komponen Jumlah (gram)

CMC-Na 3-3,75

Gliserin 17,5-25

Metilparaben 0,2

Ekstrak Spirulina platensis 0,15


(55)

Dari formula acuan pada tabel II, penulis melakukan beberapa modifikasi pada komponen yang akan dioptimasi, yaitu CMC-Na sebagai gelling agent dan gliserin sebagai humektan, tercantum pada tabel III.

4. Pembuatan Gel

CMC-Na dikembangkan dengan akuades selama 24 jam, CMC-Na yang telah dikembangkan dimasukan kedalam wadah dan diaduk menggunakan mixer selama 3 menit dengan kecepatan putar pada tingkat 1. Setelah itu dimasukan metil paraben yang sebelumnya telah dilarutkan di dalam gliserin dan diaduk kembali menggunakan mixer selama 2 menit. Pada menit ke-5, dimasukan ekstrak cair Spirulina platensis sebanyak 0,15 gram untuk formula 100 gram gel, lanjutkan pengadukan sampai menit ke-8. Pengadukan dilakukan secara berkesinambungan selama menambahkan bahan-bahan tersebut.

5. Evaluasi

a. Uji organoleptis. Dilakukan pengamatan pada parameter warna, bau,

tekstur dan homogenitas pada 48 jam dan setiap 7 hari sekali dalam kurun waktu 28 hari. Evaluasi homogenitas dilakukan dengan mengoleskan sejumlah tertentu sediaan gel pada dua keeping kaca, sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar (Panjaitan, Saragih, Purba, 2012).

b. Uji pH. Evaluasi pH dilakukan dengan mengoleskan sejumlah kecil

sediaan gel ekstrak Spirulina platensis pada indikator pH universal dengan batang pengaduk, lalu ditunggu beberapa saat sampai warna pada indikator sudah tidak berubah lagi. Setelah itu dibandingkan dengan


(56)

standar warna yang tertera pada kemasan pH universal. pH yang diinginkan adalah setara dengan pH fisiologis kulit manusia yaitu 4,5-6,5 agar tidak mengiritasi kulit.

c. Uji daya sebar. Uji daya sebar dilakukan selama 48 jam setelah

pembuatan gel dengan cara menimbang gel seberat 1 gram dan diletakan ditengah kaca bulat berskala. Di atas gel diletakan kaca bulat lain dan pemberat dengan berat total 125 gram, didiamkan selama 1 menit dan diameter penyebarannya dicatat dalam satuan centimeter (cm) (Garg et al., 2012).

d. Uji viskositas. Sediaan gel ekstrak Spirulina platensis ditempatkan pada

portable viscotester sampai mencapai batas yang ditentukan, viskotester dijalankan, kemudian viskositas dari gel akan terbaca dengan mengamati gerakan jarum penunjuk viskositas. Ukuran rotor yang digunakan adalah skala 2. Dilakukan pengukuran pada 48 jam untuk mengetahu sifat fisik dari sediaan. Kemudian juga dilakukan pengukuran pada hari ke-7, 14, 21 dan 28 untuk mengetahui stabilitas gel dengan cara menghitung persen pergeseran viskositas.

e. Uji kesukaan (hedonist test). Uji kesukaan atau juga disebut sebagai

hedonist test dilakukan dengan cara membagikan kuesioner berisi 6 pertanyaan yang telah divalidasi kepada 30 responden.

f. Validasi. Validasi area komposisi optimum dilakukan dengan cara

memilih 3 formula secara acak dari 100 kemungkinan formula yang ada pada software Design Expert. Tiga formula tersebut memiliki


(57)

karakteristik viskositas dan daya sebar teoritis yang muncul secara otomatis dalam program Design Expert. Lalu ketiga formula tersebut kemudian dibuat sesuai jumlah CMC-Na dan gliserin yang tertera pada program tersebut dan diukur viskositas serta daya sebarnya, jika hasilnya masuk dalam range dengan kesalahan ± 10% maka area komposisi optimum yang diperoleh dikatakan valid.

E. Analisis dan Evaluasi Hasil

Dari uji evaluasi akan didapatkan hasil berupa data organoleptis, pH, homogenitas, daya sebar, viskositas, dan data uji stabilitas fisik. Data tersebut selanjutnya dilakukan uji Shapiro-Wilk untuk mengetahui normalitas data. Jika dihasilkan data yang negatif, dilakukan uji Kruskal-Wallis dan dilanjutkan uji Wilcoxon. Jika dihasilkan data yang positif, dilakukan uji Levene untuk mengetahui kehomogenan data jika dihasilkan data yang normal pada uji sebelumnya. Apabila menghasilkan suatu perbedaan data, uji dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk mengetahui letak perbedaan data. Tetapi apabila yang dihasilkan adalah data yang homogen, dilakukan uji analisis varian (Two-way ANOVA) menggunakan program SPSS versi 22.0.


(58)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembuatan Ekstrak

Ekstrak dibuat dengan cara menimbang sebanyak 10 gram serbuk simplisia Spirulina platensis kemudian dimasukan kedalam erlenmeyer 250 mL dan ditambahkan pelarut yaitu 100 mL akuades. Erlenmeyer diletakan pada alat shaker dan proses ekstraksi dilakukan selama 2 jam dengan kecepatan 250 rpm (Farihah et al., 2014). Ekstraksi Spirulina platensis dilakukan menggunakan metode maserasi karena proses dan peralatannya dianggap lebih mudah dan sederhana karena hanya membutuhkan labu perendam dan pelarut serta shaker. Proses perendaman dengan pelarut tersebut menimbulkan terjadinya perbedaan tekanan di dalam dan di luar sel sehingga akan memecah dinding sel dan juga membran sel. Dengan terjadinya hal tersebut maka diharapkan metabolit sekunder yang berada di dalam sitoplasma akan larut dalam pelarut organik sehingga diharapkan senyawa target akan terlarut seutuhnya karena lama perendaman dapat diatur (Darwis, 2000).

Kemudian dilakukan proses sentrifugasi. Tujuan dilakukannya proses ini adalah untuk memisahkan ekstrak air Spirulina platensis dengan sel debris. Sel debris ini perlu diendapkan terlebih dahulu karena dengan ukuran serbuknya yang cukup kecil akan menyumbat kertas saring sehingga memperlama waktu penyaringan dan membutuhkan kertas saring yang lebih banyak. Prinsip dari sentrifugasi sendiri adalah pemisahan campuran berdasarkan bobot jenisnya, sel debris yang memiliki bobot jenis yang lebih besar akan mengendap di dasar


(59)

tabung sedangkan ekstrak air akan berada pada lapisan supernatan di bagian atas. Sel debris yang mengendap berwarna hijau pekat sedangkan lapisan supernatan berwarna hijau kebiruan, warna hijau pada lapisan supernatan merupakan sel debris halus yang masih tersuspensi dalam ekstrak air dan tidak ikut terendapkan karena merupakan serpihan sel mati yang bobot jenisnya kecil. Untuk menghilangkan fragmen sel debris yang masih tersuspensi pada ekstrak air maka dilakukan proses pemurnian lanjutan berupa penyaringan menggunakan corong Buchner. Digunakan corong Buchner sebagai alat penyaring karena dianggap lebih efektif dan lebih cepat dengan cara mengurangi tekanan di dalam tabung menggunakan pompa vakum; dibandingkan dengan penyaringan konvensional yang menggunakan prinsip gravitasi sehingga memerlukan waktu yang lebih lama. Hasil penyaringan ini menghasilkan filtrat berwarna biru pekat yang merupakan ekstrak air Spirulina platensis dengan pH ekstrak sebesar 6,5 seperti terlihat pada gambar 7.

Menurut Kamble (2013), Spirulina platensis sendiri memiliki kandungan tiga pigmen warna yang ketiganya merupakan golongan fikobiliprotein, yaitu alofikosianin (berwarna hijau), fikoeritrin (berwarna merah) dan fikosianin (berwarna biru). Karena ekstrak yang dihasilkan berwarna biru maka peneliti menduga bahwa ekstrak air Spirulina platensis yang dihasilkan mengandung pigmen berwarna biru yang disebut fikosianin. Dosis tertinggi fikosisanin pada tikus adalah 3g/kg (Datla, 2011). Ekstrak juga menghasilkan pH yang tidak terlalu asam maupun tidak terlalu basa, yaitu pH 6, sehingga diharapkan akan kompatibel dengan komponen formula lain serta tidak mengiritasi kulit.


(60)

Gambar 7. Ekstrak air Spirulina platensis.

Dalam penelitian ini, air dipilih sebagai pelarut ekstrak yang pertama adalah karena dalam penelitian (Shalaby dan Shanab, 2013) menunjukkan bahwa ekstrak air dari Spirulina platensis dengan konsentrasi 200 µg/mL menunjukkan persen aktivitas antioksidan paling tinggi (95,3%) dibandingkan dua ekstrak lainnya yaitu methanol 100% (89,61%) dan methanol:air 50:50 (68,41%) yang diukur terhadap radikal bebas DPPH dengan waktu inkubasi selama 30 menit pada ruang gelap. Hal ini disebabkan karena pelarut air dapat mengambil senyawa-senyawa yang bersifat polar seperti golongan fikobiliprotein yang memiliki kemampuan antioksidan yang poten; dan protein-protein yang larut air lainnya (Farihah, Yulianto dan Yudiati, 2014). Kedua, karena ekstrak air dari Spirulina platensis besifat polar maka akan kompatibel dengan sifat kepolaran basis hidrogel yang menggunakan medium pendispersi air. Kompatibilitas antar bahan ini penting berkaitan dengan homogenitas dan keseragaman dosis. Selain


(61)

itu, penggunaan pelarut air ini sangat menguntungkan karena tidak memiliki daya toksik sehingga aman dan juga memiliki harga yang murah dibandingkan dengan pelarut lainnya (Farihah et al., 2014).

B. Uji Aktivitas Antioksidan

Uji aktivitas antioksidan ini dilakukan untuk mengetahui persen aktivitas penghambatan ekstrak air Spirulina platensis terhadap radikal bebas DPPH. Metode yang digunakan dalam uji aktivitas ini adalah spektrometri menggunakan spektrofotometer visible. Perhitungan persen aktivitas antioksidan dilakukan dengan persamaan 1:

%Aktivitas = ( ) ...(1)

Metode pengujian aktivitas antioksidan dari ekstrak air Spirulina platensis dilakukan dengan mencampurkan 1 ml ekstrak air Spirulina platensis dengan konsentrasi 200 µg/ml dengan 1 ml reagen DPPH konsentrasi 0,02 mg/ml dalam methanol dan direplikasi tiga kali. Setelah itu diinkubasi dalam ruangan gelap selama 30 menit dan absorbansi campuran diukur pada panjang gelombang maksimum 515nm (Shalaby dan Shanab, 2013).

Pada penelitian ini dilakukan penetapan panjang gelombang maksimum pada larutan DPPH 0,02 mg/ml dalam metanol dan diperoleh hasil 516nm dengan absorbansi 0,579. Lamda maksimal tersebut memenuhi persyaratan Dirjen POM RI (1995) dengan toleransi kesalahan ±2. Absorbansi tersebut sesuai syarat

absorbansi yang baik yaitu 0,2 – 0,8. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan


(62)

absorbansinya juga maksimal (Gandjar dan Rohman, 2007). Hasil pengukurannya disajikan dalam tabel IV.

Tabel IV. Hasil pengukuran persen aktivitas ekstrak air Spirulina platensis

Replikasi Absorbansi %Aktivitas

1 0,257 55,61%

2 0,255 55,96%

3 0,254 56,13%

0,255 ± 0,0015 55,9% ± 0,27%

Dari hasil pengukuran tersebut maka dapat dilakukan perhitungan penambahan ekstrak kedalam sediaan berdasarkan pertimbangan persen aktivitas. Berdasarkan perhitungan pada lampiran 5, untuk menghasilkan sediaan dengan aktivitas yang dianggap setara dengan persen aktivitas ekstrak yaitu 55,9%, maka perlu dilakukan penambahan 20 mg ekstrak air Spirulina platensis dalam 100 gram gel sehingga tiap gram gel dianggap memiliki aktivitas 55,9%.

Antioksidan dikatakan memiliki aktivitas yang sangat tinggi apabila menghasilkan %aktivitas >80%, dikatakan tinggi apabila menghasilkan %aktivitas

50 – 80% dan dikatakan sedang jika menghasilkan %aktivitas 25 – 50%, dan

dikatakan rendah jika %aktivitasnya <25% (Moussa, Emam, Diab, Mahmoud, dan Mahmoud, 2011). Maka dapat disimpulkan ekstrak air Spirulina platensis ini menghasilkan %aktivitas antioksidan yang tinggi yaitu 55,9%.

Menurut teori, ekstrak air Spirulina platensis memiliki persen aktivitas sebesar 95%, perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan habitat dan kondisi lingkungan dimana Spirulina platensis hidup. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kandungan di dalam Spirulina platensis antara lain supply unsur hara atau nutrien, intensitas cahaya, temperatur, dan pH (Suminto, 2009).


(63)

C. Optimasi Formula Gel

Pada penelitian ini bentuk sediaan yang dibuat merupakan bentuk sediaan gel. Sediaan gel dipilih karena memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan sediaan semisolid lainnya, yaitu mudah meresap dikulit sehingga nyaman diaplikasikan dan mempermudah penghantaran zat aktif, memberikan sensasi dingin di kulit, tidak lengket dan mudah dicuci dengan air (Rismana, Rosidah, Prasetyawan, Bunga, dan Erna, 2013). Berdasarkan medium pelarut yang digunakan, gel dibedakan menjadi 3 yaitu hidrogel, organogel dan xerogel. Pada penelitian ini dipilih jenis hidrogel, yaitu gel dengan menggunakan pelarut air, sesuai dengan sifat kepolaran ekstrak yang digunakan yaitu berasal dari ekstrak air Spirulina platensis.

Optimasi formula dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sifat fisik yang optimum dengan cara memilih komposisi komponen kritis yang menghasilkan viskositas dan daya sebar sesuai. Untuk membuat gel yang diinginkan, digunakan formula acuan lubricating jelly dari Allen (2002). Formula tersebut kemudian dimodifikasi agar sesuai dengan bahan aktif yang digunakan sehingga memenuhi karakteristik sifat fisik dan stabilitas yang diinginkan. Karakteristik sifat fisik yang diinginkan yaitu pH berada dalam range pH kulit

manusia yaitu 4,5 – 6,5 (Muthalib, Fatimawali, dan Edy, 2013) sehingga tidak

mengiritasi dan tidak membuat kulit menjadi kering; berada dalam range daya

sebar gel yang optimum yaitu 3 – 5 centimeter (cm) (Yuliani, 2010) agar daya

sebar gel tidak terlalu besar sehingga mudah diaplikasikan; dan berada dalam range viskositas 250 440 decipascal-second (dPa.s) (Putri, 2014), karena pada


(64)

range tersebut gel memiliki daya lekat yang baik dan dianggap nyaman ketika diaplikasikan. Karakteristik stabilitas yang diinginkan yaitu respon pergeseran viskositas kurang dari 10% (Yuliani, 2010), karena stabilitas sediaan yang tinggi dicerminkan dari nilai pergeseran viskositas yang rendah. Pada formula modifikasi tersebut, faktor yang di optimasi adalah gelling agent dan humektan karena kedua faktor tersebut berperan penting dalam membentuk sifat fisik sediaan gel. Gelling agent akan membentuk matriks tiga dimensi yang memperkuat struktur gel. Pendispersian gelling agent kedalam pelarut yaitu air akan menyebabkan proses stabilisasi yang menyebabkan perpanjangan multidimensional dari rantai polimer menghasilkan suatu struktur jaringan yang disebut cross linking. Cross-link adalah suatu ikatan yang menghubungkan satu polimer dengan polimer yang lain, yaitu dengan ikatan hidrogen atau interaksi hirofobik. Cross linking ini menyebabkan peningkatan bobot molekul dari polimer. Suatu polimer cair dapat diubah menjadi gel dengan menyatukan satu polimer dengan polimer lain melalui ikatan cross link (Maitra dan Shukla, 2014).

Humektan dapat berfungsi mengikat lembab di dalam kulit sehingga kulit menjadi tidak kering. Prinsipnya ketika agen pelembab dioleskan pada kulit, humektan akan membentuk suatu lapisan film tipis (Mukul et al., 2011). Sistem pada humektan memungkinkan lembab dapat tertahan dengan cara menarik air dan mengikatnya (Greive, 2015).

Menurut (Rowe et al., 2009) dalam pemanfaatannya sebagai gelling agent, konsentrasi CMC-Na yang digunakan yaitu 3 – 6% (b/b). Untuk


(65)

range viskositas teoritis 250 – 440 dPa.s (Putri, 2014); dan daya sebar 3 – 5 cm

(Yuliani, 2010). Tetapi setelah dioptimasi, sebagian konsentrasi dalam range 3

6% (b/b) tersebut menghasilkan viskositas yang telalu tinggi di luar range viskositas

teoritis yang diinginkan sehingga sukar untuk diaplikasikan. Oleh karena itu

dilakukan optimasi ulang menggunakan range konsentrasi CMC-Na 2,5 – 4% (b/b)

dan konsentrasi gliserin yang digunakan dalam orientasi CMC-Na ini adalah konsentrasi tengah penggunaan gliserin sebagai humektan menurut (Rowe et al.,

2009) yaitu 15% (b/b); sehingga didapatkan viskositas sesuai yang diinginkan. Hasil

yang diperoleh tercantum dalam tabel V sebagai berikut:

Tabel V. Viskositas dan Daya Sebar Optimasi CMC-Na CMC-Na (gram) Viskositas (dPa.s) Daya Sebar (cm)

2,5 215 4,250

2,75 245 4,150

3 280 3,850

3,25 320 3,550

3,5 345 3,425

3,75 360 3,350

4 420 3,175

Dari hasil orientasi tabel V maka ditetapkan konsentrasi 3 – 3,75 % (b

/b)

sebagai range optimum orientasi gelling agent CMC-Na. Range tersebut menghasilkan linearitas yang paling baik dengan nilai linearitas r sebesar 0,987

untuk viskositas dan 0,958 untuk daya sebar. Grafik orientasi CMC-Na terhadap

viskositas dan daya sebar dapat dilihat pada lampiran 3.

Setelah dilakukan optimasi terhadap gelling agent CMC-Na selanjutnya dilakukan optimasi terhadap humektan gliserin. Konsentrasi gliserin yang

digunakan dalam pemanfaatannya sebagai humektan adalah sebesar ≤30% (b/b)


(66)

banyak maka hanya dilakukan optimasi gliserin dari konsentrasi tengah ke atas

yaitu 15 – 30 % (b/b). Konsentrasi CMC-Na yang digunakan yaitu konsentrasi

tengah CMC-Na hasil optimasi sebelumnya, yaitu sebesar 3,375 % (b/b). Hasil

yang diperoleh tercantum pada tabel VI.

Tabel VI. Viskositas dan Daya Sebar Optimasi Gliserin Gliserin (gram) Viskositas (dPa.s) Daya Sebar (cm)

15 365 3,375

17,5 345 3,492

20 340 3,542

22,5 330 3,617

25 325 3,658

27,5 305 3,730

30 300 3,817

Dari hasil orientasi di atas maka ditetapkan konsentrasi 17,5 - 25% (b/b)

sebagai range optimum orientasi humektan gliserin. Range tersebut menghasilkan linearitas yang paling baik dengan nilai linearitas r sebesar 0,989 untuk viskositas

dan 0,994 untuk daya sebar. Grafik orientasi gliserin terhadap viskositas dan daya

sebar dapat dilihat pada lampiran 3.

D. Pembuatan Gel

Hidrogel sendiri merupakan jaringan rantai polimer yang menggunakan air sebagai medium pendispersinya. Alasan utama pemilihan hidrogel sebagai tipe gel dalam penelitian ini adalah karena hidrogel ini menggunakan air yang terjebak di dalam matriks polimer sebagai medium pendispersi utamanya, sehingga ekstrak air Spirulina platensis yang kepolarannya sama dengan medium pendispersi tersebut persebarannya di dalam gel akan lebih merata sehingga diharapkan akan menghasilkan keseragaman dosis di dalam sediaan. Selain itu hidrogel juga memiliki beberapa kelebihan lain yaitu stabil selama penyimpanan, mudah dicuci


(1)

4. Campuran serbuk simplisia Spirulina platensis dan air yang akan dimaserasi


(2)

6. Penyaringan dengan corong Buchner

Lampiran 9. Dokumentasi sediaan gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis


(3)

2. Formula a pengukuran 48 jam dan setelah 28 hari

3. Formula b pengukuran 48 jam dan setelah 28 hari


(4)

Lampiran 10. Pengukuran sifat fisik gel anti-aging ekstrak Spirulina platensis

1. Pengukuran viskositas dengan portable viscotester

2. Pengukuran daya sebar

Lampiran 11. Dokumentasi uji persen aktivativitas dengan radikal bebas DPPH metode spektrometri


(5)

2. Absorbansi campuran DPPH 0,02 mg/mL dengan ekstrak air Spirulina platensis 200 µg/mL


(6)

BIOGRAFI PENULIS

Rossa Adrianti lahir di Yogyakarta pada tanggal 28 Januari 1994, merupakan anak tunggal dari pasangan

Bapak Muchtar dan Ibu Erlinawati. Riwayat

pendidikan penulis dimulai dari TK Putra Jaya pada

tahun ajaran 1998 – 2000, SDN Pujokusuman I

Yogyakarta tahun ajaran 2000 – 2006, SMP Stella

Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 2006 – 2009, SMA

Pangudi Luhur Yogyakarta tahun ajaran 2009 – 2012

dan Program Studi S1 Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2012 – 2016.

Selama menempuh perkuliahan program studi S1, penulis memiliki pengalaman sebagai asisten Praktikum Anatomi Fisiologi Manusia pada tahun 2013 dan Praktikum Biologi Kimia pada tahun 2015. Penulis juga terlibat dalam organisasi Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Farmasi 2013-2014 sebagai koordinator divisi advokasi. Penulis juga aktif di berbagai kepanitiaan yaitu koordinator divisi konsumsi kepanitiaan Pemilihan Umum Gubernur BEMF dan Ketua DPMF Farmasi 2013, anggota divisi kesekretariatan dalam kepanitiaan Tiga Hari Temu Akrab Farmasi 2013, koordinator divisi kesekretariatan dalam kepanitiaan Tiga Hari Temu Akrab Farmasi 2014, koordinator divisi kesekretariatan dalam kepanitiaan Pelepasan Wisuda 2014 dan koordinator divisi make-up dalam kepanitiaan Drama Paskah Kisah Sengsara Yesus 2013.


Dokumen yang terkait

Optimasi gelling agent carbopol 940 dan humektan gliserin terhadap sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

3 16 126

Optimasi sodium carboxymethyl cellulose sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sediaan gel anti-aging ekstrak spirulina platensis menggunakan aplikasi desain faktorial.

2 13 114

Optimasi carbopol 940 sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dalam sedian gel anti-aging ekstrak spirulina platensis dengan aplikasi desain faktorial.

4 19 111

Optimasi gelling agent CMC Na dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

7 60 112

Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

2 30 132

Optimasi gelling agent Carbopol dan humektan propilen glikol dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) dengan aplikasi desain faktorial.

3 29 115

Optimasi gelling agent CMC-Na dan humetan gliserin dalam sediaan gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek (Kalanchoe pinnata (Lam.)) : aplikasi desain faktorial.

4 21 113

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan CMC [Carboxymethyl cellulose] sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dengan metode desain faktorial.

0 1 110

Optimasi formula gel sunscreen ekstrak kering polifenol teh hijau [Camellia sinensis L.] dengan CMC [Carboxymethyl cellulose] sebagai gelling agent dan propilen glikol sebagai humektan dengan metode desain faktorial - USD Repository

0 0 108

HALAMAN JUDUL - Optimasi gelling agent carbomer dan humektan gliserin dalam gel sunscreen ekstrak etanol temulawak (curcuma xantorriza roxb.) : aplikasi desain faktorial - USD Repository

0 0 93