G. Humektan
Humektan  dapat  meningkatkan  kelembaban  kulit  dan  menjaga  agar  tidak terhidrasi.  Humektan  juga  mencegah  formulasi  menjadi  kering.  Lapisan  humektan
yang  tipis  akan  terbentuk  untuk  mempertahankan  kelembaban  dan  memberikan penampilan pada kulit yang lebih baik Mukul, Surabhi dan Atul, 2011.
Gliserin  gambar  2  banyak  digunakan  untuk  produk  farmasetika  yang meliputi sediaan oral, optalmik, topikal dan parenteral. Produk topikal dan kosmetik
menggunakan  gliserin  sebagai  humektan  dan  emolien.  Gliserin  digunakan  sebagai humektan pada konsentrasi kurang dari 30. Gliserin memiliki ciri-ciri jernih, tidak
berwarna, tidak berbau, kental, cairan higroskopik, dan memiliki rasa manis. Gliserin murni  tidak  rawan  mengalami  oksidasi  oleh  atmosfer  kondisi  penyimpanan
melainkan  dekomposisi  terjadi  ketika  pemanasan  Rowe  dkk.,  2006.  Gliserin merupakan  humektan  yang  paling  umum  digunakan  karena  mencegah  iritasi  kulit
Barel, Paye dan Malbach, 2001.
Gambar 2. Struktur kimia gliserin Rowe dkk., 2006
H. Metode Desain Faktorial
Desain  faktorial  digunakan  untuk  mencari  efek  dari  berbagai  faktor  atau kondisi  terhadap  hasil  penelitian.  Desain  faktorial  adalah  desain  untuk  menetukan
secara  serentak  efek  dari  beberapa  faktor  sekaligus  interaksinya.  Desain  faktorial merupakan  aplikasi  persamaan  regresi  yaitu  untuk  memberikan  model  hubungan
antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas Bolton dan Bon, 2004. Ada beberapa istilah yang perlu dipahami dalam desain faktorial yaitu:
1. Faktor  adalah  variabel  yang  ditetapkan.  Faktor  dapat  bersifat  kualitatif  atau
kuantitatif.  Keduanya  harus  dapat  ditetapkan  harganya  dengan  angka.  Desain faktorial dapat terdiri dari dua atau lebih faktor.
2. Level adalah harga yang ditetapkan untuk faktor.
3. Respon  adalah  hasil  terukur  yang  diperoleh  dari  percobaan  yang  dilakukan.
Perubahan respon dapat disebabkan oleh bervariasinya level. Respon yang diukur harus dapat dikuantifikasi.
4. Interaksi  dapat  dianggap  sebagai  batas  dari  penambahan  efek-efek  faktor.
Interaksi  dapat  bersifat  sinergis  atau  antagonis.  Sinergis  berarti  hasil  interaksi mempunyai  efek  yang  lebih  besar  dari  masing-masing  efek  faktor.  Antagonis
berarti  hasil  tersebut  mempunyai  efek  yang  lebih  kecil  daripada  masing-masing efek faktor Kurniawan dan Sulaiman, 2009.
Notasi  dalam  desain  faktorial  yang  sering  dipakai  adalah  dua  level  level tinggi dan level rendah. Faktor yang berada di level tinggi dilambangkan
dengan „+‟,
sedangkan  yang  berada  di  level  rendah  dilambangkan dengan  „-„.  Hal  ini  menjadi
penting untuk penentuan interaksi antar faktor Armstrong dan James, 1996.
Tabel I. Desain faktorial dengan dua faktor dan dua level
Eksperimen Faktor A
Faktor B
1 -
- A
+ -
B -
+ AB
+ +
Keterangan   : +
: level tinggi -
: level rendah Formula 1
: formula dengan level rendah faktor A dan B Formula A
: formula dengan level tinggi faktor A dan level rendah faktor B Formula B
: formula dengan level rendah faktor A dan level tinggi faktor B Formula AB  : formula dengan level tinggi faktor A dan B
Armstrong dan James, 1996 Rancangan desain faktorial akan menghasilkan persamaan Y = b
+ b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
12
X
1
X
2
Bolton dan Bon, 2004.
I. Landasan Teori
Daun  cocor  bebek  memiliki  beberapa  aktivitas  biologis  salah  satunya sebagai  anti-inflamasi  Afzal  dkk.,  2012.  Flavonoid  yang  terkandung  dalam  daun
cocor  bebek  diketahui  menunjukkan  efek  anti-inflamasi  Chaturvedi,  Joshi  dan Dubey,  2012.  Daun  cocor  bebek  secara  tradisional  digunakan  untuk  mengobati
pembengkakan dengan cara menumbuk daun kemudian dikompres pada bagian tubuh
yang  mengalami  pembengkakan  Suhono  dan  Tim  LIPI,  2010.  Oleh  karena  itu, ekstrak daun cocor bebek diformulasikan dalam bentuk gel. Pemilihan bentuk sediaan
gel bertujuan agar lebih mudah dan nyaman ketika diaplikasikan pada area kulit yang mengalami  inflamasi.  Gel  sesuai  digunakan  untuk  sediaan  anti-inflamasi  karena
memberikan sensasi dingin ketika diaplikasikan pada kulit. Komponen dalam formula gel  yang  memiliki  peran  penting  yaitu  gelling  agent  dan  humektan  yang
mempengaruhi  sifat  fisik  dan  stabilitas  sediaan  gel  yang  dihasilkan.  Humektan berfungsi  untuk  mempertahankan  kandungan  air  dalam  sediaan  sekaligus
mempertahankan  kelembaban  kulit.  Gelling  agent  yang  digunakan  pada  proses preparasi akan menentukan konsistensi sediaan yang dihasilkan Marriott dan Wilson,
2010.  Gelling  agent  yang  digunakan  adalah  Carbopol,  sedangkan  humektan  yang digunakan adalah gliserin.
Optimasi terhadap  gelling agent  Carbopol dan humektan  gliserin dilakukan untuk  memperoleh  area  komposisi  optimum  formula  gel  sehingga  dapat  dihasilkan
sediaan  gel  yang  memenuhi  parameter  sifat  fisik  dan  stabilitas.  Optimasi menggunakan  metode  desain  faktorial  dua  faktor  Carbopol  dan  gliserin  dan  dua
level  level  tinggi  dan level  rendah. Rancangan  desain  faktorial  akan menghasilkan persamaan Y = b
+ b
1
X
1
+ b
2
X
2
+ b
12
X
1
X
2
. Persamaan tersebut dibuat countour plot respon sifat fisik gel anti-inflamasi ekstrak daun cocor bebek. Countour plot masing-
masing  respon  ditumpangtindihkan  sehingga  diperoleh  countour  plot  superimposed yang berfungsi untuk mengetahui area komposisi optimum Carbopol dan gliserin.
Tahapan  analisis  data  meliputi  uji  normalitas,  uji  variansi  data  dan  uji ANOVA.  Uji  ANOVA  bertujuan  untuk  mengetahui  signifikansi  efek  Carbopol,
gliserin,  serta  interaksi  kedua  faktor  sehingga  dapat  diketahui  faktor  dominan  yang mempengaruhi sifat fisik dan stabilitas gel ekstrak daun cocor bebek.
J. Hipotesis