Faktor- faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

Dimensi pertumbuhan personal menjelaskan tentang keberlanjutan dari pertumbuhan dan perkembangan, serta individu menyadari potensi dirinya untuk dikembangkan menjadi suatu hal yang baru Ryff, 1989. Individu yang baik dalam dimensi pertumbuhan personal memiliki perasaan akan perkembangan yang berlanjut, melihat dirinya semakin bertumbuh dan meluas, terbuka atas pengalaman baru, merealisasikan potensi diri, melihat perubahan yang positif dalam diri dan perilakunya sepanjang waktu, serta berubah dalam cara merefleksikan diri menjadi lebih mengenali dirinya dan efektif. Sementara individu yang kurang baik dalam dimensi pertumbuhan personal mengalami stagnasi personal, kurang mengalami perubahan sepanjang waktu, bosan dan kehilangan minat atas hidupnya, dan merasa tidak mampu untuk mengembangkan sikap dan perilaku baru Ryff dan Keyes, 1995.

3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Psychological Well-Being

a. Usia Beberapa dimensi psychological well-being berubah signifikan seiring bertambahnya usia dan beberapa dimensi lainnya akan tetap stabil. Secara umum, pertumbuhan personal dan tujuan hidup pria dan wanita akan menurun. Lansia akan selalu mengingat kehidupannya di masa lalu dan tidak memiliki keinginan untuk berkembang di masa yang akan datang Lopez, J., Hidalgo, T., Bravo, B.N., Martinez, I.P., Pretel, F.A., Postigo, J.M.L., Rabadan, F.E., 2010. Penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain tidak terdapat variasi pada usia tertentu sehingga terlihat relatif stabil di usia berapapun. Universitas Sumatera Utara Dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan seorang lansia akan meningkat Lopez, J., Hidalgo, T., Bravo, B.N., Martinez, I.P., Pretel, F.A., Postigo, J.M.L., Rabadan, F.E., 2010. Berkurangnya tantangan psikologis di akhir kehidupan dan kehidupan sosial yang sudah terbatas menjadi pendukung meningkatnya dimensi otonomi dan penguasaan lingkungan Ryff Singer, 1996. b. Jenis Kelamin Ryff 1989 mengungkapkan ditemukan perbedaan tingkat psychological well-being pada wanita dan pria terutama pada dimensi hubungan positif dengan orang lain. Perbedaan ini dikarenakan gender stereotype yang telah melekat sejak kecil dalam diri pria sebagai sosok yang agresif dan mandiri, sedangkan wanita adalah sosok yang pasif, tergantung, dan memiliki sensitifitas yang tinggi terhadap perasaan orang lain Papalia, 2007. Selain itu, wanita juga dianggap memiliki hubungan yang lebih akrab dengan kehidupan sosial daripada pria, sementara pria memiliki pergaulan hanya dengan lingkungan professional mereka. Oleh karena itu, wanita lebih terintegrasi secara sosial dan lebih tinggi dalam hubungan positif dengan orang lain dibandingkan pria Lopez, J., Hidalgo, T., Bravo, B.N., Martinez, I.P., Pretel, F.A., Postigo, J.M.L., Rabadan, F.E., 2010. c. Status Sosial Ekonomi Status sosial ekonomi seperti tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, pekerjaan, finansial, dan rekreasi turut mempengaruhi psychological well-being seseorang. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan status sosial ekonomi yang rendah cenderung memiliki psychological well-being yang rendah. Sebaliknya, seseorang dengan status sosial ekonomi tinggi cenderung Universitas Sumatera Utara memiliki tujuan hidup, mampu menerima dirinya, mengalami pertumbuhan personal, dan dapat menguasai lingkungannya dengan baik. Keadaan ekonomi yang semakin membaik cenderung akan meningkatkan psychological well-being. Selain itu, sebuah penelitian menunjukkan bahwa lingkungan tempat tinggal akan mempengaruhi psychological well-being dan kesehatan individu tersebut. Hal ini dikarenakan kehadiran orang lain di sekitar individu dan kebebasan individu dalam bertindak di lingkungan tempat tinggalnya Lopez, J., Hidalgo, T., Bravo, B.N., Martinez, I.P., Pretel, F.A., Postigo, J.M.L., Rabadan, F.E., 2010. d. Life Event Pengalaman individu sejak awal kehidupan akan mempengaruhi persepsi yang dimilikinya terhadap suatu keadaan. Sebagai contoh, pada masa lansia akan ditemukan berbagai masalah kesehatan fisik pada wanita lansia. Hal ini akan mengarahkan seorang wanita lansia untuk membandingkan dirinya dengan wanita lansia lainnya terutama wanita lansia yang sehat. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa setelah membandingkan dirinya dengan wanita lansia lainnya, penilaian wanita lansia terhadap dirinya akan berubah. Penilaian ini dapat berpengaruh terhadap well-being wanita lansia tersebut selama hidupnya Ryff Singer, 1996. Setiap pengalaman akan bervariasi pada setiap orang baik mengenai lokasi terjadinya, tantangan, maupun upaya mengatasi tantangan tersebut. Setiap pengalaman dan kesempatan yang ada membuat setiap individu memberikan interpretasi yang berbeda-beda. Oleh sebab itu, setiap pengalaman yang dialami oleh seorang individu turut berperan dalam menentukan apakah individu tersebut Universitas Sumatera Utara kehilangan atau memperoleh psychological well-being dalam hidupnya Ryff Singer, 1996. e. Keagamaan Aktivitas keagamaan seperti berdoa, membaca kitab suci, dan kehidupan rohani yang berkualitas sangat berkaitan dengan well-being seseorang terutama wanita lansia Koenig, Smiley, dan Gonzales, 1988; Santrock, 2009. Aktivitas keagamaan menyediakan kebutuhan psikologis yang penting bagi seorang lansia, membantu lansia dalam menghadapi kematiannya, menemukan makna hidupnya, dan menerima setiap penurunan yang terjadi di usia tuanya Daaleman, Perera, dan Studenski, 2004; Santrock, 2009. Suatu penelitian menunjukkan bahwa meskipun kehadiran seorang lansia di gereja berkurang namun perasaan religiusitas dan kekuatan atau kenyamanan yang diterima dari agama akan tetap stabil bahkan meningkat Idler, Kasl, dan Hays, 2001; Santrock, 2009. Hal ini menunjukkan bahwa keagamaan berperan penting dalam membantu seorang lansia terutama janda lansia menjalani kehidupannya.

B. SUKU BANGSA BATAK TOBA