Definisi Psychological Well-Being PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

BAB II LANDASAN TEORI

A. PSYCHOLOGICAL WELL-BEING

1. Definisi Psychological Well-Being

Konsep well-being pada awalnya berasal dari seorang filsuf Yunani Aristippus of Cyrene 435 – 356 B.C. yang mengungkapkan sebuah doktrin yaitu hedonism hedonic well-being yang berarti kebaikan mendasar adalah kesenangan dan kenyamanan. Hedonic well-being didefinisikan sebagai efek positif yang tinggi, efek negatif yang rendah, dan kepuasan hidup yang tinggi. Konsep subjective well-being hedonic bukanlah satu-satunya cara untuk melihat well- being pada diri seseorang Boslovic Jengic, 2008. Perspektif lain muncul dari Aristoteles 384 -322 B.C yaitu konsep eudemonia eudaimonic well-being yang artinya segala tindakan yang baik dan berguna adalah semua yang menciptakan kesejahteraan ataupun kebahagiaan pada diri seseorang Boslovic Jengic, 2008. Waterman 1993, dalam Boslovic Jengic, 2008 mengungkapkan bahwa well-being tidak hanya merupakan hasil akhir dari sesuatu yang dialami oleh individu, melainkan sebuah proses pemenuhan atau realisasi diri seseorang dan pencapaian potensi diri individu tersebut. Pada tahun 1984, Waterman Ryff, 1989 juga mengungkapkan bahwa eudemonia adalah perasaan yang mengikuti suatu perilaku dan mengarahkan potensi seseorang dan konsisten terhadap potensi tersebut. Universitas Sumatera Utara Konsep psychological well-being oleh Ryff 1989 merujuk kepada konsep eudemonia dan sebagai pembanding konsep hedonistic of subjective well-being Boslovic Jengic, 2008. Psychological well-being pada dasarnya berfokus pada perkembangan manusia dan eksistensi seseorang dalam menghadapi tantangan hidup Keyes, Ryff, Shmotkin, 2002. Psychological well-being bukan hanya kepuasan hidup dan keseimbangan antara afek positif dan afek negatif namun juga melibatkan persepsi dari keterlibatan dengan tantangan-tantangan selama hidup Ryff, 1989. Psychological well-being berupa perasaan yang mengarahkan seseorang bertindak dan kemampuan untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya Walterman, 1984 dalam Ryff, 1989. Ryff 1989 mendefinisikan psychological well-being dan dimensi- dimensinya dengan mempertimbangkan konsep-konsep seperti self-actualization dari Maslow 1968, fully functioning person dari Roger 1961, individuation dari Jung 1933, dan maturity dari Allport 1961. Ryff 1989 juga merujuk pada teori-teori perkembangan kehidupan manusia seperti psychosocial stage model dari Erikson 1959, kecenderungan dasar dalam memenuhi hidup dari Buhler 1935, deskripsi perubahan kepribadian pada masa dewasa dan lansia dari Neugarten 1968, serta kriteria positif kesehatan mental dari Jahoda 1958. Integrasi dari teori kesehatan mental, klinis, dan life-span development tersebut merupakan gambaran dari psychological well-being oleh Ryff. Ryff dan Singer 2006 menggambarkan psychological well-being dalam dua poin yaitu pertama, terdiri dari pertumbuhan dan pemenuhan kebutuhan manusia yang pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh konteks dimana seseorang Universitas Sumatera Utara itu hidup sehingga mampu untuk merealisasikan dirinya secara tepat. Kedua, sangat berpengaruh terhadap kesehatan dengan memperbaiki regulasi sistem fisiologis secara efektif. Psychological well-being pada dasarnya merupakan suatu kemampuan untuk merealisasikan diri dan mengoptimalkan kehidupannya Ryff, 1989. Realisasi diri adalah kemampuan individu untuk tetap bertumbuh yaitu dengan mampu mengatasi setiap tantangan hidupnya dan memenuhi setiap kebutuhannya Ryff Singer, 2008. Ryff 1989 mendefinisikan psychological well-being sebagai suatu dorongan untuk menyempurnakan dan merealisasikan potensi diri. Dorongan ini dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan sehingga memiliki psychological well-beingnya rendah atau berupaya memperbaiki kehidupannya sehingga psychological well-beingnya meningkat Bradburn, dalam Ryff dan Keyes, 1995. Ryff 1989 mengungkapkan bahwa individu dengan psychological well-being yang tinggi akan mampu menerima dirinya sendiri, menjalin hubungan positif dengan orang lain, berotonomi, mampu menguasai lingkungan, bertujuan hidup, dan selalu mengalami pertumbuhan sebagai seorang individu. Berdasarkan penjelasan diatas, peneliti menyimpulkan psychological well- being adalah penilaian subjektif seseorang atas hidupnya dimana dapat mengarahkan individu tersebut untuk mampu menerima dirinya secara utuh, menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, menentukan arah hidupnya tanpa bergantung pada orang lain, mengelola lingkungannya yang sesuai dengan Universitas Sumatera Utara kebutuhannya, bertujuan hidup yang terarah, dan mengalami pertumbuhan dalam dirinya.

2. Dimensi Psychological Well-Being