Pengalaman Masa Menopause Ibu Suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh

(1)

PENGALAMAN MASA MENOPAUSE IBU SUKU MINANG DI

KOTO NAN GADANG KOTA PAYAKUMBUH

SKRIPSI Oleh: REISY TANE

101101006

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

Judul : Pengalaman Masa Menopause Ibu Suku Minang di Koto Nan Gadang kota Payakumbuh

Peneliti : Reisy Tane

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan

NIM : 101101006

Tahun : 2014

ABSTRAK

Menopause adalah suatu masa berakhirnya reproduksi wanita yang disebabkan berkurangnya hormon estrogen dan progesteron yang ditandai dengan berhentinya haid. Pada masa menopause terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Pengalaman masa menopause bersifat sangat individual dan dipengaruhi budaya. Pada budaya Minangkabau, ibu suku Minang mengungkapkan tidak merasakan perubahan pada masa menopause dan menganggap menopause sebagai suatu hal yang menyenangkan, namun masih sedikitnya informasi menjelaskan terkait dengan budaya khususnya Minangkabau dan menopause.

Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman masa menopause ibu suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak tujuh orang yang diperoleh melalui purposive sampling dan bertempat tinggal di Koto Nan Gadang kota Payakumbuh. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak tujuh orang karena telah mencapai saturasi data. Proses pengumpulan data melalui kuesioner data demografi sebagai data dasar dan wawancara mendalam (deep interview) dengan menggunakan alat perekam suara.

Adapun hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengalaman masa menopause ibu suku Minang adalah waktu menopause, pengetahuan tentang menopause, keluhan masa menopause, faktor yang mempengaruhi keluhan masa menopause, perawatan masa menopause, manfaat perawatan masa menopause, respon terhadap masa menopause dan dampak dari masa menopause.

Kesimpulan dalam penelitian ini ibu suku Minang tidak merasakan menopause sebagai suatu permasalahan hal tersebut tampak pada tema-tema hasil penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada ibu pada masa menopause.


(4)

Title : The Experience of Minangnese Women during Menopause Periods of in Koto Nan Gadang Payakumbuh

Researcher : Reisy Tane

Department : Undergraduate Study of Faculty of Nursing Student ID Number : 101101006

Academic Year : 2014

ABSTRACT

Menopause is the cessation of a woman's reproductive ability caused by the depletion of the hormones of estrogens and progesterone marked by the expiration of menstrual cycle. During menopause, physical and psychological changes occur. Experiences during menopause periods are individual and culture-influenced. In Minangkabau culture, Minangnese women revealed that they did not feel any changes during menopause periods but instead they took menopause as an interesting matter, yet there is only little information related to menopause associated with a culture, Minangkabau in particular.

Research design used was phenomological qualitative method which aimed to explore the experiences of Minangnese women in Kota Nan Gadang Payakumbuh during menopause periods. This research involved seven participants who were selected by using

purposive sampling, all residing in in Koto Nan Gadang Payakumbuh. The reason why the number of the samples was seven participants was that because data saturation had been achieved. The process of data collection used demographic data questionnaire as basic data and deep interview by utilizing voice recorder.

The research results obtained pertaining the Experience of menopause period of minangnese mothers are the periods of menopause, awareness about menopause, jeremiads during menopause, factors causing the jeremiads during menopause, treatment during menopause, the benefits of treatment during manopause periods, responses towards menopause periods and effects of meopause periods.

A conclusion drawn from this research is that minangnese women do not find menopause problematic which is evident in the themes of the research results. The results of this research hopefully can be made use of as a source of knowledge and information for nurses in providing a comprehensive nursing care to women during menopause periods.


(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT berkat rahmat dan karuniaNya, serta pertolonganNya yang senantiasa diberikan kepada penulis selama penyelesaian skripsi ini dengan judul “Pengalaman Masa Menopause Ibu Suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh”, yang merupakan salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan dan mencapai gelar sarjana di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Medan.

Selama proses penulisan skripsi ini penulis memperoleh banyak dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih setulus-tulusnya kepada Ibu Nur Afi Darti S.kp., M.kep sebagai dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia menyediakan waktu dan memberikan masukan-masukan, motivasi dan bimbingan yang berharga selama penulisan skripsi ini. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati S.Kp., MNS selaku pembantu dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Evi Karota Bukit S.kp., MNS selaku pembantu dekan II Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ikhsanudin A.harahap S.Kp., MNS selaku pembantu dekan III dan penguji 1 skripsi yang telah banyak membimbing skripsi dan memberikan


(6)

penulis motivasi serta semangat selama masa studi di Fakultas Keperawatan.

5. Ibu Reni Asmara Ariga S.kp., MARS selaku penguji II skripsi yang telah banyak membimbing serta memotivasi penulis.

6. Ibu Sri Eka Wahyuni S.kep., Ns., M.kep selaku dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberikan bimbingan selama penulis kuliah di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh dosen pengajar S1 Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah banyak mendidik dan memberikan ilmu yang berharga kepada penulis selama proses akademik dan seluruh staf nonakademik yang membantu memfasilitasi secara administrasi.

8. Ucapan terimakasih teristimewa untuk Mama tercinta Neni Marlina yang selalu menyayangi serta selalu memberikan saya motivasi yang sangat luar biasa didalam hidup saya, Mama yang selalu setia menjadi pendamping serta sahabat terbaik sepanjang masa. Selanjutnya kepada odang Idris, Ibu Irna Yulita, tante Roza Arfani A.md dan Ir.Adriadi, Om Del Efendi. Buat adek yang tersayang Gilang, sepupu Harun, Luma, Norin yang telah memberikan doa, dukungan fasilitas dan menjadi sponsor utama sepanjang masa studi saya. Tak lupa juga kepada Papa Albaga yang selalu saya rindukan. Dan ucapan terimakasih paling spesial kepada dua orang pahlawan dikehidupan saya yang tak pernah terlupakan dan selalu dikenang sepanjang hidup saya Alm nenek Rosmani tj dan kakek H.Arfan


(7)

yang menyayangi dan senantiasa mendidik saya untuk mencapai cita-cita mulia.

9. S1 Keperawatan USU 2010, Impaliko-SU, Gamadiksi USU, Keluarga Sumarsono 26 spesial da davit, da ijul, Renol, Ria, Nurul, Jeri, dan Sari yang selalu setia memberikan canda tawa serta mendengarkan curhat di hari-hari saya. Dan untuk sahabat terbaik saya Rahmadsyah Rangkuti terima kasih buat keceriaan, semangat dan doa yang diberikan setiap waktu.

Semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat dan kasih sayang-Nya kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis. Harapan penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan keperawatan.

Medan, 18 Juli 2014


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

UCAPAN TERIMAKASIH... iii

DAFTAR ISI ... v

BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang ... 1

2. Rumusan Masalah ... 5

3. Tujuan Penelitian ... 5

4. Manfaat Penelitian ... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Menopause ... 6

1.1 Defenisi menopause. ... 6

1.2 Klasifikasi Menopause ... 7

1.3 Fisiologis Menopause... 7

1.4 Perubahan Fisik dan Psikologis Masa Menopause ... 8

1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Menopause ... 13

1.6 Perawatan pada Masa Menopause ... 15

2. Suku Minangkabau ... 20

2.1 Suku Minang ... 20

2.2 Makanan Khas Suku Minang ... 20


(9)

BAB 3 METODE PENELITIAN ... 24

1. Desain Penelitian ... ……24

2. Partisipan ... 25

3. Tempat dan Waktu Penelitian ... …26

4. Pertimbangan Etik ... 26

5. Pengumpulan Data ... 27

6. Analisa Data ... 28

7. Tingkat Kepercayaan Data ... 29

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 31

1. Hasil Penelitian ... 31

1.1. Karakteristik Partisipan ... 31

1.2. Hasil Wawancara ... 34

2. Pembahasan ... 61

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 87

1. Kesimpulan ... 87

2. Saran ... 87

2.1. Bagi Pendidikan Keperawatan ... 87

2.2. Bagi Praktek Keperawatan ... 88

2.3. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 88

DAFTAR PUSTAKA ... 89 LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Partisipan Ibu Suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh ... 33


(11)

Judul : Pengalaman Masa Menopause Ibu Suku Minang di Koto Nan Gadang kota Payakumbuh

Peneliti : Reisy Tane

Jurusan : S1 Ilmu Keperawatan

NIM : 101101006

Tahun : 2014

ABSTRAK

Menopause adalah suatu masa berakhirnya reproduksi wanita yang disebabkan berkurangnya hormon estrogen dan progesteron yang ditandai dengan berhentinya haid. Pada masa menopause terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis. Pengalaman masa menopause bersifat sangat individual dan dipengaruhi budaya. Pada budaya Minangkabau, ibu suku Minang mengungkapkan tidak merasakan perubahan pada masa menopause dan menganggap menopause sebagai suatu hal yang menyenangkan, namun masih sedikitnya informasi menjelaskan terkait dengan budaya khususnya Minangkabau dan menopause.

Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif fenomenologi yang bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman masa menopause ibu suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh. Partisipan dalam penelitian ini sebanyak tujuh orang yang diperoleh melalui purposive sampling dan bertempat tinggal di Koto Nan Gadang kota Payakumbuh. Jumlah sampel ditetapkan sebanyak tujuh orang karena telah mencapai saturasi data. Proses pengumpulan data melalui kuesioner data demografi sebagai data dasar dan wawancara mendalam (deep interview) dengan menggunakan alat perekam suara.

Adapun hasil penelitian yang diperoleh mengenai pengalaman masa menopause ibu suku Minang adalah waktu menopause, pengetahuan tentang menopause, keluhan masa menopause, faktor yang mempengaruhi keluhan masa menopause, perawatan masa menopause, manfaat perawatan masa menopause, respon terhadap masa menopause dan dampak dari masa menopause.

Kesimpulan dalam penelitian ini ibu suku Minang tidak merasakan menopause sebagai suatu permasalahan hal tersebut tampak pada tema-tema hasil penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan informasi bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif kepada ibu pada masa menopause.


(12)

Title : The Experience of Minangnese Women during Menopause Periods of in Koto Nan Gadang Payakumbuh

Researcher : Reisy Tane

Department : Undergraduate Study of Faculty of Nursing Student ID Number : 101101006

Academic Year : 2014

ABSTRACT

Menopause is the cessation of a woman's reproductive ability caused by the depletion of the hormones of estrogens and progesterone marked by the expiration of menstrual cycle. During menopause, physical and psychological changes occur. Experiences during menopause periods are individual and culture-influenced. In Minangkabau culture, Minangnese women revealed that they did not feel any changes during menopause periods but instead they took menopause as an interesting matter, yet there is only little information related to menopause associated with a culture, Minangkabau in particular.

Research design used was phenomological qualitative method which aimed to explore the experiences of Minangnese women in Kota Nan Gadang Payakumbuh during menopause periods. This research involved seven participants who were selected by using

purposive sampling, all residing in in Koto Nan Gadang Payakumbuh. The reason why the number of the samples was seven participants was that because data saturation had been achieved. The process of data collection used demographic data questionnaire as basic data and deep interview by utilizing voice recorder.

The research results obtained pertaining the Experience of menopause period of minangnese mothers are the periods of menopause, awareness about menopause, jeremiads during menopause, factors causing the jeremiads during menopause, treatment during menopause, the benefits of treatment during manopause periods, responses towards menopause periods and effects of meopause periods.

A conclusion drawn from this research is that minangnese women do not find menopause problematic which is evident in the themes of the research results. The results of this research hopefully can be made use of as a source of knowledge and information for nurses in providing a comprehensive nursing care to women during menopause periods.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Meningkatnya usia harapan hidup (life expectancy at birth) pada manusia dewasa ini mencapai usia 80 tahunan merupakan bukti adanya peningkatan kesejahteraan dan kesehatan yang baik namun pada wanita akan mencapai masa akhir dari reproduksi. Berdasarkan hasil sensus penduduk US tahun 2002 jumlah penduduk wanita di Negara Amerika adalah 144 juta, dimana 33 juta telah berumur 55 tahun keatas dan sebagian besar telah mengalami menopause (Decherney, 2007).

Di Indonesia menurut data hasil sensus penduduk tahun 2000 oleh Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk wanita di Indonesia 102,8 juta jiwa dengan usia harapan hidup rata-rata 66 tahun (Depkes, 2007). Pada tahun 2025 Indonesia diprediksi akan menghadapi sekitar 60 sampai 65 juta lanjut usia sedangkan pada saat ini jumlah lanjut usia masih sekitar 15 juta oraang. Seiring dengan peningkatan usia harapan hidup pada wanita Indonesia, akan mengakibatkan semakin banyak wanita yang akan mengalami masa menopause (Manuaba dkk., 2010).

Menopause merupakan masa dimana telah berakhirnya siklus menstruasi. Rata-rata usia menopause adalah 51 tahun, namun 10% wanita telah berhenti menstruasinya pada usia 40 tahun, dan 5% wanita tidak berhenti menstruasinya sampai usia 60 tahun (Hacker & Gambone, 2010).


(14)

Menopause terjadi ketika ovarium tidak mampu lagi untuk menghasilkan sel telur yang disebabkan oleh berkurangnya folikel primordial karena atropi dan fungsi reseptor lebih tahan didalam sel teka dan granulosa. Hal ini mengakibatkan terjadinya penurunan level estrogen dan progesteron. Penurunan kadar hormon ini menyebabkan menstruasi berhenti dan munculnya gejala-gejala menopause (Hamiltonfairley, 2009).

Gejala fisiologis yang sering muncul pada masa menopause adalah hot

flushes, kram otot, nyeri sendi, sakit kepala, penurunan libido, atropi urogenital,

penipisan otot vagina, osteoporosis dan gangguan kardiovaskuler (Bieber, Sanfilippo & Horowitz, 2006). Selain menimbulkan gejala-gejala fisik menopause juga memberikan dampak terhadap psikologis wanita. Gejala psikologis yang sering dialami oleh wanita menopause adalah emosi yang tidak stabil, irritability, ansietas, dan depresi (Beckmann et al., 2002).

Pengalaman masa menopause bersifat sangat individual dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu biologi, budaya, sosial ekonomi, dan gaya hidup (Jones et al., 2012). Pada masyarakat barat, umumnya usia dewasa memiliki penghargaan yang lebih tinggi dibandingkan usia lanjut, khususnya wanita yang mengalami menopause. Menopause dipersepsikan sebagai suatu kehilangan dan menimbulkan perasaan tidak berharga. Wanita memiliki keyakinan dalam diri bahwa sebagai wanita sudah merasa tidak sempurna dengan berakhirnya proses menstruasi, dan merasa tidak subur lagi (Kusmiran, 2011).

Penelitian yang dilakukan pada wanita Australia menggambarkan adanya variasi yang signifikan pada seluruh budaya Australia dalam hal pengalaman


(15)

menopause. Variasi dalam pengalaman menopause menunjukkan bahwa kelompok wanita pendatang memiliki budaya, pemahaman dan kebutuhan berbeda selama masa menopause. Namun penelitian ini tidak banyak mengidentifikasi tentang budaya wanita pribumi Australia (Jones et al., 2012).

Berbeda dengan budaya barat dan Australia, wanita timur menganggap menopause sebagai peristiwa alamiah yang harus dijalani oleh semua wanita. Proses penuaan tidak dianggap sebagai hilangnya kecantikan, tetapi proses pematangan untuk menjadi manusia bijaksana. Masih banyak budaya yang menganggap bahwa status wanita lansia mempunyai kedudukan terhormat dimasyarakat. Mereka banyak diminta pendapat atau nasihatnya dalam berbagai masalah. Perbedaaan pandangan budaya ini mempengaruhi persepsi wanita dengan proses menopause dan gejala-gejala yang ditimbulkan oleh menopause (Martaadisoebrata, Satrawinata, dan Saifuddin, 2005).

Penelitian diatas bertolak belakang dengan salah satu penelitian cross sectional study yang menegaskan bahwa gejala-gejala yang terjadi pada masa menopause adalah sama untuk setiap wanita meskipun dengan etnik dan latar belakang budaya berbeda (Bieber, Sanfilippo & Horowitz, 2006).

Pada suku Minangkabau berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 2 orang ibu suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh pada bulan oktober 2013 diperoleh data tentang pengalaman masa menopause. Mereka mengungkapkan hal yang sama tentang masa menopause. Bagi mereka menopause merupakan hal yang menyenangkan karena pada masa menopause ibadah sholat mereka tidak terganggu lagi karena menstruasi. Selain


(16)

itu mereka mengatakan tidak terlalu merasakan perubahan pada fisik. Jika perubahan fisik yang terjadi tidak menyakitkan mereka cenderung untuk mengabaikan. Setiap hari mereka tetap mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti pergi ke sawah dan ladang untuk bertani. Keadaan fisik mereka sangat kuat dan mampu untuk melakukan pekerjaan berat.

Penelitian mengenai menopause telah pernah dilakukan seperti yang telah dipaparkan diatas, namun penelitian mengenai pengalaman menopause pada ibu suku Minang masih belum pernah peneliti temukan. Sehingga belum tereksplorasi secara mendalam bagaimana pengalaman ibu suku Minang pada saat menopause. Berdasarkan uraian dan fenomena diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian “Pengalaman Masa Menopause Ibu Suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh”.

2. Rumusan Masalah

Menopause mengacu kepada suatu keadaan berhentinya menstruasi. Berbagai perubahan dialami pada masa menopause baik secara fisiologis maupun psikologis akibat penurunan hormon estrogen. Banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman wanita pada masa menopause. Berbagai penelitian mengenai pengalaman masa menopause telah banyak dilakukan, namun penelitian sebelumnya itu tidak menggali secara khusus pengalaman masa menopause pada wanita suku Minang.

Di Indonesia, khususnya mengenai bagaimana pengalaman masa menopause wanita suku Minang masih belum tereksplorasi secara mendalam baik dari ungkapan atau cerita langsung. Berdasarkan perumusan masalah ini maka


(17)

disusunlah pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimanakah pengalaman masa menopause ibu suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh?

3. Tujuan Penelitian

Tujuan pada penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi pengalaman masa menopause Ibu suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh.

4. Manfaat Penelitian.

a. Pelayanan Kesehatan dan Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi perawat sebagai landasan dalam upaya meningkatkan kesehatan pada masa menopause khususnya pengembangan program-program health promotion mengenai kesehatan pada saat menopause maupun menjadi landasan dalam memberikan asuhan keperawatan (ASKEP) pada wanita menopause.

b. Pendidikan Keperawatan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan

Menambah sumbangan ilmu pengetahuan bagi pendidikan keperawatan dan mengembangkan kompetensi pembelajaran pada mahasiswa mengenai menopause dan kesehatan pada masa menopause.

Hasil penelitian ini bagi perkembangan ilmu keperawatan dapat memperkaya khasanah perkembangan ilmu keperawatan terkait menopause pada budaya Minangkabau. Disamping itu menjadi landasan bagi keperawatan dalam mengembangkan berbagai instrumen pengkajian terkait menopause dan budaya yang lebih komprehensif berupa konseling dan pendidikan kesehatan.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Menopause

1.1 Defenisi Menopause

Menopause berasal dari bahasa latin “Menses”, yang berarti bulan dan dari kata Yunani “Pause” yang artinya berhenti. Jadi menopause adalah suatu periode berhentinya haid secara alamiah yang biasanya terjadi rata-rata pada usia 51 tahun. Menopause terjadi akibat proses normal dari penuaan dan berlangsung secara bertahap, periode pertama diawali dengan penurunan frekuensi mentruasi, selanjutnya menstruasi menjadi hilang dan pada akhirnya berhenti sama sekali (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2004).

Menopause merupakan suatu tahapan kehidupan seorang wanita saat masa menstruasi berakhir. Hal ini terjadi karena ovarium tidak lagi menghasilkan estrogen yang cukup untuk mempertahankan fungsi fisiologis tubuh yang aktif. Pada sebagian besar wanita, menopause terjadi antara usia 50 sampai 55 tahun dan usia rata-rata menopause 51 tahun, tetapi ada juga sebagian wanita mencapai masa menopausenya pada dasawarsa keempat, dan sebagian kecil mungkin masih ada mengalami haid hingga berusia 60 tahun (Hacker & Gambone, 2010).

Jhones et al (2012) mendefinisikan menopause sebagai suatu proses biologis yang diawali dengan variasi panjang dalam siklus mentruasi dan terjadinya peningkatan follicle stimulating hormone (FSH), kemudian dilanjutkan


(19)

dengan periode akhir mestruasi, menopause dapat dipastikan dengan jangka waktu 12 bulan tanpa menstruasi.

Dengan demikian, menopause adalah masa akhir dari menstruasi yang merupakan proses normal dari penuaan yang disebabkan oleh kegagalan fungsi ovarium menghasilkan estrogen dan ditandai dengan berhentinya haid disertai dengan gejala fisiologis dan psikologis.

1.2 Klasifikasi Menopause

Bobak, Lowdermilk dan Jensen (2004) mengklasifikasikan tahapan klimakterium menjadi:

Premenopause adalah fase pertama dari klimakterium ketika terjadi

penurunan kesuburan dan mentruasi menjadi tidak teratur. Fase ini berlangsung selama beberapa bulan atau beberapa tahun. Gejala yang sering muncul pada masa ini seperti vasomotor instability, kelelahan, sakit kepala dan gangguan emosi.

Menopausal adalah masa akhir dari menstruasi yang diikuti dengan berhentinya fungsi ovarium dan menstruasi secara permanen. Usia rata-rata menopause adalah 51 tahun, tetapi 10% wanita berhenti menstruasi pada usia 40 dan 5% berhenti menstruasi pada umur 60 tahun.

Postmenopause adalah fase setelah menopause, ketika gejala-gejala yang terkait dengan penurunan hormone yang dihasilkan ovarium tanda yang sering muncul seperti atropi vagina, osteoporosis, gangguan kardiovaskuler.

1.3 Fisiologis Menopause

Wanita dilahirkan dengan jumlah sel telur (primary ovarian follicles) sekitar 1,5 juta. Pada masa pubertas wanita mempunyai 400.000 sel telur yang


(20)

tersisa. Selanjutnya ketika berumur 30 sampai 35 tahun jumlah dari sel telur semakin mengalami penurunan menjadi sekitar 100.000. Kebanyakan wanita mengalami ovulasi sebanyak 400 kali diantara usia menarche sampai menopause dan selama waktu ini, hampir semua sel telur hilang akibat atresia dan ovulasi. Hal ini mengakibatkan ovarium mengalami penurunan sensitivitasnya terhadap stimulasi gonadotropin sehingga ovarium berhenti menghasilkan estrogen dan progesterone (Hacker & Gambone, 2010).

Penurunan level estrogen mengakibatkan peningkatan kadar follicle stimulating hormone (FSH), sehingga endometrium semakin tidak berkembang dan mengalami atropi. Lapisan stroma pada ovarium menghasilkan androstenedion yang mengubah lemak di perifer menjadi estron yang merupakan jenis estrogen yang lebih lemah dari estradiol. Akhir dari proses diatas adalah berhentinya menstruasi pada wanita, padahal sebagian besar wanita mengandalkan hormon steroid untuk kehidupan reproduksi (Hamilton-fairley, 2009).

1.4 Perubahan Fisik dan Psikologis yang Terjadi pada Masa Menopause Pada saat menopause sekitar 60% wanita relatif tanpa gejala, 25% gejala ringan, dan 15% mengalami gejala sedang sampai berat (Hamilton-fairley, 2009). Sekitar 85% wanita mengalami hot flushes selama melewati masa klimakterium, tapi separuh wanita menganggap hot flushes tidak mengganggu. Gejala yang muncul akibat kehilangan estrogen tubuh dapat dikelompokkan menjadi: 1) gejala awal yang terdiri atas hot flushes, insomnia, irritability dan gangguan mood; 2) Pada tahap intermediet terjadi perubahan fisik berupa atropi urogenital, inkontinensia stres dan perubahan pada kulit, kuku dan rambut; 3) Pada tahap


(21)

akhir terjadilah penyakit seperti osteoporosis, demensia, penyakit kardiovaskuler dan kanker (Hacker & Gambone, 2010).

Sebagian besar wanita melaporkan hot flushes berkembang pada masa-masa transisi dan semakin berat pada periode menstruasi terakhir. Hot flushes terjadi akibat putusnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium. Biasanya hot flushes dikaitkan dengan peningkatan denyut nadi, peningkatan suhu kulit, vasodilatasi perifer, berkeringat dan penurunan suhu tubuh secara bertahap. Hot flushes berbeda pada setiap wanita, pada beberapa wanita hot flushes hanya berupa sensasi hangat yang bersifat sementara dan hanya sesekali muncul. Namun pada sebagian wanita lainnya mengalami sensasi panas setiap jamnya, berkeringat dan peningkatan denyut jantung. Beberapa melaporkan adanya menggigil, demam disertai dengan sensasi panas. Pada observational study menunjukkan bahwa 75% wanita akan mengalami hot flushes setelah menopause. kebanyakan wanita yang tidak melakukan pengobatan akan mengalami penghentian hot flushes dalam waktu 5 tahun, meskipun ada beberapa wanita terus mengalami gejala ini selama 30 tahun atau lebih. Hot flushes adalah alasan utama sekitar 50% wanita menopause mencari pengobatan medis (Bieber, Sanfilippo & Horowitz, 2006).

Kegagalan fungsi ovarium telah mengakibatkan terjadinya penurunan estradiol yang menyebakan suatu perubahan dalam siklus tidur seorang wanita, wanita akan mengalami kesulitan untuk istirahat dan tidur yang cukup. Terjadinya perubahan pada fase laten dari tidur (waktu yang dibutuhkan untuk tidur) yang memanjang dan waktu tidur nyata yang memendek (Beckman et al, 2002).


(22)

Gangguan tidur sangat sering dilaporkan pada masa menopause. Banyak wanita memandang bahwa gangguan tidur diakibatkan oleh gejala vasomotor namun data dari hasil pemeriksaan pada saat tidur menegaskan bahwa tidak adanya hubungan antara gejala vasomotor dengan gangguan tidur yang tercatat. Dampak nyata akibat sering terbangun dimalam hari adalah dapat menyebabkan kelelahan disiang hari, irritability, dan perubahan mood pada beberapa wanita yang mengalami postmenopause (Bieber, Sanfilippo & Horowitz, 2006).

Wanita juga melaporkan peningkatan kecemasan dan irritability selama periode menopause. Kecemasan yang timbul sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Irritability mudah terlihat dibanding kecemasan. Wanita lebih mudah tersinggung dan marah terhadap sesuatu yang sebelumnya dianggap tidak mengganggu. Hal ini mungkin disebabkan dengan datangnya menopause maka wanita menjadi sangat menyadari proses-proses mana yang sedang berlangsung dalam dirinya. Perasaannya menjadi sangat sensitif terhadap sikap dan perilaku orang-orang disekitarnya, terutama jika sikap dan perilaku tersebut dipersepsikannya sebagai menyinggung penerimaan yang sedang terjadi dalam dirinya (Berek, 1996).

Mukosa vagina, servik, endoservik, endometrium, miometrium dan uroepitelium adalah jaringan estrogen dependent. Akibat penurunan produksi estrogen, jaringan ini menjadi atropi sehingga menimbulkan berbagai gejala. Selain itu, jaringan epitel pada vagina menjadi tipis dan sekresi dari serviks menurun. Akibatnya, vagina menjadi kering wanita akan mengalami penurunan


(23)

libido dan dispareunia. Atropi vagina juga bisa menimbulkan rasa gatal dan terbakar serta lebih rentan terinfeksi oleh flora normal (Beckman et al, 2002).

Estrogen juga dapat mempengaruhi ketebalan kulit. Terjadinya penurunan produksi estrogen oleh ovarium dapat menyebabkan kulit menjadi tipis, kurang elastis dan biasanya lebih rentan terkena luka abrasi dan trauma. Beberapa wanita juga menyatakan terjadinya perubahan pada rambut dan kuku akibat perubahan hormonal pada masa menopause. Penurunan produksi estrogen menyebabkan peningkatan testosteron yang bebas yang mengakibatkan tumbuhnya rambut diwajah. Perubahan jumlah produksi estrogen juga mempengaruhi kecepatan rambut rontok (Berek, 1996).

Penurunan libido atau ketertarikan terhadap hubungan seksual bisa terjadi pada masa menopause. Atropi pada vagina adalah faktor yang berkaitan dengan penurunan kepuasan seksual. Rasa tidak nyaman diakibatkan karena kurangnya lubrikasi dari vagina sehingga terjadilah penurunan kepuasan seksual. Namun aktifitas seksual masih relatif stabil pada wanita sebelum dan setelah menopause. (Astutik, 2013).

Hasil study observational juga menunjukkan bahwa kehilangan estrogen pada saat menopause adalah salah satu faktor yang dapat menyebabkan kekeruhan pada lensa, hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan keluhan merasa kering dibagian mata (Bieber, Sanfilippo & Horowitz, 2006).

Akibat lanjut dari penurunan kadar estrogen adalah osteoporosis. Menurut Kanis (1994) dalam Schorge et al (2008) sekitar 1,5 juta orang Amerika mengalami fraktur akibat osteoporosis setiap tahunnya. Bagian yang paling


(24)

sering terkena fraktur adalah tulang belakang, pinggul dan pergelangan tangan. Fraktur pada osteoporosis berhubungan dengan peningkatan kecacatan dan kematian. Resiko kematian setelah fraktur dilaporkan dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak mengalami fraktur. Persentasi kematian yang disebabkan karena fraktur tulang pinggul adalah 30%. Disisi lain 40% dari mereka mereka yang mengalami fraktur tulang pinggul mampu untuk mandiri seperti keadaan sebelum fraktur.

Kiezback (2003) dalam Schorge (2008) mendefinisikan osteoporosis sebagai penyakit pada tulang dimana kekuatan tulang terganggu, mengakibatkan peningkatan resiko fraktur. Sebagian besar kekuatan tulang ditentukan oleh bone mineral density (BMD), sehingga BMD dijadikan sebagai alat pengukuran efektif untuk mendeteksi pasien dengan resiko tinggi fraktur. Tidak hanya BMD, kekuatan tulang dan resiko fraktur juga dipengaruhi oleh kualitas tulang lainya seperti kecepatan pembentukan tulang, ukuran dan geometri, mikro arsitektur, kandungan mineral, timbunan kerusakan dan kualitas matriks tulang.

Menurut (Beckmann, 2002) osteoporosis terjadi karena hilangnya kekuatan tulang akibat tulang yang mengalami demineralisasi yang terjadi sekitar 15 sampai 20 tahun setelah berhentinya fungsi ovarium. Demineralisasi tulang tidak hanya terjadi karena proses alami dari menopause tetapi juga karena penurunan produksi estrogen.

Penurunan produksi estrogen juga mempengaruhi kadar lemak dalam sirkulasi dan dapat mengakibatkan gangguan pada kardiovaskuler. Total kolesterol sirkulasi meningkat akibat menurunnya high density lipoprotein


(25)

(HDL) dan terjadinya peningkatan low density lipoprotein (LDL) sehingga kolesterol meningkat (Manuaba, 2010).

1.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Usia Menopause

Seiring dengan perubahan zaman usia wanita menopause cenderung semakin cepat. Banyak penelitian yang gencar dilaksanakan guna mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi usia menopause seorang wanita. Beberapa faktor tersebut diantaranya:

a. Usia melahirkan

Semakin tua seseorang melahirkan anak maka semakin tua ia mulai memasuki masa menopause. Hal ini terjadi karena kehamilan dan persalinan akan memperlambat sistem kerja organ reproduksi bahkan akan memperlambat proses penuaan tubuh (Hastutik, 2010).

b. Indeks masa tubuh (IMT)

Hasil studi menunjukkan bahwa wanita dengan indeks massa tubuh yang lebih rendah cendrung mengalami menopause pada usia yang lebih cepat, dimana wanita dengan IMT yang rendah beresiko 0,6 kali lebih cepat untuk mengalami menopause. Diasumsikan bahwa jaringan adiposa yang lebih banyak pada wanita obesitas memungkinkan proses aromatisasi androgen yang lebih tinggi. Namun begitu, mekanisme mengenai hubungan IMT dengan usia menopause belum dapat dijelaskan secara pasti dikarenakan hasil penelitian yang mengidentifikasi hubungan ini sering berbeda satu sama lain. Karena disisi lain, obesitas juga dapat memicu inadekuasi fungsi ovarium (Beckmann et al., 2002)


(26)

c. Jumlah paritas

Ayurai (2009) dalam Hastutik (2010) menegaskan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah paritas dengan usia menopause seorang wanita. Semakin banyak seorang wanita melahirkan maka semakin tua atau semakin lama mereka memasuki masa menopause.

d. Stres psikososial

Prospective study pada wanita U.S. ditemukan bahwa stres psikososial diprediksi menjadi penyebab menopause dini. Tampak bahwa stres mengaktifkan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal, yang menyebabkan peningkatan sekresi glukokortikoid dengan penghambatan pelepasan gonadotropin hormon dan menekan ovulasi (Palmer et al, 2003).

e. Status sosioekonomi dan tingkat pendidikan

Walaupun tingkat signifikansi kedua faktor ini dalam mempengaruhi menopause masih bervariasi, didapati data bahwa menopause cenderung lebih awal terjadi pada wanita dengan status sosioekonomi menengah ke bawah dan pada wanita dengan tingkat pendidikan yang rendah (Astutik, 2013).

f. Merokok

Hasil penelitian menunjukkan bahwa salah satu zat aktif dalam rokok, yaitu polycyclic aromatic hydrocarbon telah terbukti bersifat toksik terhadap folikel-folikel ovarium. Berbagai penelitian menunjukkan adanya hubungan dosis-respon dimana perokok berat mengalami usia menopause yang jauh lebih cepat dibanding perokok ringan dan wanita yang tidak merokok. Secara umum, wanita


(27)

yang merokok mengalami menopause sekitar dua tahun lebih awal dibandingkan wanita yang tidak merokok (Palmer et al., 2003).

1.6 Perawatan Pada Masa menopause

Untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan wanita selama masa menopause perlu dilakukan beberapa perawatan mandiri. Perawatan mandiri yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

Pertama “Melakukan Kunjungan ke Pelayanan Kesehatan”. Usahakan pemeriksaan kesehatan secara rutin berupa pap-test, mammogram, tes kolesterol, triglyceride, dan screning lainnya. Penting bagi bagi para wanita untuk tidak lupa melakukan general check-up. Banyak praktek dokter dan klinik kesehatan swasta menawarkan program check-up untuk wanita yang dikenal sebagai well women check, program ini didesain untuk menilai kesehatan wanita secara umum dan menemukan masalah kesehatan yang berpotensi muncul pada tingkat dini. Program tersebut juga memberikan berbagai informasi tentang risiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis dan juga memastikan tindakan apa yang dilakukan dokter supaya wanita menopause tetap sehat (Fox-spencer & Brown, 2006).

Kedua “Terapi Sulih Hormon (TSH)”, merupakan pilihan untuk mengurangi keluhan pada wanita dengan keluhan atau sindroma menopause dalam masa premenopause dan postmenopause. TSH mengandung beberapa macam hormon yang dapat dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu TSH estrogen, TSH estrogen-progestin, TSH estrogen-androgen, dan TSH estrogen-androgen-progestin. Terapi sulih hormon digunakan untuk mengurangi gejala hot flushes, vagina kering, dan gangguan saluran kandung kemih. Penggunaan TSH juga dapat


(28)

mencegah perkembangan penyakit akibat dari kehilangan hormon estrogen, seperti osteoporosis dan jantung koroner. Tujuan dari pemberian TSH adalah sebagai suatu usaha untuk mengganti hormon yang ada pada keadaan normal untuk mempertahankan kesehatan wanita menopause (Azziz, 2007).

Ketiga “Olahraga Secara Teratur”, olah raga pada masa menopause ini harus disesuaikan dengan usia dan juga memperhatikan penyakit dan gangguan yang diderita. Olah raga yang paling ditekankan pada masa menopause adalah olahraga yang dapat meningkatkan kebugaran, kalau memungkinkan dapat meningkatkan kesehatan. Jenis olahraga yang dapat dilakukan yaitu jalan cepat, senam, dan berenang. Setiap olahraga yang akan dilakukan harus memperhatikan kondisi kesehatan, jika memiliki penyakit jantung koroner, osteoporosis dan darah tinggi maka intensitas dari olah raga harus diperhatikan karena olah raga pada keadaan tersebut dapat memperburuk kondisi kesehatan. Manfaat lain dari olahraga selain kebugaran adalah dapat memperkuat tulang, mencegah penyakit jantung, diabetes, dan kanker tertentu, menstabilkan berat badan, mengurangi keluhan klimakterik dan mengurangi stres (Bramantyo, 2002).

Keempat “Melakukan Latihan Teknik Relaksasi dan meditasi lainnya”, merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh wanita menopause untuk mengurangi stres, kekalutan emosi dan bahkan dapat mereduksi gangguan fisiologis tubuh. Berbagai penelitian telah dilakukan oleh para ahli dan mnunjukkan bahwa teknik relaksasi mempunyai hubungan yang positif secara psikologis dan kesehatan fisik. Relaksasi merupakan salah satu teknik manajemen stres yang baik, tidak hanya memberikan perasaan damai atau ketenangan di


(29)

dalam diri individu, teknik ini juga dapat menjadi suatu hal yang positif bila dilakukan secara rutin. Melakukan teknik relaksasi memberikan beberapa keuntungan yaitu dapat mengurangi gelaja-gejala pada saat menopause seperti hot flushes dan juga dapat memberikan ketenangan psikologis bagi ibu (Proverawati & Sulistyawati, 2010).

Kelima “Nutrisi”, bertambahnya usia mengakibatkan beberapa organ tidak melakukan proses perbaikan (remodeling) diri lagi. Semakin tua, aktivitas gerak yang dilakukan berkurang sehingga kalori yang dikeluarkan juga berkurang. Selain itu, kebutuhan kalori untuk metabolisme juga menurun. Semua energi yang dikeluarkan lebih sedikit dibandingkan ketika usia muda. Dengan demikian, asuhan makanan yang dibutuhkan juga berkurang. Apabila asupan yang dikonsumsi dalam jumlah yang sama akan tersimpan dalam bentuk lemak. Meskipun demikian wanita menopause membutuhkan makanan bergizi seimbang. Oleh karena itu wanita menopause harus mengetahui makanan apa saja yang diperbolehkan dan dilarang untuk dikonsumsi. Makanan yang dianjurkan pada saat menopause adalah makanan yang rendah lemak dan kacang-kacangan (kedelai, kacang buncis, dan jenis polongan lainnya). Pada saat menopause konsumsi suplemen dalam makanan harus ditingkatkan seperti kalsium, vitamin D, vitamin E, dan lemak merupakan bagian penting dari pola makan, lemak yang dianjurkan yaitu lemak monounsaturated (lemak tak jenuh tunggal) atau polyunsaturated (lemak tak jenuh ganda). Sumber lemak tak jenuh yang baik yaitu minyak ikan (misalnya ikan sardine), kacang-kacangan dan biji-bijian, alpukat dan wijen, minyak sayur dan rapesed oil. sedangkan makanan yang harus dihindari


(30)

pada saat menopause adalah makanan pedas, berkafein, dan beralkohol karena dapat memperburuk gejala yang dirasakan oleh wanita (Proverawati & Sulistyawati, 2010).

Keenam “Menerapkan Pola Makan yang Sehat”, penting untuk mempertahankan pola makan yang seimbang menyediakan kebutuhan kalori harian, tetapi juga usahakan tidak melebihi batas-batas yang diperbolehkan. Cara makan yang tepat terdiri atas: 1) memilih jenis makanan yang “bermanfaat”. Misalnya, memilih makanan berprotein yang mengandung lemak tak jenuh, seperti ikan tuna dan salmon; 2) patuhi jadwal makan, yaitu makan makanan bergizi seimbang tiga kali sehari pada waktu yang tepat, yaitu sarapan, makan siang, dan makan malam dan dua kali makan makanan selingan; 3) jangan makan dalam kondisi lapar karena akan membuat cara makan menjadi terburu-buru dan banyak; 4) perbanyak konsumsi makanan yang diolah dari bahan makanan yang segar dengan proses pengolahan yang tidak terlalu lama. Dengan demikian, kandungan zat gizinya diharapkan dapat diperoleh secara maksimal; 5) makanlah secukupnya, jangan turuti selera makan yang meningkat atau sebaliknya (Bramantyo, 2002).

Ketujuh “Gaya Hidup”, gaya hidup seseorang dapat menentukan kesehatan dimasa yang akan datang. Gaya hidup yang sehat akan membantu tubuh beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi pada saat menopause. pola makan dan olah raga yang dilakukan dapat mengendalikan gejala-gejala menopause. gaya hidup yang harus dikurangi adalah kebiasaan merokok, minum beralkohol dan makan makanan yang tidak sehat (Astutik, 2013).


(31)

Kedelapan “Catatan tentang kontrasepsi dan Aktivitas Seksual”, salah satu aspek fundamental dari menopause adalah menandakan akhir dari kehidupan reproduktif. Tetapi sangat perlu diketahui bahwa sangat sulit menentukan kapan menopause terjadi. Menstruasi masih dapat terjadi diakhir usia reproduktif secara tidak teratur, hal ini dapat menyebabkan kehamilan. Kehamilan diakhir usia reproduktif dapat menimbulkan masalah biologis, psikologis, dan sosial. Jadi penting untuk menggunakan alat kontrasepsi selama 2 tahun jika usia menopause masih dibawah 50 tahun. Aktivitas seksual sebaiknya tetap dilakukan agar dapat menjaga keharmonisan hubungan dalam rumah tangga. Kekurangan cairan vagina yang terjadi dapat diatasi dengan menambahkan lubrikan sehingga saat berhubungan tidak terjadi rasa sakit (Fox-spencer & Brown, 2006).

Kesembilan “Meningkatkan Kehidupan Religi”, ketenangan jiwa dan batin mungkin akan menyeimbangkan seluruh kehidupan yang sudah dijalani. Apalagi dengan bertambahnya usia, hampir semua pengalaman sudah dialami, baik berbentuk kepuasan maupun ketidakpuasan, apa pun hasil akhirnya ketenangan bathin yang ingin didapatkan. Semua dikembalikan kepada Allah Yang Maha Besar, dengan cara ini apa pun yang terjadi dapat diterima dan dikembalikan kepada Allah semata. Oleh karena itu, harus diupayakan tubuh tetap sehat, bugar, hati gembira dan pikiran tenang dengan kepercayaan bahwa semua dilakukan untuk menunjang kesehatan (Bramantyo, 2002).


(32)

2.Suku Minangkabau 2.1 Suku minang

Minangkabau adalah suatu lingkungan adat di provinsi Sumatera Barat dan sekitarnya, pengertian Minangkabau tidaklah persis sama dengan pengertian Sumatera Barat. Hal ini disebabkan karena kata Minangkabau lebih banyak mengandung makna sosial kultural, sedangkan kata Sumatera Barat lebih banyak mengandung makna geografis administratif. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa Minangkabau terletak dalam daerah geografis administratif Sumatera Barat dan juga menjangkau keluar daerah Sumatera Barat yaitu kesebagian barat daerah geografis administratif Propinsi Riau dan sebagian barat daerah geografis administratif Jambi. Kedua hal ini masuk kedalam lingkungan sosial kultural Minangkabau dapat diketahui bahwa mereka secara sosial dan budaya pada umumnya sama dengan yang terdapat dalam masyarakat yang berada di Sumatera Barat (Panuh, 2012).

2.2Makanan khas suku minangkabau

Minangkabau telah dikenal diseluruh nusantara sebagai daerah yang mempunyai banyak ragam makanan yang rasanya lezat. Hal ini didukung dengan keberadaan restoran ataupun rumah makan Padang.

Rendang daging adalah masakan tradisional bersantan dengan daging sapi sebagai bahan utamanya. Masakan khas dari Sumatera Barat, Indonesia ini sangat digemari disemua kalangan masyarakat baik itu di Indonesia sendiri ataupun di luar negeri. Selain daging sapi, rendang juga menggunakan kelapa (karambia), dan campuran berbagai bumbu lainnya asli Indonesia. Rendang


(33)

memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang Sumatra Barat yaitu musyawarah (Sudiharto, 2007).

2.3 Perilaku Kesehatan Suku Minangkabau

Menurut Sudiharto (2007) dalam Nainggolan (2011), Praktik kesehatan keluarga Minangkabau dipengaruhi oleh nilai-nilai ajaran agama Islam. Keluarga Minangkabau pada kelas sosial yang rendah mempunyai pola perilaku mencari bantuan pertolongan kesehatan keluarga yang sederhana, yaitu dengan pergi ke dukun. Sejalan dengan aktivitas ekonomi di pedesaan, banyak warung yang menjual obat sampai ke pelosok. Oleh karena itu bila mereka sakit, biasanya mereka hanya berobat ke warung saja. Resiko yang dapat terjadi dengan pola mencari bantuan kesehatan seperti ini adalah terjadi komplikasi atau sakitnya semakin parah. Dampak yang lebih luas adalah bila datang ke rumah sakit dan tidak tertolong, mereka menganggap tenaga kesehatan di rumah sakit tidak cekatan sehingga jiwa anggota keluarga tidak tertolong. Dilain pihak bila dukun tidak berhasil menyembuhkan anggota keluarga mereka, keluarga akan mengatakan mereka belum berjodoh dengan pengobatan alternative atau dukun (Sudiharto, 2007).

2.4 Pelaksanaan Tugas Kesehatan Keluarga Suku Minangkabau

Pengertian sehat-sakit menurut masyarakat suku Minangkabau tidak terlepas dari tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tersebut. Pada umumnya, masyarakat menganggap bahwa seseorang dikatakan sehat adalah seseorang yang memiliki jasmani dan rohani yang sehat, serta dapat melakukan


(34)

aktivitasnya sehari-hari. Sedangkan untuk masalah sakit, sebagian masyarakat Minangkabau masih ada yang mempercayai bahwa selain disebabkan karena penyebab fisik, juga disebabkan karena adanya gangguan roh-roh halus. Bagi masyarakat Minangkabau, dikatakan sakit jika seseorang tersebut tidak dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti berdagang, bekerja di kantor, berladang dan lain-lain. Walaupun seseorang tersebut sudah memiliki gejala sakit seperti sakit kepala, flu ataupun masuk angin namun masih dapat beraktivitas belum diartikan sebagai sakit. Dan jikalau kepala keluarga sakit, maka secara tidak langsung semua anggota keluarga yang ada di dalam keluarga tersebut akan sakit.

Dalam hal pengambilan keputusan untuk menentukan tindakan yang akan dilakukan jika salah seorang anggota keluarga sakit, biasanya diputuskan secara bersama oleh anggota keluarga tersebut. Namun adakalanya, jika keluarga tidak mampu lagi dalam hal dana ataupun penyakitnya sudah terlalu berat maka keluarga tersebut meminta bantuan dari keluarga yang lain atau bahkan dari organisasi yang diikuti oleh keluarga tersebut. Keputusan keluarga tergantung jenis penyakit yang terjadi pada orang tersebut. Sebelum pelayanan medis berkembang dan bertambah banyak seperti sekarang ini, kebanyakan keluarga membawa yang sakit ke pengobatan alternatif (dukun). Untuk saat ini keluarga sudah terlebih dahulu membawa ke dokter ataupun pelayanan medis yang lain (Piliang, 2009).

Ada beberapa jenis penyakit yang menurut masyarakat Minangkabau tidak dapat dibawa kepada pelayanan medis seperti penyakit busung, kusta atau pada suku Minangkabau dikenal dengan ‘biriang’ dan patah tulang yang biasanya


(35)

hanya dibawa kepada dukun patah. Menurut mereka, penyakit busung dan kusta tersebut disebabkan karena guna-guna (ulah seseorang). Penyakit busung (perut membuncit, namun badan semakin kurus) biasanya disebabkan karena seseorang tersebut terkena kutukan karena telah memakan ikan (benda) larangan, dan untuk sembuh harus berobat kepada orang yang telah membuat larangan tersebut (Caniago, 2009).

Dalam hal perawatan orang sakit, seiring dengan perkembangan teknologi dan tingginya tingkat pengetahuan, keluarga/masyarakat Minangkabau lebih memilih untuk meneruskan pengobatan yang didapat dari petugas kesehatan. Namun adakalanya, keluarga memberikan perawatan-perawatan sederhana seperti jika seseorang demam hanya dikompres dengan daun-daun yang sifatnya dingin (kembang semangkok, daun jarak), jika batuk diberikan air daun kacang tujuh yang telah diremas. Keluarga Minangkabau memiliki waktu untuk berkumpul bersama keluarga pada saat makan malam yang digunakan untuk mendiskusikan ataupun mengetahui perkembangan dari setiap anggota keluarga tersebut. Dalam hal pemanfaatan fasilitas kesehatan, hampir sebagian besar masyarakat Minangkabau sudah lebih memilih untuk berobat kepada petugas kesehatan. Kepercayaan pada fasilitas kesehatan tergantung pada individu tersebut, lebih percaya kepada petugas kesehatan atau pengobatan alternatif (Caniago, 2009).


(36)

BAB 3

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif melalui pendekatan fenomenologi. Eksplorasi pengalaman masa menopause ibu suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh menggunakan pendekatan kualitatif merupakan metode yang sesuai karena dapat mencermati lebih mendalam pengalaman individu tersebut. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengumpulkan dan menganalisa data dalam bentuk naratif tentang persepsi yang bersifat subjektif serta cenderung menggunakan pendekatan yang holistik untuk menguraikan pengalaman tersebut (Polit & Hungler, 2001 dalam Hamid, 2008). Pendekatan Fenomenologi adalah suatu ilmu yang memiliki tujuan untuk menjelaskan fenomena dalam bentuk pengalaman hidup. Penggunaan desain penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi bertujuan untuk memperoleh data yang lebih komprehensif, mendalam, kredibel, dan bermakna (Saryono & Anggraeni, 2013).

Peneliti dalam penelitian kualitatif bertindak sebagai instrument utama dalam proses wawancara. Pada tahap ini peneliti mempelajari berbagai literatur secara seksama yaitu dengan memahami laporan-laporan yang berkaitan dengan fenomena yang akan diteliti. Selain itu peneliti juga melakukan field study untuk mencari data-data awal yang menunjang fenomenologi diantaranya dengan


(37)

melakukan pengamatan pada wanita menopause suku Minang kemudian melakukan wawancara dengan salah seorang Ibu suku Minang.

2. Partisipan

Penelitian kualitatif sangat erat kaitannya dengan faktor-faktor konstektual. Populasi dalam penelitian ini adalah semua wanita suku Minang yang tinggal di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh. Pengambilan sampel pada penelitian kualitatif tidak diarahkan pada jumlah tetapi berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan informasi sampai mencapai saturasi data. Tujuan sampling adalah untuk merinci kekhususan dan menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan teori yang muncul. Oleh karena itu pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling (Moleong, 2005).

Metode Purposive sampling adalah metode pemilihan partisipan dalam suatu penelitian dengan menentukan terlebih dahulu kriteria sampel secara sengaja dan dengan terlebih dahulu mempelajari ciri khas dari populasi masalah yang diteliti (Saryono dan Anggraeni, 2013). Adapun kriteria sampel dalam penelitian ini sebagai berikut: 1) Ibu yang telah berhenti menstruasi selama 12 bulan atau lebih; 2) Suku Minang serta sehat jasmani dan rohani; 3) Bertempat tinggal di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh; 4) Bersedia menjadi partisipan yang dinyatakan secara verbal atau dengan menandatangani surat perjanjian penelitian.

Penelitian kualitatif menggunakan sampel dalam jumlah yang sedikit dan tidak acak. Pada penelitian kualitatif jumlah sampel ditentukan berdasarkan informasi yang dibutuhkan. Oleh karena itu, prinsip dalam pengambilan sampel


(38)

adalah saturasi data, apabila informasi baru yang didapatkan sama dengan informasi sebelumnya maka data dikatakan telah sampai pada titik jenuh dan pengambilan sampel berikutnya dihentikan. Redudansi data dapat didapatkan dengan jumlah sampel yang kecil apabila semua partisipan memberikan informasi secara mendalam. penelitian fenomenologi biasanya didasarkan pada 10 sampel atau lebih sedikit dari 10 (Polit, Beck, Hungler, 2001).

3. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh yaitu dikelurahan Muaro, Pasir dan Taruko. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Desember sampai Februari 2014.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan pertimbangan etik, yaitu memberi penjelasan kepada calon partisipan penelitian tentang tujuan penelitian dan prosedur pelaksanaan penelitian. Apabila calon partisipan bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka partisipan dipersilahkan untuk mendatangi informed consent. Jika partisipan menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.

Penelitian ini juga menggunakan etika penelitian dengan menerapkan beberapa prinsip etik yaitu prinsip manfaat (beneficient), prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity), dan prinsip keadilan (right to justice) (Streubert & Carpenter, 2003 dalam Palupi, 2010). Penelitian ini tidak menimbulkan resiko bagi individu yang menjadi partisipan, baik resiko fisik maupun psikis. Pertimbangan etik lainnya yaitu menjaga kerahasiaan


(39)

(confidentiality) dan anonimitas (annonimity) semua catatan mengenai data responden dijaga dengan tidak menuliskan nama partisipan pada instrument, tetapi hanya menggunakan inisial saja. Seluruh data-data yang diperoleh dari partisipan juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian (Polit, Beck, & Hungler, 2001).

5. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan setelah mendapatkan izin Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Peneliti melakukan uji coba wawancara pada salah seorang wanita menopause yang familiar dengan peneliti. Hasil uji coba wawancara dibuatkan transkrip kemudian dikonsulkan dengan pembimbing. Hasil transkrip wawancara dirubah dari bahasa Minang kedalam bahasa Indonesia. Setelah melakukan uji coba, selanjutnya peneliti mengadakan pendekatan kepada calon partisipan. Pada awalnya calon partisipan pertama menolak untuk diwawancarai namun setelah peneliti menjelaskan lebih detail mengenai penelitian partisipan pertama bersedia dan terbinalah hubungan saling percaya antara peneliti dan partisipan. Sebelum dilakukan wawancara partisipan menandatangani informed concent sebagai tanda persetujuan menjadi sampel penelitian. Selanjutnya pengumpulan data dilakukan dengan cara menggunakan kuesioner data demografi sebagai data dasar, dan in-depth interview yaitu wawancara mendalam dengan menggunakan tape recorder dan catatan lapangan. Wawancara mendalam dengan partisipan pertama dilakukan selama 35 menit. Untuk partisipan kedua dan selanjutnya peneliti melakukan snowball sampling dan proses pendekatan yang sama seperti partisipan pertama. Setiap partisipan


(40)

diminta menandatangani informed concent, mengisi kuesioner data demografi dan dilakukan wawancara mendalam selama 30 sampai 60 menit. Setelah mencapai saturasi data maka pengumpulan data dihentikan.

6. Analisa Data

Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan orang lain (Sugiyono, 2010).

Analisa data dilakukan bersamaan pada saat transkripsi data pertama dilakukan data diseleksi kata perkata. Kemudian analisa data dilakukan dengan menggunakan metode Collaizi (1978) karena cocok dengan pendekatan

interpretative (menafsirkan) pada penelitian kualitatif. Ini adalah salah satu

metode yang umum untuk analisa data yang direkomendasikan untuk studi fenomenologi (Talbot, 1995).

Proses analisa data meliputi:

(1) Membaca semua deskripsi untuk mendapatkan perasaan partisipan. Dalam hal ini, peneliti membaca semua deskripsi dan juga mendengarkan tape recorder beberapa waktu untuk mendapatkan rasa keakraban terhadap makna ekspresi partisipan dan untuk kepekaan peneliti terhadap cara setiap partisipan berbicara.


(41)

(2) Mengutip frase atau kalimat secara langsung yang menyinggung fenomena. Dalam langkah ini, frase dan kalimat signifikan yang menyinggung tentang pengalaman masa menopause. Pernyataaan signifikan diformulasikan ke dalam bentuk yang lebih umum atau yang dinyatakan kembali untuk mentransformasikan bahasa konkrit partisipan kedalam bahasa ilmiah.

(3) Formulasi arti dari setiap pernyataan yang signifikan. Dalam langkah ini pernyataan yang signifikan dipelajari untuk diambil dan direkam pengertiannya.

(4) Mengorganisasikan kumpulan makna formulasi tersebut kedalam kelompok tema. Dalam langkah ini, peneliti mengidentifikasi tema dari makna yang diformulasikan kedalam kelompok dan kategori untuk mendapatkan tema yang umum pada deskripsi semua partisipan.

(5) Menghilangkan hasil deskripsi yang lengkap. Dalam analisis ini, deskripsi mendalam tentang pengalaman masa menopause pada ibu suku Minang diperoleh, yaitu integrasi narasi dari semua tema, kelompok tema, dan kategori tema.

(6) Formulasi deskripsi mendalam dengan pernyataan tegas dari instruktur penting fenomena tersebut. Dalam langkah ini peneliti mengembangkan deskripsi mendalam untuk memperoleh pengetahuan dalam struktur pengalaman hidup. Peneliti memformulasikan struktur esensial dari pengalaman menopause pada ibu suku Minang yang mendalam (Lasmaria, 2007).


(42)

7. Tingkat Kepercayaan Data

Untuk meningkatkan derajat kepercayaan data atau keabsahan data, peneliti mempertimbangkan validitas peneliti melakukan uji tingkat kepercayaan atau kredibilitas. Peneliti juga melakukan pilot studi dengan cara melakukan uji wawancara kepada ibu menopause yang bukan partisipan. Kredibilitas meliputi aktivitas yang dilakukan agar hasil penelitian kualitatif memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi sesuai dengan fakta di lapangan (Streubert & Caerpenter, 2003 dalam Palupi, 2010). Prolonged engagement tidak dilakukan karena peneliti telah familiar dengan partisipan dan peneliti memiliki budaya yang sama dengan partisipan. Cara yang dilakukan untuk memperoleh tingkat kepercayaan hasil penelitian antara lain: 1) mencatat hal-hal penting serinci mungkin mencakup catatan pengamatan obyektif terhadap setting, partisipan maupun hal lain yang terkait; 2) mendokumentasikan secara lengkap dan rapi data yang terkumpul, proses pengumpulan data maupun strategi analisisnya; 3) memanfaatkan langkah dan proses yang diambil peneliti sebelumnya sebagai masukan bagi peneliti untuk melakukan pendekatan dan menjamin pengumpulan data yang berkualitas; 4) menyertakan pihak yang dapat memberikan kritik dan saran yang memberi pertanyaan kritis terhadap peneliti yaitu pembimbing peneliti; dan 5) melakukan pengecekan data kembali (Sugiyono, 2010).


(43)

BAB 4

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Bab ini menjelaskan berbagai pengalaman masa menopause Ibu suku Minang. Melalui proses analisa data secara induktif dari hasil wawancara mendalam dan catatan lapangan, ditemukan tema-tema esensial yang selanjutnya dideskripsikan dalam bentuk naratif pada penyajian hasil penelitian.

Hasil penelitian dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama menguraikan gambaran karakteristik partisipan yang berpartisipasi dalam penelitian ini. Bagian kedua memberi pemaparan hasil analisis tematik pengalaman masa menopause ibu suku Minang. Karakteristik partisipan diuraikan meliputi umur ibu, agama, suku, pekerjaan, pendidikan, jumlah anak, status gravida, paritas dan abortus (GPA), usia menopause, lama menopause. Paparan hasil penelitian meliputi deskripsi hasil wawancara mendalam yang disusun berdasarkan tema yang ditemukan.

1.1 Karakteristik partisipan

Jumlah partisipan yang berpartisipasi dalam penelitian ini adalah sebanyak tujuh orang. Semua partispan adalah ibu suku Minang yang telah mengalami menopause dan bertempat tinggal di Koto Nan Gadang kota Payakumbuh. Karakteristik Ibu suku Minang tersebut sebagai berikut:

Partisipan pertama (P1) 65 tahun, Islam, Minang, pendidikan terakhir SD, pekerjaan ibu rumah tangga dan menjahit, jumlah anak 4 orang, gravida 10, paritas 4, abortus 6, usia menopause 49 tahun, lama menopause 15 tahun, masih


(44)

memiliki pasangan, usia pasangan 70 tahun, pengangguran, dan tinggal dirumah milik sendiri.

Partisipan kedua (P2) 80 tahun, Islam, Minang, pendidikan terakhir SD (tidak tamat), pekerjaan buruh tani, jumlah anak 4 orang, gravida 4, paritas 4, abortus 0, usia menopause 50 tahun, lama menopause 30 tahun, pasangan sudah meninggal, dan tinggal bersama anak.

Partisipan ketiga (P3) 55 tahun, Islam, Minang, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan serabutan (buruh tani, tukang cuci, beternak), jumlah anak 6 orang, gravida 6, paritas 6, abortus 0, usia menopause 46 tahun, lama menopause 9 tahun, masih memiliki pasangan, usia pasangan 45 tahun, pekerjaan kusir, dan tinggal dirumah sendiri.

Partisipan keempat (P4) 90 tahun, Islam, Minang, pendidikan terakhir SD (tidak tamat), pekerjaan buruh tani dan beternak, jumlah anak 10 orang, gravida 10, partus 10, abortus 0, usia menopause 60 tahun, lama menopause 30 tahun, pasangan sudah meninggal, dan tinggal bersama anak.

Partisipan kelima (P5) 60 tahun, Islam, Minang, pendidikan terakhir SD (tidak tamat), pekerjaan buruh petani, jumlah anak 7 orang, gravida 7, paritas 7, abortus 0, usia menopause 45 tahun, lama menopause 15 tahun, masih memiliki pasangan, usia pasangan 65 tahun, pekerjaan petani, dan tinggal dirumah milik pribadi.

Partisipan keenam (P6) 78 tahun, Islam, Minang, pendidikan terakhir SD (tidak tamat), pekerjaan pedagang, jumlah anak 14 orang, gravida 13, paritas 12,


(45)

abortus 1, usia menopause 50 tahun, lama menopause 28 tahun, pasangan sudah meninggal dunia dan tinggal bersama anak.

Partisipan ketujuh (P7) 72 tahun, Islam, Minang, pendidikan terakhir SD (tidak tamat), pekerjaan pedagang, jumlah anak 12 orang, gravida 12, paritas 12, abortus 0, usia menopause 42 tahun, lama menopause 30 tahun, pasangan sudah meninggal dunia dan tinggal sendiri dirumah milik pribadi.

Lebih lanjut digambarkan melalui tabel distribusi frekuensi karakteristik partisipan untuk mempermudah memahami karakteristik partisipan dalam penelitian ini:

4.1 Tabel Distribusi Frekuensi Karakteristik Partisipan Ibu Suku Minang di Koto Nan Gadang Kota Payakumbuh

No. Karakteristik Frekuensi Presentase

(%) 1. Usia Ibu :

- Usia pertengahan (middle age : 45-59) - Lanjut usia (elderly : 60-74)

- Lanjut usia tua (old: 75-90)

1 3 3 14.3% 42.9% 42.9% 2. Agama:

- Islam 7 100%

3. Suku :

- Minang 7 100%

4. Pekerjaan: - IRT - Buruh tani

- Buruh tani dan Peternak - Pedagang

- Pekerjaan serabutan

1 2 1 2 1 14.3% 28.6% 14.3% 28.6% 14.3% 5. Pendidikan :

- SD (tidak tamat) - SD - SMA 5 1 1 71.4% 14.3% 14.3% 6. Jumlah anak

- 4 orang - 6 orang

2 1

28.6% 14.3%


(46)

- 10 orang - 12 orang - 14 orang

1 1 1 14.3% 14.3% 14.3% 7. Status paritas :

- Primipara - Multipara - Grandemultipara 0 2 5 0% 28.6% 71.4% 8. Usia menopause:

- 40- 44 tahun - 45 -55 tahun - 56-60 tahun

1 5 1 14.3% 71.4% 14.3% 9. Lama menopause

- < 10 tahun - 10-15 tahun - 15-30 tahun

1 2 4 14.3% 28.6% 57.1% 10. Pasangan :

- Hidup

- Meninggal dunia

3 4

42.9% 57.1% 11. Tempat tinggal:

- Milik sendiri - Bersama anak

4 3

57.1% 42.9%

1.2 Hasil Wawancara

Hasil analisa data menjelaskan 8 tema yang ditemukan pada penelitian ini. Berbagai tema yang diperoleh terkait dengan pengalaman masa menopause ibu suku Minang sebagai berikut: a) Waktu menopause; b) Pengetahuan tentang masa menopause; c) Keluhan masa menopause; d) Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan masa menopause; e) Perawatan masa menopause; f) Manfaat perawatan masa menopause; g) Respon terhadap masa menopause; h) Dampak masa menopause.

a. Waktu menopause

Waktu menopause mencakup usia ibu mengalami menstruasi terakhir kalinya. Hasil wawancara terhadap ibu suku Minang ditemukan waktu menopause


(47)

ibu suku Minang dalam rentang usia menopause yang semestinya yaitu dalam rentang 42 sampai 60 tahun, berikut ungkapannya:

“Sajak umua 42 tahun… Ibu yobana masih mudo katiko 42 tahun. Ibu yobana ndak manyangko masak iyo umua 42 tahun ibu alah baranti mens”.

(Semenjak berumur 42 tahun…Ibu masih sangat muda ketika berumur 42 tahun. Ibu sangat tidak menyangka ketika umur 42 tahun ibu sudah berhenti mens). (P7)

“Sajak baumua 45 tahun awak ndak pernah halangan lai… kiro-kiro alah 15 tahun…”.

(Semenjak berumur 45 tahun saya tidak pernah haid lagi… kira-kira sudah 15 tahun). (P5)

“Katiko tanggal 6 februari 2004, kiro-kiro alah 10 tahun… jarak umua 45 sampai 60 gitu. Ibu menopause nyo umua 46 tahun”.

(Pada tanggal 6 februari 2004. Kira-kira sudah 10 tahun… Dengan jarak usia 45 sampai 60 tahun. Ibu berhenti menopausenya umur 46 tahun). (P3) “Kiro-kiro tahun 97… katiko umua ibuk 49 mandakekan 50 tahun..”. (Kira-kira tahun 97… ketika umur ibu 49 mendekati 50 tahun…). (P1) “…Katiko cucu partamo ibu lahia. Kiro-kiro umua 50 tahun…”.

(Ketika cucu pertama ibu lahir. Kurang lebih ketika berumur 50 tahun…). (P2)

“Sajak umua 52 tahun, ibu emang dari dulu ndak tetap menstruasinyo… Sampai pado akhirnyo yo bana baranti katiko ibu baumua 52 tahun”. (Semenjak berumur 52 tahun, ibu memang dari dulu tidak tetap menstruasinya… Sampai pada akhirnya berhenti ketika ibu berumur 52 tahun). (P6)

“Ibu baronti halangan nyo katiko baumua 60 tahun, lamo kan”. (Ibu berhenti menstruasinya ketika berumur 60 tahun, lama kan). (P4) b. Pengetahuan tentang masa menopause

Hasil wawancara terhadap ibu suku Minang ditemukan pengetahuan masa menopause ibu suku Minang. Pengetahuan ibu suku Minang tentang masa menopause adalah suatu kondisi berhentinya menstruasi, berikut ungkapannya:


(48)

“Menopause ri satau ibu katiko menstruasi awak baronti, kalau lah lewat umua awak ndak menstruasi awak le, baronti total mens awak…”.

(Menopause menurut pengetahuan ibu adalah ketika menstruasi kita berhenti, kalau sudah berumur lanjut menstruasi kita berhenti total). (P1)

“Satau ibu menopause tu katiko awak ndak haid lai, awak lah abis haid

nyo dek faktor umua lah tuo…”.

(Setahu ibu menopause itu adalah ketika kita sudah tidak haid lagi, darah haid kita sudah habis karena faktor usia yang sudah tua). (P3)

“Menopause ri berhubungan jo halangan yaitu katiko akhir dari halangan awak, awak ndak halangan lai sampai salamo e”.

(Menopause itu berhubungan dengan menstruasi yaitu akhir dari menstruasi kita, kita tidak pernah menstruasi lagi sampai selamanya). (P5) “Menopause nan ibu tau olah baronti halangan awak, mens ndak pernah datang le, baronti untuak salamo e”.

(Menopause menurut pengetahuan ibu adalah berhenti menstruasi, menstruasi tidak pernah datang lagi, berhenti untuk selamanya). (P6)

“Menopause tu halangan yang lah baranti, ndak akan datang lagi halangan sampai maningga”.

(Menopause itu menstruasi yang sudah berhenti, tidak akan datang lagi menstruasi sampai kita meninggal). (P7)

Namun dua partisipan tidak mengetahui istilah menopause, berikut ungkapannya:

“Menopause itu nan ndak mangaroti ibu, mungkin yo jak itu ajo nye, ndak ado marusak dan ndak berdampak ka kasehatan awak do samo ajo jo katiko menstruasi dulu…”.

(Menopause itu yang ibu tidak mengerti, mungkin ya seperti itu saja, tidak merusak dan tidak berdampak terhadap kesehatan sama saja seperti waktu menstruasi). (P2)

“Menopause ri ibu ndak tau de nak, dulu ndak ado istilah itu de…”.

(Ibu tidak mengetahui tentang menopause, dahulu tidak ada istilah menopause…). (P4)


(49)

c. Keluhan Masa Menopause

Keluhan masa menopause merupakan semua gejala yang dirasakan oleh ibu suku Minang sepanjang masa menopause baik pada saat pramenopause, menopause dan post menopause.

Dari hasil wawancara ditemukan bahwa ibu suku Minang mengungkapkan keluhan premenopause, menopause dan postmenopause. Berikut peneliti menguraikan satu persatu hasil wawancara yang diperoleh :

(1) Keluhan pramenopause

Keluhan pramenopause yang diungkapkan oleh ibu suku Minang antara lain jumlah darah saat menstruasi sedikit, menstruasi tidak teratur (irregular), jumlah darah saat menstruasi banyak, sakit kepala dan mual.

Jumlah darah saat menstruasi sedikit diungkapkan oleh satu partisipan, berikut ungkapannya:

“Manjolang kaboronti ri yang ibu rasoan biaso ajo nye, tapi tigo bulan sabulan menopause ri mens ibu saketek-saketek sajo”.

(Sebelum berhenti itu yang ibu rasakan ya biasa-biasa saja. Tetapi tiga bulan sebelum menopause jumlah darah menstruasi ibu yang keluar sedikit- sedikitsaja). (P1)

Menstruasi yang tidak teratur diungkapkan oleh tiga partisipan, berikut ungkapannya:

“…Mens awak ndak taratur do, misalnyo bulan kini awak menstruasi tu bulan besuak indak, tapi alah bara bulan siap itu datang menstruasi tu baliak”.

(Menstruasi saya tidak teratur, misalnya bulan sekarang saya menstruasi, bulan berikutnya tidak namun beberapa bulan berikutnya datang lagi…). (P3)

“ Sabalum baranti tibo-tibo sajo menstruasi ibu ndak rutin do. Misalnyo bulan kini datang menstruasi ibu, bulan besuaknyo ndak datang lai,


(50)

(Sebelum berhenti tiba-tiba saja menstruasi ibu tidak rutin. Misalnya bulan ini menstruasi ibu datang, bulan besoknya tidak datang lagi, kadang dalam satu bulan menstruasi ibu bisa datang dua kali). (P4)

“…Sabalum baranti menstruasi ibu, haid ibu acok ndak teratur. Kadang tiok bulan ado datang kadang ndak pernah datang bara bulan. Ndak teratur gitu menstruasi ibu do. Kadang Cuma sakali tigo bulan ibu menstruasinyo…”.

(Sebelum ibu berhenti menstruasi, haid ibu sering tidak teratur. Kadang tiap bulan datang kadang tidak pernah datang beberapa bulan. Menstruasi ibu tidak teratur dan sering datang hanya sekali dalam tiga bulan…). (P6) Sakit kepala diungkapkan oleh tiga partisipan, berikut ungkapannya: “…Sakik kapalo nyo acok datang tibo-tibo, tapi dalam bara minik kadang ilang sakik kapalonyo. Dan kadang-kadang sakik kapalonyo taraso sangaik manusuak, ado raso kamuntah kadang. Raso sakik kapalonyo mulai dari bagian balakang lihia sampai ka kapalo muko”.

(Sakit kepala nya sering datang tiba-tiba, tapi dalam beberapa menit terkadang hilang sakit kepalanya. Namun kadang-kadang sakit kepalanya terasa sangat menusuk, disertai mual juga. Sakit kepalanya terasa mulai dari bagian belakang leher sampai ke kepala bagian depan). (P3)

“Ibu marasoan sakik kapalo, tapi sakik kapalo datangnyo tibo-tibo. Kadang sabonto sajo datang e nyo”.

(Ibu merasakan sakit kepala, tapi sakit kepala datang nya tiba-tiba. Kadang sebentar saja datangnya). (P5)

Jumlah darah saat menstruasi banyak diungkapkan oleh dua partisipan, berikut ungkapannya:

“Manjalang baranti, mentruasi yang kalua banyak-banyak dan lamo, tu sudah itu habis ndak datang nyo lai. Ndak ado ibu menstruasi le…”. (Menjelang berhenti, menstruasi yang keluar sangat banyak dan lama, setelah itu ibu tidak menstruasi lagi). (P5)

Sakit perut diungkapkan oleh dua partisipan, berikut ungkapannya:

“…yang ibu rasoan hanyo sakik poruk iko. Rasonyo jak malilik nak, tu katiko mens ibu baronti total ndak ado sakik paruik lai”.

(…yang ibu rasakan hanya sakit perut ini. Rasanya seperti melilit namun ketika mens ibu sudah berhenti total sakit perutnya hilang). (P4)


(51)

(Selain itu ibu juga merasakan perih dibagian bawah perut ibu nak, apalagi ketika darah menstruasi ibu banyak keluar). (P5)

Kecemasan diungkapkan oleh satu partisipan, berikut ungkapannya:

“Ibu maraso cameh jo indak nyaman , nio sumbayang sajo ibu ndak bisa. Ibu dongo dari urang kalau olah limo boleh hari mens itu biasonyo panyakik. Mambuek makin comeh, soal e ibu maraso ndak ado sakik de”. (Ibu merasa cemas dan tidak nyaman, mau shalat saja ibu tidak bisa. Ibu dengar dari orang kalau sudah lima belas hari men situ biasanya penyakit. Hal tersebut semakin membuat ibu cemas, karena ibu merasa tidak ada sakit). (P5)

(2) Keluhan menopause

Keluhan menopause yang diungkapkan oleh ibu suku Minang adalah hubungan seksual tidak lancar, sakit ketika berhubungan seksual, penurunan gairah seksual, sakit kepala, semburan panas (hot flushes), kecemasan, mudah marah (irritability) dan sering terkejut.

Hubungan seksual tidak lancar diungkapkan oleh dua partisipan, berikut ungkapannya:

“…kalau nio berhubungan suami istri ndak model biasonyo le… berhubungan ndak lancar mode waktu menstruasi le”.

(…kalau mau berhubungan suami istri tidak seperti biasanya lagi, berhubungan tidak lancar seperti waktu menstruasi). (P1)

“Waktu ibu alah menopause bapak ndak ado komen apo-apo do nak, cuman kami lah jarang malakukan hubungan…”.

(Waktu ibu sudah menopause bapak tidak pernah komen, cuma kami jarang melakukan hubungan). (P6)

Sakit ketika berhubungan seksual diungkapkan oleh empat partisipan, berikut ungkapannya:

“…kalau alah menopause awak bisa merasoan sakik. Istilah e paranak’an awak ri lah koriang. Sobob aia e ri lah bakurang… kalau olah menopause taraso kosek lah sakik raso e”.


(52)

(…kalau setelah menopause kita bisa merasakan sakit. Istilahnya rahim kita sudah kering karena airnya sudah berkurang…kalau sudah menopause terasa agak kesat sudah sakit rasanya). (P1)

“…Takadang taraso sakik saat berhubungan. Raso sonang jo gairah ri bono nan indak ado lai yang ado hanyo raso sakik. Alah bara tahun ko, takuik ibu jadinyo berhubungan dek raso sakik tu”.

(Terkadang terasa sakit saat berhubungan. Rasa senang dan gairah itu yang sudah tidak ada. Sudah beberapa tahun ini ibu takut untuk berhubungan karena sakit). (P3)

“Sakik nak dek awak lendirnyo kan ndak ado lai alah kariang.”

(Sakit nak, karena kita sudah tidak ada lagi lendirnya sudah kering). (P5) “…katiko masih menstruasi kan aia e masih ado jadi ndak porih do, kalau olah menopause ndak ado lai jadi itu agak poriah raso e nak”.

(…ketika kita masih menstruasi air nya masih ada jadi tidak perih, kalau sudah menopause sudah tidak ada lagi menyebabkan rasa perih). (P6) Penurunan gairah seksual diungkapkan oleh tiga partisipan, berikut ungkapannya:

“…parasaan ibu re bono yang ndak nio untuak malakuan hubungan le nak, gairah ri bono nan ndak ado le”.

(…Perasaan ibu tidak mau lagi untuk berhubungan, gairah itu sudah tidak ada nak). (P1)

“…yo nafsu ri bono nan ndak ado le, misal e disaat nio malakuan hubungan seksual, gairah ri bono nan ndak muncul lai. Kesenangan ri ndak ado le”.

(…ya nafsu (gairah) sudah tidak ada, misalnya disaat ingin melakukan hubungan seksual, gairah itu sudah tidak muncul lagi, kesenangan itu sudah tidak ada). (P3)

Partisipan kelima mengungkapkan juga mengalami penurunan gairah seksual namun hubungan seksual tetap dilakukan sebagai ungkapan kasih sayang untuk memenuhi kewajiban, berikut ungkapannya:

“Nafsu ri memanglah ilang, paliang hanyo malopean kewajiban sajo tapi kasiah sayang ri salalu tacurahkan… nafsu lah kurang tu mungkin dek kami lah tuo jo ibu olah koriang jadi ndak ado keinginan untuak malakuan tu lai”.


(53)

(Nafsu (gairah) itu sudah hilang, palingan hanya untuk memenuhi kewajiban yang sudah kurang itu mungkin karena kami sudah tu dan ibu sudah kering jadi tidak ada keinginan untuk melakukannya lagi). (P5) Sakit kepala diungkapkan oleh dua partisipan, berikut ungkapannya:

“Alah menopause ko kapalo saketek sakik, kini ko agak sakik mah…”. (Setelah menopause kepala sedikit sakit, sekarang ini agak terasa…). (P3) Partisipan kelima mengungkapkan bahwa sakit kepala sering disebabkan karena banyak pikiran dan merasa ada beban, berikut ungkapannya:

“Sakik kapalo ibu acok datang pado maso menopause, mungkin dek banyak pikiran, kadang mikian anak, mode stres gitu mungkin yo dek banyak beban pikiran”.

(Sakit kepala ibu sering datang pada masa menopause mungkin karena banyak pikiran, kadang mikirin anak, seperti stres gitu mungkin karena banyak beban pikiran). (P5)

Tidur mengalami gangguan ketika menopause ibu lebih mudah terbangun ketika dini hari dan waktu subuh diungkapkan oleh satu partisipan, berikut ungkapannya:

“Lolok ibu totop rutin. Jam 10 malam lolok, jam satangah 5 atau jam 4 subuah olah jago dan ndak bisa lolok le”.

(Jam tidur ibu tetap rutin, jam 10 malam ibu sudah tidur, jam setengah 5 atau jam 4 subuh ibu sudah bangun, dan tidak bisa tidur lagi). (P1)

Semburan panas (hot flushes) diungkapkan oleh dua partisipan, berikut ungkapannya:

“ Ibu maraso aneh ado raso angek-angek didaerah kaki ibu, rasonyo tu mode manyombua angek. Tapi sabonto ajo nye nak, lah sudah itu ilang”. (Ibu merasa aneh ada rasa panas diaerah kaki ibu, rasanya itu seperti semburan panas. Tapi sebentar saja, setelah itu hilang). (P5)

“Parubahan yang signifikan ndak ado do, paliang ibu marasoan ka angek’an ajo nyo… rasonyo tu model semburan angek, ka muko kaki jo tangan. Angek nyo tu taraso limo sampai sapuluah minik. Sudah itu agak kurang e tu model biaso sajo lai”.


(54)

ibu. Panasnya terasa sekitar lima sampai 10 menit. Setelah itu agak kurang dan hanya panas biasa). (P7)

Salah seorang partisipan mengungkapkan adanya kecemasan, mudah marah dan sering terkejut ketika menopause, kecemasan ibu sering terjadi karena takut suami marah, berikut ungkapannya:

“Ibu marasoan comeh, kadang acok takajuik-kajuik lo, badabuak jantuang ibuk, pamberang, emosional tinggi samanjak menopause. Kalau ibuk lah takajuik jantuang ibuk badabuak kancang…Ibu acok comeh jo badan ibu nyo, terkadang laki wak ndak terlayani model biaso lai, takuik wak inyo berang”.

(Ibu merasakan kecemasan, kadang sering terkejut juga, jantung berdebar-debar, pemarah, emosional tinggi kalau sudah menopause. Ketika ibu terkejut jantung ibu berdebar-debar kencang… ibu sering cemas dengan perubahan fisik ibu, takut suami marah tidak terlayani seperti biasanya). (P3)

(3) Keluhan postmenopause

Keluhan postmenopause yang diungkapkan oleh ibu suku Minang adalah nyeri punggung dan kaki, nyeri pinggang dan mata kabur.

Nyeri punggung dan kaki diungkapkan oleh satu partisipan, berikut ungkapannya:

“Tulang pungguang iyo, tapi itu tajadi dek dulu ibu pernah dipasangan dek dokter pen ditulang pungguang… ngilu-ngilu raso e nak, manjujuang boban ndak tolok dek ibu le… kaki ibu sakik pulo, sakik bono raso e, borek untuak dilangkahan”.

(Tulang punggung iya, tapi itu terjadi karena dulu ibu pernah dipasangkan dokter pen ditulang punggung ibu… rasanya ngilu nak, memikul beban sudah tidak sanggup ibu…kaki ibu juga sakit, sakit sekali rasanya, berat buat dilangkahkan). (P1)

Sakit pinggang dan mata kabur diungkapkan oleh satu partisipan, berikut ungkapannya:

“Sakik pinggang ri yobono ndak tatahankan sakik e dek ibu de nak, raso kaputuh pinggang ibu nak. Bacorai raso e pinggang jo kaki. Salamo tigo


(55)

togak, lolok ajo nan bisa ibu nye… mato ibu kabua pulo tapi mangaji lai nampak kalau ndak pakai kaco mato”.

(Sakit pinggang ini rasanya sangat tidak tertahanka sama ibu nak, rasanya mau putus pinggang ibu, berpisah rasanya pinggang sama kaki. Selama tiga hari ibu tidak sanggup duduk, kalau mau duduk dibantu, tidak sanggup berdiri, hanya tidur saja yang ibu bisa… mata ibu juga kabur tapi kalau mengaji masih nampak tanpa pakai kaca mata). (P4)

d. Faktor yang mempengaruhi keluhan menopause

Hasil wawancara terhadap ibu suku Minang ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan menopause. Ibu suku Minang mengungkapkan faktor yang mempengaruhi keluhan masa menopause adalah faktor sosioekonomi. Berikut ungkapannya :

“Ibu mancari rasoki yo fokus ba’a caro e ndak dapek piti banyak. Ba’a caronyo bisa makan, soalnyo suami ibu ndak bisa karojo le, yo tapaso ibu karojo manjaik untuak mamonuahan kebutuhan keluarga. Jadi harus fokus karojo, kalau indak karojo nio makan apo, dek itulah ibu ndak ado taraso sakik dibadan”.

(Ibu fokus mencari rezeki bagaimana caranya supaya ibu mendapatkan banyak uang, bagaimana caranya bisa makan, soalnya suami ibu sudah tidak bisa lagi bekerja, ya terpaksa ibu bekerja menjahit untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Jadi ibu harus fokus bekerja, kalau tidak bekerja mau makan apa, karena itu ibu tidak merasa sakit dibadan). (P1)

Faktor lain yang mempengaruhi keluhan menopause partisipan pertama adalah kondisi pasangan, berikut ungkapannya:

“…ibu samanjak bapak sakik ndak pernah berhubungan le. Sobob kondisi bapak ri bono yang ndak mengizinkan le, bapak olah impoten. Ya dek itu ndak taraso bono dek ibu le”.

(Ibu semenjak bapak sakit tidak pernah lagi berhubungan suami istri. Sebab kondisi bapak yang tidak mengizinkan lagi, bapak sudah impoten. Karena itulah tidak terlalu ibu rasakan keluhan itu).(P1)

Faktor sosioekonomi juga diungkapkan oleh beberapa partisipan lainnya, berikut ungkapannya:


(56)

“Kalau keluhan Alhamdulillah ndak ado taraso, mungkin dek dari dulu ibu harus karojo manolongan pandapek’an suami ibu yang hanyo kusia bendi. Jadi ndak ado taraso apopun dibadan ibu le”.

(Kalau keluhan Alhamdulillah tidak terasa, mungkin karena dari dulu ibu harus bekerja membantu pendapatan suami ibu yang hanya seorang kusir bendi. Jadi tidak terasa apapun lagi dibadan ibu). (P2)

“…kok kendala nan di badan ibu ndak ado ibu rasoan bono de nak, dek banyak bono tuntutan ekonomi mambuek ibu harus giat karjo mambantu suami ibu… kalau ndak ibu sia juo lai, ibu manolongan suami ibu, penghasilan suami ibu ketek nyo”.

(Kalau kendala yang ada ditubuh ibu tidak terlalu ibu rasakan nak, mungkin karena banyaknya tuntutan ekonomi membuat ibu harus giat bekerja membantu suami ibu…kalau bukan ibu siapa lagi, ibu harus menolong suami ibu, penghasilan suami ibu hanya sedikit). (P3)

“Mungkin dek dari dulu alah menjadi suatu kawajiban dek ibu untuak bakarajo, dan emang manjadi tuntutan ekonomi mode itu. Kasado profesi ibu kakok mulai dari batani sampai bataronak. Ibu yobono suko bakarojo”.

(Mungkin karena sudah menjadi kebiasaan ibu untuk bekerja, dan memang tuntutan ekonomi seperti itu. Semua profesi ibu jalani mulai dari bertani sampai memelihara ternak, ibu sangat suka bekerja). (P4)

“Ibu rutin poi kawasah nak, baporak sayua dakek rumah, mambarasiahan rumah ibu jo rumah anak ibu, mangasuah cucu. Tiok hari lah sibuk dek itu sajo nak, jadi ponek-ponek dibadan ndak taraso le. Karojo harus dikakok untuak nambah piti lanjo kok ndak di kakok tu ndak cukuk piti lanjo le nak”.

(Ibu rutin pergi kesawah nak, bertani sayur dekat rumah, membersihkan rumah ibu dan rumah anak ibu, menjaga cucu. Tiap hari ibu sibuk dengan kegiatan itu saja nak, jadi rasa lelah dibadan sudah tidak terasa lagi. Semua harus dikerjakan untuk menambah uang belanja kalau tidak dikerjakan tidak cukup uang belanja). (P5)

e. Perawatan masa menopause

Perawatan masa menopause mencakup semua tindakan yang dilakukan oleh ibu ketika masa menopause. Tindakan tersebut terdiri atas tindakan perawatan harian dan tindakan mengatasi keluhan yang dialami oleh ibu.


(57)

Hasil wawancara terhadap ibu suku Minang peneliti menemukan beberapa perawatan yang dilakukan dan tindakan mengatasi setiap keluhan yang muncul pada masa menopause.

1) Perawatan diri

Kunjungan pemeriksaan kesehatan secara umum merupakan hal yang sangat jarang dilakukan oleh ibu suku Minang. Namun ada satu partisipan mengungkapkan harus melakukan pemeriksaan kesehatan rutin setiap bulannya, berikut ungkapannya:

“ Yo ibu harus baubek rutin jo dokter, sakali 15 ari atau sakali sabulan harus pariso”.

(Ya ibu harus berobat rutin sama dokter, sekali 15 hari atau sekali sebulan harus periksa kesehatan...). (P7)

Dua orang partisipan mengungkapkan melakukan kunjungan pemeriksaan kesehatan dilakukan sekali dalam sebulan di posyandu lansia kelurahan, berikut ungkapannya:

“Ibu satiok bulan pariso kesehatan, disiko satiok bulan kan ado posyandu lansia. Ibu pariso ksesehatan, di pariso dokter ri tensi yang paliang kodok dipariso”.

(Ibu setiap bulan periksa kesehatan, disini setiap bulan ada posyandu lansia. Ibu melakukan pemeriksaan kesehatan, tensi yang paling sering diperiksa oleh dokternya). (P6)

Partisipan pertama juga mengungkapkan kunjungan pemeriksaan kesehatan tidak hanya dilakukan di posyandu lansia tapi juga dilakukan di puskesmas dan rumah sakit umum, berikut ungkapannya:

“Kadang-kadang poi ka puskesmas ibu, kadang ka uma sakik umum, kadang dikelurahan kan ado pospindu namo e, itu ajo nye, sakali sabulan pospindu ado”.

(Kadang-kadang pergi ke puskesmas, kadang kerumah sakit umum. Kadang dikelurahan pospindu namanya. Itu saja sih, sekali sebulan


(58)

Empat partisipan lainnya melakukan pemeriksaan kesehatan ketika dalam kondisi sakit saja, berikut ungkapannya:

“Kalau pariso kesehatan rutin re iyo ndak ado ibu de, ibu ajo poi ka dokter samenjak darah tinggi ghe ajo nye nak. Kalau ndak ado sakik ma ado ibu poi baubek”.

(Kalau pemeriksaan kesehatan rutin ya tidak ada nak, ibu pergi ke dokter semenjak penyakit darah tinggi ini saja, kalau tidak ada sakit mana ada ibu pergi berobat). (P2)

“Ibu poi ka dokter kalau sakik ajo nyo, kalau domom biaso ibu boli ubek dilopau”.

(Ibu pergi ke dokter kalau sakit saja, jika demam biasa ibu beli obat di warung). (P3)

“Ibu ndak ado poi-poi kauma sakik de… badan ibu ndak ado nan sakik. Jadi apo yang nio di pariso. Kalau sakik barulah dipariso ka dokter”. (Ibu tidak ada pergi kerumah sakit…badan ibu tidak ada yang sakit, jadi apa yang mau diperiksa. Kalau sakit barulah diperiksa ke dokter). (P4) Partisipan kelima mengatakan malas untuk pergi berobat tetapi ketika merasakan sakit sudah sangat mengganggu ibu melakukan pemeriksaan kesehatan, berikut ungkapannya:

“Ibu maleh poi-poi barubek ri, beko lah siap baubek ndak ibu minum ubek e de… maleh ibu minum ubek ri, abis barubek ibu padiokan sajo dibawah kasua atau ndak ibu campak’an ubek ri… kalau sakik ibu taraso sangek manggangu baru ibu poi pariso kesehatan ri”.

(Ibu malas pergi berobat, nanti kalau sudah pergi berobat obatnya tidak ibu minum…ibu sangat malas minum obat itu, abis berobat ibu biarkan saja dibawah kasur atau ibu buang obatnya… tapi kalau sakit ibu sudah terasa sangat mengganggu baru ibu periksa kesehatan). (P5)

Aktifitas yang dilakukan ibu suku Minang ketika masa menopause yaitu tetap bekerja aktif, seperti sebelum masa menopause dan melakukan olah raga rutin diungkapkan oleh sebagian besar partisipan. Pekerjaan yang dilakukan antaralain kesawah, bertani, bertenak, berjualan dan pekerjaan rumah tangga,


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)