Pengetahuan tentang masa menopause

b. Pengetahuan tentang masa menopause

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui berkenaan dengan hal tertentu Depdiknas, 2003. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu tingkat pendidikan, pengalaman, budaya, informasi dan sosial ekonomi Soekanto, 2003. Dari hasil penelitian terhadap ibu suku Minang peneliti menemukan lima partisipan mengetahui istilah menopause sebagai kondisi berhentinya menstruasi sedangkan dua partisipan lainnya tidak mengetahui istilah menopause. Pengetahuan partisipan mengenai masa menopause adalah masa akhir dari menstruasi hal ini sudah benar. Namun tingkat pengetahuan partisipan ini hanya sampai kategori tahu. Berdasarkan karakteristik ibu suku Minang dalam penelitian ini sebagian partisipan memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah. Disini dapat terlihat bahwa tingkat pendidikan dapat berpengaruh pada tingkat pengetahuan seseorang. Menurut Notoatmodjo 2002, bahwa pendidikan sangat berhubungan dengan pengetahuan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah menerima serta mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya. Dua partisipan yang tidak mengetahuai istilah menopause hal tersebut mungkin dipengaruhi oleh budaya Minangkabau. Masyarakat Minangkabau sangat menghargai pendapat dari tetua dan sering mengabaikan informasi baru yang didapat. Selain itu kurangnya pengetahuan pada partisipan disebabkan karena kurangnya informasi dari petugas kesehatan yang diterima. Hal ini karena masyarakat Minangkabau jarang memanfaatkan fasilitas kesehatan yang tersedia Universitas Sumatera Utara kecuali dalam keadaan sakit parah. Bila dikaitkan dengan karakteristik, partisipan yang tidak mengetahui istilah menopause memiliki usia paling tua dibanding partisipan lainnya hal ini menunjukkan bahwa tidak adanya kaitan umur dengan pengetahuan. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan Notoatmodjo 2003 yang menyatakan bahwa semakin tua umur seseorang, maka pengalamannya akan bertambah, sehingga akan meningkatkan pengetahuannya tentang suatu objek. Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan. Juga dengan penelitian Sulastri 2002, bahwa ada hubungan antara umur wanita dengan tingkat pengetahuan tentang menopause. c. Keluhan masa menopause Pada masa menopause wanita mengalami defesiensi estrogen. Fluktuasi kadar estrogen dan progesterone dalam tubuh dapat menyebabkan terjadinya sejumlah gejala yang menimbulkan keluhan pada wanita menopause. Gejala menopause sangat beragam pada setiap wanita. Sejumlah wanita memperlihatkan banyak sekali keluhan, sementara sekelompok wanita lainnya tidak menunjukkan keluhan Astutik, 2013. Pada saat menopause sekitar 60 wanita relatif tanpa gejala, 25 gejala ringan, dan 15 mengalami gejala sedang sampai berat. Gejala tersebut dapat muncul pada masa premenopause, menopause dan postmenopause. Hamilton-fairley, 2009. Hasil penelitian terhadap ibu suku Minang peneliti menemukan bahwa partisipan mengungkapkan adanya keluhan pada fase pramenopause, menopause dan postmenopause. Keluhan yang diungkapkan partisipan pada saat Universitas Sumatera Utara premenopause adalah jumlah darah menstruasi sedikit, menstruasi tidak teratur irregular, jumlah darah menstruasi banyak, sakit kepala dan mual. Terjadinya gejala premenopause disebabkan karena tidak adekuatnya fase luteal atau sesudah puncak estradiol yang tidak diikuti ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Sedangkan perubahan dalam banyaknya perdarahan pada fase pramenopause disebabkan oleh siklus anovulasi. Pada awalnya jumlah darah menstruasi mungkin lebih banyak kemudian menjadi lebih sedikit Baziad, 2003. Hasil penelitian klinik yang dilakukan terhadap wanita masa menopause dimana lebih kurang 90 wanita selama perimenopause mengalami ketidak teraturan haid dan hanya 10-12 dari wanita pramenopause yang mengalami amenorhea mendadak. Terjadinya sakit kepala dan mual pada saat pramenopause diakibatkan karena fluktuasi kadar estrogen dalam darah Hacker gambone, 2007. Dari hasil penelitian lima orang ibu suku Minang mengungkapkan keluhan fase menopause adalah sakit ketika berhubungan seksual, penurunan gairah seksual, sakit kepala, semburan panas hot flushes, cemas, mudah marah dan sering terkejut. Rasa sakit ketika berhubungan seksual dyspareunia terjadi karena servik dan vagina merupakan organ yang sangat bergantung terhadap jumlah estrogen. Penurunan sekresi estrogen menyebabkan jaringan epitel vagina lebih tipis, kurang elastis, disertai penurunan aliran darah sehingga vagina atropi menjadi kering. Munculnya rasa sakit ketika berhubungan mengakibatkan wanita tidak mau untuk melakukan hubungan seksual Hamilton, 2009. Menurut asumsi penulis keengganan dalam melakukan hubungan seksual tidak hanya dikaitkan Universitas Sumatera Utara dengan faktor fisik tetapi juga budaya dimana budaya menganggap hubungan seksual dimasa tua merupakan suatu hal yang sangat tabu. Gangguan tidur diungkapkan oleh satu orang partisipan, partisipan mengungkapkan mudah terbangun dan sulit untuk tidur kembali. Menurut National Sleep Foundation sekitar 61 wanita menopause mengalami masalah tidur Menopause Health Center, 2014. Terjadinya gangguan tidur pada masa menopause ini terjadi akibat kegagalan ovarium menghasilkan estrogen sehingga mengakibatkan perubahan siklus tidur pada wanita. Wanita menjadi sulit tidur dan mudah terbangun karena pemanjangan fase laten yaitu fase untuk jatuh tertidur dan terjadinya pemendekan periode nyata untuk tidur Beckmann et al, 2002. Semburan panas atau hot flushes diungkapkan oleh dua orang partisipan. Hot flushes adalah sensasi semburan panas yang terjadi secara mendadak. Menurut Baziad 2003 hot flushes merupakan gejala vasomotor paling sering dirasakan oleh wanita pada masa menopause. Prevalensi wanita yang mengalami hot flushes di dunia 70-80. Mekanisme fisiologis yang mendasari terjadinya hot flushes masih belum dipahami sepenuhnya. Sebuah peristiwa sentral, mungkin dimulai di hipotalamus, mendorong peningkatan inti suhu tubuh, tingkat metabolisme, dan suhu kulit. Hal ini mengakibatkan reaksi dalam terjadinya vasodilatasi perifer dan berkeringat pada beberapa wanita. Peristiwa sentral mungkin dipicu oleh noradrenergik, serotoninergic, atau aktivasi dopaminergic. Gejala vasomotor adalah konsekuensi dari penurunan kadar hormon estrogen Schorge et al, 2008. Hot flushes bisa di picu oleh kafein, alkohol dan makanan pedas Bieber, Sanfilippo Horowitz, 2006. Pada penelitian hanya dua dari Universitas Sumatera Utara tujuh partisipan yang mengalami gejala hot flushes hal ini mungkin dikaitkan dengan makanan. Orang Minang identik dengan makanan dengan rasa yang sangat pedas. Makanan pedas dapat menyebabkan hot flushes karena dapat merangsang ujung saraf yang dirangsang free nerve ending, sehingga menyebabkan pembuluh darah vasodilatasi dan terjadilah hot flushes Boston women’s health collective, 2013. Ibu suku Minang dalam penelitian ini juga mengungkapkan gelaja psikologis yaitu kecemasan, mudah marah irritability dan sering terkejut. Munculnya gejala-gejala seperti ini mungkin disebabkan akibat defesiensi estrogen. Penurunan kadar estrogen didalam tubuh mengakibatkan penurunan sintesis serotonin dan endorphin sehingga neurotrasmiter norepineprin memicu pengeluaran hormon stres atau kortisol maka terjadilah perubahan mood, kecemasan, mudah marah dan depresi Reeder et al, 1997 dalam Sudarmiati, 2009. Keluhan psikologis pada masa menopause bersifat sangat individual, kecemasan yang muncul pada wanita menopause sering dihubungkan dengan adanya kekhawatiran dalam menghadapi suatu situasi yang sebelumnya tidak pernah dikhawatirkan. Wanita yang mengalami gejala ini sangat sensitif terhadap pengaruh emosional. Umumnya wanita menopause tidak mendapatkan informasi yang benar sehingga cenderung untuk membanyangkan efek negatif yang akan dialami setalah memasuki masa menopause Kurniati, 2013. Dalam penelitian ini partisipan yang mengalami keluhan psikologis adalah yang mengalami menopause nya kecil dari 10 tahun dan usia partisipan lebih muda dibandingkan Universitas Sumatera Utara dengan yang lainnya. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Purwita 2003 bahwa telah lamanya mengalami menopause mempunyai pengaruh terhadap keluhan-keluhan psikologis pada masa menopause. Semakin lama wanita telah mengalami menopause, maka semakin berkurang keluhan- keluhan psikologisnya karena sudah dapat menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Dari hasil penelitian ditemukan empat orang ibu suku Minang mengalami keluhan postmenopause. Keluhan postmenopause yang dirasakan adalah nyeri punggung dan kaki, nyeri pinggang dan mata kabur. Partisipan mengungkapkan nyeri pada setiap sendi terlebih pada sendi punggung dan pinggang hal ini terjadi akibat hilangnya tulang rawan pada sendi, yang menyebabkan tulang bergesekan, akhirnya merusak sendi. Selain itu penyebab nyeri sendi adalah akibat penurunan estrogen, estrogen berfungsi memjaga sendi dengan menurunkan inflamasi pada sendi. Inflamasi atau peradangan adalah penyebab utama nyeri sendi Stewart, 2013. Sedangkan mata kabur yang diungkapkan oleh partisipan bisa dikaitkan dengan kehilang estrogen dari dalam tubuh dan akibat degenerasi dari macular yang menyerang pusat retina Kalb, 2013. d. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan masa menopause Keluhan menopause pada wanita berbeda satu sama lainnya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi keluhan menopause adalah faktor psikis, sosial ekonomi, budaya, lingkungan dan faktor lainnya. Dari hasil penelitian terhadap ibu suku Minang peneliti menemukan enam partisipan mengungkapkan keluhan pada masa menopause tidak di rasakan karena Universitas Sumatera Utara ibu sibuk bekerja membantu ekonomi keluarga. Hal ini terkait dengan status pekerjaan secara signifikan mempengaruhi gejala menopause. Pekerjaan dapat bertindak sebagai penyangga stres bagi beberapa wanita yang mengalami menopause. Wanita yang bekerja juga memiliki lebih banyak realisasi diri diluar rumah. Hal ini menunjukkan bahwa status pekerjaan mempengaruhi kondisi psikologis, dan membuktikan bahwa pekerjaan mengubah pengalaman gejala menopause menjadi lebih ringan Hunter, 2010. Dalam penelitian ini ibu suku Minang mengungkapkan harus bekerja karena status sosioekonomi yang rendah, partisipan mengungkapkan tidak merasakan keluhan lagi karena harus fokus untuk menambah ekonomi keluarga. Hal ini tidak sejalan dengan teori yang Gold et al 2000 yang menyatakan bahwa tingkat sosio ekonomi dapat mempengaruhi keluhan yang dirasakan wanita pada saat menopause. Wanita yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sosioekonomi akan lebih banyak mengalami keluhan saat menopause dibandingkan wanita yang memiliki status sosio ekonomi yang lebih baik. Budaya sangat mempengaruhi keluhan masa menopause pada wanita. Budaya Minangkabau merupakan bagian dari keberagaman di Indonesia. Indonesia cenderung untuk menganut budaya timur dimana menopause dianggap sebagai peristiwa alamiah yang harus dijalani oleh semua wanita. Proses penuaan tidak dianggap sebagai hilangnya kecantikan, tetapi proses pematangan untuk menjadi bijaksana. Dan menganggap bahwa status wanita lansia mempunyai kedudukan terhormat dimasyarakat. Wanita menopause banyak diminta pendapat atau nasihatnya dalam berbagai masalah hal ini memberikan pandangan positif Universitas Sumatera Utara wanita pada masa menopause sehingga membuat gejala menopause menjadi lebih ringan Martaadisoebrata, Sastrawinata, dan Saifuddin, 2005. Beberapa penelitian pada masyarakat non-Barat lainnya juga telah dilakukan ditemukan hasil bahwa orientasi yang lebih positif terhadap menopause dan penuaan dalam masyarakat-masyarakat dapat menyebabakan tingkat gejala menopause yang lebih rendah Pan et al, 2002. Faktor lain yang mungkin dapat mempengaruhi keluhan masa menopause adalah pendidikan dan durasi masa menopause. Banyak penelitian yang telah meneliti hubungan antara gejala-gejala menopause dan setiap faktor yang berpengaruh. Sebuah penelitian yang dilakukan di Taiwan menemukan bahwa wanita yang berpendidikan menyatakan bahwa mereka memiliki lebih banyak masalah dengan masa menopause dibandingkan dengan wanita yang kurang berpendidikan Cheng et al, 2005 penelitian lain menunjukkan bahwa wanita terdidik memegang sikap yang lebih positif terlepas dari budaya timur atau barat Chen, 1998. Dan penelitian yang dilakukan pada wanita yang hidup di daerah perkotaan Korea juga menunjukkan bahwa wanita yang terdidik akan melaporkan gejala menopause yang ringan Soonle et al, 2010. Hasill penelitian tersebut tidak sejalan dengan penelitian ini dimana berdasarkan karakteristik partisipan, ibu suku Minang dalam penelitian ini sebagian besar memiliki tingkat pendidikan yang sangat rendah mengungkapkan tidak merasakan keluhan menopause. Durasi menopause atau lama menopause juga dikaitkan sebagai faktor lain yang dapat mempengaruhi keluhan menopause. Wanita dengan durasi menopause yang telah lama memiliki lebih banyak waktu untuk beradaptasi dengan Universitas Sumatera Utara perubahan yang disebabkan oleh menopause sehingga dapat menyesuaikan persepsi mereka tentang gejala menopause dan melaporkan tingkat keparahan gejala menopause rendah Sievert, 2003. Sejalan dengan penelitian ini dimana ibu suku Minang yang telah lama mengalami masa menopause mengungkapkan tidak adanya keluhan yang dirasakan ketika masa menopause.

e. Perawatan masa menopause