BAB IV ANALISIS TERHADAP PUTUSAN MA No. 46 KPdt2006
A. Deskripsi Kasus
1. Kasus Posisi
Adapun kasus posisi dalam perkara putusan MA No. 46 KPdt2006 sebagaimana terlampir dalam lampiran skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bahwa pada tangal 22 September 1998, Penggugat Abraham Lodewyk Tahapary adalah pasien di Rumah Sakit Siloam Gleneagles Karawaci yang dimiliki
dan dikelola PT SILOAM HEALTHCARE, Tbk Tergugat I dengan tujuan untuk menjalani operasi pencabutan pen di atas mata kaki kiri. Untuk itu Penggugat telah
mendaftar sebagai pasien hanya untuk menjalani operasi pencabutan pen di atas mata kaki kiri dan tidak untuk tindakan medis lainnya selain pencabutan pen.
Bahwa sebelum dilakukan operasi tersebut, Penggugat memberikan persetujuan secara lisan maupun tertulis dengan menandatangani surat persetujuan informed
consent yang disodorkan oleh perawat hanya untuk menjalani operasi pencabutan pen di atas mata kaki kiri yang akan dilakukan oleh Tergugat IV dr. Rizal S. Pohan
selaku dokter ahli bedah tulang. Bahwa setelah Penggugat memberikan persetujuan lisan maupun tertulis dengan
menandatangani surat persetujuan informed consent, selanjutnya Tergugat III dr. Nanda Romli selaku dokter anestesi melakukan pembiusan total terhadap Penggugat,
sehingga akibat pembiusan total tersebut Penggugat kehilangan kesadaran dan tidak ingat apa-apa lagi ;
Disaat keadaan yang tidak sadar tersebut ternyata selain dilakukan operasi pencabutan pen di mata kaki yang dilakukan oleh Tergugat IV dr. Rizal S. Pohan
selaku dokter ahli bedah tulang, ternyata Tergugat II dr. Rudi Hartanto telah melakukan tindakan invasif tindakan medik yang langsung dapat mempengaruhi
keutuhan jaringan tubuh secara illegal terhadap Penggugat yaitu melakukan tindakan operasi circumsisi operasi sunat terhadap penis terhadap penis Penggugat tanpa
memberikan penjelasan terlebih dahulu kepada Penggugat, dan tanpa ada persetujuan baik tertulis maupun lisan dari Penggugat kepada para Tergugat, baik sebelum
maupun setelah operasi circumsisi tersebut, dimana Penggugat sama sekali tidak pernah membicarakan, tidak pernah meminta, dan tidak pernah memberikan
persetujuan baik lisan maupun tertulis untuk dilakukan tindakan operasi circumsisi operasi sunat terhadap penis tersebut terhadap Penggugat di Tergugat I PT
SILOAM HEALTHCARE, Tbk oleh Tergugat II dr. Rudi Hartanto, Tergugat III dr. Nanda Romli, Tergugat IV dr. Rizal S. Pohan. Karena Penggugat sebagai
orang Ambon beragama Kristen Protestan sama sekali tidak pernah mempunyai maksud dan rencana untuk disunat oleh siapapun, dimanapun dan kapanpun. tindakan
Tergugat II dr. Rudi Hartanto tersebut diketahui dan disetujui oleh Tergugat I PT SILOAM HEALTHCARE, Tbk, Tergugat III dr. Nanda Romli dan Tergugat IV
dr. Rizal S. Pohan.
Bahwa selain melakukan tindakan operasi circumsisi yang dilakukan secara illegal oleh para Tergugat tanpa persetujuan Penggugat, ternyata Tergugat I juga tidak
bersedia memberikan salinan Rekam MedisMedical Record Penggugat yang diminta oleh dan menjadi hak Penggugat berdasarkan Pasal 10 ayat 2 dan Pasal 14 Peraturan
Menkes Rl No. 749AMen.KesPerXII1989, tentang Rekam MedisMedical Record, yang mana Rekam MedisMedical Record tersebut diperlukan Penggugat untuk
kepentingan dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan Penggugat, serta untuk bahan pembuktian dalam perkara hukum.
Adapun kerugian yang dialami oleh Penggugat antara lain sebagai berikut : a.
Kerugian materiil berupa kerugian fisik antara lain : Cacat permanen yaitu hilangnya sebagian jaringan tubuh pada penis Penggugat
yang merupakan organ vital yang tak ternilai harganya, namun dinilai dengan uang bagi Penggugat nilainya Rp 1.880.000.000,- satu milyar delapan ratus
delapan puluh juta rupiah; b.
Kerugian immaterial berupa kerugian nonfisik yaitu antara lain : 1
Hilangnya martabat dan hak azasi Penggugat untuk menentukan sendiri apa yang dapat dilakukan atas tubuhnya sendiri ;
2 Hilangnya martabat dan hak azasi Penggugat sebagai orang Ambon dalam
menjalankan keyakinan agama Kristen Protestan yang dianutnya yang tidak menyuruh umatnya untuk disunat ;
3 Menimbulkan ketidak harmonisan dalam keluarga Penggugat diantaranya
karena adanya prasangka terhadap Penggugat akan memasuki agama lain atau
menikah lagi dengan wanita lain, yang menurut hukum agama-nya mewajibkan pihak laki-laki untuk disunat ;
4 Timbulnya rasa malu terhadap Penggugat karena kondisi alat vitalnya sudah
berbeda dengan adat suku Ambon beragama Kristen Protestan yang tidak disunat ;
5 Menurunnya kualitas hubungan biologis suami-istri Penggugat ;
Kerugian immaterialnonfisik tersebut telah bertangsung selama 6 enam tahun, dan akan terus bertangsung seumur hidup Penggugat yang tidak ternilai harganya,
namun dinilai dengan uang bagi Penggugat bernilai Rp 3.000.000.000 tiga milyar rupiah ;
Untuk itu kemudian penggugat mengajukan gugatan yang antara lain sebagai berikut :
1. Mengabulkan seluruh gugatan Penggugat ;
2. Menyatakan bahwa Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV
melakukan perbuatan melawan hukum ontrechtmatige daad karena telah melakukan tindakan operasi circumsisi yaitu operasi sunat terhadap penis
Penggugat tanpa persetujuan terlebih dahulu dari Penggugat ; 3.
Menyatakan Tergugat I melakukan perbuatan melawan hukum onrechtma- tigedaad karena tidak memberikan salinan Rekam MedisMedical Record
Penggugat yang diminta oleh dan menjadi hak Penggugat ; 4.
Menghukum Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III dan Tergugat IV secara tanggung renteng membayar kepada Penggugat :
a. Ganti kerugian materiil sebesar Rp 1.880.000.000,- satu milyar delapan ratus
delapan puluh juta rupiah ; b.
Ganti kerugian immateriil sebesar Rp 3.000.000.000,- tiga milyar rupiah ; 5.
Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang diletakan terhadap harta benda milik para Tergugat baik yang bergerak maupun tidak bergerak ;
6. Menyatakan putusan Pengadilan dapat dijalankan terlebih dahulu uitvoerbaar bij
voorraad verklaard, walaupun ada bantahan, perlawanan verzet, banding atau kasasi ;
7. Menghukum para Tergugat secara tanggung renteng membayar biaya perkara ;
Adapun eksepsibantahanjawaban terhadap gugatan Penggugat dari Tergugat sebagai berikut :
Bahwa tindakan circumsisi yang dilakukan oleh Tergugat II dr. Rudi Hartanto terhadap Penggugat Abraham Lodewyk Tahapary sebenarnya telah mendapatkan
persetujuan secara lisan dari Penggugat dan pembiusan yang dilakukan adalah pembiusan lokal bukan pembiusan total.
Bahwa gugatan penggugat adalah prematur karena sebelumnya penggugat sudah melaporkan kasus ini ke Polisi sehingga seharusnya ditunggu terlebih dahulu
prosesnya sampai ada putusan Hakim pidana yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan kesalahan dan kelalaian dari pihak Tergugat sebelum melakukan gugatan
perdatanya. Lagi pula seharusnya sebelum membawa kasus ini keranah hukum pihak Penggugat seharusnya membawanya ke Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan untuk
menentukan terlebih dahulu apakah memang benar pihak Tergugat melakukan
kesalahan atau kelalaian. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 54 ayat 2 Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
Bahwa gugatan Penggugat terhadap PT. SILOAM HEALTHCARE Tbk Cq RUMAH SAKIT SILOAM GLENEAGLES KARAWACI sebagai Tergugat I adalah
salah alamat dan keliru, karena : a.
Berdasarkan Akte No. 150 tanggal 30-6-2004 yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Notaris Misahardi Wilamarta, SH di Jakarta, telah terjadi penggabungan
beberapa Perseroan terdiri dari PT ANANGGADIPA BERKAT MULIA PT ARYADUTA HOTELS Tbk, PT LIPPO LAND DEVELOPMENT TBK, PT
SILOAM HEALTHCARE Tbk, PT KARTIKA ABADI SEJAHTERA. PT METROPOLITAN TATANUGRAHA DAN PT SUMBER WALUJO menjadi
PT LIPPO KARAWACI Tbk bukti T.I-1; b.
Bahwa penggabungan beberapa perseroan tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia tanggal 30
Juli 2004 No. C.19039 HT.01.04.TH.2004 tentang Persetujuan Akte Perubahan Anggaran Dasar Perseroan Terbatas Bukti T.I-2 ;
c. Bahwa dengan demikian terhitung sejak tanggal 30 Juli 2004, PT SILOAM
HEALTHCARE Tbk, telah tidak ada, namun demikian sehubungan dengan pengelolaan atas Harta Kekayaan Aktiva eks Siloam khususnya di bidang rumah
sakit, Perseroan Hasil Penggabungan akan menandatangani Perjanjian Pengelolaan rumah sakit dengan PT Sentralindo Wirasta ;
d. Bahwa hal tersebut telah direalisir dengan Akte No. 8 tanggal 10-8-2004 yang
dibuat dan ditandatangani di hadapan Notaris Myra Yuwono, SH di Jakarta, di mana telah disebutkan tentang perubahan Anggaran Dasar PT Sentralindo Wirasta
yang berubah namanya menjadi PT SILOAM GLENEAGLES HOSPITALS yang kemudian mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia tanggal 11-8- 004 No. C.20276.HT.01.04.TH.2004 Bukti T.I- 3 dan T.I-4 ;
e. bahwa dengan demikian terhitung sejak tanggal 11 Agustus 2004 RUMAH
SAKIT SILOAM GLENEAGLES tidak lagi dikelola oleh PT SILOAM HEALTHCARE Tbk. tetapi oleh PT SENTRALINDO WIRASTA yang telah
berubah menjadi PT SILOAM GLENEAGLES HOSPITAL ; f.
Bahwa demikian pula dengan Surat Kuasa Khusus Penggugat tertanggal 30 Juni 2004 yang menyebutkan PT SILOAM HEALTHCARE Tbk. Cq RUMAH SAKIT
SILOAM GLENEAGLES dkk sebagai para Tergugat, dengan sudah tidak adanya PT SILOAM HEALTHCARE Tbk, maka Surat Kuasa Khusus tersebut menjadi
salah alamat dan keliru pula ;
2. Putusan Pengadilan
Bahwa terhadap gugatan tersebut Pengadilan Negeri Tangerang Tingkat Pertama telah mengambil putusan, yaitu No. 221PDT.G2004PN.TNG. tanggal 3
Maret 2005, yang amarnya sebagai berikut : DALAM EKSEPSI :
- Menyatakan Eksepsi Tergugat-Tergugat tidak dapat diterima ;
DALAM POKOK PERKARA : -
Menolak gugatan Penggugat untuk seluruhnya ; -
Menghukum Penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp 514.000,- lima ratus empat belas ribu rupiah.
Kemudian dalam tingkat banding hakim pada Pengadilan Tinggi Banten memutuskan menguatkan putusan Pengadilan Negeri Tangerang tersebut dengan
putusan No. 54Pdt2005PT.Banten, tanggal 1 September 2005. Kemudian penggugat mengajukan kasasi dengan keberatan-keberatan dalam
memori kasasi dapat dilihat pada halaman 11-17 Putusan Mahkamah Agung RI yang terdapat pada lampiran skripsi ini.
Mengenai keberatan-keberatan tersebut Mahkamah Agung memiliki pertimbangan bahwa tidak dapat dibenarkan karena putusan Pengadilan Tinggi yang
menguatkan putusan Pengadilan Negeri telah tepat dan benar, yaitu tidak salah dalam menerapkan hukum, lagi pula pada keberatan mengenai penilaian hasil pembuktian
yang bersifat penghargaan tentang suatu kenyataan hal mana tidak dapat dipertimbangkan dalam pemeriksaan pada tingkat kasasi, karena pemeriksaan dalam
tingkat kasasi hanya berkenaan dengan tidak dilaksanakan atau ada kesalahan dalam pelaksanaan hukum ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, lagi pula ternyata bahwa putusan judex facti dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum danatau
undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Pemohon Kasasi : ABRAHAM LODEWYK TAHAPARY tersebut harus ditolak ;
Kemudian dalam tingkat kasasi tersebut, Mahkamah Agung mengambil putusan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi yaitu Abraham Lodewyk Tahapary
dan menghukum Pemohon KasasiPenggugat untuk membayar biaya perkara dalam tingkat kasasi ini sebesar Rp 500.000,- lima ratus ribu rupiah
3. Analisis
Setelah melihat posisi kasus tersebut di atas dapat dilihat bahwa yang menjadi persolaan adalah mengenai ada tidaknya diberikan persetujuan oleh penggugat
kepada tergugat dan mengenai tidak diberikannya salinan rekam medis dimana isi dari rekam medis tersebut merupakan hak dari pasien penggugat dan dapat
dijadikan bahan pembuktian dalam perkara hukum dan menjadi dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien penggugat.
Mengenai keberatan pihak pemohon kasasi penggugat terdahulu terhadap pertimbangan hakim yang menyatakan bahwa : ”tidak bersedianya Tergugat I
memberikan salinan rekaman medisMedical Record kepada Penggugat menurut hemat Majelis diberi atau tidak diberinya salinan rekaman medis tidak pula
menyebabkan Tergugat I ada atau tidak melakukan perbuatan melawan hukum sehubungan dengan keberatan Penggugat terhadap tindakan circumsisi tersebut;
Tindakan circumsisi adalah tindakan medis sedangkan tidak diberinya salinan rekaman medis adalah tindakan administrasi karenanya keberatan ataupun
permasalahan tersebut bukan suatu perbuatan yang berkwalifikasi sebagai perbuatan melawan hukum dalam arti keperdataan ;
Pertimbangan tersebut tidak dapat dibenarkan dan telah melanggar hukum karena tidak diberikannya isi rekam medis yang sebenarnya menjadi hak pasien penggugat
menjadi hal yang bertentangan dengan hukum karena isi rekam medis merupakan hak dari pasien dan bisa menjadi bukti di pengadilan sebagaimana tercantum dalam Pasal
10 ayat 2 dan Pasal 14 Peraturan Menkes Rl No. 749AMen.KesPerXII1989, tentang Rekam MedisMedical Record yang sekarang diubah menjadi Pasal 12 ayat
2 dan Pasal 13 Peraturan Menkes RI No. 269AMENKESPERIII2008, tentang Rekam Medis dan nantinya bisa memperlihatkan apakah benar atau tidak pasien
sudah memberikan persetujuan untuk dilakukan operasi circumsisi sunat pada penis, kepada pihak tergugat dan juga bisa dilihat apakah benar pembiusan yang dilakukan
oleh pihak tergugat adalah pembiusan total atau pembiusan lokal. Karena semua tercantum dalam rekam medis tersebut. Untuk itu perbuatan pihak tergugat yang tidak
memberikan isi rekam medis yang bisa membuktikan semua gugatan penggugat dan merupakan hak dari pasien penggugat dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan
hukum dan kalaupun benar operasi circumsisi tersebut dilakukan tanpa persetujuan pasien maka hal tersebut pun dapat dikatakan tindakan melawan hukum dalam hukum
perdata dan termasuk perbuatan wanprestasi karena melakukan tindakan yang sebenarnya tidak pernah disepakati untuk dilakukan. Jadi pertimbangan hakim
tersebut jelas bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
B. Peranan Hakim