Pengaturan Hukum Terhadap Informed Consent

Sedangkan untuk kewajiban pasien menurut Pasal 53 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran antara lain : 1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; 2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; 3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan 4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

E. Pengaturan Hukum Terhadap Informed Consent

Informed consent merupakan bentuk persetujuan tindakan medikkedokteran yang diberikan pasien kepada dokter untuk melakukan suatu penanganan medis terhadap dirinya yang menyangkut kesehatannya. Adanya persetujuan tersebut punya peranan yang besar bagi terpenuhinya perlindungan hukum baik perlindungan hukum terhadap pasien maupun bagi dokter. Adanya perkembangan informed consent tentu akan berdampak terhadap pola pikir untuk memberikan perlindungan hukum terhadap pasien, khususnya tentang Persetujuan Tindakan Medik. Kalau dahulu pasien tidak tahu perlunya atau fungsi dari persetujuan tersebut maka dengan berkembangnya masyarakat maka dirasa perlu melahirkan peraturan tentang Persetujuan Tindakan Medik. Di Indonesia, terdapat ketentuan tentang informed consent diantaranya, Pasal 15 Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1981 yang menyatakan bahwa : 1. Sebelum persetujuan tentang transplantasi alat atau jaringan tubuh manusia diberikan oleh calon donor hidup, calon donor yang bersangkutan terlebih dahulu diberitahu oleh dokter yang merawatnya, termasuk dokter konsultan mengenai sifat operasi, akibat-akibatnya, dan kemungkinan yang dapat terjadi. 2. Dokter yang sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 harus yakin benar bahwa calon donor yang bersangkutan telah menyadari sepenuhnya arti dari pemberitahuan tersebut. 141 Kemudian sekitar tahun 1988 di Indonesia ada peraturan atau pedoman bagi para dokter untuk melaksanakan konsep informed consent secara lebih lengkap dalam praktek sehari-hari yakni berupa fatwa PB.IDI NO. 319PBA.488 tentang informed consent, yang kemudian diadopsi isinya hampir sebagian besar oleh Permenkes No. 585 Tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik. Dengan adanya peraturan Permenkes No. 585 Tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik, maka peraturan tersebut menjadi aturan pelaksanaan dalam setiap tindakan medis yang berhubungan dengan persetujuan dan pemberian informasi terhadap setiap tindakan medik. Peraturan tersebut menyebutkan bahwa setiap tindakan medik harus ada persetujuan dari pasien seperti yang diatur di dalam Pasal 2 ayat 1 Permenkes No.585 Tahun 1989, yang berbunyi,” semua tindakan medik yang akan dilakukan terhadap pasien harus mendapat persetujuan”. ”Kemudian Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 Tahun 1989 ditindaklanjuti dengan SK Dirjen Yanmed 21 April 1999 yang berisi delapan bab dan enam belas pasal, yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan informed consent” 142 141 Endang Kusuma Astuti, op. cit. hal. 147. 142 Ibid. . Adanya peraturan mengenai informed consent yang terdapat dalam Permenkes No. 585 Tahun 1989 tersebut diperkuat dengan adanya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran yang tedapat pada Pasal 45 ayat 1 sampai 6 yang berbunyi : 1. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau dokter gigi terhadapa pasien harus mendapatkan persetujuan. 2. Pesetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada pasien setelah pasien mendapatkan penjelasan secara lengkap. 3. Penjelasan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 Sekurang-kurangnya mencakup : a. diagnosis dan tata cara tindakan medis; b. tujuan tindakan medis yang dilakukan; c. alternatif tindakan lain dan risikonya; d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan; 4. Persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat 2 dapat diberikan secara tertulis maupun lisan. 5. Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan. 6. Ketentuan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1, ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 diatur dengan Peraturan Menteri. Dari ketentuan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran tersebut terutama pada Pasal 45 ayat 6 menyebutkan bahwa peraturan mengenai tata cara persetujuan tindakan kedokteran informed consent diatur oleh Peraturan Menteri yaitu Permenkes No. 585 Tahun 1989. Setelah itu pada tahun 2008 terbitlah Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290MENKESPERIII2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran, yang menggantikanmencabutdinyatakan tidak berlaku lagi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585MENKESPERIX1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik. Sehingga pedoman aturan pelaksanaan informed consent pun beralih pada Permenkes yang baru tersebut.

F. Beberapa Masalah dan Kendala Dalam Pelaksanaan Informed Consent

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88