oleh kriterium memiliki kemampuan untuk menyembuhkan, dan dapat mencegah atau menghentikan proses penyakit yang bersangkutan secara yuridis, ditegaskan
pada Pasal 23 angka 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang menyatakan tenaga kesehatan berwenang untuk
menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan dilakukan sesuai dengan bidang keahlian yang dimiliki. Untuk menjamin terselenggaranya kegiatan tersebut,
maka setiap tenaga kesehatan termasuk dokter berhak memperoleh perlindungan hukum, sepanjang kegiatan yang dilakukannya sesuai dengan standar profesi dan
tidak melanggar hak pasiennya.
b. Untuk meringankan penderitaan. Oleh karena tindakan medik yang dilakukan
dalam penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan pasien harus secara nyata ditujukan untuk memperbaiki keadaan pasien, atau agar keadaan kesehatan pasien
lebih baik dari sebelumnya, maka guna meringankan penderitaan pasien, penggunaan metode diagnostik atau terapeutik yang lebih menyakitkan
seharusnya dihindarkan. Seorang pasien dapat mengharapkan bahwa seorang dokter akan membantu berupaya melakukan tindakan medik yang dapat
meringankan perasaan sakitnya.
c. Untuk mendampingi pasien. Di dalam pengertian ini, termasuk juga mendampingi
menuju kekematiannya. Kegiatan medampingi pasien ini seharusnya sama besarnya dengan kegiatan untuk menyembuhkan pasien di dalam dunia
kedokteran tidak ada alasan yang menyatakan bahwa kegiatan yang didasarkan keahlian secara teknis merupakan kewajiban yang lebih penting daripada kegiatan
untuk mengurangi penderitaan dan kegiatan untuk mendampingi pasien. Oleh karena itu, jika pendidikan ilmu kedokteran kurang memperhatikan masalah
kewajiban profesional menurut norma etis dan hukum, maka para dokter yang dihasilkannya cenderung melakukan kegiatan teknis pelayanan medik
104
.
C. Informed Consent
1. Pengertian Informed Consent
Kata consent berasal dari bahasa latin consensio atau concentio kemudian dalam bahasa Inggris Informed Consent terdiri dari dua kata yaitu informed yang berarti
telah mendapat penjelasan atau keterangan informasi, dan consent yang berarti persetujuan atau memberi izin. Jadi informed consent mengandung pengertian suatu
104
Veronica Komalawati, op. cit. hal. 134-138.
persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang diberikan oleh pasien dan atau
keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta risiko yang berkaitan dengannya. Informed consent atau real
consent di Indonesia dikenal dengan Persetujuan Tindakan Medik berarti pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional, sesudah
mendapat informasi dari dokter dan sudah dimengerti oleh pasien. Secara yuridis, kewajiban memberikan informasi kepada pasien dibebankan kepada dokter untuk
memperoleh persetujuan sebelum melakukan tindakan
105
Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis formal, ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia IDI tentang informed
consent melalui SK PB-IDI No. 319PBA.488 pada tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PERMENKES No. 585 tahun 1989 tentang “Persetujuan
Tindakan Medik atau Informed Consent” yang kemudian digantikan dengan PERMENKES No 290 tahun 2008 tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Hal ini
tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal dan melaksanakan informed consent karena jauh sebelum itu telah ada kebiasaan pada
pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu dilakukan
.
106
Pada hakikatnya, persetujuan atas dasar informasi atau dikenal dengan istilah informed consent merupakan alat untuk memungkinkan penentuan nasib sendiri
berfungsi di dalam praktik dokter. Persetujuan informed consent ini sesungguhnya berasal dari 2 hal dasar dari hak pasien, yaitu hak menentukan nasib sendiri dan hak
atas informasi medis. Penentuan nasib sendiri adalah nilai, sasaran dalam informed consent, dan intisari permasalahan informed consent adalah alat. Secara konkret
persyaratan informed consent adalah untuk setiap tindakan baik yang bersifat diagnostik maupun terapeutik, pada asasnya senantiasa diperlukan persetujuan pasien
yang bersangkutan. Oleh karena pasien hanya dapat memberikan persetujuan riil apabila pasien dapat menyimak situasi yang dihadapinya, maka satu-satunya yang
diperlukan adalah informasi .
107
Persetujuan dalam pelayanan medis pertama timbul di Inggris dalam abad-XVIII, yaitu pada pembedahan atau operasi yang dilakukan tanpa persetujuan atau hak lain.
.
105
http:irwandykapalawi.wordpress.com20071101mengenal-informed-consent diakses pada
tanggal 23 Februari 2011.
106
http:irwandykapalawi.wordpress.com20071101mengenal-informed-consent diakses pada tanggal 23 Februari 2011.
107
Veronica Komalawati, op. cit. hal. 103-104.
Dalam kasus termaksud, pengadilan memutuskan ahli bedah bertanggung jawab atas battery penyentuhanpencederaan tubuh oleh orang lain tanpa izin. Dengan
demikian, jika tidak terdapat persetujuan atau hak lain untuk suatu prosedur medis, pengadilan modern memutuskan dokter bertanggung jawab untuk battery. Dengan
demikian, berarti persetujuan itu sendiri melindungi pemberi pelayanan medis dari tanggung jawab battery, sedangkan persetujuan tindakan medis diperlukan untuk
melindungi pemberi pelayanan medis dari tanggung jawab atas kelalaian atau kealpaan
108
a. Adanya informasi dari tenaga kesehatandokterdokter gigi;
. Informed consent diatur di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
290MENKESPERIII2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran. Pada Pasal 1 angka 1 PERMENKES tersebut menyebutkan bahwa Persetujuan tindakan
kedokteran adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Menurut Salim HS ada tiga unsur Persetujuan Tindakan MedikKedokteran, yaitu:
b. Adanya persetujuan;
c. Adanya tindak medik;
Informasi adalah suatu keterangan yang diberikan oleh tenaga kesehatandokterdokter gigi kepada pasien tentang keuntungan dan risiko yang akan
terjadi di dalam melakukan tindakan medik. Persetujuan adalah suatu persesuaian pernyataan kehendak antara pasien dengan tenaga kesehatandokterdokter gigi.
Sementara itu, tindakan medik adalah suatu tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik penentuan jenis penyakit atau terapeutik pengobatan
penyakit
109
a. Pengungkapan dan penjelasan kepada pasien dalam bahasa yang dapat dimengerti
oleh pasien tentang : penegakkan diagnosis, sifat dan prosedur atau tindakan medik yang diusulkan, kemungkinan timbulnya risiko, manfaat, dan alternatif
bila ada. .
Informed consent terdiri dari tiga bagian yaitu :
108
Ibid. hal. 106-107.
109
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPERDATA Buku Satu, op. cit. hal. 59-60.
b. Memastikan bahwa pasien mengerti dengan apa yang telah dijelaskan kepadanya,
pasien telah menerima risiko tersebut dan pasien mengizinkan dilakukan prosedur tindakan.
c. Harus didokumentasikan
110
Pasien harus mempunyai kesempatan untuk berfikir dan mempertimbangkan informasi yang diberikan oleh dokter. Informasi atau penjelasan diberikan dalam
bahasa yang dimengerti oleh pasien dan hindari menggunakan bahasa medik. Keputusan pasien mengenai tindakan medik atau perawatan medik harus
dilakukan secara kolaboratif antara pasien dengan dokter. Pada prinsipnya Informed consent adalah suatu proses bukan hanya sekedar meminta pasien untuk
menandatangani suatu formulir tetapi merupakan suatu kelanjutan atau pengukuhan yang sebenarnya sudah disepakati antara dokter dengan pasien.
Hakikat informed consent merupakan sarana legitimasi bagi dokter untuk melakukan intervensi medis yang mengandung risiko serta akibat yang tak
menyenangkan, oleh karenanya hanya dapat membebaskan dokter dari tanggung jawab hukum atas terjadinya risiko serta akibat yang tak menyenangkan saja.
Hakikatnya, informed consent mengandung dua unsur essensial, yaitu : .
a. Informasi yang diberikan oleh dokter information for consent dan
b. Persetujuan yang diberikan oleh pasien statement of informed consent
111
Ada dua standar yang dikenal untuk menetapkan cukup tidaknya informasi yang diberikan kepada pasien oleh dokter agar mencapai persetujuan pasien, yaitu :
a. Standar profesional atau standar yang layak dari dokter.
b.
Standar materiil atau standar yang layak dari pasien. Standar profesional digunakan oleh beberapa negara maju, sedangkan standar materiil
digunakan oleh beberapa negara berkembang. Didasarkan pada standar materiil, luas dari tugas seorang dokter untuk memberikan informasi ditentukan oleh informasi
yang dibutuhkan oleh pasien
112
110
.
http:www.sanglahhospitalbali.cominformasi.php?ID=3 diakses pada tanggal 23 Februari 2011.
111
Endang Kusuma Astuti, op. cit. hal. 136.
112
Ibid. hal. 139-140.
Menurut Beauchamp dan Walters, informed consent dilandasi oleh prinsip etik dan moral serta otonomi pasien. Prinsip ini mengandung dua hal yang penting, yaitu :
a. Setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan secara bebas hal yang dipilihnya
berdasarkan pemahaman yang memadai, dan b.
Keputusan itu harus dibuat dalam keadaan yang memungkinkannya membuat pilihan tanpa adanya campur tangan atau paksaan dari pihak lain
113
Oleh karena individu itu otonom, diperlukan informasi untuk mengadakan pertimbangan agar dapat bertindak sesuai dengan pertimbangannya tersebut. Prinsip
inilah oleh para ahli etik disebut doktrin informed consent. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dasar dari informed consent ialah :
.
a. Hubungan dokter-pasien berasaskan kepercayaan.
b. Adanya hak otonomi atau menentukan sendiri atas dirinya sendiri.
c. Adanya hubungan perjanjian antara dokter dan pasien.
114
Jadi, pada hakikatnya informed consent adalah untuk melindungi pasien dari segala kemungkinan tindakan medis yang tidak disetujui atau tidak diizinkan oleh
pasien tersebut, sekaligus melindungi dokter secara hukum terhadap kemungkinan akibat yang tak terduga dan bersifat negatif.
Namun doktrin Informed Consent tidak berlaku pada 5 keadaan yaitu : a.
Keadaan darurat medis. b.
Ancaman terhadap kesehatan masyarakat. c.
Pelepasan hak memberikan consent waiver. d.
Clinical privilege penggunaan clinical privilege hanya dapat dilakukan pada pasien yang melepaskan haknya memberikan consent.
113
Ibid.
114
Ibid. hal. 140-141.
e. Pasien yang tidak kompeten dalam memberikan consent.
115
Doktrin Informed consent adalah suatu prinsip dalam bidang etika yang direfleksikan ke dalam peraturan hukum. Dari segi hukum medik, memperoleh
informasi adalah hak pasien dan kewajiban dokter untuk memberikannya. Pasien berhak tanpa harus diminta untuk memperoleh informasi mengenai panyakitnya serta
tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter terhadap dirinya
116
Walaupun sudah ada Informed consent tertulis, dokter tidak bebas dari tuntutan bila melakukan kelalaian. Persetujuan pasien tidak dapat dilakukan setelah prosedur
atau tindakan medik dilakukan karena menyalahi prinsip utama dari Informed consent yang bersifat pro-aktif. Tidak semua tindakan medik selalu harus dimintakan
Informed consent, untuk tindakan rutin atau berisiko minimal seperti pengukuran tensi, pemeriksaan darah tidak begitu diperlukan. Rekaman foto dan video yang
merupakan bagian dari tindakan pengobatan atau foto radiologi menggunakan kontras harus meminta izin terlebih dahulu. Demikian pula jika foto dan rekaman video akan
dipergunakan untuk pendidikan, publikasi atau penelitian harus meminta izin khusus kepada pasiennya
.
117
2. Bentuk Informed Consent
.
Sehubungan dengan cara pernyataan kehendak menurut hukum, maka adanya informed consent dari pasien dapat dilakukan antara lain :
a. Dengan bahasa yang sempurna dan tertulis;
b. Dengan bahasa yang sempurna secara lisan;
c. Dengan bahasa yang tidak sempurna asal dapat diterima oleh pihak lawan;
d. Dengan bahasa isyarat asal dapat diterima oleh pihak lawan;
115
http:yusufalamromadhon.blogspot.com200801informed-consent.html diakses pada tanggal 23 Februari 2011.
116
http:www.sanglahhospitalbali.cominformasi.php?ID=3 diakses pada tanggal 23 Februari 2011.
117
http:www.sanglahhospitalbali.cominformasi.php?ID=3 diakses pada tanggal 23 Februari 2011.
e. Dengan diam atau membisu tetapi asal dipahami atau diterima oleh pihak
lawan
118
Oleh karena itu, bentuk informed consent dapat dikategorikan, sebagai berikut : .
a. Informed Consent yang dinyatakan secara tegas express
1 Informed Consent yang dinyatakan secara lisan oral
Informed consent dilakukan secara lisan apabila tindakan medis itu tidak berisiko, misalnya, pada pemberian terapi obat dan pemeriksaan penunjang medis.
2 Informed Consent yang dinyatakan secara tertulis written.
Untuk tindakan medis yang mengandung risiko, misalnya pembedahan, informed consent dilakukan secara tertulis dan ditandatangani oleh pasien. Informed consent
secara tertulis ialah bentuk yang paling tidak diragukan.
b. Informed Consent yang dinyatakan secara diam-diamtersirat implied or tacit
consent Informed consent juga dianggap ada, hal ini dapat tersirat pada gerakan pasien
yang diyakini oleh dokter. Dengan anggukan kepala, maka dokter dapat menangkap isyarat tersebut sebagai tanda setuju. Atau pasien membiarkan dokter untuk
memeriksa bagian tubuhnya, dengan pasien menerima atau membiarkantidak menolak, maka dokter menganggap hal ini sebagai suatu persetujuan untuk dilakukan
suatu pemeriksaan guna mendapatkan terapi dari penyakitnya. Apabila pasien dalam keadaan gawat darurat tidak sadarkan diri dan keluarganya tidak ada ditempat,
sedangkan dokter memerlukan tindakan segera, maka dokter dapat melakukan tindakan medis tertentu yang terbaik menurut dokter persetujuannya disebut
presumed consent, dalam arti bila pasien dalam keadaan sadar, maka pasien dianggap akan menyetujui tindakan yang dilakukan dokter
119
3. Isi Informasi dalam Informed Consent
.
Informasi yang harus diberikan adalah informasi yang selengkap-lengkapnya, yaitu informasi yang adekuat tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan dan
risiko yang ditimbulkannya. Informasi yang harus diberikan adalah tentang keuntungan dan kerugian dari tindakan medis yang akan dilaksanakan, baik
diagnostik maupun terapeutik. Isi informasi medis yang dikemukakan Leenen, yaitu :
118
Veronica Komalawati, op. cit. hal. 110.
119
Endang Kusuma Astuti, op. cit. hal. 141-142.
a. Diagnosa;
b. Terapi, dengan kemungkinan alternatif terapi;
c. Tentang cara kerja dan pengalaman dokter;
d. Risiko;
e. Kemungkinan perasaan sakit ataupun perasaan lainnya misalnya, gatal-gatal;
f. Keuntungan terapi; dan
g. Prognosis
120
Pasien sebagai individu yang mempunyai otonomi harus memberikan persetujuan terlebih dahulu terhadap pemeriksaan medis, pengobatan atau tindakan medis yang
akan dilakukan terhadap tubuhnya setelah mendapat penjelasan dari dokter. Oleh karena itu persetujuan yang diberikan oleh pasien memerlukan beberapa masukan
sebagai berikut : .
a. Penjelasan lengkap mengenai prosedur yang akan digunakan dalam tindakan
medis tertentu yang masih berupa upaya, percobaan yang diusulkan oleh dokter serta tujuan yang ingin dicapai hasil dari upaya, percobaan.
b. Deskripsi mengenai efek-efek sampingan serta akibat-akibat yang tak diinginkan
yang mungkin timbul. c.
Deskripsi mengenai keuntungan-keuntungan yang dapat diantisipasi bagiuntuk pasien.
d. Penjelasan mengenai perkiraan lamanya prosedur berlangsung.
e. Penjelasan mengenai hak pasien untuk menarik kembali persetujuan tanpa adanya
prasangka jelek mengenai hubungannya dengan dokter dan lembaganya. f.
Prognosis mengenai kondisi medis pasien jika ia menolak tindakan medis tertentu percobaan tersebut
121
Informasi itu harus diberikan sebelum dilakukan suatu tindakan operatif atau yang bersifat invansif, baik yang berupa diagnostik maupun terapeutik. Yang harus
memberikan informasi itu adalah dokter ahli bedah itu sendiri yang akan melakukan operasi tersebut. Informasi harus diberikan di dalam bahasa yang sederhana yang
.
120
Ibid. hal. 131-132.
121
Hermein Hadiati Koeswadji, op. cit. hal. 74.
dapat dimengerti oleh pasiennya, sehingga ia dapat mempunyai gambaran jelas untuk memutuskannya. Menurut J.Guwandi, informasi yang harus diberikan adalah
berkenaan dengan : a.
Tindakan operasi apa yang hendak dilakukan, b.
Manfaatnya dilakukan operasi tersebut, c.
Risiko-risiko apa yang melekat pada operasi itu, d.
Alternatif lain apa yang ada kalau ada dan juga kalau mungkin dilakukan, e.
Apa akibatnya jika operasi tidak dilakukan
122
Dalam Pasal 45 ayat 3 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran telah ditentukan substansi penjelasan yang harus diberikan oleh
dokterdokter gigi terhadap pasien. Penjelasan itu sekurang-kurangnya mencakup : .
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dari risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan
123
Dalam Pasal 7 ayat 3 PERMENKESNo. 290MENKESPERIII2008 Tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran telah ditentukan cakupan-cakupan informasi-
informasi yang diberikan dokter kepada pasien. Informasi yang disampaikan oleh .
122
J. Gunandi, op. cit. hal. 68.
123
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPERDATA Buku Satu, op. cit. hal. 60.
tenaga kesehatandokterdokter gigi kepada pasien mencakup hal-hal diantaranya sebagai berikut :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran;
b. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan;
c. Altematif tindakan lain, dan risikonya;
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
f. Perkiraan pembiayaan.
Pada prinsipnya tenaga kesehatandokterdokter gigi harus memberikan informasi kepada pasien, namun ketentuan itu ada pengecualiannya. Hiller mengemukakan
empat macam pengecualiannya, yaitu : a.
keadaan darurat medis; b.
pasien inkompeten tidak wenang; c.
pasien pelepas hak; dan d.
hak terapeutik istimewa bagi dokter
124
”Keempat pengecualian itu terkandung pengakuan bahwa nilai individualitas yang hendak ditegakkan dalam informed consent bukanlah satu-satunya masalah
dalam proses pengambilan keputusan medis. Pertimbangan kesehatan bagi kepentingan individu sendiri juga dipertimbangkan”
.
125
124
Ibid. hal. 61.
125
Ibid.
.
4. Timbulnya Informed Consent
Timbulnya atau berubahnya consent menjadi informed consent dalam prakteknya harus melalui beberapa fase. Maka dikatakan bahwa informed consent itu adalah
suatu ”Communication process”, bukan suatu formulir Rozovsky. Formulir itu hanya merupakan suatu pengukuhan atau pendokumentasian belaka apa yang sudah
disepakati lebih dahulu bersama sewaktu pasien diperiksa dan terjadi dialog antara dokter dan pasien. Lembaga ini memberi kemungkinan kepada seorang dokter untuk
memperoleh informasi dari pasiennya. Sebaliknya seorang dokter yang sudah mengetahui penyakit yang diderita pasien dan mengusulkan suatu tindakan medik
tertentu, haruslah juga memberikan informasi kepada pasiennya, tegasnya saling memberi informasi. Proses terjadinya suatu penandatanganan formulir informed
consent dapat dibagi dalam 3 tiga fase yaitu :
Fase Pertama adalah saat dimana seorang pasien datang ke tempat praktek
dokterrumah sakit untuk berobat. Dengan datangnya sang pasien secara sukarela ke tempat itu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien itu sudah memberikan
persetujuannya consent untuk dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan yang biasa dilakukan. Di dalam melakukan tindakan-tindakan pemeriksaan yang biasa dan
umum dilakukan secara yuridis dianggap sudah ada implied consent, sehingga tidak bisa dituduh telah melakukan pelanggaran terhadap privacy seorang atau dituduh
melakukan ”assault and battery”.
Fase Kedua adalah pada saat pasien duduk berhadapan dengan dokter dan sang
dokter mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang riwayat penyakitnya anamnesis serta membuat catatan-catatan pada Kartu Pasien Rekam Medik. Pada
tahap ini sang pasien mulai ”mengungkapkan” rahasianya kepada dokter dan pada saat itu dapat dikatakan sudah mulai ada hubungan dokter-pasien.
Fase Ketiga adalah saat dimana dokter sudah mulai melakukan pemeriksaan yang
mungkin masih akan ditambah dengan pemeriksaan tambahan: laboratorium untuk pemeriksaan konstelasi darah dan air seni, X-ray foto, ECG, USG, CT-scanning atau
MRI, atau juga lain-lain pemeriksaan jika diperlukan sebagai penunjang penegakan diagnosis dan pemberian terapinya. Dokter akan menulis resep dan juga menjelaskan
larangan-larangannya atau mungkin juga anjuran untuk mempercepat penyembuhannya, misalnya dianjurkan untuk berolah-raga sedikit.
Jika menurut pendapat dokter untuk penyembuhan penyakit itu harus dilakukan suatu tindakan medik yang bukan termasuk spesialisasinya, maka dokter itu wajib
merujuk kepada dokter spesialisnya. Misalnya jika pasien harus dibedah, maka dokter itu akan merujuk atau menyerahkan pasien itu ke dokter bedah. Atas dasar surat
rujukan itu, maka sang dokter bedah akan memeriksa lagi lebih khusus berdasarkan keahliannya. Sesudahnya barulah ia menegakkan diagnosisnya dan menganjurkan
terapinya. Jika pasien setuju dengan usul terapi yang dianjurkan oleh dokter bedah, maka barulah timbul masalah informed consent. Persetujuan lisan untuk melakukan
pembedahan sebenarnya sudah ada pada saat pasien memberikan persetujuannya terhadap tindakan medik yang diusulkan dokter. Kelak bila sudah berada di rumah
sakit atau sebelum melakukan pembedahan, maka pasien diminta untuk menandatangani formulir yang menyatakan persetujuan untuk pembedahan tersebut.
Haruslah dibedakan pada satu pihak antara informed consent yang sudah diperoleh secara lisan setelah terjadi suatu communication process antara dokter dan
pasien, dan pada lain pihak penandatanganan formulir sebagai pengukuhan apa yang telah disepakati. Hal ini hanya sebagai suatu tanda bukti yang akan disimpan di dalam
arsip rekam medik, bahwa sudah diperoleh persetujuan pasien. Jika kelak pasien atau keluarganya menuntut dan menyangkal telah memberikan informed consentnya, maka
formulir yang ditandatangani pasien dapat dipakai sebagai bukti di pengadilan
126
5. Syarat Informed Consent
.
Menurut Beauchamp dan Walters bahwa informed consent dilandasi oleh prinsip etik dan moral serta otonomi pasien. Prinsip ini mengandung dua hal yang penting,
yaitu : 1 setiap orang mempunyai hak untuk memutuskan secara bebas hal yang dipilihnya berdasarkan pemahaman yang memadai, dan 2 keputusan itu harus dibuat
dalam keadaan yang memungkinkannya membuat pilihan tanpa adanya campur tangan atau paksaan dari pihak lain. Oleh karena individu itu otonom, maka
diperlukan informasi untuk mengadakan pertimbangan agar dapat bertindak sesuai dengan pertimbangannya tersebut. Prinsip inilah yang oleh para ahli etik disebut
doktrin informed consent.
Prinsip ini untuk pertama kali diperkenalkan pada tahun 1947 dalam Nuremberg Code, rule 1, yang intinya merupakan standar pokok yang harus dipenuhi dalam
melakukan eksperimen atas manusia. Menurut Appelbaum bahwa, untuk menjadi doktrin hukum maka informed
consent harus memenuhi syarat sebagai berikut : a.
Adanya kewajiban dari dokter untuk menjelaskan informasi kepada pasien.
126
J. Gunandi, op. cit. hal. 63-65.
b. Adanya kewajiban dari dokter untuk mendapatkan izin atau persetujuan dari
pasien, sebelum dilaksanakan perawatan
127
Maka untuk itu Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi minimal 3 tiga unsur sebagai berikut :
.
a. Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter
b. Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan
c. Kesukarelaan tanpa paksaan atau tekanan dalam memberikan persetujuan.
128
6. Teori Informed Consent
Ada tiga teori informed consent berikut pandangan yang mendasarinya dikemukakan oleh Veatch. Adapun ketiga teori yang akan dikemukakan ini
sehubungan dengan eksperimen pada manusia di bidang kedokteran, yaitu
129
a. Teori manfaat untuk pasien
:
Pada hakikatnya, peristiwa eksperimen dalam bidang kedokteran sejak dulu merupakan bagian yang terpisahkan dari pelayanan dan perawatan pasien sebab
eksperimen yang dilakukan senantiasa berhubungan dengan pelayanan dan perawatan pasien. Padahal, syarat informed consent belum dikenal dalam tradisi ilmu
kedokteran. Namun, dengan perkembangan ilmu dan teknologi pada zaman modern, berbagai
eksperimen direncanakan secara sistematis dan dilakukan dengan maksud serta tujuan
127
Veronica Komalawati, op. cit. hal. 108.
128
http:irwandykapalawi.wordpress.com20071101mengenal-informed-consent diakses pada tanggal 23 Februari 2011.
129
Veronica Komalawati, op. cit. hal. 111.
untuk memperoleh pengetahuan medis. Oleh karena itu, pada tahun 1949 oleh World Medical Association telah di sahkan kode etik medis. Di dalam kode etik medis
tersebut, antara lain, ditetapkan bahwa dengan dalil apapun seorang dokter tidak dibenarkan melakukan sesuatu yang dapat melemahkan daya tahan tubuh dan jiwa
manusia, kecuali untuk maksud terapeutik atau pertimbangan pencegahan semata- mata, setiap tindakan dokter termasuk penyelenggaraan eksperimen yang dilakukan
tidak demi kepentingan pasien, harus dilarang. Pandangan mengenai hal yang baik dan bermanfaat bagi seorang pasien tertentu
tidak sama antara pasien yang satu dan pasien lainnya karena bergantung pada situasi dan kondisi pribadi serta nilai yang dianut oleh pasien yang bersangkutan.
Sehubungan dengan itu, pada hakikatnya pemberian informasi kepada pasien harus dilakukan sedemikian rupa hingga pasien dapat berperan serta dalam proses
pembentukan dan pengambilan keputusan, bahkan secara aktif pasien menguasainya, agar semaksimal mungkin dapat diperoleh manfaatnya. Terhadap teori ini, timbul
keraguan karena dalam teori ini asas manfaat bagi pasien, yang berarti tertutup kemungkinan dilakukannya eksperimen nonterapeutik.
b. Teori manfaat bagi pergaulan hidup
Teori ini menitikberatkan pada pandangan utilitis, yaitu bahwa kemanfaatan yang terbesar bagi jumlah yang terbesar. Penyelenggaraan eksperimen diperkenankan
apabila didasarkan pertimbangan tertentu lebih banyak manfaatnya daripada menghasilkan yang tidak baik dan apabila bersamaan dengan itu, eksperimen ini
secara keseluruhan lebih banyak menghasilkan manfaat dibandingkan dengan kemungkinan yang dihasilkan dengan penerapan metode lain.
Pandangan para penganut teori ini terhadap pengertian manfaat tidak dibatasi oleh pertimbangan ekonomis. Nilai estetika, kebudayaan, keagamaan, dan psikologi harus
ikut dipertimbangkan. Perampasan kebebasan sejumlah kecil naracoba subjek eksperimen tidak begitu saja dapat dihafalkan berdasarkan pandangan manfaat yang
sebesar-besarnya bagi sejumlah besar orang lain, dengan asumsi perampasan kebebasan seseorang dikategorikan sebagai kejahatan besar.
Apabila mutlak diperlukan untuk membenarkan eksperimen terapeutik, tampaknya tidak dapat disangkal bahwa terdapat unsur tertentu pada asas manfaat
bagi pergaulan hidup dalam membenarkan eksperimen itu. Hal ini berarti, sepanjang eksperimen medis dilakukan bersama dengan pengobatan dan perawatan, atau
mempunyai tujuan terapeutik, maka manfaat bagi pergaulan hidup bukan hal yang harus diutamakan.
c. Teori menentukan nasib sendiri
Menurut teori ini, penentuan memaksimalkan keuntungan bagi pergaulan hidup, telah menjurus kearah pelecehan terhadap hak asasi yang tidak dapat diterima
sehingga memberikan dua kemungkinan bagi penyusun Nuremberg Code Rule. Pertama, yaitu diterapkannya kembali formulasi Hippocrates bahwa eksperimen
hanya dihalalkan apabila yang dipertahankan adalah manfaat atau keuntungan pribadi pasien. Kedua, eksperimen dihalalkan apabila dilaksanakan bagi kepentingan
pergaulan hidup dan dapat memberikan perlindungan atau menjaga jangan sampai timbul ekses dengan jalan memberikan bentuk pada asas yang membatasi
kemungkinan itu. Para penyusun Kode Nuremberg telah memilih alternatif yang kedua ini, yaitu pada pasal 2 disebutkan dan dijelaskan bahwa asas manfaat bagi
pergaulan hidup tidak ditinggalkan. Akan tetapi, informed consent dimasukkan dengan jelas pada pasal 1, bukan untuk mempermudah dicapainya keuntungan sosial,
melainkan sebagai suatu syarat untuk membatasi hal itu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setiap orang yang pada pemeriksaan
medis menurut adanya informed consent berdasarkan alasan lain dari nilai, yaitu diperolehnya persetujuan untuk mempermudah dicapainya kepentingan umum, harus
mengakui bahwa para individu mempunyai tuntutan terhadap pergaulan hidup. Tuntutan tersebut sedemikian kuat sehingga disebut sebagai hak. Individu harus
mempunyai hak yang dapat mengimbangi pernyataan bahwa kepentingan yang lebih besar akan diperoleh apabila hak individu itu dilanggar.
Walaupun informed consent kadang kala dapat meninggalkan manfaat untuk pasien atau bagi pergaulan hidup, tujuan sebenarnya lebih dari itu. Oleh karena itu,
adanya hak individu untuk menentukan nasib sendiri menyebabkan informed consent penting bagi semua tindakan yang dilakukan atas tubuh, bahkan atas pelanggaran
suasana kehidupan pribadi. Dengan demikian, hak menentukan nasib sendiri memberikan dasar yang otonom bagi syarat informed consent. Hak ini merupakan
dasar yang jauh lebih kokoh daripada pembenaran secara hukum, yang sering kali dijabarkan dari adanya kekhawatiran tentang perlindungan bagi individu terhadap
risiko dalam eksperimen yang dilakukan secara besar-besaran. Oleh karena hak menentukan nasib sendiri yang dipakai sebagai dasar, maka pemberian persetujuan
dapat dipandang sebagai negosiasi mengenai suatu kontrak. 7.
Tujuan Informed Consent Tujuan persetujuan medik atau informed consent adalah memberikan
perlindungan hukum bagi pasien dan tenaga kesehatandokterdokter gigi. Perlindungan yang diberikan kepada pasien adalah agar pasien mendapat pelayanan
kesehatan secara optimal dari tenaga kesehatandokterdokter gigi yang menanganinya. Sementara itu, bagi tenaga kesehatandokterdokter gigi adalah
menjaga kemungkinan tenaga kesehatandokterdokter gigi digugat oleh pasien atau keluarganya apabila ia lalai dalam melaksanakan kewajibannya.
Apabila pasien telah memberikan informed consent
kepada tenaga kesehatandokterdokter gigi, maka kedudukan tenaga kesehatandokterdokter gigi
menjadi kuat. Karena di dalam informed consent telah disebutkan bahwa apabila tenaga kesehatandokterdokter gigi gagal melaksanakan kewajiban, pasien tidak
akan menuntut tenaga kesehatandokterdokter gigi yang bersangkutan. Namun, secara yuridis pasien mempunyai hak untuk menggugat tenaga
kesehatandokterdokter gigi, apabila tenaga kesehatandokter dokter gigi tidak melaksanakan standar profesi dengan baik. Pasien juga diberikan hak untuk menuntut
secara pidana dan secara administratif kepada tenaga kesehatandokterdokter gigi yang tidak melaksanakan standar profesi
130
a. Melindungi pengguna jasa tindakan medis pasien secara hukum dari segala
tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang, tindakan malpraktek yang
bertentangan dengan hak asasi pasien dan standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang memerlukan biaya tinggi atau “over
utilization” yang sebenarnya tidak perlu dan tidak ada alasan medisnya; .
Oleh karena itu dalam hubungan antara pelaksana dokter dengan pengguna jasa tindakan medis pasien, maka pelaksanaan informed consent secara luas, bertujuan :
130
Salim HS, Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUHPERDATA Buku Satu, op. cit. hal. 64.
b. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari
tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak
mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas
tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian negligence atau karena ketidaktahuan ignorancy yang
sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya
131
Selain tujuannya, perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :
.
a. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia;
b. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri;
c. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien;
d. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter;
e. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional;
f. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan;
g. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan
kesehatan.
132
D. Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien Berkaitan Dengan