Keaslian Penulisan Tinjauan Kepustakaan

b. Diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran bagi para praktisi hukum, rumah sakit, dokter dan pasien serta masyarakat tentang pelaksanaan informed consent dalam perjanjian terapeutik tersebut.

D. Keaslian Penulisan

“Sikap Pengadilan Terhadap Informed Consent Dalam Perjanjian Terapeutik Ditinjau Dari Perspektif Hukum Perdata Studi Putusan Mahkamah Agung RI No. No. 46 KPdt2006” yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Hal ini sejalan dengan pemeriksaan yang dilakukan oleh Departemen Hukum Perdata mengenai keaslian judul dari penulisan skripsi ini. Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, maka dapat penulis katakan bahwa skripsi ini adalah merupakan hasil karya pemikiran penulis sendiri yang asli dari pemikiran penulis.

E. Tinjauan Kepustakaan

Dewasa ini perkembangan di bidang kesehatan semakin pesat. Hal itu ditandai dengan adanya persamaan hak dan kewajiban setiap orang di bidang kesehatan. Oleh karena kesehatan sangat penting maka diatur dengan aturan hukum untuk melindungi semua pihak yang berkaitan dengan kesehatan seperti dokter, pasien, perawat maupun rumah sakit. Salah satu aspek yang penting untuk mendapatkan kepastian hukum adalah masalah informed consent, dimana hukum harus melindungi hak asasi seseorang yang diantaranya adalah hak untuk menentukan nasib dirinya sendiri the right to self- determination dan hak atas informasi the right to information. Hak tersebut memuat kaidah-kaidah yang harus dijamin oleh hukum agar tidak menyebabkan kerugian bagi dirinya karena karena salah satu tujuan kesehatan adalah menyembuhkan penyakit bukan menambah penyakit. Persetujuan tindakan kedokteran informed consent ini sesungguhnya berasal dari 2 hal dasar dari hak pasien, yaitu hak menentukan nasib sendiri the right to self- determination dan hak atas informasi the right to information, seperti uraian yang ada di atas tadi. dalam ilustrasi sederhana dapat dikemukakan sebagai berikut : bila ada pasien dalam keadaan apendisitis akut dan dokter telah menjelaskan keadaan penyakit tersebut kepada pasien dan menjelaskan tindakan apa yang sebaiknya dilakukan serta kemungkinan dan harapan terhadap tindakan tersebut, tetap saja keputusannya di tangan pasien. Bila pasien misalnya tidak bersedia dioperasi, tidak mungkin dokter memaksakan apa yang terbaik dilakukannya pada pasien menurut pikirannya. Untuk itu perlu persetujuan pasien. 8 Penerapan informed consent dilakukan oleh dokter atau rumah sakit terjadi sebelum terjadinya suatu tindakan medis atau kedokteran terhadap pasien. Sebelum melakukan tindakan kedokteran atau medis seorang dokter terlebih dahulu Dari uraian tersebut di atas dapat dilihat bahwa setiap usaha dokter untuk melakukan pengobatan atau penanganan medik terhadap pasien harus mendapatkan persetujuan dari pasien karena pemberian informed consent merupakan pelaksanaan dari hak yang dimiliki oleh pasien. Hal itu dikarenakan pasien berhak untuk menentukan sendiri atas segala sesuatu yang diperbuat kepada dirinya. Sebaliknya tanpa adanya penjelasan atau informasi yang disampaikan dokter kepada pasien maka dokter dapat dianggap melanggar hak pasien dan dituduh melakukan malpraktek. 8 Amri Amir, op. cit. hal. 29-30. memberikan informasi mengenai upaya medis yang akan dilakukan serta informasi mengenai segala risiko yang mungkin terjadi. Penjelasan atau informasi tersebut selain diberikan kepada pasien juga dapat diberikan kepada keluarga dekat pasien jika keadaan pasien tidak memungkinkan untuk dimintakan persetujuan. Penjelasan informasi tersebut harus meliputi sekurang-kurangnya beberapa hal yang sudah diatur oleh PERMENKES No 290 tahun 2008 yaitu : 1. Diagnosis dan tata cara tindakan kedokteran; 2. Tujuan tindakan kedokteran yang dilakukan; 3. Alternatif tindakan lain dan risikonya; 4. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; 5. Prognosis terhadap tindakan yang dilakukan; 6. Perkiraan pembiayaan. Untuk informed consent sendiri pengaturannya sudah diatur di dalam PERMENKES No 290 tahun 2008. Pengertian informed consent persetujuan tindakan kedokteran di dalam peraturan tersebut adalah merupakan persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat setelah mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan terhadap pasien. Dengan adanya persetujuan tersebut dengan kata lain terjadi hubungan hukum antara dokter dengan pasien sehingga persetujuan tersebut melahirkan ikatan berupa suatu kontrakperjanjian terapeutik, perjanjian terapeutik sendiri memiliki kaitan yang sangat erat dengan informed consent yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Perjanjian terapeutik sendiri memiliki pengertian sebagai suatu perjanjian antara dokter dengan pasien, berupa hubungan hukum yang melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak. Ikatan yang lahir antara dokter dan pasien merupakan ikatan perdata. Dimana di dalam hubungan keperdataan diatur di dalam KUHPerdata, jadi pelaksanaan informed consent di dalam perjanjian terapeutik tersebut tetap harus mengacu kepada KUHPerdata sebagai induk dari hukum perikatan, dimana aturan-aturan umum mengenai persetujuan atau perjanjian sudah diatur di dalam KUHPerdata. Meskipun ada persetujuan pasienkeluarganya berupa persetujuan tindakan kedokteran informed consent, namun jika terjadi kesalahan ataupun kelalaian yang dilakukan oleh dokter maka perbuatan tersebut tidak menghilangkan sifat melawan hukum, dengan kata lain pasien dapat meminta pertanggung jawaban dokter serta pihak rumah sakit. Dengan demikian, apabila ada kesalahan ataupun kelalaian yang dilakukan oleh dokter maka kesalahan atau kelalaian tersebut tetap dapat dipertanggung jawabkan menurut hukum dan pasien dapat menuntut ganti rugi secara perdata ke pengadilan maupun meminta pertanggung jawaban secara pidana. meskipun tindakan medis yang dilakukan oleh dokter telah disetujui oleh pasienkeluarganya. Ada satu pengecualian sehingga informed consent tidak dapat diberikan yaitu bila keadaan pasien darurat. Keadaan gawat-darurat adalah suatu keadaan dimana : 1. Tidak ada kesempatan lagi untuk meminta informed consent dari pasien atau anggota keluarga terdekat; 2. Tidak ada waktu lagi untuk menunda-nunda; 3. Suatu tindakan harus segera diambil; 4. Untuk menyelamatkan jiwa pasien atau anggota tubuhnya. 9

F. Metode Penelitian

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88