Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien Berkaitan Dengan

b. Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap “risk of treatment” yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan, kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian negligence atau karena ketidaktahuan ignorancy yang sebenarnya tidak akan dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya 131 Selain tujuannya, perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut : . a. Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku manusia; b. promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri; c. untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam mengobati pasien; d. menghindari penipuan dan misleading oleh dokter; e. mendorong diambil keputusan yang lebih rasional; f. mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran dan kesehatan; g. sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang kedokteran dan kesehatan. 132

D. Hubungan Hukum Antara Dokter Dengan Pasien Berkaitan Dengan

Keberadaan Informed Consent Hubungan pasien dengan dokter merupakan hubungan yang erat dan kompleks. Sering sekali dalam hubungan seorang pasien dengan dokter terdapat faktor kepercayaan yang menjadi salah satu dasarnya, artinya pasien berhubungan dengan dokter yakin bahwa dokter tersebut dapat dan mampu membantu menyembuhkan 131 http:irwandykapalawi.wordpress.com20071101mengenal-informed-consent diakses pada tanggal 23 Februari 2011. 132 http:irwandykapalawi.wordpress.com20071101mengenal-informed-consent diakses pada tanggal 23 Februari 2011. penyakitnya. Kepercayaan dari pasien inilah yang membuat kedudukan dokter lebih tinggi daripada kedudukan pasien. Hubungan hukum timbul jika pasien menghubungi dokter karena ia merasa ada sesuatu yang dirasakannya membahayakan kesehatannya. Keadaan psikobiologisnya memberikan peringatan bahwa ia merasa sakit dan dalam hal ini, dokterlah yang dianggapnya mampu menolongnya dan memberikan bantuan pertolongan hulpverlenen. Jadi, kedudukan dokter dianggap lebih tinggi oleh pasien dan peranannya lebih penting daripada pasien 133 Sebaliknya, berdasarkan prinsip father knows best dalam hubungan paternalistik ini akan mengupayakan untuk bertindak sebagai ”bapak yang baik”, yang secara cermat, hati-hati, dan penuh ketegangan dengan bekal pengetahuan dan keterampilannya yang diperoleh melalui pendidikan yang sulit dan panjang serta pengalaman yang bertahun-tahun untuk kesembuhan pasien. Dalam mengupayakan kesembuhan pasien ini, dokter dibekali oleh lafal sumpah yang diucapkannya pada awal ia memasuki jabatan sebagai pengobat yang berlandaskan pada norma etik yang mengikatnya berdasarkan kepercayaan pasien yang datang padanya itu karena dialah yang dapat menyembuhkan penyakitnya . 134 Pola hubungan vertikal yang melahirkan sifat paternalistik dokter terhadap pasien ini mengandung, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif pola vertikal yang melahirkan konsep hubungan paternalistik ini sangat membantu pasien, dalam hal pasien awam terhadap penyakitnya. Sebaliknya, dapat juga timbul dampak negatif jika tindakan doker yang berupa langkah-langkah dalam mengupayakan penyembuhan pasien itu merupakan tindakan-tindakan dokter yang membatasi otonomi pasien, yang dalam sejarah perkembangan budaya dan hak-hak dasar manusia telah ada sejak lahirnya. Pola hubungan yang vertikal paternalistik ini bergeser pada pola horizontal kontraktual . 135 Hubungan ini melahirkan aspek hukum horizontal kontraktual yang bersifat ”inspanningsverbintenis” yang merupakan hubungan hukum antara dua subjek . 133 Endang Kusuma Astuti, loc. cit. 134 Ibid. hal. 98-99. 135 Ibid. hal. 99. hukum pasien dan dokter yang berkedudukan sederajat melahirkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang bersangkutan. Hubungan hukum ini tidak menjadi sesuatu kesembuhan atau kematian karena objek dari hubungan hukum itu berupa upaya maksimal yang dilakukan secara hati-hati dan penuh ketegangan oleh dokter berdasarkan ilmu pengetahuan dan pengalamannya menangani penyakit untuk menyembuhkan pasien. Sikap hati-hati dan penuh ketegangan dalam mengupayakan kesembuhan pasien itulah yang dalam kepustakaan disebut sebagai met zorg inspanning, oleh karenanya merupakan inspanningsverbintenis dan bukan sebagaimana halnya suatu resultatverbintenis yang menjanjikan suatu hasil yang pasti 136 1. Kesadaran hukum pasien semakin meningkat; pasien sadar akan hak dan kewajibannya; dalam arti bahwa pemberian persetujuan tanpa mengetahui tentang apa yang dilaksanakan atas dirinya adalah bertentangan dengan arti persetujuan itu sendiri; . Adanya perkembangan masyarakat menyebabkan ketimpangan kedudukan pasien dan dokter secara perlahan-lahan mengalami perubahan. Dimana dahulu pasien tidak tahu untuk apa persetujuan yang diberikan oleh mereka, mereka hanya tahu bahwa dokter akan bertindak demi kesembuhan pasien. Tetapi sekarang pasien diharapkan memberikan consent setelah tahu apa yang disetujuinya. Perubahan atau perkembangan ke arah perbaikan posisi pasien itu terjadi karena : 2. Kegagalan-kegagalan dalam pelaksanaan tindakan medik yang berulang kali terjadi, sehingga membuat pasien lebih kritis dalam melihat relasi antara dokter- pasien, dengan menuntut informasi tentang apa yang akan dilaksanakan oleh dokter; 3. Kesadaran akan hak mutlak atas tubuhnya dan hak untuk menentukan atas diri sendiri, dalam arti menerima atau menolak tindakan medik yang akan dilaksanakan atas dirinya; 4. Kesadaran akan posisinya, dengan menolak adanya kesenjangan dalam relasi pakar-awam 137 136 Ibid. 137 Wila Chandrawlla Supriadi, Hukum Kedokteran, Cet. 1, Mandar Maju, Bandung, 2001, hal.61. . Perikatan yang lahir dalam hubungan pasien dengan dokter yang dikarenakan adanya persetujuan tindakan medikkedokteran informed consent akan melahirkan hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak pasien-dokter. Adapun yang menjadi hak pasien antara lain sebagai berikut : 1. Hak memberikan persetujuan atau menolak pemeriksaan atau perawatan tertentu, 2. Hak atas informasi, 3. Hak atas kerahasiaan berdasar hubungan kepercayaan, 4. Hak atas bantuan tenaga kesehatan, 5. Hak atas perawatan yang wajar 138 ”Sedangkan kewajiban pasien diantaranya adalah dapat bekerja sama dengan baik dengan semua tenaga medis termasuk memberi imbalan jasa kepada pihak medis, juga mentaati perintah dan larangan dokter demi kesehatan dirinya” . 139 1. Hak dokter : . Sebaliknya hak dan kewajiban dokter diantaranya adalah sebagai berikut : a. Hak untuk bekerja menurut standar profesi medis b. Hak untuk menolak melaksanakan tindakan medis yang tidak dapat ia pertanggung jawabkan secara profesional c. Hak untuk menolak suatu tindakan medis yang menurut suara hatinya consience tidak baik d. Hak mengakhiri hubungan dengan pasien jika ia menilai bahwa kerjasamanya dengan pasien tidak ada gunanya e. Hak atas privacy dokter f. Hak atas itikad baik dari pasien dalam pelaksanaan kontrak terapeutik penyembuhan 138 Soerjono Soekanto dan Herkutanto, Pengantar Hukum Kesehatan, Cet. 1, Remaja Karya, Bandung, 1987, hal. 124. 139 Ibid. g. Hak atas balas jasa h. Hak atas perlindungan hukum atas profesinya i. Hak untuk membela diri. 2. Kewajiban dokter : a. Kewajiban yang berhubungan dengan fungsi pemeliharaan kesehatan b. Kewajiban yang berhubungan dengan standar medis c. Kewajiban yang berhubungan dengan tujuan ilmu kesehatan yaitu : 1 Menyembuhkan dan mencegah penyakit 2 Meringankan penderitaan 3 Mengantar pasien comforting termasuk mengantar menghadapi akhir hidup. d. Kewajiban yang berhubungan dengan prinsip keseimbangan e. Kewajiban yang berhubungan dengan hak-hak pasien. 140 Di dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran telah diatur tentang hak dan kewajiban pasien maupun dokter. Untuk hak dan kewajiban dokter diatur pada Pasal 50 dan 51, sedangkan hak dan kewajiban pasien diatur pada Pasal 52 dan 53. Hak dokter atau dokter gigi menurut Pasal 50 Undang- Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran antara lain : 1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; 2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar prosedur operasional; 3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau keluarganya; 4. Menerima imbalan jasa. 140 Veronica Komalawati, Hukum Dan Etika Dalam Praktek Dokter, Cet. 1, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1989, hal. 98. Untuk kewajiban dokter atau dokter gigi menurut Pasal 51 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran antara lain : 1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; 2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian atau kemampuan yang baik, apabila tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan; 3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia; 4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan 5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran atau kedokteran gigi. Untuk hak pasien menurut Pasal 52 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran antara lain : 1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat 3; 2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain; 3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; 4. Menolak tindakan medis; dan 5. Mendapatkan isi rekam medis. Sedangkan untuk kewajiban pasien menurut Pasal 53 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran antara lain : 1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah kesehatannya; 2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi; 3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan 4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

E. Pengaturan Hukum Terhadap Informed Consent

Dokumen yang terkait

Analisis Putusan Mahkamah Agung Nomor 101/K.Pdt.Sus/Bpsk/2013 Tentang Penolakan Klaim Asuransi Kendaraan Bermotor

22 248 119

Analisis Yuridis Terhadap Putusan Mahkamah Agung No. 981K/PDT/2009 Tentang Pembatalan Sertipikat Hak Pakai Pemerintah Kota Medan No. 765

4 80 178

Analisis Putusan Mahkamah Agung Mengenai Putusan yang Dijatuhkan Diluar Pasal yang Didakwakan dalam Perkaran Tindak Pidana Narkotika Kajian Terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 238 K/Pid.Sus/2012 dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 2497 K/Pid.Sus/2011)

18 146 155

Efektivitas Penerapan Yurisprudensi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 179/K/SIP/1961 Di Dalam Persamaan Hak Mewaris Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Pada Masyarakat Suku Batak Toba Perkotaan (Studi Di Kecamatan Medan Baru)

2 68 122

Analisis Tentang Putusan Mahkamah Agung Dalam Proses Peninjauan Kembali Yang Menolak Pidana Mati Terdakwa Hanky Gunawan Dalam Delik Narkotika

1 30 53

Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 609 K/Pdt/2010 Dalam Perkara Perdata Sengketa Tanah Hak Guna Bangunan Dilaksanakan Berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri

3 78 117

Analisis Hukum Terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Calon Independen Di Dalam Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

0 68 130

Penetapan Luas Tanah Pertanian (Studi Kasus : Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/Puu-V/2007 Mengenai Pengujian Undang-Undang No: 56 Prp Tahun 1960 Terhadap Undang-Undang Dasar 1945)

4 98 140

Sikap Masyarakat Batak-Karo Terhadap Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) No.179/K/SIP/1961 Dalam Persamaan Kedudukan Anak Laki-Laki Dan Anak Perempuan Mengenai Hukum Waris (Studi Pada Masyarakat Batak Karo Desa Lingga Kecamatan Simpang...

1 34 150

Implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi No.92/Puu-X/2012 Ke Dalam Undang-Undang No.17 Tahun 2014 Tentang Mpr, Dpr, Dpd Dan Dprd

0 54 88