Perbedaan hasil belajar IPS dengan menggunakan teknik pembelajaran JIGSAW dan teknik pembelajaran STAD (Studi pada siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan)

(1)

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBELAJARAN JIGSAW DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

STAD

(Studi Pada Siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan)

SKRIPSI

Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial

FATMA ROUDHOH

NIM : 106015000458

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011


(2)

ABSTRAK

FATMA ROUDHOH. Perbeedaan Hasil Belajar IPS Dengan Menggunakan Teknik Pembelajaran Jigsaw dan Teknik Pembelajaran STAD: Studi Pada Siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan. Skripsi. Jakarta: Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN). 2011.

Permasalahan utama yang dikaji dalam penelitian ini perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD). Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD), membuktikan tinggi rendahnya hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD), dan mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif

Metode yang digunakan adalah metode eksperimen yaitu cara melakukan penelitian dengan percobaan. Metode ini digunakan untuk menelaah adanya perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD). Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan, sedangkan populasi terjangkaunya adalah siswa kelas VIII yang berjumlah 110 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian siswa kelas VIII sebanyak 66 orang yang dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dengan jumlah masing-masing kelompok 33 orang siswa. Instrumen yang dipakai adalah tes. Teknik analisis data

menggunakan metode statistik uji “t” (uji beda), untuk menguji hipotesis

penelitian dilakukan konsultasi pada tabel disribusi“t”pada taraf signifikansi 5%. Temuan hasil penelitian ini adalah: 1) Terdapat perbedaan hasil belajar yang signifikan antara siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)teknik jigsaw dengan siswa yang diajar denga pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) teknik STAD dalam pelajaran IPS denga diperoleh nilai thitung > ttabel yaitu 3,0214 > 2,00; 2) Perbedaan hasil

belajar IPS siswa yang diajarkan dengan pendekatan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) teknik jigsaw dapat terlihat dari mean gainnya sebesar 60,27 lebih baik daripada mean gain kelompok yang diajarkan dengan pendekatan Cooperative Learning teknik STAD yaitu 54,606. Dengan demikian nampak bahwa hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif teknik jigsaw lebih tinggi dibandingkan dengan hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan metode pembelajaran kooperatif teknik STAD; dan 3) Pendekatan pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) teknik jigsaw dan


(3)

STAD merupakan teknik pembelajaran yang baru bagi para siswa, namun dari hasil angket yang diberikan, siswa merasa kedua metode pembelajaran tersebut cukup dapat membantu mereka dalam memahami pelajaran dan mereka cukup menyukai penerapan kedua metode pembelajaran tersebut dalam pembelajaran IPS. Hasil observasi kedua metode pembelajaran menunjukkan sikap siswa cukup baik pada ketiga aspek sikap yang diukur yaitu rasa ingin tahu, keberanian dan sifat menghargai.


(4)

ABSTRAC

FATMA ROUDHOH. The Defference of Social Science Education Learning Achievement With Jigsaw Learnig Technique and STAD Learnig Technique: Study to Student ofSMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan. Thesis. Jakarta: Social Sciene Education Program Faculty of Tarbiyah and Teaching Science of State Islamic Univesity (UIN). 2011.

The objective of this research is to examine the defference of student's learning achievement at social science education between whom learned with jigsaw learning technique and whom learned with STAD learning technique, to compare the student's learning achievement by jigsaw learning technique and STAD learning technique, and to know student' response with cooperative learning applied.

The research is held 66 students from Calass VII of SMP Darussalam that device to two group of experiment and control with the number of each grous is 33 students. Data were collected from test (50 items), observation, and questionnaire with class experiment with using experiment design. Analyse data with t-test at significationα0,05.

The results of this research: 1) There is the defference between student's learning achievement at social science education with jigsaw learning technique and student's learning achievement at social science education with STAD learning technique and obtained value thitung3,0214 and ttabel2,00. The result show

that at signifikan 0,05 with gain jigsaw 60,27 and mean gain STAD 54,606 hence can be said that cooperative learning technique jigsaw is better than cooperative learning technique STAD. Student and observer give a positive response with this cooperative learning applied.

According to the result of this research the author recommended: The teachers should had a knowledge and enough abbility to choose the right learning methods and suitable with the matter learned by student so the students learning achievement could be increased. The research about jigsaw and STAD learning technique that applied for other matter or lessons should be held to resolved its function to increases student's learning achivement and motivates them.


(5)

LEMBAR PENGESAHAN

PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBELAJARAN JIGSAW DAN TEKNIK PEMBELAJARAN

STAD

(Studi Pada Siswa SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan)

SKRIPSI

Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial

PEMBIMBING

____________________ NIP : …………..

JURUSAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2011


(6)

KATA PENGANTAR

Hanya ungkapan rasa syukur yang tiada terkira atas segala limpahan nikmat yang luas tanpa batas serta anugerah yang agung tak terhitung dari Illahi Rabbi, karena berkat itu semua penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada junjungan umat manusia, Nabi Muhammad SAW, makhluk mulia yang penuh dengan rasa cinta dan kasih sayang kepada sesama manusia.

Dalam proses penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moril materiil, maka penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. H. Nurochim MM, selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Drs. H. Syaripulloh, M.S.I, selaku pembimbing yang telah meluangkan waktu serta mencurahkan pikirannya selama penyusunan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, khususnya pada Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang tak terhingga banyaknya dan sangat berguna bagi penulis.

5. Seluruh civitas akademi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

6. Staf perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Orang tua dan keluarga yang telah memotivasi penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

8. Sahabat penulis yaitu Muthmainnah, S.Pd, Diana Widayarani, S.Pd, Fitri Nisa, S.Pd, Ermaleli Putri, S.Pd, Nur Azizah, S.Pd dan Syurianti, S.Pd, yang selalu


(7)

memberikan bantuan, dukungan, dan menghibur penulis ketika sedang gundah gulana dan semoga persahabatan kita tak lekang oleh waktu.

9. Temen-temen seperjuangan, Diana Widyarani, S.Pd, Lilis Komariah, S.Pd, Nur Utami, S.Pd, yang memberikan dukungan dan bantuannya kepada penulis.

Atas bantuan mereka yang sangat berharga, penulis berdo'a semoga Allah s.w.t. memberikan balasan yang berlipat ganda sebagai amal shaleh dan ketaatan kepada-Nya, Amin.

Jakarta, Februari 2011


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

LEMBAR PENGESAHAN... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Kegunaan Penelitian ... 7

BAB II : DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Deskripsi Teoretis………. ... 8

1. Hakikat Hasil Belajar ... 8

a. Pengertian Hasil Belajar... 8

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 13

2. Hakikat Pembelajaran Kooperatif ... 18

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif ... 18

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif... 21

c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif ... 25

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 31

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 31

b. Tahapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 33

4. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD... 37

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD... 37


(9)

B. Kajian Penelitian Relevan ... 42

C. Kerangka Berpikir... 44

D. Hipotesis Penelitian... 45

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 46

B. Metode dan Desain Penelitian... 46

C. Populasi dan Teknik Sampling... 48

D. Teknik Pengumpulan Data... 49

E. Instrumen Penelitian... 49

G. Teknik Analisis Data... 53

H. Hipotesis Statistik ... 54

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ... 55

1. Gambaran Umum SMP Darussalam Pondok Labu... 55

a. Sejarah Berdirinya SMP Darussalam... 55

b. Visi dan Misi SMP Darussalam Pondok Labu... 57

c. Struktur Organisasi SMP Darussalam Pondok Labu ... 57

2. Praktik Pembelajaran ... 59

a. Praktik Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw ... 59

b. Praktik Pembelajaran Kooperatif Teknik STAD ... 61

3. Tanggapan Siswa Terhadap Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw dan STAD ... 62

4. Data Hasil Belajar IPS Siswa... 64

a. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok Jigsaw ... 64

b. Data Hasil Belajar IPS Siswa Kelompok STAD ... 67

B. Uji Persyaratan Analisis Data ... 70

1. Uji Normalitas Data ... 70

2. Uji Homogenitas Data... 71

C. Pengujian Hipotesis... 72

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 72

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 75

C. Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 77


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Dengan Pembelajaran

Tradisional... 23

Tabel 2. Tahapan-tahapan Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw...36

Tabel 3. Ketentuan Penetapan Poin Kemajuan ... 42

Tabel 4. Desain PenelitianTwo Group Pretest posttestdesign ... 45

Tabel 5. Kisi-kisi Instrumen Hasil Belajar... 48

Tabel 6. Data HasilPretest Siswa Kelompok Jigsaw ... 64

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Untuk Pembuatan Grafik Histogram dan Poligon Variabel X1... 64

Tabel 8. Data HasilPosttest Siswa Kelompok Jigsaw ... 65

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Untuk Pembuatan Grafik Histogram dan Poligon Variabel X2………... 66

Tabel 10. Data HasilPretest Siswa Kelompok STAD... 67

Tabel 11. Distribusi Frekuensi Untuk Pembuatan Grafik Histogram dan Poligon Variabel Y1………... 67

Tabel 12. Data HasilPosttest Siswa Kelompok STAD ... 68

Tabel 13. Distribusi Frekuensi Untuk Pembuatan Grafik Histogram dan Poligon Variabel Y2………... 69

Tabel 14. Perbandingan Mean Hasil Belajar Siswa Kelompok Jigsaw dan STAD ... 70

Tabel 15. Uji Normalitas Variabel X1, X2, Y1, dan Y2 dari 33 Responden .... 71

Tabel 16. Uji Homogenitas Data Kelompok Jigsaw dan Kelompok STAD.... 71

Tabel 17. Signifikansi Uji t Variabel X dengan Variabel Y ... 72

Tabel 18. Data Analisis Butir Pertanyaan ... 98

Tabel 19. Hasil Hitung Korelasi Point Biserial Menggunakan SPSS v 17 ... 100

Tabel 20. Hasil Uji Validitas Butir Soal ...102


(11)

Tabel 22. Data Distribusi Frekuensi Pretes Kelompok Jigsaw ...108

Tabel 23. Hasil Tes Kemampuan Akhir Kelompok Jigsaw ...111

Tabel 24. Data Distribusi Frekuensi Postes Kelompok Jigsaw...112

Tabel 25. Hasil Tes Kemampuan Awal Kelompok STAD ...115

Tabel 26. Data Distribusi Frekuensi Pretes Kelompok STAD...116

Tabel 27. Hasil Tes Kemampuan Akhir Kelompok STAD ...119

Tabel 28. Data Distribusi Frekuensi Postes Kelompok STAD ...120

Tabel 29. Tabel Kerja Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Kelompok Jigsaw ... 123

Tabel 30. Tabel Kerja Uji Normalitas Data Kemampuan Akhir Kelompok Jigsaw ... 125

Tabel 31. Tabel Kerja Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Kelompok STAD ... 127

Tabel 32. Tabel Kerja Uji Normalitas Data Kemampuan Akhir Kelompok STAD ... 129


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Organisasi SMP Darussalam... 58

Gambar 2. Grafik Histogram dan Poligon Variabel X1... 65

Gambar 3. Grafik Histogram dan Poligon Variabel X2... 66

Gambar 4. Grafik Histogram dan Poligon Variabel Y1... 68


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Instrumen Penelitian... 79

Lampiran 2. Tabel Analisis Butir Pertanyaan dari 50 Butir Soal Postes Kepada 10 Responden Untuk Uji Validitas Instrumen ... 98

Lampiran 3. Uji Validitas Instrumen ... 100

Lampiran 4. Uji Reliabilitas dari 50 Butir Soal dari 10 Responden... 105

Lampiran 5. Hasil Tes Kemampuan Awal dan Penentuan Rentangan, Banyak Kelas, Ujung Bawah Kelas Interval Pertama Kelompok Jigsaw... 107

Lampiran 6. Hasil Tes Kemampuan Akhir dan Penentuan Rentangan, Banyak Kelas, Ujung Bawah Kelas Interval Pertama Kelompok Jigsaw... 111

Lampiran 7. Hasil Tes Kemampuan Awal dan Penentuan Rentangan, Banyak Kelas, Ujung Bawah Kelas Interval Pertama Kelompok STAD ... 115

Lampiran 8. Hasil Tes Kemampuan Akhir dan Penentuan Rentangan, Banyak Kelas, Ujung Bawah Kelas Interval Pertama Kelompok STAD ... 119

Lampiran 9. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Kelompok Jigsaw . 123 Lampiran 10. Uji Normalitas Data Kemampuan Akhir Kelompok Jigsaw. 125 Lampiran 11. Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Kelompok STAD.. 127

Lampiran 12. Uji Normalitas Data Kemampuan Akhir Kelompok STAD . 129 Lampiran 13. Uji Homogenitas Kelompok Jigsaw... 131

Lampiran 14. Uji Homogenitas Kelompok STAD ... 132

Lampiran 15. Uji Hipotesis Data ... 133

Lampiran 16. Angket Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Teknik Jigsaw138 Lampiran 17. Angket Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Teknik STAD 140 Lampiran 18. Tabel Liliefors... 142

Lampiran 19. Tabel Nilai Product Moment... 143

Lampiran 20. Tabel Luas Dibawah Kurva Normal ... 144

Lampiran 21. Tabel Distribusi F... 146


(14)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hasil belajar merupakan suatu gambaran dari penguasaan kemampuan para peserta didik sebagaimana telah ditetapkan untuk suatu pelajaran tertentu. Setiap usaha yang dilakukan dalam kegiatan pembelajaran baik oleh guru sebagai pengajar, maupun oleh peserta didik sebagai pelajar bertujuan untuk mencapai hasil belajar yang setinggi-tingginya. Hasil belajar merupakan hasil yang dicapai siswa setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Kualitas hasil belajar dapat ditunjukkan melalui nilai yang diberikan oleh seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik. Setiap kegiatan pembelajaran tentunya selalu mengharapkan akan menghasilkan pembelajaran yang maksimal.

Oemar Hamalik mengemukakan bahwa bukti dari seseorang yang telah belajar adalah terjadinya perubahan tingkah laku dalam aspek-aspek tertentu seperti pengetahuan, pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial, jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap.1 Pendapat serupa dikemukakan oleh WS Winkel yang menyatakan bahwa hasil

1


(15)

belajar yang dihasilkan oleh siswa menghasilkan perubahan-perubahan dalam bidang pengetahuan/pengalaman dalam bidang keterampilan, nilai dan sikap.2

Salah satu indikator keberhasilan dalam suatu proses pembelajaran tercermin dari nilai evaluasi. Evaluasi adalah kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu obyek dengan menggunakan instrumen dan membandingkan hasilnya dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan.3 Keberhasilan suatu proses pembelajaran itu sendiri ditentukan oleh kualitas komponen-komponen terkait dalam pendidikan persekolahan. Komponen utama yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan tersebut adalah kualitas pembelajaran yang dirancang oleh guru, sistem dan lingkungan yang mendukung terciptanya suasana pembelajaran yang humanis, dinamis, interaktif dan menyenangkan.

Setiap pendidik menginginkan peserta didiknya memiliki hasil belajar yang baik. Oleh sebab itu, berbagai upaya akan dilakukan guru untuk mencapai keinginan tersebut di antaranya dengan memanfaatkan metode-metode pembalajaran yang dipandang tepat dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Setiap metode mempunyai karakteristik tertentu dengan segala kelebihan dan kelemahan masing-masing. Suatu metode pembelajaran mungkin baik untuk suatu tujuan tertentu, pokok bahasan maupun situasi dan kondisi tertentu, tetapi tidak tepat untuk situasi lain. Demikian pula suatu metode yang dianggap baik untuk suatu pokok bahasan yang disampaikan oleh guru tertentu, kadang-kadang belum tentu berhasil dibawakan oleh guru lain.

Penggunaan metode pembelajaran yang tepat berlaku untuk materi pelajaran apapun termasuk Ilmu Pengetahuan Sosial. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) disebut juga sebagai synthetic science, karena konsep, generalisasi, dan temuan-temuan penelitian ditentukan atau diobservasi setelah fakta terjadi. IPS merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam

2

WS Winkel, Psikologi Pengajaran Edisi Revisi. (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 1999), h. 102.

3


(16)

nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial (social science), maupun ilmu pendidikan. Social Scence Education Council (SSEC) dan National Council for Social Studies (NCSS), menyebut IPS sebagai Social Science Education dan Social Studies. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari sejumlah mata pelajaran seperti: geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.4

Dalam belajar IPS desain pembelajaran yang dirancang seorang guru berperan penting dalam rangka pencapaian tujuan pembelajaran pada suatu tema/konsep. Seorang guru yang pandai memilih dan menggunakan strategi atau metode pembelajaran yang variatif, tepat dan sesuai dengan tema/konsep yang disajikan, memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dan berperan aktif dalam aktivitas pembelajaran akan dapat menggugah motivasi siswa dalam menggunakan ide-ide, mengekspresikan dan mengaktualisasikan segenap kemampuan yang dimiliki. Agar peserta didik dapat berkompetisi secara sehat dan wajar untuk mencapai prestasi yang tinggi. Dalam hal ini guru cukup memfasilitasi, mengarahkan, dan membimbing para peserta didik untuk mengembangkan diri, bakat dan potensinya, sehingga mereka dapat mencapai hasil yang tinggi atau mutu yang baik dalam bidang studi IPS.

Uraian di atas menunjukkan bahwa metode pembelajaran dapat digunakan untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan yang akan dicapai. Oleh karenanya dalam melaksanakan proses belajar mengajar guru dituntut untuk menguasai beberapa metode mengajar dan siap digunakan secara tepat sesuai dengan materi pelajaran yang disampaikan.

Suatu hal yang harus dipahami guru, dalam kaitannya dengan penggunaan metode pembelajaran, bahwa teori dan praktik pendidikan modern memposisikan siswa bukan sebagai penerima yang pasif yang banyak membutuhkan pengawasan, tetapi merupakan subyek yang aktif bertindak, berfikir, serta yang harus dibantu untuk dapat merealisasikan dan

4

Sapriya, Pendidikan IPS Konsep Dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), h. 11.


(17)

mengendalikan potensi-potensi yang dimiliki. Untuk itu metode pembelajaran yang ditetapkan oleh guru haruslah sejalan dengan eksistensi siswa sebagai individu yang aktif.

Di antara metode pembelajaran yang menurut penulis pandang sesuai dengan teori dan praktik pendidikan modern adalah metode kooperatif. Metode kooperatif merupakan metode yang dapat meningkatkan kemajuan belajar, sikap siswa yang lebih positif, meningkatkan rasa sosial dan individual, menambah motivasi dan percaya diri serta menambah rasa senang karena siswa berdiskusi sesama teman dalam proses pembelajaran. Hal ini selaras dengan Johnson dan Smith yang dikutip oleh Anita Lie dalam bukungan Cooperative Learning “Belajar adalah suatu proses pribadi, tetapi

juga proses sosial yang terjadi ketika masing-masing orang berhubungan dengan yang lainnya dan membangun pengertian dan pengetahuan yang

sama.”5

Metode pembelajaran kooperatif merupakan suatu inovasi pembelajaran yang dirancang untuk membantu peserta didik memahami teori secara mendalam melalui pengalaman-pengalaman belajar. Bahkan dengan pembelajaran kooperatif terdapat suatu permainan dan kompetisi yang dapat meningkatkan aktivitas, minat dan motivasi siswa. Karena proses pembelajaran yang terjadi melibatkan siswa baik secara fisik maupun mental, maka siswa dapat dengan mudah memahami teori-teori yang disajikan.

Pada pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang dapat diterapkan, diantaranya yaitu; Students Teams Achievement Division (STAD), Jigsaw, Teams Games Tournament (TGT), Think Pair Share (TPS), Numbered Head Together (NHT), Group Investigation (GI), dan lain-lain. Namun dari beberapa model pembelajaran tersebut, model pembelajaran yang banyak dikembangkan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Jigsawdan Students Teams Achievement Division(STAD).

Jigsaw dan Students Teams Achievement Division (STAD)merupakan dua tipe dalam model pembelajaran kooperatif yang sama-sama dapat

5


(18)

mendorong siswa untuk berperan aktif dalam proses diskusi kelompok dan saling membantu satu sama lain dalam menguasai materi pelajaran. Lain dari pada itu dalam pelaksanaan kedua tipe tersebut guru membagi siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 4 sampai dengan 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Perbedaan antara keduanya adalah pada pembelajaran kooperataif tipe Jigsaw setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi yang berbeda. Sedangkan pada pembelajaran kooperataif tipeStudents Teams Achievement Division (STAD) setiap anggota kelompok ditugaskan untuk mempelajari materi yang sama.5

Berdasarkan uraian di atas dapat dipahami bahwa metode kooperatif baik teknik jigsaw maupun STAD merupakan metode pembelajaran yang dapat menumbuhkan motivasi, minat, aktivitas, meningkatkan rasa sosial dan individual serta kreatifitas siswa dalam belajar. Penggunaan teknik jigsaw maupun STAD dalam pembelajaran IPS sangatlah penting untuk dilakukan oleh guru dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa. Sehubungan dengan hal tersebut penulis bermaksud melakukan penelitian yang mengkaji perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang mengikuti proses belajar mengajar menggunakan teknik jigsaw dengan siswa yang mengikuti proses belajar mengajar menggunakan teknik STAD. Adapun judul dari penelitian

tersebut adalah: “PERBEDAAN HASIL BELAJAR IPS DENGAN

MENGGUNAKAN TEKNIK PEMBELAJARAN JIGSAW DAN

TEKNIK PEMBELAJARAN STAD”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, beberapa masalah yang dapat di identifikasikan sebagai berikut:

1. Apakah metode kooperatif mempengaruhi hasil belajar siswa dalam bidang studi IPS?

5

Crys Fajar Partana, "Kajian Efektifitas Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Pada Mata Pelajaran IPA Aspek Kimia di SMP 2 Mlati Slemen", dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan,Juni 2008, Th. XXVII, No. 2, h. 153-154.


(19)

2. Apakah penggunaan metode yang variatif mempengaruhi aktivitas belajar siswa?

3. Adakah peningkatan hasil belajar siswa menggunakan metode koopertaif tipe jigsaw?

4. Adakah peningkatan hasil belajar siswa menggunakan metode koopertaif tipe jigsaw?

5. Apakah ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe STAD?

6. Apakah hasil belajar IPS yang dicapai siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD)?

C. Pembatasan Masalah

Dari beberapa pertanyaan yang timbul dalam identifikasi masalah, peneliti membatasi pada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD). Hasil belajar IPS yang diukur pada penelitian ini adalah ranah kognitif pada hasil belajar IPS Siswa SMP kelas VIII semester 2 pada materi pembelajaran Sistem Perekonomian Indonesia.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah yang telah diuraikan sebelumnya di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagi berikut:

1. Apakah terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dengan siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD)?


(20)

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk membuktikan ada tidaknya perbedaan hasil belajar IPS antara siswa diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw lebih tinggi dari siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD).

b. Untuk membuktikan tinggi rendahnya hasil belajar IPS siswa yang diajar menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw dibandingkan dengan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan metode koopertaif tipe Student Team Achievment Division (STAD).

c. Untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif.

2. Kegunaan Penelitian

Dari hasil penelitian yang peneliti lakukan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

a. Bagi peneliti, menyampaikan informasi tentang pengaruh dari metode kooperatif tipe jigsaw dan STAD terhadap hasil belajar dan perbandingannya.

b. Bagi guru bidang studi khususnya IPS dapat menjadikan kedua teknik dari metode kooperatif tersebut sebagai salah satu alternatif dalam proses belajar mengajar.

c. Bagi siswa dapat memberikan motivasi belajar, melatih keterampilan, bertanggung jawab pada setiap tugasnya, mengembangkan kemampuan berfikir dan berpendapat positif, dan memberikan bekal untuk dapat bekerjasama dengan orang lain baik dalam belajar maupun dalam masyarakat.


(21)

BAB II

DESKRIPSI TEORETIK, KERANGKA BERPIKIR DAN

HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Teoretik 1. Hakikat Hasil Belajar

a. Pengertian Hasil Belajar

Secara etimologis, kata hasil belajar merupakan kata majemuk yang terdiri dari kata hasil dan belajar, di mana masing-masing kata memiliki makna tersendiri. Kata hasil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki beberapa arti, yaitu: “1 sesuatu yang diadakan (dibuat, dijadikan, dsb) oleh usaha; 2 pendapatan; perolehan; buah; 3 akibat; kesudahan (dr pertandingan, ujian, dsb); 4 pajak; sewa tanah; 5 berhasil; mendapat hasil; tidak gagal.”1 Sedangkan kata belajar berarti

“1 berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu; 2 berlatih; 3 berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman"2

Menurtut Logan, dkk, sebagaimana dikutip oleh Sia Tjundjing: "belajar dapat diartikan sebagai perubahan tingkah laku yang relatif

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 391.


(22)

menetap sebagai hasil pengalaman dan latihan."3 Senada dengan hal tersebut, Dorothy Law Nolte sebagaimana dikutip oleh Moh. Roqib, berpendapat bahwa: "belajar pada manusia dapat dirumuskan sebagai suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan dan nilai sikap. Perubahan itu bersifat relatif konstan dan berbekas."4

Belajar tidak hanya dapat dilakukan di sekolah saja, namun dapat dilakukan di mana-mana, seperti di rumah ataupun dilingkungan masyarakat. Hesti Riani berpendapat bahwa: "belajar merupakan proses perubahan dari belum mampu menjadi sudah mampu dan terjadi dalam jangka waktu tertentu."5 Sedangkan menurut Ahmad Mudzakir: "belajar adalah suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya."6

Di dalam belajar, siswa mengalami sendiri proses dari tidak tahu menjadi tahu, karena itu menurut Cronbach, sebagaimana dikutip

oleh Sumadi Suryabrat “Belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu pelajar mempergunakan pancainderanya. Pancaindera tidak terbatas hanya indera pengelihatan

saja, tetapi juga berlaku bagi indera yang lain.”7

Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu proses yang akan membawa perubahan terhadap diri siswa ke arah kecakapan, penguasaan, dan pengetahuan baru, dimana perubahan itu terjadi karena usaha yang disengaja dengan melibatkan kemampuan ranah siswa, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Dengan

3

Sia Tjundjing, Hubungan Antara IQ, EQ, dan QA dengan Prestasi Studi Pada Siswa SMU, Jurnal Anima Vol.17 No.1, 2001, h. 70.

4

Moh. Roqib,Ilmu Pendidikan Islam, (Yogyakarta: LKiS, 2009), h. 121-122. 5

Hesti Riani, Teori Belajar, http://hestichemistryunj.blogspot.com/2010/02/teori-belajar.html, diakses pada tanggal 29 Januari 2011.

6

Ahmad Mudzakir,Psikologi Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), h. 34. 7

Sumadi Suryabrata,Psikologi Pendidikan. (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), h. 231.


(23)

belajar, manusia dapat melakukan perubahan-perubahan kualitatif individu seperti peningkatan kecakapan dan kecerdasan emosional, sehingga tingkah lakunya berkembang.

Belajar dapat dikatakan berhasil jika terjadi perubahan dalam diri siswa, namun tidak semua perubahan perilaku dapat dikatakan belajar karena perubahan tingkah laku akibat belajar memiliki ciri-ciri perwujudan yang khas, sebagaimana dikemukakan oleh Muhibbin Syah antara lain:

1) Perubahan Intensional

Perubahan dalam proses berlajar adalah karena pengalaman atau praktek yang dilakukan secara sengaja dan disadari. Pada ciri ini siswa menyadari bahwa ada perubahan dalam dirinya, seperti penambahan pengetahuan, kebiasaan dan keterampilan.

2) Perubahan Positif dan aktif

Positif berarti perubahan tersebut baik dan bermanfaat bagi kehidupan serta sesuai dengan harapan karena memperoleh sesuatu yang baru, yang lebih baik dari sebelumnya. Sedangkan aktif artinya perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha dari siswa yang bersangkutan.

3) Perubahan efektif dan fungsional

Perubahan dikatakan efektif apabila membawa pengaruh dan manfaat tertentu bagi siswa. Sedangkan perubahan yang fungsional artinya perubahan dalam diri siswa tersebut relatif menetap dan apabila dibutuhkan perubahan tersebut dapat direproduksi dan dimanfaatkan lagi.8

Berdasarkan dari uraian di atas, maka dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan siswa untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, secara sengaja, disadari dan perubahan tersebut relatif

8


(24)

menetap serta membawa pengaruh dan manfaat yang positif bagi siswa dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

Dengan berakhirnya suatu proses belajar, siswa memperoleh suatu hasil belajar. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya, dimana siswa memperoleh hasil dari suatu interaksi tindakan belajar pada materi belajar. Diawali dengan siswa mengalami proses belajar, mencapai hasil belajar, dan menggunakan hasil belajar, yang semua itu mencakup tiga ranah, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.9

Selain istilah hasil belajar, dalam dunia kependidikan, dikenal juga istilah prestasi belajar dan prestasi akademik. DalamKamus Besar Bahasa Indonesia, kata prestasi belajar, berarti “penguasaan

pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oleh guru."10 Sedangkan kata prestasi akademik, berarti

“hasil pelajaran yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau

perguruan tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukuran dan penilaian”.11

Jika definisi hasil belajar diperbandingkan dengan pengertian prestasi belajar atau prestasi akademik, nampak bahwa istilah-istilah tersebut secara subtantif adalah sama. Semuanya menunjukkan kepada apa yang telah diperoleh seseorang dari belajarnya, baik secara kognitif, afektif, ataupun psikomotor. Hanya saja, dari ketiga domain tersebut yang mendapatkan tekanan lebih banyak dalam prestasi belajar dan prestasi akademik adalah domain kognitif. Hal ini tidak lain,

karena “domain kognitif cenderung menjadi perhatian para guru, karena berkaitan dengan kemampuan siswa menguasai materi pelajaran

yang telah diberikannya.”12

9

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h. 22.

10

Departemen Pendidkan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 895. 11

Departemen Pendidkan Nasional,Kamus Besar Bahasa Indonesia, h. 895. 12


(25)

Sementara hasil belajar dapat diidentifikasi dari perubahan perilaku siswa pada ketiga domain tersebut. Dengan kata lain, siswa dinyatakan telah mendapatkan hasil belajar jika secara kognitif : siswa berubah dari tidak tahu tentang suatu hal menjadi tahu, secara afektif: siswa berubah dari bersikap tidak baik menjadi baik, secara psikomotor: dari tidak bisa melakukan menjadi bisa melakukan. Sementara, prestasi belajar hanya dapat diidentifikasi dari nilai angka atau huruf yang merupakan simbol tingkat prestasi dalam belajar, yang diberikan guru melalui suatu proses penilaian.

Jadi, hasil belajar siswa terfokus pada nilai atau angka yang dicapai siswa dalam proses pembelajaran di sekolah. Nilai tersebut terutama dilihat dari sisi kognitif, karena aspek ini yang sering dinilai oleh guru untuk melihat penguasaan pengetahuan sebagai ukuran pencapaian hasil belajar siswa. Nilai yang dicapai siswa tersebut, biasanya dicatat dalam buku-buku nilai dan kemudian dilaporkan kepada siswa ataupun orang tua siswa dalam bentuk laporan tertulis seperti buku rapor, yang diberikan secara periodik, di sekolah dasar dilakukan dua kali dalam satu tahun pelajaran di akhir setiap semester.

Namun, menimbang bahwa dalam penelitian ilmiah setiap variabel harus terukur secara akurat, maka hasil belajar yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah nilai yang ditetapkan guru sebagai hasil belajar yang dicapai siswa melalui:

1) Penilaian formatif

Penilaian formatif adalah kegiatan penilaian yang bertujuan untuk mencari umpan balik (feedback), yang selanjutnya hasil penilaian tersebut dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar-mengajar yang sedang atau yang sudah dilaksanakan.

2) Penilaian Sumatif

Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan untuk memperoleh data atau informasi sampai dimana penguasaan atau


(26)

pencapaian belajar siswa terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajarinya selama jangka waktu tertentu.13

Dari uraian-uraian di atas, dapatlah ditarik sintesis bahwa yang dimaksud dengan hasil belajar siswa adalah nilai atau angka yang dicapai siswa dalam mata pelajaran tertentu yang merupakan simbol dari tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran tersebut. Baik atau tidaknya hasil belajar siswa dapat dilihat dari tinggi atau rendahnya nilai atau angka yang dicapainya dalam ujian/tes pada mata pelajaran tersebut.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Untuk meraih hasil belajar yang baik, banyak sekali faktor yang perlu diperhatikan, karena di dalam dunia pendidikan tidak sedikit siswa yang mengalami kegagalan. Kadang ada siswa yang memiliki dorongan yang kuat untuk berprestasi dan kesempatan untuk meningkatkan hasil belajarnya, tapi dalam kenyataannya hasil belajar yang dihasilkan di bawah kemampuannya.

Menurut Sumadi Suryabrata secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi belajar dan prestasi belajar dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu: faktor internal yang mencakup faktor fisiologis dan psikologis dan faktor eksternal yang mencakup lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.14 Berangkat dari pendapat tersebut, berikut diuraikan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar:

1) Faktor internal

Merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Faktor ini dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu:

13

M Ngalim Purwanto,Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001), Cet. Ke-10, h. 26.

14


(27)

a) Faktor fisiologis

Dalam hal ini, faktor fisiologis yang dimaksud adalah faktor yang berhubungan dengan kesehatan dan pancaindera

(1) Kesehatan badan

Untuk dapat menempuh studi yang baik siswa perlu memperhatikan dan memelihara kesehatan tubuhnya. Keadaan fisik yang lemah dapat menjadi penghalang bagi siswa dalam menyelesaikan program studinya. Dalam upaya memelihara kesehatan fisiknya, siswa perlu memperhatikan pola makan dan pola tidur, untuk memperlancar metabolisme dalam tubuhnya. Selain itu, juga untuk memelihara kesehatan bahkan juga dapat meningkatkan ketangkasan fisik dibutuhkan olahraga yang teratur.

(2) Pancaindera

Berfungsinya pancaindera merupakan syarat dapatnya belajar itu berlangsung dengan baik. Dalam sistem pendidikan dewasa ini di antara pancaindera itu yang paling memegang peranan dalam belajar adalah mata dan telinga. Hal ini penting, karena sebagian besar hal-hal yang dipelajari oleh manusia dipelajari melalui penglihatan dan pendengaran. Dengan demikian, seorang anak yang memiliki cacat fisik atau bahkan cacat mental akan menghambat dirinya didalam menangkap pelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi prestasi belajarnya di sekolah. b) Faktor psikologis

Ada banyak faktor psikologis yang dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, antara lain adalah :

(1) Intelligensi

Pada umumnya, prestasi belajar yang ditampilkan siswa mempunyai kaitan yang erat dengan tingkat kecerdasan yang dimiliki siswa. Menurut Binet, sebagaimana dikutip oleh


(28)

WS. Winkel, sebagaimana dikutip oleh Sunaryo, " inteligensi adalah kemampuan untuk menetapkan dan mempertahankan suatu tujuan, untuk mengadakan suatu penyesuaian dalam rangka mencapai tujuan itu dan untuk menilai keadaan diri secara kritis dan objektif."15 Taraf inteligensi ini sangat mempengaruhi prestasi belajar seorang siswa, di mana siswa yang memiliki taraf inteligensi tinggi mempunyai peluang lebih besar untuk mencapai prestasi belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa dengan taraf inteligensi yang rendah. Namun bukanlah suatu yang tidak mungkin jika siswa dengan taraf inteligensi rendah memiliki prestasi belajar yang tinggi, juga sebaliknya.

(2) Sikap

Sikap yang pasif, rendah diri dan kurang percaya diri dapat merupakan faktor yang menghambat siswa dalam menampilkan prestasi belajarnya. Menurut Sarlito Wirawan: "sikap adalah kesiapan seseorang untuk bertindak secara tertentu terhadap hal-hal tertentu."16 Sikap siswa yang positif terhadap mata pelajaran di sekolah merupakan langkah awal yang baik dalam proses belajar mengajar di sekolah.

(3) Motivasi

Menurut Irwanto, sebagaimana dikutip oleh Wesak Wela, motivasi adalah penggerak perilaku. Motivasi belajar adalah pendorong seseorang untuk belajar. Motivasi timbul karena adanya keinginan atau kebutuhan-kebutuhan dalam diri seseorang. Seseorang berhasil dalam belajar karena ia ingin belajar.17 Sedangkan menurut WS. Winkel, sebagaimana dikutip oleh Wesak Wela, motivasi belajar adalah: "keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang

15

Sunaryo,Psikologi Untuk Keperawatan, (Jakarta: EGC, 2004) h. 179.. 16

Sarilito Wirawan,Psikologi Remaja, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1997), h. 233. 17

Wesak Wela, Hubungan Perkembangan Kognitif, Afektif dan Psikomotorik dalam Kaitannya dengan Prestasi Belajar, http://aryjanoe10.blogspot.com/2010/04/hubungan-perkembangan-kognitif-afektif.html, diakses pada tanggal 29 Januari 2011.


(29)

menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin kelangsungan dari kegiatan belajar dan yang memberikan arah pada kegiatan belajar itu; maka tujuan yang dikehendaki oleh siswa tercapai."18 Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranannya yang khas ialah dalam hal gairah atau semangat belajar, siswa yang termotivasi kuat akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar.

2) Faktor eksternal

Selain faktor-faktor yang ada dalam diri siswa, ada hal-hal lain diluar diri yang dapat mempengaruhi prestasi belajar yang akan diraih, antara lain adalah:

a) Faktor lingkungan keluarga (1) Sosial ekonomi keluarga

Dengan sosial ekonomi yang memadai, seseorang lebih berkesempatan mendapatkan fasilitas belajar yang lebih baik, mulai dari buku, alat tulis hingga pemilihan sekolah (2) Pendidikan orang tua

Orang tua yang telah menempuh jenjang pendidikan tinggi cenderung lebih memperhatikan dan memahami pentingnya pendidikan bagi anak-anaknya, dibandingkan dengan yang mempunyai jenjang pendidikan yang lebih rendah.

(3) Perhatian orang tua dan suasana hubungan antara anggota keluarga

Dukungan dari keluarga merupakan suatu pemacu semangat berpretasi bagi seseorang. Dukungan dalam hal ini bisa secara langsung, berupa pujian atau nasihat; maupun secara tidak langsung, seperti hubugan keluarga yang harmonis. b) Faktor lingkungan sekolah

(1) Sarana dan prasarana

Kelengkapan fasilitas sekolah, seperti papan tulis, OHP akan membantu kelancaran proses belajar mengajar di sekolah;


(30)

selain bentuk ruangan, sirkulasi udara dan lingkungan sekitar sekolah juga dapat mempengaruhi proses belajar mengajar (2) Kompetensi guru dan siswa

Kualitas guru dan siswa sangat penting dalam meraih prestasi, kelengkapan sarana dan prasarana tanpa disertai kinerja yang baik dari para penggunanya akan sia-sia belaka. Bila seorang siswa merasa kebutuhannya untuk berprestasi dengan baik di sekolah terpenuhi, misalnya dengan tersedianya fasilitas dan tenaga pendidik yang berkualitas, yang dapat memenuhi rasa ingintahuannya, hubungan dengan guru dan teman-temannya berlangsung harmonis, maka siswa akan memperoleh iklim belajar yang menyenangkan. Dengan demikian, ia akan terdorong untuk terus-menerus meningkatkan prestasi belajarnya.

(3) Kurikulum dan metode mengajar

Hal ini meliputi materi dan bagaimana cara memberikan materi tersebut kepada siswa. Metrode pembelajaran yang lebih interaktif sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat dan peran serta siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sarlito Wirawan menyatakan bahwa "faktor yang paling penting adalah faktor guru. Jika guru mengajar dengan arif bijaksana, tegas, memiliki disiplin tinggi, luwes dan mampu membuat siswa menjadi senang akan pelajaran, maka prestasi belajar siswa akan cenderung tinggi, palingtidak siswa tersebut tidak bosan dalam mengikuti pelajaran."19

c) Faktor lingkungan masyarakat (1) Sosial budaya

Pandangan masyarakat tentang pentingnya pendidikan akan mempengaruhi kesungguhan pendidik dan peserta didik. Masyarakat yang masih memandang rendah pendidikan akan

19


(31)

enggan mengirimkan anaknya ke sekolah dan cenderung memandang rendah pekerjaan guru/pengajar

(2) Partisipasi terhadap pendidikan

Bila semua pihak telah berpartisipasi dan mendukung kegiatan pendidikan, mulai dari pemerintah (berupa kebijakan dan anggaran) sampai pada masyarakat bawah, setiap orang akan lebih menghargai dan berusaha memajukan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Jadi, hasil belajar siswa dalam bidang studi IPS adalah nilai atau angka yang dicapai siswa dalam bidang studi IPS yang merupakan simbol dari tingkat penguasaan siswa terhadap pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh bidang studi IPS.

2. Hakikat Pembelajaran Kooperatif

a. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pendekatan kooperatif digunakan oleh para pendidik dalam pembelajaran di kelas dengan menciptakan situasi atau kondisi bagi kelompok untuk mencapai tujuan masing-masing anggota atau kelompok mencapai tujuan tergantung pada kerjasama yang kompak dan serasi dalam kelompok Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang memberi kesempatan kapada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas terstruktur, yang mana anggotanya terdiri dari empat sampai lima orang siswa dengan struktur kelompok yang heterogen.20

Pada dasarnya model pembelajaran kooperatif atau cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok. Pembelajaran kooperatif lebih dari sekedar belajar kelompok atau kelompok kerja, karena pembelajaran kooperatif mempunyai dua komponen utama, yaitu


(32)

komponen tugas kooperatif (cooperative task) dan komponen struktur insentive kooperatif (cooperative insentive structure). Tugas kooperatif berkaitan dengan hal-hal yang menyebabkan anggota kelompok bekerja sama dalam menyelesaikan tugas kelompok, sedangkan struktur insentive kooperatif merupakan suatu yang dapat membangkitkan motivasi individu untuk bekerja sama mencapai tujuan kelompok.21

Anita Lie menyebut pembelajaran kooperatif dengan istilah pembelajaran gotong royong, yakni sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dalam tugas yang terstruktur. Lebih lanjut dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif hanya dapat berjalan kalau sudah terbentuk kelompok atau tim yang di dalamnya peserta didik bekerja secara terarah untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan jumlah anggota kelompok pada umumnya terdiri dari 4–6 orang saja.22

Sedangkan menurut Trianto, "di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu."23 "Sistem penilaian pada model pembelajaran kooperatif dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok tersebut mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan."24

Jadi model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan menggunakan sistem kelompok/tim kecil, yaitu antara tiga sampai lima orang siswa yang mempunyai latar belakang, kemampuan akademis, jenis kelamin, ras atau suku yang berbeda (heterogen) untuk menyelesaikan suatu masalah, suatu tugas atau mengerjakan sesuatu

21

Wina Sanjana,Stategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), h. 241.

22

Anita Lie, Cooperative Learning: Memperaktikan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas, (Jakarta : PT. Gramedia Widia Sarana Indonesia, 2007), h. 17.

23

Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakata: Prestasi Pustaka, 2007), h. 41.

24


(33)

untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Bukanlah sebuah kooperatif jika para siswa duduk bersama di dalam kelompok-kelompok kecil namun mereka menyelesaikan masalah secara individu dan hanya satu siswa yang menyelesaikan seluruh pekerjaan kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.

Dengan demikian, pembelajaran kooperatif diharapkan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang diajarkan, belajar untuk bekerjasama, menghargai pendapat orang lain dan tanggung jawab antara sesama siswa dan terhadap kelompoknya untuk memperoleh yang terbaik bagi kelompoknya dalam belajar dan menyelesaikan tugas.

Belajar kelompok, memiliki kesempatan mengungkapkan gagasan, mendengarkan pendapat orang lain, serta bersama-sama membangun pengertian, menjadi sangat penting dalam belajar karena memiliki unsur yang berguna menantang pemikiran dan meningkatkan harga diri seseorang. Dengan pengalaman belajarnya siswa dapat mengkonstruk pengetahuannya sendiri.

Menurut Nurhadi ada beberapa alasan yang mendasari dikembangkan pembelajaran kooperatif, antara lain:

1) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

2) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan, informasi, perilaku sosial dan pandangan-pandangan. 3) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

4) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen.

5) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

6) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.


(34)

hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan. 8) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

9) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif.

10) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.

11) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasinya juga.25

b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Ada beberapa hal yang menjadi prinsi dasar dalam model pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara kooperatif, hal tersebut antara lain:

1. Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.

2. Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

3. Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

4. Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi.

5. Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

6. Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung-jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.26

Roger dan David Johnson, sebagaimana dikutip oleh Anita Lie mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang harus diterapkan dalam pembelajarancooperative, yaitu:

25

Administrator, http://dhar321.blogspot.com/2010/10/metode pembelajaran kooperatif. html, diakses pada tanggal 29 Januari 2011.

26

Th. Widyantini, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif, (Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika, 2006), h. 4.


(35)

1) Saling ketergantungan positif

Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka.

a. Tanggungjawab perseorangan

Setiap anggota dalam kelompok bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik. Setiap anggota kelompok harus melaksanakan tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan.

b. Tatap muka

Setiap anggota kelompok dalam kelompoknya, harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan ini akan menguntungkan baik bagi anggota maupun kelompoknya. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik daripada hasil pemikiran satu orang saja.

c. Komunikasi antar anggota

Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan berbagai ketrampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok sangat tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan untuk mengutarakan pendapat mereka.

d. Evaluasi proses kelompok

Evaluasi proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif diadakan oleh guru agar siswa selanjutnya bisa bekerja sama dengan lebih baik. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa


(36)

waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan pembelajaran.27

Isjoni menyebutkan ada 5 ciri dari pembelajaran kooperatif, yaitu : (1) setiap anggota mempunyai peran, (2) terjadi hubungan interaksi langsung di antara peserta didik, (3) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman sekelompoknya, (4) guru membantu mengembangkan ketrampilan interpersonal kelompok, dan (5) guru hanya berinteraksi dengan kelompok ketika diperlukan saja.28

Dalam pembelajaran tradisional dikenal pula metode kerja kelompok. Hanya saja pembelajaran berkelompok secara tradisional berbeda dengan pembelajaran berkelompok dalam cooperative learning. Bisa dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan perbaikan dari pembelajaran tradisional dalam mengimplementasikan pembelajaran secara berkelompok. Untuk lebih jelasnya berikut ini dipaparkan perbedaan antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional.

Tabel 1

Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Dengan Pembelajaran Tradisional Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar tradisional Adanya saling ketergantungan

positif, saling membantu, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi

kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat

Akuntabilitasi individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok

yang lainnya hanya “enak-enak

27

Anita Lie,Cooperative Learning…,h. 31-35. 28

Isjoni,Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2007), h. 20.


(37)

saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

saja’ di atas keberhasilan temannya yang dianggap pemborong.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang

memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pemimpin kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Ketrampilan social yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Ketrampilan social sering tidak diajarkan secara langsung.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus memberikan pemantauan melalui observasi dan melakukan

intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota kelompok.

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung.

Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok, yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.

Sumber: Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, (Jakata: Prestasi Pustaka, 2007), h. 43-44.


(38)

c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif

Pendekatan kooperatif digunakan oleh para pendidik dalam pembelajaran di kelas dengan menciptakan situasi atau kondisi bagi kelompok untuk mencapai tujuan masing-masing anggota atau kelompok mencapai tujuan tergantung pada kerjasama yang kompak dan serasi dalam kelompok Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang memberi kesempatan kapada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas terstruktur, yang mana anggotanya terdiri dari empat sampai lima orang siswa dengan struktur kelompok yang heterogen.29

Beberapa tipe model pembelajaran kooperatif yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain Slavin adalah sebagai berikut:

1) Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini pertama kali dikembangkan oleh Aronson dkk. Langkah-langkah mengaplikasikan tipe Jigsaw dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut:

a) Guru membagi suatu kelas menjadi beberapa kelompok, dengan setiap kelompok terdiri dari 4-6 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan rendah serta jika mungkin anggota berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender. Kelompok ini disebut kelompok asal. Jumlah anggota dalam kelompok asal menyesuaikan dengan jumlah bagian materi pelajaran yang akan dipelajari siswa sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Dalam tipe Jigsaw ini, setiap siswa diberi tugas mempelajari salah satu bagian materi pembelajaran tersebut. Semua siswa dengan materi

29


(39)

pembelajaran yang sama belajar bersama dalam kelompok yang disebut kelompok ahli (Counterpart Group/CG).

Dalam kelompok ahli, siswa mendiskusikan bagian materi pembelajaran yang sama, serta menyusun rencana bagaimana menyampaikan kepada temannya jika kembali ke kelompok asal. Kelompok asal ini oleh Aronson disebut kelompok jigsaw (gigi gergaji).

b) Setelah siswa berdiskusi dalam kelompok ahli maupun kelompok asal, selanjutnya dilakukan presentasi masing-masing kelompok atau dilakukan pengundian salah satu kelompok untuk menyajikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan agar guru dapat menyamakan persepsi pada materi pembelajaran yang telah didiskusikan.

c) Guru memberikan kuis untuk siswa secara individual.

d) Guru memberikan penghargaan pada kelompok melalui skor penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).

e) Materi sebaiknya secara alami dapat dibagi menjadi beberapa bagian materi pembelajaran.

f) Perlu diperhatikan bahwa jika menggunakan tipe Jigsaw untuk belajar materi baru, perlu dipersiapkan suatu tuntunan dan isi materi yang runtut serta cukup sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.30

2) Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Number Heads Together)

Pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan oleh Spencer Kagen (1993). Pada umumnya NHT digunakan untuk melibatkan siswa dalam penguatan pemahaman pembelajaran atau mengecek pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Langkah-langkah penerapan tipe NHT:


(40)

a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

b) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.

c) Guru membagi kelas dalam beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa, setiap anggota kelompok diberi nomor atau nama.

d) Guru mengajukan permasalahan untuk dipecahkan bersama dalam kelompok.

e) Guru mengecek pemahaman siswa dengan menyebut salah satu nomor (nama) anggota kelompok untuk menjawab. Jawaban salah satu siswa yang ditunjuk oleh guru merupakan wakil jawaban dari kelompok.

f) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada akhir pembelajaran.

g) Guru memberikan tes/kuis kepada siswa secara individual. h) Guru memberi penghargaan pada kelompok melalui skor

penghargaan berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).31

3) Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Divisions)

Pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Slavin dkk. Langkah-langkah penerapan pembelajaran kooperatif tipe STAD:

a) Guru menyampaikan materi pembelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.

b) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual sehingga akan diperoleh skor awal.

31


(41)

c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mementingkan kesetaraan jender.

d) Bahan materi yang telah dipersiapkan didiskusikan dalam kelompok untuk mencapai kompetensi dasar. Pembelajaran kooperatif tipe STAD biasanya digunakan untuk penguatan pemahaman materi.

e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

f) Guru memberikan tes/kuis kepada setiap siswa secara individual.

g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).32

4) Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI (Team Assisted Individualization atau Team Accelerated Instruction)

Pembelajaran kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh Slavin. Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran kooperatif dan pembelajaran idnidvidual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar siswa secara individual. Oleh karena itu, kegiatan pembelajarannya lebih banyak digunakan untuk pemecahan masalah, ciri khas pada tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang sudah dipersiapkan oleh guru. Hasil belajar individual dibawa ke kelompok-kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas oleh anggota kelompok, dan semua anggota kelompok bertanggung jawab atas keseluruhan jawaban sebagai tanggung jawab bersama.


(42)

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe TAI adalah sebagai berikut:

a) Guru memberikan tugas kepada siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara individual yang sudah dipersiapkan oleh guru.

b) Guru memberikan kuis secara individual kepada siswa untuk mendapatkan skor dasar atau skor awal.

c) Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, dan rendah). Jika mungkin, anggota kelompok terdiri dari ras, budaya, suku yang berbeda tetapi tetap mengutamakan kesetaraan jender.

d) Hasil belajar siswa secara individual didiskusikan dalam kelompok. Dalam diskusi kelompok, setiap anggota kelompok saling memeriksa jawaban teman satu kelompok.

e) Guru memfasilitasi siswa dalam membuat rangkuman, mengarahkan, dan memberikan penegasan pada materi pembelajaran yang telah dipelajari.

f) Guru memberikan kuis kepada siswa secara individual.

g) Guru memberi penghargaan pada kelompok berdasarkan perolehan nilai peningkatan hasil belajar individual dari skor dasar ke skor kuis berikutnya (terkini).33

Tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang telah diuraikan di atas merupakan tipe-tipe yang paling sering digunakan dalam proses pembelajaran di kelas. Terdapat tipe-tipe pembelajaran kooperatif yang lain, yaitu:

1) Model Pembelajaran Kooperatif: Think-Pair-Share

Model pembelajaran kooperatif tipe Think-Pair-Share merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang mampu mengubah asumsi bahwa metode resitasi dan diskusi perlu diselenggarakan

33


(43)

dalam setting kelompok kelas secara keseluruhan. Think-Pair-Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi siswa waktu yang lebih banyak untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain. Dari cara seperti ini diharapkan siswa mampu bekerja sama, saling membutuhkan, dan saling tergantung pada kelompok-kelompok kecil secara kooperatif.

2) Model Pembelajaran Kooperatif : Picture and Picture

Sesuai dengan namanya, tipe ini menggunakan media gambar dalam proses pembelajaran yaitu dengan cara memasang /mengurutkan gambar-gambar menjadi urutan yang logis. Melalui cara seperti ini diharapkan siswa mampu berpikir dengan logis sehingga pembelajaran menjadi bermakna.

3) Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Posing

Tipe pembelajaran kooperatif problem posing merupakan pendekatan pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan siswa, dan dalam proses pembelajarannya difokuskan pada membangun struktur kognitif siswa serta dapat memotivasi siswa untuk berpikir kritis dan kreatif. Proses berpikir demikian dilakukan siswa dengan cara mengingatkan skemata yang dimilikinya dengan mempergunakannya dalam merumuskan pertanyaan. Dengan pendekatan problem posing siswa dapat pengalaman langsung dalam membentuk pertanyaan sendiri.

4) Model Pembelajaran Kooperatif : Problem Solving

Problem solving (pembelajaran berbasis masalah) merupakan pendekatan pembelajaran yang menggiring siswa untuk dapat menyelesaikan masalah (problem). Masalah dapat diperoleh dari guru atau dari siswa. Dalam proses pembelajarannya siswa dilatih untuk kritis dan kreatif dalam memecahkan masalah serta difokuskan pada membangun struktur kognitif siswa.


(44)

5) Model Pembelajaran Kooperatif : Team Games Tournament (TGT) Pada pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT), peserta didik dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil beranggotakan empat peserta didik yang masing-masing anggotanya melakukan turnamen pada kelompoknya masing-masing. Pemenang turnamen adalah peserta didik yang paling banyak menjawab soal dengan benar dalam waktu yang paling cepat.

6) Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)

Tipe CIRC dalam model pembelajaran kooperatif merupakan tipe pembelajaran yang diadaptasikan dengan kemampuan peserta didik, dan dalam proses pembelajarannya bertujuan membangun kemampuan peserta didik untuk membaca dan menyusun rangkuman berdasarkan materi yang dibacanya.

7) Model Pembelajaran Kooperatif : Learning Cycle (Daur Belajar) Learning Cycle merupakan tipe pembelajaran yang memiliki lima tahap pembelajaran, yaitu (1) tahap pendahuluan (engage), (2) tahap eksplorasi (exploration), (3) tahap penjelasan (explanation), (4) tahap penerapan konsep (elaboration), dan (5) tahap evaluasi (evaluation).

8) Model Pembelajaran Kooperatif : Cooperative Script (CS)

Dalam tipe pembelajaran Cooperative Script siswa berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan bagian-bagian dari materi yang dipelajari.34

34

http://yusti-arini.blogspot.com/2009/08/model-pembelajaran-kooperatif.html, diakses pada tanggal 16 Nopermber 2010.


(45)

3. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pertama kali dikembangkan olehAroson dkk. di Universitas Texas. Model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw merupakan salah satu dari model kooperatif, siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 4-5 orang dengan memperhatikan keheterogenan, bekerja sama positif, dan setiap anggota bertanggung jawab untuk mempelajari masalah tertentu dari materi yang diberikan dan menyampaikan materi tersebut kepada anggota kelompok yang lain.

Metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw menggabungkan kegiatan membaca, menulis, mendengarkan, dan berbicara. Pendekatan ini bisa pula digunakan dalam beberapa mata pelajaran, seperti ilmu pengetahuan alam, ilmu pengetahuan sosial, matematika, agama, dan bahasa. Teknik ini cocok untuk semua kelas/angkatan. Dalam teknik ini pendidik memperhatikan latar belakang pengalaman (skemata) siswa dan membantu siswa mengaktifkan skemata tersebut agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.35

Dalam model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terdapat kelompok ahli dan kelompok asal. Kelompok asal adalah kelompok induk yang terdiri dari beberapa anggota kelompok ahli yang terbentuk dengan tingkat kemampuan yang berbeda-beda, dan jumlah anggotanya disesuaikan dengan jumlah materi pelajaran yang akan dipelajari. Kelompok ahli adalah kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan untuk mendalami topik tertentu untuk kemudian dijelaskan kepada anggota kelompok asal.36

35

Anita Lie,Cooperative Learning…,h. 69. 36


(46)

Para anggota dari kelompok asal yang berbeda, bertemu dengan topik yang sama dalam kelompok ahli untuk berdiskusi dan membahas materi yang ditugaskan. Setelah pembahasan selesai, para anggota kelompok ahli kemudian kembali kepada kelompok asal dan mengajarkan kepada teman sekelompoknya apa yang telah mereka dapatkan pada saat pertemuan di kelompok ahli. Selanjutnya siswa diberi tes/kuis, untuk mengetahui sejauh mana siswa dapat memahami suatu materi.

Di dalam model pembelajaran kooperatif tipeJigsaw, guru tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas, tetapi siswalah yang menjadi pusat kegiatan kelas. Guru hanya berperan sebagai fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri serta menumbuhkan rasa tanggung jawab, dan siswa akan merasa senang berdiskusi tentang matematika dalam kelompoknya. Mereka dapat berinteraksi dengan teman sebayanya dan juga dengan gurunya sebagai pembimbing.37

b. Tahapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigwas

Anita Lie membagi tahapan-tahapan metode jigsaw sebagai berikut:

1) Guru membagi bahan pelajaran menjadi empat bagian sesuai dengan jumlah kelompok yang akan dibentuk alam kelas.

2) Sebelum bahan pelajaran dibagikan, guru mengenalkan topik yang akan dibahas. Dalam hal ini guru bisa menuliskan topik di papan tulis dan menanyakan apa yang siswa ketahui mengenai topik tersebut. Kegiatan ini dimaksudkan untuk mengaktifkan skemata siswa agar lebih siap menghadapi bahan pelajaran yang baru.

3) Siswa dibagi dalam kelompok, masing-masing kelompok berjumlah empat orang.

37


(47)

4) Dalam setiap kelompok, bahan pelajaran bagian pertama diberikan kepada siswa yang pertama, sedangkan siswa yang kedua menerima bagian yang kedua, dan seterusnya.

5) Setiap siswa diminta membaca atau mengerjakan bagiannya masing-masing.

6) Siswa saling berbagi mengenai bagian yang dibaca atau dikerjakan masing-masing. Dalam kegiatan ini siswa dapat saling melengkapi dan berinteraksi antara satu dengan yang lainnya.

7) Khusus untuk kegiatan membaca, guru membagikan bagian yang belum terbaca kepada masing-masing siswa.

8) Kegiatan diakhiri dengan diskusi mengenai topik dalam pembelajaran hari itu. Diskusi dapat dilakukan antara pasangan atau dengan seluruh kelas.38

Lebih lanjut dinyatakan bahwa sebagai variasi apabila tugas yang dikerjakan cukup sulit, siswa dapat membentuk kelompok ahli. Kelompok ahli yang dimaksud adalah kelompok siswa yang mendapat bahan pelajaran sama, saling berkumpul untuk berdiskusi dalam satu kelompok. Mereka bekerjasama mempelajari atau mengerjakan bagian tersebut. Kemudian masing-masing siswa kembali kepada kelompoknya sendiri (kelompok asli) dan membagikan apa yang telah dipelajarinya kepada teman-teman dalam kelompoknya.39

Sedangkan Robert E. Slavin membagi tahapan pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw sebagai berikut:

1) Membaca.

Siswa mendapat topik ahli yaitu topik yang menjadi fokus masing-masing siswa, tiap-tiap siswa dalam satu kelompok mendapatkan topik yang berbeda. Materi yang diberikan kemudian dibaca untuk menemukan informasi yang ada.

38

Anita Lie,Cooperative Learning…,h. 69-70. 39


(48)

2) Diskusi kelompok ahli.

Siswa dengan bahan pelajaran yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalan kelompok ahli.

3) Laporan kelompok.

Para ahli kembali ke kelompok asalnya untuk mengajarkan teman kelompok mereka mengenai topik ahli.

4) Tes.

Siswa mengerjakan kuis atau soal secara individu. Soal tersebut mencakup seluruh topik yang telah dipelajari dan didiskusikan. 5) Penghargaan kelompok.

Masing-masing kelompok mendapatkan skor. Kelompok dengan skor tertinggi berhak mendapatkan penghargaan.40

Sementara menurut Elliot Aronson pelaksanaan kelas jigsaw, meliputi 10 tahap yaitu:

1) Membagi siswa ke dalam kelompok jigsaw dengan jumlah 5-6 orang yang heterogen.

2) Menugaskan satu orang siswa dari masing-masing kelompok sebagai pemimpin, umumnya siswa yang dewasa dalam kelompok itu.

3) Membagi pelajaran yang akan dibahas ke dalam 5-6 segmen. 4) Menugaskan tiap siswa untuk mempelajari satu segmen dan untuk

menguasai segmen mereka sendiri.

5) Memberi kesempatan kepada para siswa itu untuk membaca secepatnya segmen mereka sedikitnya dua kali agar mereka terbiasa dan tidak ada waktu untuk menghafal.

6) Bentuklah kelompok ahli dengan satu orang dari masing-masing kelompok jigsaw bergabung dengan siswa lain yang memiliki segmen yang sama untuk mendiskusikan poin-poin yang utama

40

Crys Fajar Partana, "Kajian Efektifitas Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Pada Mata Pelajaran IPA Aspek Kimia di SMP 2 Mlati Slemen", dalam Jurnal Cakrawala Pendidikan,Juni 2008, Th. XXVII, No. 2, h. 156.


(49)

dari segmen mereka dan berlatih presentasi kepada kelompok jigsaw mereka.

7) Setiap siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok jigsaw mereka.

8) Mintalah masing-masing siswa untuk menyampaikan segmen yang dipelajarinya kepada kelompoknya, dan memberi kesempatan kepada siswasiswayang lain untuk bertanya.

9) Guru berkeliling dari kelompok satu ke kelompok yang lainnya, mengamati proses itu. Bila ada siswa yang mengganggu segera dibuat intervensi yang sesuai oleh pemimpin kelompok yang di tugaskan.

10) Pada akhir bagian beri ujian atas materi sehingga siswa tahu bahwa pada bagian ini bukan hanya game tapi benar-benar menghitung.41

Dari uraian diatas secara sederhana tahapan langkah pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw dapat dideskripsikan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2

Tahapan-tahapan Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Teknik Jigsaw

Tahapan Kegiatan Keterangan

Pertama Membentuk kelompok besar yang heterogen

Guru membagi siswa dalam kelompok yang berjumlah 5-6 orang disebut kelompok asal Kedua Membagikan tugas

materi membentuk ahli

Membagi tugas materi yang berbeda pada tiap siswa dalam tiap kelompok

Ketiga Diskusi kelompok ahli Siswa berdiskusi dalam kelompok berdasarkan kesamaan materi yang diberikan pada masing-masing siswa

Keempat Diskusi kelompok besar/asal

Siswa berdiskusi kembali dalam kelompok asalnya masing-masing berdasarkan ketentuan guru

41


(50)

Kelima Pemberian kuis individu semua materi

Guru melakukan penilaian untuk mengukur kemampuan dan hasil belajar siswa mengenai seluruh pembahasan

Keenam Pemberian penghargaan Memberikan penghargaan kepada kelompok dan siswa berprestasi

Adapun peran guru dalam pembelajaran kooperatif teknik jigsaw antara lain:

1) Menyampaikan tujuan pembelajaran dengan jelas.

2) Menempatkan siswa secara heterogen dalam kelompok-kelompok kecil (5-6 orang dalam setiap kelompoknya)

3) menyampaikan tugas-tugas yang harus dikerjakan siswa baik tugas individu maupun tugas kelompok dengan sejelas-jelasnya.

4) Memantau berlangsungnya kerja kelompok-kelompok kecil yang telah dibentuk untuk mengetahui bahwasanya kegiatan berlangsung dengan lancar. Dalam hal ini guru menyediakan kesempatan kepada siswa dengan seluasluasnya untuk memperoleh pengalaman belajar sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

5) Mengevaluasi hasil belajar siswa melalui tes tertulis. Penilaian dilakukan terhadap proses dan hasil belajar siswa.42

4. Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Student Team Achievment Division (STAD) merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Pembelajaran kooperatif tipe STAD dicirikan oleh suatu struktur tugas, tujuan dan penghargaan kooperatif.43 Pelaksanaan strategi belajar ini, siswa ditugaskan untuk bekerja dalam satu kumpulan yang terdiri dari 4-5 orang setelah guru menyampaikan bahan pelajaran dan

42

Barokah Santoso, Cooperative Learning: Penerapan Teknik Jigsaw Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SLTP,Buletin Pelangi Pendidikan, vol. 1 No. 1, Tahun 1998, h. 7.

43


(51)

mengharuskan semua anggota menguasai pelajaran itu. Setelah melakukan kegiatan diskusi setiap anggota kelompok akan diberi ujian atau kuis secara individu. Nilai yang diperoleh setiap anggota dikumpulkan untuk memperoleh nilai kelompok. Sehingga untuk mendapatkan penghargaan, setiap siswa dalam kelompok harus membantu kelompoknya.

Pada pembelajaran kooperatif teknik STAD siswa belajar dan membentuk sendiri pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan kerjasama setiap siswa dalam kelompoknya untuk menyelesaikan tugas yang telah diberikan kepada mereka, pada pembelajaran ini siswa dilatih untuk bekerjasama dan bertanggung jawab terhadap tugas mereka sedangkan guru pada metode pembelajaran ini berfungsi sebagai fasilitator yang mengatur dan mengawasi jalannya proses belajar.

Guru yang menggunakan STAD juga mengacu pada belajar kelompok siswa, menyajikan infomasi akademik baru kepada siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Secara individu, setiap minggu atau dua minggu siswa diberi kuis. Dalam STAD, diskusi kelompok merupakan komponen kegiatan penting, karena sangat berperan dalam aktualisasi kelompok secara sinergis untuk mencapai hasil yang terbaik dan dalam pembimbingan antara anggota kelompok sehingga seluruh anggota sebagai satu kesatuan dapat mencapai yang terbaik.44

b. Tahapan Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD

Tahapan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut Robert E. Slavin, sebagaimana dikutip oleh Crys Pajar Partana adalah sebagai berikut:

44


(1)

Mx = N x Σ My = N y Σ = 33 1989 = 33 1802

= 60,273 = 53,606

Σx2 = ΣX2-

( )

N X 2

Σ Σ

y = ΣY2-

( )

N Y 2 Σ

= 121993 -33

) 1989

( 2

= 100004 -33

) 1802

( 2

= 121993–119882,5 = 100004–98400,12

= 2110,545 = 1603,879

Setelah diperoleh nilai-nilai tersebut masukkan ke dalam rumus :

t0 =         +         − + + −

y x y x y x N N N N y x M M 1 1 2 2 2 Maka, t0 =       +       − + + − 33 1 33 1 2 33 33 879 , 11603 2110,545 606 , 54 273 , 60 =             33 2 64 424 , 3714 667 , 5 = ) 0606 , 0 )( 0378 , 58 ( 667 , 5


(2)

Menghitung derajat kebebasan (db), sebagai berikut: db = (N1 + N2)–2

db = (33 + 33)–2 = 2,00

Dengan db = 64 diperoleh ttabelpada taraf signifikanα = 0,05 sebesar 2,00 dan dari hasil perhitungan diperoleh thitungsebesar 3,0214, maka dengan demikian dari hitungan diperoleh thitung > ttabel yaitu 3,0214 > 2,00 sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima, dengan demikian berarti perbedaan antara hasil belajar IPS siswa antara yang diajar dengan menggunakan pendekatan pembelajaran kooperatif metode jigsaw dengan metode STAD.

Lain dari pada itu berdasarkan data pada tabel kerja di atas dapat dihitung nilai rata-rata peningkatan hasil belajar siswa sebagai berikut:

1. Nilai rata-rata peningkatan hasil belajar siswa menggunakan metode jigsaw. X = ΣX

N X = 1989

33 X = 60,27

2. Nilai rata-rata peningkatan hasil belajar siswa menggunakan metode STAD. Y = ΣX

N Y = 1802

33 Y = 54,606


(3)

Lampiran 16

ANGKET TANGGAPAN SISWA TERHADAP PENERAPAN TEKNIK JIGSAW

Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan tanggapan atau pendapatmu terhadap penerapan metode jigsaw dengan memilih salah satu jawaban.

1. Apakah kamu menyukai pelajaran IPS?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

2. Apakah pelajaran IPS mudah?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

3. Apakah kamu menyukai tahap diskusi kelompok ahli dalam metode jigsaw?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

4. Apakah kamu menyukai tahap diskusi kelompok asal dalam metode jigsaw?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

5. Apakah kamu menyukai setiap tahap dalam metode jigsaw?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

6. Apakah kamu menyukai belajar dengan menggunakan metode jigsaw?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

7. Apakah belajar dengan metode jigsaw membantu kamu dalam memahami pelajaran?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

8. Apakah kamu setuju jika metode jigsaw diterapkan pada semua mata pelajaran?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu


(4)

ANGKET TANGGAPAN SISWA TERHADAP PENERAPAN TEKNIK STAD

Jawablah pertanyaan di bawah ini sesuai dengan tanggapan atau pendapatmu terhadap penerapan metode STAD dengan memilih salah satu jawaban.

1. Apakah kamu menyukai pelajaran IPS?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

2. Apakah pelajaran IPS mudah?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

3. Apakah kamu menyukai tahap diskusi kelompok ahli dalam metode STAD?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

4. Apakah kamu menyukai tahap diskusi kelompok asal dalam metode STAD?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

5. Apakah kamu menyukai setiap tahap dalam metode STAD?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

6. Apakah kamu menyukai belajar dengan menggunakan metode STAD?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

7. Apakah belajar dengan metode STAD membantu kamu dalam memahami pelajaran?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

8. Apakah kamu setuju jika metode STAD diterapkan pada semua mata pelajaran?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

9. Apakah kamu pernah belajar dengan menggunakan metode STAD?

a. ya b. tidak c. biasa saja d. tidak tahu

10. Apakah menurut kamu metode STAD cocok untuk diterapkan pada mata pelajaran IPS?


(5)

Lampiran 18


(6)

TABEL NILAI r PRODUCT MOMENT

Taraf Signif Taraf Signif Taraf Signif

N

5% 1% N 5% 1% N 5% 1%

4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 0,950 0,878 0,811 0,754 0,707 0,666 0,632 0,602 0,576 0,553 0,532 0,514 0,497 0,482 0,468 0,456 0,444 0,433 0,423 0,413 0,404 0,396 0,388 0,990 0,959 0,917 0,874 0,834 0,798 0,765 0,735 0,708 0,684 0,661 0,641 0,623 0,606 0,590 0,575 0,561 0,549 0,537 0,526 0,515 0,505 0,496 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 0,381 0,374 0,367 0,361 0,355 0,349 0,344 0,339 0,334 0,329 0,325 0,320 0,316 0,312 0,308 0,304 0,301 0,297 0,294 0,291 0,288 0,284 0,281 0,487 0,478 0,470 0,463 0,456 0,449 0,442 0,436 0,430 0,424 0,418 0,413 0,408 0,403 0,398 0,393 0,389 0,384 0,380 0,376 0,372 0,368 0,364 50 55 60 65 70 75 80 85 90 95 100 125 150 175 200 300 400 500 600 700 800 900 1.000 0,279 0,266 0,254 0,244 0,235 0,227 0,220 0,213 0,207 0,202 0,195 0,176 0,159 0,148 0,138 0,113 0,098 0,088 0,080 0,074 0,070 0,065 0,062 0,361 0,345 0,330 0,317 0,306 0,296 0,286 0,278 0,270 0,263 0,256 0,230 0,210 0,194 0,181 0,148 0,128 0,115 0,105 0,097 0,091 0,086 0,081


Dokumen yang terkait

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik stad dan teknik jigsaw: kuasi eksperimen di SMP attaqwa 06 Bekasi

0 4 76

Perbedaan hasil belajar biologi antara siswa yang diajarkan melalui pendekatan kooperatif teknik: student team achievement divisions (STAD) dan teknik Group Investigation (GI)

0 36 221

perbedaan hasil belajar biologi siswa yang diajarkan melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsay dengan teknik two stay two stray (kuasi eksperimen di MTs PUI Bogor)

0 5 185

Pengaruh Teknik Gnt Pada Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Smp Kelas Vii Pada Konsep Organisasi Kehidupan

1 21 280

Upaya meningkatkan hasil belajar IPS melalui pembelajaran kooperatif teknik jigsaw siswa kelas II MI Al Masthuriyah Bekasi

0 3 122

Penggunaan model pembelajaran kooperatif dengan teknik jigsaw sebagai upaya mengatasi miskonsepsi siswa terhadap konsep sel : penelitian tindakan kelas di MA Pembangunan UIN Jakarta

2 7 189

Bimbingan terhadap siswa yang mengalami kecemasan dalam menghadapi UAN di SMP Darussalam Pondok Labu Jakarta Selatan

0 20 83

Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran PAI di SMP Muhammadiyah 8 Jakarta: studi penelitian pada siswa kelas VIII D di SMP Muhammadiyah 8 Jakarta.

5 21 92

Peningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada pembelajaran IPS melalui model kooperatif tipe stad: penelitian tindakan kelas di SDN Grogol Selatan 02 Jakarta Selatan

0 4 162

PERBEDAAN HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF ANTARA METODE JIGSAW PERBEDAAN HASIL BELAJAR DAN KEAKTIFAN SISWA MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF ANTARA METODE JIGSAW DENGAN METODE STAD DALAM PEMBELAJARAN BIOLOGI (Studi Eksperi

0 2 15