21 hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
8 Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia. 9 Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari
berbagai perspektif. 10 Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang
dirasakan lebih baik. 11 Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan
kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasinya juga.
25
b. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa hal yang menjadi prinsi dasar dalam model pembelajaran kooperatif agar lebih menjamin para siswa bekerja secara
kooperatif, hal tersebut antara lain: 1.
Setiap anggota kelompok siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya.
2. Setiap anggota kelompok siswa harus mengetahui bahwa semua
anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama. 3.
Setiap anggota kelompok siswa harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.
4. Setiap anggota kelompok siswa akan dikenai evaluasi. 5. Setiap anggota kelompok siswa berbagi kepemimpinan dan
membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.
6. Setiap anggota kelompok siswa akan diminta mempertanggung- jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok
kooperatif.
26
Roger dan David Johnson, sebagaimana dikutip oleh Anita Lie mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap
cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal, ada 5 unsur yang harus diterapkan dalam pembelajaran cooperative, yaitu:
25
Administrator, http:dhar321.blogspot.com201010metode pembelajaran kooperatif. html, diakses pada tanggal 29 Januari 2011.
26
Th. Widyantini, Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Kooperatif, Yogyakarta: Departemen Pendidikan Nasional Pusat Pengembangan dan Penataran Guru
Matematika, 2006, h. 4.
22 1 Saling ketergantungan positif
Keberhasilan suatu karya sangat tergantung pada anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pengajar perlu
menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai
tujuan mereka. a. Tanggungjawab perseorangan
Setiap anggota dalam kelompok bertanggungjawab untuk melakukan yang terbaik. Setiap anggota kelompok harus
melaksanakan tanggung
jawabnya sendiri
agar tugas
selanjutnya dalam kelompok bisa dilaksanakan. b. Tatap muka
Setiap anggota kelompok dalam kelompoknya, harus diberi kesempatan untuk bertatap muka dan berdiskusi. Kegiatan ini
akan menguntungkan baik bagi anggota maupun kelompoknya. Hasil pemikiran beberapa orang akan lebih baik daripada hasil
pemikiran satu orang saja. c. Komunikasi antar anggota
Unsur ini juga menghendaki agar para pembelajar dibekali dengan
berbagai ketrampilan
berkomunikasi. Sebelum
menugaskan siswa
dalam kelompok,
pengajar perlu
mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak setiap siswa mempunyai
keahlian mendengarkan
dan berbicara.
Keberhasilan suatu kelompok sangat tergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan
untuk mengutarakan pendapat mereka. d. Evaluasi proses kelompok
Evaluasi proses kelompok dalam pembelajaran kooperatif diadakan oleh guru agar siswa selanjutnya bisa bekerja sama
dengan lebih baik. Waktu evaluasi tidak perlu diadakan setiap kali ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa
23 waktu setelah beberapa kali pembelajar terlibat dalam kegiatan
pembelajaran.
27
Isjoni menyebutkan ada 5 ciri dari pembelajaran kooperatif, yaitu : 1 setiap anggota mempunyai peran, 2 terjadi hubungan
interaksi langsung di antara peserta didik, 3 setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman sekelompoknya, 4
guru membantu mengembangkan ketrampilan interpersonal kelompok, dan 5 guru hanya berinteraksi dengan kelompok ketika diperlukan
saja.
28
Dalam pembelajaran tradisional dikenal pula metode kerja kelompok. Hanya saja pembelajaran berkelompok secara tradisional
berbeda dengan pembelajaran berkelompok dalam cooperative
learning. Bisa dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan perbaikan dari pembelajaran tradisional dalam mengimplementasikan
pembelajaran secara berkelompok. Untuk lebih jelasnya berikut ini dipaparkan
perbedaan antara pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran tradisional.
Tabel 1 Perbedaan Pembelajaran Kooperatif Dengan Pembelajaran Tradisional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar tradisional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu, dan
saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi
kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan
materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi
umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat
Akuntabilitasi individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas
sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok,
sedangkan anggota kelompok yang lainnya hanya “enak-enak
27
Anita Lie, Cooperative Learning…, h. 31-35.
28
Isjoni, Cooperative Learning: Mengembangkan Kemampuan Belajar Kelompok, Bandung: Alfabeta, 2007, h. 20.
24 saling mengetahui siapa yang
memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
saja’ di atas keberhasilan temannya yang dianggap
pemborong.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik,
jenis kelamin, ras, etnik dan sebagainya sehingga dapat saling
mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa
yang dapat memberikan bantuan. Kelompok belajar biasanya
homogen.
Pemimpin kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir
untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota
kelompok. Pemimpin kelompok sering
ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk
memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Ketrampilan social yang diperlukan dalam kerja gotong
royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi,
mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara
langsung diajarkan. Ketrampilan social sering tidak
diajarkan secara langsung.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus
memberikan pemantauan melalui observasi dan melakukan
intervensi jika terjadi masalah dalam kerjasama antar anggota
kelompok. Pemantauan melalui observasi
dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat
belajar kelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok, yang
terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi
dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga
hubungan interpersonal hubungan antar pribadi yang
saling menghargai. Penekanan sering hanya pada
penyelesaian tugas.
Sumber: Trianto,
Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakata: Prestasi Pustaka, 2007, h. 43-44.
25
c. Tipe-tipe Pembelajaran Kooperatif