5.1 Hasil Temuan 5.1.1 Informan Utama
A. Residen Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara Informan I
Nama : Rendy Syahputra Harahap
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 32 Tahun
Alamat : Jalan Pasar Merah Menteng
Pendidikan : SMA
Suku : Mandailing
Asal : Medan
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Informan pertama dalam penelitian ini adalah Rendy Syahputra Harahap, seorang residen di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara yang
berumur 32 tahun. Informan beralamat di Menteng Raya, Jalan Pasar Merah, Medan.
Informan pertama kali mengenal narkoba sejak tahun 1997 dimana pada saat itu informan masih duduk di bangku kelas 3 SMP. Informan mengaku bahwa
awal penggunaan narkoba didasari oleh rasa ingin coba-coba dan di dorong dengan pengaruh lingkungan pergaulan dikalangan teman sekolahnya. Rasa ingin
tahu khas seorang remaja mendorong informan mencari tahu dan mencoba menggunakan narkoba. Karena rasa ingin mencoba itu,berdasarkan informasi
Universitas Sumatera Utara
yang ia dapat dari temannya, informan tak segan-segan datang langsung ke bandar narkoba untuk langsung membeli narkoba tersebut.
Jenis narkoba yang dipakai adalah ganja. Namun ternyata setelah wawancara mendalam, menurut pengakuan informan sebelum memakai ganja,
informan sudah beberapa kali menghisap lem kambing yang merupakan salah satu jenis napzanarkoba, karena salah satu yang terkandung didalam lem kambing
atau lem Aica aibon adalah zat Lysergic acid diethylamide LSD yang jika zat tersebut terhirup 20-30 mg mikrogram saja sudah bisa menyebabkan efek
psikoaktif pada manusia. Setelah itu informan juga menggunakan narkoba jenisRohypnol. Hingga informan mulai meningkatkan jenis dan dosis penggunaan
narkobanya, sampai menggunakan sabu-sabu dan kemudian putaw. Sebelum pertama kali menjalani rehabilitasi pada tahun 2010, informan
mengaku intensitas penggunaan narkoba jenis putaw yang digunakan dengan menggunakan media suntik satu hari bisa sampai tiga kali pakai dengan dosis 0,1
gram per pemakaian, namun dosis tersebut terus meningkat. Awalnya informan hanya menggunakan 1 paket putaw perhari dengan harga pada tahun 2000 masih
Rp 25.000, kemudian naik Rp50.000, Rp75.000, Rp100.000, hingga terakhir Rp150.000. Informan mengaku menggunakan putaw yang biasa di pakainya 3
paket dalam satu hari. Jika di kalkulasikan informan bisa menghabiskan Rp450.000hari. Namun informan berhenti memakai putaw di tahun 2015 karena
pada saat itu hingga sekarang tidak ada lagi tersedia putaw di Indonesia. Informan mengatakan alasan menggunakan putaw karena ingin merasakan ketenangan dan
kenyamanan.Saat menggunakan putaw, informan sesekali juga menggunakan sabu-sabu ketika tidak ada putaw. Namun setelah ketersediaan putaw sudah tidak
Universitas Sumatera Utara
ada lagi barulah secara rutin informan menggunakan sabu-sabu, yang di konsumsinya 0,5 ji sampai 1 ji gram perhari.
Dahulu pada saat masih menjadi pelajar dan mahasiswa, informan membeli putaw dan sabu-sabu menggunakan uang saku sehari-hari yang di
berikan oleh orang tua, dan jika uang saku tersebut kurang informan mengaku bahwa segala cara bisa dilakukan untuk mendapat uang demi membeli
narkobanapza tersebut. Informan tidak berhasil lulus dari kuliahnya karena ketergantungannya trhadap narkoba, namun kemudianinforman sempat bekerja di
kantor orang tuanya sebagai pegawai honor. Dari situlah informan mendapat uang untuk membeli narkobanapza, dan jika masih kurang uang yang dibutuhkan,
informan tidak ragu untuk melakukan tindakan kriminal. Orang tua informan pertama kali tahu bahwa informan menggunakan
narkoba pada pertengahan tahun 2006 setelah mendengar cerita orang tentang informan. Lalu orang tua informan memutuskan untuk memecat informan dari
kantor. Setelah itu, di tahun 2007 informan mencoba untuk berhenti menggunakan narkobanapza yang pada saat itu masih mengonsumsi putaw dengan cara
menggunakan jarum suntik dengan menjalani pengobatan ke dokter di kawasan setia budi, kemudian bergabung di komunitas Galatea dimana komunitas tersebut
adalah tempat berkumpulnya para pecandu narkoba jarum suntik yang ingin berusaha bebas dari kecanduan dan ketergantungannya terhadap narkobanapza.
Kemudian terapi metadon di Rumah sakit umum Adam Malik Medan. Berdasarkan pengakuan dari informan, saat menjalani pengobatan dan
terapi tersebut informan masih merasakan candu terhadap narkobanapza, terbukti
Universitas Sumatera Utara
ketika informan tertangkap oleh aparat dari BNN saat menggunakan narkoba. Lalu, karena informan dinilai adalah hanya pengguna narkobanapza, informan
lalu langsung dikirim ke Lido untuk mendapatkan rehabilitasi pada tahun 2010. Hal tersebut sesuai dengan Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
narkotika pada pasal 54 yang isinya “Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial ”.
informanmenjalani rehabilitasi di Panti rehabilitasi narkoba Lido Bogor selama 7 tujuh bulan. Awal menjalani rehabilitasi di Lido, informan sempat
tidak menerima atau berontak. Karena pada saat di masukkan ke panti rehabilitasi Lido, informan baru saja menggunakan narkoba sehingga kecanduan yang
dirasakan masih sangat tinggi dan belum ada niatan lagi untuk berhenti. Selama di dalam panti rehabilitasi Lido, informan sering kali membuat kesalahan, seperti
mencuri makanan, memberontak, dan bahkan sempat split atau melarikan diri dari panti rehabilitasi, sebelum akhirnya tertangkap oleh masyarakat sekitar panti dan
juga satpam panti rehabilitasi Lido Bogor. Namun lama kelamaan informan mulai menerima program, dan mulai dapat berfikir bahwa hal tersebut merupakan
konsekuensi dari apa yang telah ia perbuat. Walaupun program tersebut informan terima dan jalani namun itu semua di rasa hanya formalitas saja, sehingga tidak
terlalu berpengaruh dalam diri informan untuk melepas ketergantungannya dari narkoba.
Setelah selesai masa rehabilitasi yang informan jalani di panti rehabilitasi narkoba Lido Bogor. Informan langsung kembali ke Medan, sesampainya di
bandara Kualanamu Deli Serdang, informan mengaku rindu terhadap teman-
Universitas Sumatera Utara
temannya dan mencoba untuk bertemu dengan teman-temannya tersebut. Kemudian informan menghubungi temannya untuk mencari tahu dimana lokasi
teman-temannya berada. Setalah tahu, informan langsung bergegas ke lokasi tanpa terlebih dahulu pulang kerumah. Maka, setelah sampai dilokasi , informan
langsung di sambut oleh teman-temannya yang pada saat itu sedang menggunakan narkobanapza. Maka tak menunggu lama teman-temannya langsung menggoda
informan untuk menggunakan narkoba kembali. Tak lama setelah itu, informan pun merasakan suggesti untuk kembali memakai narkoba.
Setelah itu, informan menjalani rehabilitasi kembali di Yayasan Caritas pada tahun 2012 awal dan hanya menjalani rehabilitasi selama satu bulan, lalu
informan split melarikan diri. Kemudian sempat masuk ke salah satu pesantren di daerah Pematang Siantar selama satu bulan juga karena informan tidak betah
lama-lama berada disana.Dan kemudian menjalani pemulihan di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara pada tahun 2016 hingga saat ini dengan
masa rehabilitasi selama 9 sembilan bulan. Berdasarkan pengakuan informan sebenarnya lembaga rehabilitasi sangat
membantu bagi pemulihan seorang pecandu narkoba. Informan mengatakan hanya di panti rehabilitasi ia bisa bersih dari narkoba. Informan juga mengatakan bahwa
sebenarnya seorang pecandu narkoba itu banyak yang memiliki kesadaran untuk berubah , namun untuk memulai perubahan itu harus ada keberanian dan ada yang
membantu yaitu komunitas di lingkungan yang positif. Namun kebanyakan dari pecandu yang sudah menjalani pemulihan di panti rehabilitasi kembali
menggunakan narkoba secara rutin atau dalam dosis yang sama atau lebih
Universitas Sumatera Utara
relapse akibat ketidakmampuannya bertahan dari suggesti narkoba yang sudah tertanam di fikirannya.
Informan juga telah memahami apa itu yang dinamakan relapse. Informan juga mengaku telah mengalami relapse. Infroman mengatakan faktor yang
menyebabkan relapse, diantaranya yaitu pertama tidak adanya kemampuan untuk mengantisipasi perasaan bosan. Kedua,Kurangnya kemampuan pengendalian diri
ketika menghadapi masalah.Ke tiga, faktor lingkungan pergaulan“partner in
crime ” dan informan memang sulit untuk meninggalkan lingkungan pergaulannya
tersebut. Keempat, stigma dari keluarga dan masyarakat yang masih mengucilkannya ketika keluar dari panti rehabilitasi, Dan yang terakhir yaitu yang
disebut oleh informantes power atau mencoba kemampuan bertahan terhadap narkoba dengan cara mendekati kembali lingkungan tersebut walau tidak ada lagi
niatan untuk menggunakan narkoba kembali. Informan mengatakan bahwa ketika informan kembali relapse, keluarga
menjadi acuh dan tidak mau tahu lagi dengan keadaan informan. Dan dari itu juga informan semakin menyesali kesalahannya dalam hal penyalahgunaan narkoba,
dan mengatakan bahwa inilah yang terakhir informan menyusahkan keluarganya, kedepannya informan berharap bisa bertahan dan bebas dari narkoba.
Informan juga berharap ketika selesai masa rehabilitasi, ia bisa menemukan komunitas aman dimana ia bisa memberi manfaat kepada orang lain
dan sekaligus menjaga pemulihannya. Misalnya menjadi konselor bagi pecandu narkoba di lembaga rehabilitasi. Namun jika tidak ada, informan akan tetap
berusaha melakukan kegiatan yang positif di luar dari panti rehabilitasi dan jika
Universitas Sumatera Utara
informan nantinya merasa tidak mampu bertahan di lingkungan tempat tinggal saat ini ia juga berencana pindah ke daerah lain, dengan harapan bisa terhindar
dari narkoba. Berdasarkan pengakuan informan, di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf
penanganan khusus terhadap penyalahguna relapse narkoba belum efektif. Masih ada penyamaan dan penggabungan penanganan dengan residen lainnya yang
belum menjalani rehabilitasi sebelumnya, dan yang membedakan hanya waktunya yang lebih singkat untuk di tahap primery. Informan juga menilai bahwa perlu
dilakukan penanganan khusus terhadap penyalahguna narkoba yang sudah relapse
. Karena menurut informan, mereka yang sudah relapse tidak perlu lagi diberikan treatment yang sudah dijalani sebelumnnya di panti rehabilitasi sebelum
ia mengalami relapse. Menurut informan, yang perlu dilakukan adalah digali kembali pola pikir agar bisa lebih membuka pikiran dan lebih banyak menggali
pemahaman dan pengetahuan tentang dunia adiksi narkoba, memberikan support berupa dukungan moril dari komunitas yang juga mengalami relapse, jadi harus
dibedakan penanganannya antara yang baru pertama kali melakukan upaya pemulihan atau menjalani rehabilitasi new add dengan yang sudah mengalami
relapse second add.
Universitas Sumatera Utara
Informan II Nama
: Roni Yusuf Pulungan Jenis Kelamin
: Laki-Laki Usia
: 31 Tahun Alamat
:Jalan Pendidikan III Dusun 6 Sei Rotan Medan Tembung
Pendidikan : SMA
Suku : Mandailing
Asal : Medan
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Informan kedua dalam penelitian ini adalah Roni Yunus Pulungan. Seorang residen di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf Sumatera Utara yang berusia
31 tahun. Dan sudah menjalani pemulihan di panti rehabilitasi PSPP Insyaf Sumatera Utara selama 6 enam bulan. Informan beralamat di Jalan Pendidikan
III Dusun 6 Sei Rotan Kecamatan Medan Tembung. Informan juga merupakan seorang pegawai di salah satu Badan usaha milik daerah BUMD. Sebelum
akhirnya menjalani rehabilitasi karena kecanduan narkoba, dan setelah itu bekerja sebagai konselor di Badan narkotika nasional BNN.
Informan mengaku menggunakan narkoba sejak tahun 2008. Faktor utama yang mempengaruhi informan menggunakan narkoba dalah karena permasalahan
rumah tangga. Informan mengaku bahwa di kawasan tempat tinggalnya banyak sekali pecandu narkoba dan sangat mudah mencari narkoba yaitu jenis sabu-sabu,
namun ia tidak pernah terpengaruh dengan lingkungannya tersebut. Hingga saat ia mengalami permasalahan dengan istrinya, dan istrinya mulai mengajak untuk
Universitas Sumatera Utara
bercerai, disitulah ia mulai merasa depresi. Dan secara kebetulan ada seorang teman kantor yang mengajaknya untuk ke diskotik. Ketika di diskotik itu lah
pertama kali informan menggunakan narkoba jenis inex dan sabu-sabu. Berdasarkan pengakuan informan, saat pertama kali memakai sabu-sabu ia
tidak langsung merasakan efek kecanduan karena pemakaian pada saat itu tidak terlalu banyak, hanya kurang dari 0,5 gram di bagi menjadi dua dengan temanya.
Begitu juga dengan pemakaian kedua,ketiga,keempat hingga kelima, efek dari sabu-sabu itu tidak membuat kecanduan. Hanya karena informan di ajak pada saat
informan merasakan depresi dan sab-sabu itu juga di berikan secara gratis oleh rekannya. Dalam jangka waktu beberapa minggu kemudian, barulah informan
membeli sabu-sabu sendiri dari seorang bandar yang notabene adalah juga teman sekantor informan, dan menawarkan diri untuk menjadi agen.
Ketika menjadi agen penjual narkoba, informan mengaku menjual narkoba dengan cara menawarkannya langsung ke orang-orang yang ia kenal juga
mengguakan narkoba atau menjualnya dirumah dan menjadikan rumahnya sebaga tempat untuk menggunakan narkoba.
Infroman sendiri intensitas dan banyaknya penggunaan narkoba tidak tentu, bisa tiga hingga lima kali pakai setiap harinya. Barang tersebut ia dapat dari
dengan mudah karena ia telah mejadi agen, dan kapan saja informan butuh barangnarkoba tersebut informan bisa langsung mengambilnya dari bandar. Dan
terdapat pula jatah penggunaan bagi informan sebagai agen. Informan mengaku setiap 1 gram sabu-sabu yang ia bawa, setoran yang harus dibayarkan kepada
bandar adalah Rp 900.000. Masalah keuntungan bagi informan, informan sendiri
Universitas Sumatera Utara
yang mengaturnya, tergantung berapa harga ketika informan menjual sabu-sabu tersebut kepada para pembeli. Namun berdasarkan pegakuannya, ia lebih sering
mengalami kerugian dikarenakan kecanduannya terhadap narkoba, jadi ia gunakan sendiri dengan jumlah yang banyak dan hanya sedikit yang dijual.Dalam kondisi
seperti itu, ia menanggulanginya dengan uang pribadi dan terkadang ketika masih kurang ia tidak segan untuk membohongi atau menipu keluarga dan melakukan
tindak kejahatan lainnya di masyarakat. Informan mengalami perubahan sikap yang sangat drastis. Orang tua
informan juga perlahan mencurigai informan bahwa informan telah menggunakan narkoba. Hingga informan sendiri yang memberi tahunya pada tahun 2012. Di
tahun itu juga orang tua informan sudah berencana untuk memasukkan informan ke panti rehabilitasi Lido Bogor dan sudah mendaftarkan nama informan disana.
Namun pada saat itu informan tahu dan menolak. Karena informan merasa bahwa perubahan itu harus dimulai dari kemauan. Kemudian informan memohon diberi
kesempatan untuk bisa berubah dengan sendirinya. Pada tahun yang sama, mulai ada harapan untuk informan bisa terhindar
dari narkoba dan melakukan perubahan terhadap dirinya agar tidak lagi bergantung terhadap narkoba. Hal tersebut dikarenakan dirinya di mutasi oleh
kepala cabang tempat ia bekerja ke lokasi yang baru, dimana lokasi itu masih menjadi daerah yang asing bagi dirinya. Namun ternyata niatannya tersebut
terganggu oleh temannya yang juga pecandu narkoba juga dipindahkan ke tempat yang sama dengan informan. Awalnya informan bisa menahan diri untuk tidak
terpengaruh kembali menggunakan narkoba. Namun lama kelamaan karena
Universitas Sumatera Utara
kecanduan itu masih terasa di diri informan, informan pun kembali menggunakan narkoba tersebut.
Pada tahun 2014 informan mulai menyerah, dan merasa bahwa lingkungan luar memang tidak bisa membuatnya berubah dan lepas dari kecanduan terhadap
narkoba. Disitulah informan dengan sendirinya meminta untuk di rehabilitasi di Lido Bogor. Tepatnya tanggal 14 bulan agustus 2014 informan mulai menjalani
rehabilitasi di Lido Bogor sampai tanggal 14 bulan februari 2015. Kemudian informan lanjut mengikuti program pasca rehabilitasi di Lido Bogor yaitu rumah
damping dan sekolah konselor, dimana setelah lulus dari sekolah tersebut yang di jalani selama enam bulan. Informan langsung di pekerjakan sebagai konselor dan
di tempatkan di Badan Narkotika Nasional BNN Sumatera Barat dan kemudian ditempatkan di salah satu Instansi Penerima Wajib Lapor IPWL atau panti
rehabilitasi narkoba di Sumatera Barat. Berdasarkan pengakuan informan, ketika bertugas menjadi konselor di
salah satu panti rehabilitasi di Sumatera Barat tersebut, ia tertarik dengan salah satu residen disana. Hubungan antara informan dan residen wanita di panti rehab
tersebut pun semakin dekat setiap harinya. Hingga pada suatu hari, informan membawa lari residen tersebut dan kemudian menikahinya. Namun karir informan
di Badan Narkotika Nasional BNN tetap berlanjut. Informan dipindahkan ke Badan Narkotika Nasional BNN Lampung dan membawa serta istri yang baru
dinikahinya setelah ia bawa kabur dari panti rehabilitasi. Namun pernikahan keduanya juga tidak berlangsung lama. Informan melihat sikap yang mulai aneh
dari pasangannya dan mereka pun terlibat pertengkaran. Kemudia informan
Universitas Sumatera Utara
memutuskan untuk kembali ke Medan, dan istrinya tersebut juga kembali ke Padang.
Berdasarkan pengakuan informan, karena permasalahan tersebut, informan kembali merasakan depresi dan kembali menggunakan narkoba pada bulan maret
tahun 2016. Dan pada bulan juni di tahun yang sama, informan kembali masuk ke panti rehabilitasi narkoba atas kemuannya sendiri, tepatnya di panti sosial pamardi
putra Insyaf Sumatera Utara hingga sekarang. Alasan informan kembali masuk ke panti rehabilitasi karena ia pada
dasarnya telah jauh hari sadar bahwa narkoba itu tidak baik untuk dirinya. Dan informan menyadari bahwa hanya di dalam program rehabilitasi yang dapat
membantunya untuk pulih dan terhindar dari narkoba. Karena menurut pengakuannya berusaha sendiri untuk pulih itu sangat sulit.
Informan mengatakan bahwa faktor yang menyebabkan seseorang relapse lebih di dasari oleh kemauan dari dalam diri seseorang tersebut. Dan kemudian
tidak adanya tindak lanjut terhadap pemulihannya, baik itu yang berasal dari lembaga, keluarga, lingkungan masyarakat dan dari dalam dirinya sendiri tidak
memiliki strategi bertahan dari narkoba. Informan juga mengaku kelemahan dirinya untuk bertahan agar terhindar dari narkoba adalah permasalahan hubungan
dan berkaitan dengan wanita, serta lebih kepada ketidakmampuannya untuk mengelola perasaan. Ketika informan relapse keluarga merasakan kekecewaan,
namun disamping itu keluarga juga mengerti tentang permasalahan yang menjadi pemicu informan kembali menggunakan narkoba relapse.
Universitas Sumatera Utara
Informan mengatakan perlu penanganan khusus terhadap penyalahguna relapse
narkoba. Karena informan menganggap bahwa fungsi program yang telah dijalani sebelumnya tidak akan maksimal dijalankan terhadap seorang pecandu
narkoba yang relapse. Dan pecandu relapse narkoba juga seharusnya ditempatkan di tempat yang berbeda dengan pecandu yang baru menjalani rehabilitasi. Dalam
arti harus ditangani bersama komunitas pecandu yang mengalami relapse. Informan juga menyarankan agar penanganan terhadap pecandu relapse narkoba
harus lebih mengarah kepada terapi terhadap pola pikir dan sikap. Salah satunya juga yang terpenting lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
B. Residen Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih Informan III