Informan mengatakan perlu penanganan khusus terhadap penyalahguna relapse
narkoba. Karena informan menganggap bahwa fungsi program yang telah dijalani sebelumnya tidak akan maksimal dijalankan terhadap seorang pecandu
narkoba yang relapse. Dan pecandu relapse narkoba juga seharusnya ditempatkan di tempat yang berbeda dengan pecandu yang baru menjalani rehabilitasi. Dalam
arti harus ditangani bersama komunitas pecandu yang mengalami relapse. Informan juga menyarankan agar penanganan terhadap pecandu relapse narkoba
harus lebih mengarah kepada terapi terhadap pola pikir dan sikap. Salah satunya juga yang terpenting lebih mendekatkan diri kepada Tuhan.
B. Residen Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih Informan III
Nama : Edy Syahputra Sembiring
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 26 Tahun
Alamat :Kelurahan Sigara-gara, Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang Pendidikan
: SMA Suku
: Karo Asal
: Deli Serdang Pekerjaan
: Wirausaha Agama
: Islam
Informan ketiga dalam penelitian ini adalah Edy Syahputra Sembiring, seorang residen di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih yang
berusia 26 tahun. Informan beralamat di Kelurahan Sigara-gara, Kecamatan Patumbak, Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
Informan pertama kali menggunakan narkoba pada tahun 2006. Informan mengaku faktor yang mendorong informan menggunakan narkoba adalah karena
kedua orang tuanya berpisahbercerai. Dari situ lah informan mulai terjerumus ke pergaulan lingkungan pengguna narkoba. Pada saat itu juga, informan mulai
sering bolos sekolah karena dirinya merasa malu dan kesal atas perpisahan kedua orang tuanya.
Informan mengaku pada saat menggunakan narkoba pertama kali, ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama SMP. Informan mengaku setiap
ingin membeli narkoba pada saat pertama kali menggunakan selalu menitipkan kepada temannya yang usianya lebih tua dari informan. Pertama kali korban
menggunakan narkoba jenis ganja. Setiap membeli ganja yang harganya Rp10.000am, informan selalu memberikan upah kepada teman yang membelinya
dengan 1 am ganja. Informan mengaku menggunakan ganja 1 am setiap hari, jika di linting menjadi seperti rokok, bisa menjadi tiga batang. Namun jika malam
minggu pemakaian bertambah bisa menjadi 2 am. Informan sempat melanjutkan sekolah ke jenjang SMA. Namun setelah
lulus, ia tidak mendapat ijazah, karena tidak membayar uang sekolah selama satu bulan. Selanjutnya setelah lulus dari SMA, informan bekerja sebagai pemain
keyboard atau organ tunggal. Kemudian untuk mendukung ketahanan fisiknya
setiap malam agar tahan smpai pagi bermain organ tunggal, informan pun menggunakan sabu-sabu. Informan mengaku menggunakan sabu-sabu dengan
paket Rp100.000hari. Informan mendapatkan sabu-sabu dari membeli ke bandar, atau di berikan secara gratis oleh teman atau banda narkoba yang dikenalnya.
Universitas Sumatera Utara
Uang yang digunakan untuk membeli narkoba di dapat dari hasil bermain organ tunggal, dan jika masih kurang meminta dari orang tua. Kemudian, karena
informan terus meminta uang kepada orang tuanya, orang tuanya lalu memberikan modal usaha kepada informan sebesar Rp20.000.000 untuk membuka sebuah
warung. Setelah hanya 5 minggu warung dibuka, warung tersebut tutup, karena informan tidak memiliki modal lagi akibat digunakan untuk menggunakan
narkoba. Pada tahun 2012 informan menikah, dan ikut dengan istrinya ke Rantau
prapat, disana informan dipekerjakan oleh kakek istrinya menjadi mandor di perkebunan. Dalam tahun 2012
– 2014 informan bekerja disana, dan tinggal di rumah kakek istrinya. Berdasarkan pengakuan informan, ia abstinance atau
berhenti dari narkoba selama 2 tahun disana. Karena di tempat tersebut informan tidak mengenal orang yang menggunakan narkoba. Dan informan juga mengaku
keinginannya untuk menggunakan narkoba juga teralihkan oleh perasaan senang karena baru menikah.
Informan kemudian kembali ke Medan, pada tahun 2015 awal karena kontraknya menjadi mandor lepas di Rantau prapat berakhir. Kemudian informan
diberikan modal oleh orang tuanya Rp30.000.000 untuk membuka toko sepatu. Informan mengaku toko sepatu yang ia miliki cepat berkembang dan memiliki
penghasilan yang cukup untuk dirinya dan istri hanya dalam waktu dua bulan. Namun, tidak lama setelah perkembangan toko sepatunya dan informan tidak lagi
menggunakan narkoba sejak ia tinggal di Rantau Prapat. Mulailah kembali teman- teman informan saat menggunakan narkoba membujuk informan untuk kembali
menggunakan narkoba. Informan menyebut bahwa faktor yang membuat teman-
Universitas Sumatera Utara
teman lamanya tersebut kembali mengajaknya menggunakan narkoba karena pada saat itu informan sedang banyak uang dari hasil usaha sepatunya. Sehingga
teman-temannya memanfaatkan keadaan tersebut agar lebih mudah mengajak infroman.
Berdasarkan pengakuan informan, ketika kembali menggunakan narkoba, jumlah dan dosis pemakaian informan lebih parah dari sebelumnya. Jika
sebelumnya hanya paket Rp100.000hari menjadi paket Rp150.000hari atau bahkan lebih.
Informan mengakui modal usaha sepatunya yang seharusnya sudah kembali dalam sebulan, habis digunakannya untuk menggunakan narkoba. Dalam
satu bulan penggunaan narkoba, informan bisa menghabiskan uang sampai Rp20.000.000. Dari situlah usaha sepatunya kembali bangkrut dan kemudian
melalui ajakan dari salah seorang keluarga informan yang telah lama mengikuti rehabilitasi di berbagai panti, informan pun diajak untuk masuk panti rehabilitasi .
Informan pun menjalani rehabilitasi di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Stabat.
Berdasarkan pernyataan dari informan, bahwa masa rehabilitasi di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Stabat sebenarnya 3-5 bulan. Namun
dalam waktu dua bulan, informan merasa tidak betah dan juga merasa bahwa dirinya sudah tidak lagi terpengaruh terhadap narkoba dalam artian ia merasa
sudah pulih dari ketergantungan narkoba. Kemudian informan menghubungi keluarganya terutama orang tuanya untuk mengeluarkannya dari panti rehabilitasi,
karena di panti rehabilitasi tidak bisa residen yang memutuskan bahwa dia ingin
Universitas Sumatera Utara
keluar, namun harus persetujuan dari keluarga. Akhirnya informan menghubungi istrinya melalui konselor panti, untuk datang mengunjunginya di panti rehabilitasi
dengan alasan bahwa informan rindu dengan istrinya. Informan menjelaskan bahwa, tujuan dirinya meminta istrinya untuk
mengunjungi ke panti, karena ia berencana meminta istrinya untuk mengeluarkannya. Ketika istri informan mengunjunginya, ia kemudian
mengancam istrinya, jika istrinya tidak mau mengeluarkan informan dari panti, maka informan akan membakar rumah orang tua istrinya ketika selesai masa
rehabilitasi. Kemudian istri informan pun ketakutan dan lalu mengeluarkan informan dari Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Stabat.
Berdasarkan pengakuan informan, setelah keluar dari panti rehabilitasi, informan berhenti menggunakan narkoba selama dua bulan. Namun informan
mengatakan setelah dua bulan ia kembali menggunakan narkoba dengan alasan keluarga, baik orang tua maupun istri informan sangat posesif terhadap informan,
sehingga ia merasa selalu dicurigai. Atas dasar itu informan mengatakan “Dari pada dituduh pakai narkoba terus, bagus aku pakai sekalian
”. Dari situ lah informan bertengkar dengan istrinya, dan karena emosi yang tidak terkontrol,
informan mengusir istrinya dari rumah dari menyuruhnya untuk kembali ke orang tuanya.
Setelah istri informan kembali ke rumah orang tuanya, informan mengaku kembali merasa frustasi dan memutuskan untuk menghubungi temannya sesama
pecandu narkoba untuk pergi ke Brastagi dengan maksud untuk ”pesta” narkoba. Selama satu minggu informan serta temannya menginap di sebuah hotel di
Universitas Sumatera Utara
Brastagi, pemakaian narkoba tidak lagi dapat terkontrol. Setelah kembali dari Brastagi, informan langsung kerumah orang tuanya, namun informan tidak di
pedulikan oleh orang tuaya karena orang tuanya telah mengetahui bahwa jika informan tidak pulang lama pasti informan kembali menggunakan narkoba. Lalu
informan pun memilih mengurung diri di kamar selama dua bulan dan meratapi apa yang telah ia lakukan.
Berdasarkan pengakuan informan, setelah mengurung diri selama dua bulan di kamar, dengan kesadaran dirinya, ia pun masuk ke panti rehabilitasi
tepatnya di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih hingga saat ini.
Informan sadar dan mengakui bahwa dalam panti rehabilitasi ia akan sangat terbantu untuk pulih dari ketergantungan terhadap narkoba. Dan lebih
nyaman dan aman dari pengaruh narkoba. Informan mengatakan di rehabilitasi dirinya lebih berani dan leluasa untuk mengungkapkan apa yang ada di dalam
hatinya, dan mendapat masukan yang positif dari residen yang lainnya di panti rehabilitasi, karena sudah seperti komunitas bahkan keluarga.Karena ketika masih
berada di lingkungan luar, tidak ada yang bisa memberi masukan yang positif dan disampaikan secara baik kepada informan. Misalnya keluarga, yang tidak lagi
mempercayainya, serta teman-teman di lingkungan luar yang kebanyakan menggunakan narkoba.
Informan menyatakan penanganan khusus yang harus dilakukan oleh lembaga terhadap penyalahguna relapse narkoba adalah mematangkan pola pikir
agar tidak lagi menggunakan narkoba, dan lebih melakukan penyadaran kepada
Universitas Sumatera Utara
residen yang bestatus second add atau relapse. Informan juga mengatakan untuk
kembali terhindar dari narkoba harus pindah dari lingkungan yang lama ke lingkungan yang baru, dan tetap mengasah kesadaran diri agar tidak lagi
terjerumus dalam kehidupan pecandu narkoba.
Informan IV Nama
: Jontra Alexander Sinaga Jenis Kelamin
: Laki-laki Usia
: 20 Tahun Alamat
:Komplek Yuka Martubung, Kota Medan Pendidikan
: SMK Suku
: Batak Asal
: Medan Pekerjaan
: Wiraswasta Agama
: Kristen
Informan keempat dalam penelitian ini adalah Jontra Alexander Sinaga, seorang residen di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih yang
berusia 20 tahun. Informan beralamat di Komplek Yuka, Martubung, Kota Medan.
Informan pertama kali menggunakan narkoba saat masih duduk di bangku SMP, dengan jenis zat Lysergic acid diethylamideLSD yang terkandung dalam
lem kambing lem. Setelah itu informan menggunakan pil Dextro atau Destrometorphan
DMP. Sebenarnya pil Dextro adalah obat yang di jual secara legal dan dapat di beli secara bebas tanpa resep dokter untuk mengobati batuk.
Namun, jika digunakan secara berlebihan dalam takaran diatas 100 mg dapat
Universitas Sumatera Utara
memberikan efek euphoria dan halusinogen dissociative. Sehingga jika sampai pada tahap tersebut, itu lah yang disebut dengan penggunaan pil koplo yang
sebenarnya adalah pil Dextro. Berdasarkan pengakuan informan, pada saat informan duduk di bangku
SMA tepatnya tahun 2013 barulah ia menggunakan sabu-sabu. Saat awal menggunakan, informan di diajak oleh temannya. Informan dan temannya berdua
menggunakan narkoba dengan dosis yang tinggi dan jumlah yang banyak. Karena itu, informan langsung merasakan efek bius dari sabu-sabu yang langsung ia
konsumsi dalam dosis besar, dan langsung merasakan kecanduan akan sabu-sabu. Setelah penggunaan narkoba bersama temannya tersebut berselang tiga hari
informan langsung membeli sabu-sabu sendiri dengan paket sabu-sabu Rp450.000hari dengan dosis 0.5 gram.
Informan mengaku bahwa ia membeli sabu dari upah bekerja kepada bandar sabu-sabu. Ia bekerja dengan mengantarkan sabu-sabu dari Belawan ke
Stabat, dan dari Medan ke Binjai.Upah sekali mengantar barang adalah Rp 550.000 , dan 0.25 gram sabu-sabu untuk digunakannya sendiri.
Informan menyebut ada upaya dirinya berhenti dari narkoba, dengan memutuskan untuk merantau ke Jambi setelah lulus sekolah. Menurut pengakuan
informan selama merantau dengan bekerja sebagai karyawan salah satu koperasi disana, ia bisa bersih dari narkoba. Selama satu tahun berada di Jambi informan
mengaku walaupun ada beberapa kali orang mempengaruhinya untuk kembali menggunakan sabu-sabu selama di Jambi, ia bisa menahan keinginannya untuk
menggunakan sabu-sabu tersebut. Karena ia merasa bahwa lingkungan itu masih
Universitas Sumatera Utara
sangat asing bagi dirinya, dan memang niatan awal yang kuat merantau dengan tujuan terhindari dari narkoba.
Informan menyebut, setelah satu tahun berada di Jambi, informan memutuskan untuk kembali ke rumahnya di Medan. Berdasarkan pengakuan
informan, sekitar satu minggu berada di Medan, ia kembali menggunakan narkoba akibat pengaruh lingkungannya. Ia menyebut bahwa lingkungan sekitar rumahnya
banyak sekali yang sudah terjerumus ke penyalahgunaan narkoba, mulai dari anak-anak SD hingga orang dewasa. Itulah faktor utama sehingga informan
kembali menggunakan narkoba kembali.Kemudian informan pergi ke jakarta untuk mengikuti pelatihan dasar perkapalan di Sekolah Tinggi Pelayaran
Indonesia STIP selama enam bulan. Dan informan mengatakan selama enam bulan tersebut ia bersih dari narkoba.
Setelah menempuh pendidikan atau pelatihan dasar di STIP Jakarta, informan langsung berlayar ke Batam untuk bekerja sebagai mekanik kapal
disana. Sebenarnya niat untuk berhenti menggunakan narkoba masih ada di diri informan. Namun setelah sampai di Batam, informan langsung disambut oleh
teman lamanya dari Medan yang juga pecandu narkoba. Informan mengaku diajak kesalah satu penginapan temannya itu, dan sesampainya disana langsung di tawari
sabu-sabu. Karena alasan solidaritas dan suggesti yang masih dirasakan, informan pun kembali menggunakan narkoba dengan penggunaan yang semakin banyak
dosisnya. Informan mengatakan pada saat di Batam ia setiap hari kembali
menggunakan narkoba. Karena tidak tahan dengan kondisi tersebut setelah dua
Universitas Sumatera Utara
bulan disana, informan pun memutuskan untuk kembali ke Medan. Ketika kembali pulang ke Medan, informan juga terus menggunakan narkoba. Setelah
dua minggu berada di Medan, orang tua informan menawarkannya untuk di rehabilitasi dan informan bersedia. Orang tua informan mendapat rekomendasi
rehabilitasi di Pematang Siantar dari salah seorang teman. Masuklah informan untuk direhabilitasi di salah satu tempat rehabilitasi di Pematang Siantar.
Berdasarkan pengakuan informan, di tempat rehabilitasi tersebut, tidak memiliki program yang penuh dalam satu hari. Karena panti rehabilitasi tersebut
lebih menggunakan metode pendekatan spiritual. Informan mengaku tidak dapat maksimal mengikuti program tersebut, dan program tersebut kurang bisa
membantu pemulihannya. Namun informan tetap berusaha untuk mengikuti program di panti tersebut, karena ada tekad dari diri informan untuk pulih dari
narkoba. Informan mengatakan sebelum direhabilitasi informan memang ingin berubah karena ia merasa hidupnya tidak bermanfaat sama sekali, dan sudah
seperti “mayat hidup” yang hidup hanya karena narkoba.
Setelah dua bulan berada di panti rehabilitasi, informan pun pulang kerumah. Informan mengaku dalam kondisi berhenti menggunakan narkoba
abstinance selama satu bulan berada dirumah. Namun setelah itu, karena faktor lingkungan, informan pun kembali menggunakan narkoba dengan penggunaan
yang sama dengan saat sebelum masuk ke panti rehabilitasi, yaitu paket Rp450.000hari. Namun kondisi saat ini berbeda, ia tidak lagi bekerja dengan
bandar narkobasabu-sabu, sehingga ia sering mencuri barang dirumah dan dirumah tetangga karena kekurangan uang untuk membeli sabu-sabu.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengakuan informan, ia sempat berkelahi dengan adiknya dan tangan informan tertusuk pisau yang dilakukan oleh adiknya sendiri. Adik
informan kesal dengan tingkah laku informan selama ini. Hingga akhirnya karena sudah habis kesabaran, adik informan pun nekat melukai informan. Informan
mengaku beruntung karena sempat menghalau penusukan itu dengan tangannya hingga tangannya terluka cukup parah. Kemudian informan pun dibawa ke rumah
sakit dan mendapat perawatan.Setelah informan kembali pulang kerumah, informan juga tidak jera untuk menggunakan narkoba, dengan kondisi tangan
terbalut perban dan lukanya juga belum sembuh informan tetap berperilaku yang tidak baik. Informan masih bergadang hampir setiap malam di warung internet
warnet dan tetap menggunakan narkoba. Melihat kondisi anaknya, orang tua informan pun mulai semakin resah.
Dalam kondisi tersebut, orang tua informan meminta Badan Narkotika Nasional BNN Lubuk Pakam untuk menangkap anaknya untuk kembali di masukkan ke
panti rehabilitasi. Awalnya BNN berencana memasukkan informan ke panti rehabilitasi Lido Bogor. Namun karena kondisi tangan informan yang belum
membaik, maka informan di masukkan ke Klinik Pemulihan Adiksi Medan Plus Lau Cih yang programnya lebih ringan.
Informan telah mengikuti program selama hampir dua bulan berada di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih. Informan mengaku
sangat terbantu untuk menghilangkan suggesti dan kecanduannya terhadap narkoba dengan program di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau
Cih. Selanjutnya ia mengatakan bahwa di panti rehabilitasi ia dapat lebih melatih diri untuk bisa menghilangkan suggesti akan narkoba, kemudia melatih kesabaran
Universitas Sumatera Utara
karena pada umumnya para pecandu narkoba memiliki emosi yang lebih sensitif, dan bisa mengintrospeksi diri untuk menjadi lebih baik, serta dapat menyusun
rencana setelah keluar dari panti rehabilitasi untuk tetap mempertahankan pemulihannya.
Menurut informan, di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih, memang tidak ada program khusus untuk relapse. Namun informan
mengatakan memang perlu dilakukan penanganan khusus terhadap penyalahguna relapse
narkoba. Ia menyarankan agar penyalahguna relapse narkoba ditangani diluar lembaga namun tetap diberi pendampingan komunitas, agar dapat terbantu
mempertahankan pemulihan, karena ketergantungan dan suggesti akan tetap ada walau telah menjalani program rehabilitasi.
Informan juga telah memiliki rencana setelah selesai masa rehabilitasi, ia ingin menjadi konselor di panti rehabilitasi. Namun jika tidak ada kesempatan, ia
akan merantau dan menjauhkan diri dari lingkungan yang terkontaminasi narkoba. Informan juga mengatakan butuh dukungan penuh dari keluarga berupa
kepercayaan terhadap dirinya.
Universitas Sumatera Utara
5.1.2 Informan Tambahan Informan I
Nama : Cahaya Hartati Lubis
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 56 Tahun
Alamat :Jalan Pasar Merah, Menteng
Pendidikan : SMU
Suku : Mandailing
Asal : Tapanuli
Pekerjaan : Wirausaha
Agama : Islam
Informan tambahan yang pertama pada penelitian ini adalah ibu Cahaya Hartati Lubis. Informan merupakan orang tua dari informan utama Rendy
Syahputra Harahap. Informan berusia 56 Tahun dan menjalani aktifitas berwirausaha. Informan memiliki tiga anak, dan Rendy merupakan anak ke-3.
Informan mengaku pertama kali mengetahui anaknya tersebut menggunakan narkoba adalah pada tahun 2006, dimana informan mendapat
informasi dari teman-teman Rendy bahwa ia menggunakan narkoba. Kemudian informan mengaku bersama almarhum suaminya memutuskan untuk memecat
anaknya tersebut dari kantor karena merasa kecewa dan ingin memberi pelajaran kepada anaknya agar tidak lagi menggunakan narkoba.
Berdasarkan pengakuan informan, saat mengetahui anaknya menggunakan narkoba, informan mengaku sangat kecewa, marah, dan merasa gagal dalam
mendidik anak. Karena menurut informan narkoba itu adalah perusak masa
Universitas Sumatera Utara
depan,informan juga sempat menyampaikan bahwa seharusnya pemerintah bertindak aktif dalam pencegahan penyalahgunaan narkoba. Misalnya mencegah
narkoba itu bisa tersebar di Indonesia. Karena kalau bukan karena ada narkoba yang beredar di masyarakat, tidak mungkin orang akan menyalahgunakannya.
Berdasarkan pengakuan informan, ia mengetahui anaknya menggunakan narkoba saat keluarga atau saudara dari informan memberikan informasi
kepadanya, dan juga informan mencari informasi dari teman-teman sebaya anak informan. Informan mengingat tepatnya pada tahun 2006, dimana informan
langsung meminta kepada suaminya yang juga ayah dari Rendy untuk memecat Rendy dari kantor. Informan mengaku belum mengetahui adanya panti
rehabilitasi, sehingga informan menyarankan anaknya ke dokter dalam mengatasi kecanduannya terhadap narkoba. Lalu Rendy mencari dokter yang bisa menangani
masalah ketergantungan narkoba, disitulah Rendy mengetahui bahwa ada dokter di Setia Budi yang dapat mengatasi masalah ketergantungan narkoba dan
menjalani pengobatan disana. Informan mengaku setelah menjalani pengobatan di dokter khusus
konsultasi masalah narkoba dan kejiwaan Setia budi, Rendy tidak juga membaik, dan masih menggunakan narkoba. Kemudian pada tahun 2010, informan mengaku
Rendy tertangkap oleh BNN saat sedang menggunakan narkoba. Saat itu informan sempat memohon kepada BNN untuk memasukkan anaknya ke panti rehabilitasi
Lido Bogor, dan kemudian diakomodir oleh pihak BNN. Informan mengaku saat Rendy menjalani rehabilitasi di Lido, tidak ada
masyarakat di lingkungan informan yang mengetahui. Namun setelah Rendy
Universitas Sumatera Utara
kembali pulang setelah menjalani masa rehabilitasinya, barulah informasi itu berkembang di masyarakat. Respon masyarakat di lingkungan informan terlihat
ada yang negatif ada juga yang memandang positif. Namun berdasarkan pengakuan informan, kebanyakan respon yang terdengar di masyarakat adalah
negatif. Stigma dari masyarakat bahwa pecandu narkoba tidak bisa di sembuhkan dan suka mencuri barang orang lain melekat di beberapa masyarakat sekitar. Hal
itulah yang membuat informan resah. Setelah Rendy selesai menjalani rehabilitasi, informan melihat perubahan
dari diri anaknya tersebut menjadi lebih baik sehingga tidak membuatny curiga anaknya akan menggunakan narkoba kembali. Namun satu bulan kemudian, sikap
Rendy mulai kembali berubah seperti saat Rendy menggunakan narkoba, mudah emosi, sering tidak pulang, dan sering meminta uang kepada orang tuanya. Pada
tahun 2012 , atas dorongan dari informan, Rendy kembali menjalani rehabilitasi di Yayasan Caritas PSE Medan. Namun saat baru menjalani rehabilitasi selama satu
bulan, Rendy kembali pulang kerumah dan meminta uang kepada informan. Informan bingung dan menanyakan kepada pihak Caritas PSE bahwasanya Rendy
melarikan diri dari panti rehabilitasi Caritas. Berdasarkan penjelasan informan, saat Rendy melarikan diri dari panti
rehabilitasi Caritas, informan mengaku tidak tahu harus berbuat bagaimana lagi dan mengungkapkan kekecewaannya terhadap anaknya itu. Dan mengatakan
bahwa informan tidak sanggup lagi mengurusi Rendy. Kemudian informan mengetahui juga Rendy pergi sendiri ke Pondok Pesantren di Pematang Siantar
berdasarkan rekomendasi dari saudaranya disana. Namun hanya satu bulan disana, Rendy pun kembali pulang. Informan mengaku tidak mau tahu lagi bagaimana
Universitas Sumatera Utara
dan apa yang dilakukan anaknya tersebut. Namun informan masih sedikit memantau.
Pada tahun 2016 hingga saat ini, informan mengaku tahu bahwa Rendy sedang menjalani rehabilitasi di PSPP Insyaf, namun hingga kini informan tidak
pernah menjenguk atau mengunjunginya di PSPP Insyaf, karena sudah sangat kecewa dengan anaknya tersebut.
Berdasarkan pengakuan dari informan, walaupun informan sudah sangat kecewa dengan Rendy, namun ia sudah memiliki rencana setelah Rendy selesai
menjalani rehabilitasi, yaitu menyarankan Rendy untuk bekerja ke luar daerah dengan lingkungan baru, agar Rendy tidak lagi terjerumus menyalahgunakan
narkoba. Sebelumnya ia mengaku sudah berupaya keras untuk mencegah Rendy kembali menggunakan narkoba, seperti melarang Rendy untuk berpergian dengan
tujuan yang tidak jelas, pergi hingga larut malam, dan membatasi uang untuk Rendy. Namun ia merasa usahanya tersebut telah gagal.
Informan memberikan saran kepada lembaga rehabilitasi narkoba, agar dapat memberikan program yang terbaik kepada anaknya, dan melakukan
pendampingan kepada anaknya setelah selesai menjalani masa rehabilitasi, karena ia merasa tidak mampu mencegah anaknya untuk tidak kembali menggunakan
narkoba.
Universitas Sumatera Utara
Informan II Nama
: Indriani Syahfitri Jenis Kelamin
: Perempuan Usia
: 25 Tahun Alamat
: Kelurahan Sigara-gara, Kecamatan Patumbak Kabupaten Deli Serdang
Pendidikan : SMA
Suku : Jawa
Asal : Medan
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Informan tambahan kedua dalam penelitian ini adalah keluarga atau istri dari informan utama ketiga yaitu Edy Syahputra Sembiring. Informan berusia 24
tahun dan telah memiliki satu orang anak dari pernikahannya dengan Edy Syahputra Sembiring. Saat ini informan tinggal bersama orangtuanya karena
masih merasakan kecewa yang teramat mendalam terhadap Edy Syahputra. Informan pertama kali mengetahui suaminya Edy Syahputra Sembiring
menggunakan narkoba saat mereka masih pacaran sekitar tahun 2011, saat itu Edy memberi tahunya secara langsung. Namun karena alasan sudah terlanjur sayang
dan cinta terhadap Edy, informan pun tidak mempermasalahkan hal tersebut. Informan juga mengaku saat mereka berpacaran tidak pernah Edy menunjukkan
kemarahan terhadap informan atau tidak menunjukkan dampak negatif dari pemnggunaan narkoba terhadap diri informan, sehingga hal itu juga yang
membuat informan tidak mempersalahkannya.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian informan mengaku tidak mengetahui banyak tentang penyalahgunaan narkoba, tetapi yang informan lihat dari perilaku suaminya
setelah menikah, ia merasa bahwa narkoba itu adalah hal yang tidak baik untuk diri seseorang. Karena penyalahgunaan narkoba dampaknya tidak hanya pada diri
sendiri saja, namun juga orang lain disekitar pengguna atau pecandu narkoba seperti keluarga, dan masyarakat. Saat informan telah melihat perilaku aneh dari
suaminya, seperti mengambil uang dari hasil usaha warung dan toko sepatu untuk menggunakan narkoba, informan mulai berusaha untuk membuat suamninya
berhenti menggunakan narkoba. Namun informan mengaku takut bila suaminya tersebut marah terhadap dirinya. Informan mengaku setiap ia mencoba
mengingatkan suaminya, suaminya tersebut langsung membentak dirinya dan setelah itu dia tidak berani lagi untuk melawan.
Berdasarkan pengakuan informan, suaminya sempatdimasukkan ke panti rehabilitasi narkoba Medan Plus Stabat, atas saran dari salah seorang keluarga
suaminya. Setelah dua bulan menjalani rehabilitasi, suaminya meminta informan untuk meminta kepada pihak Medan Plus Stabat untuk memulangkannya. Pada
awalnya informan tidak mau mengeluarkan suaminya tersebut, karena masa rehabilitasi belum habis. Namun karena suaminya mengancam akan membakar
rumah orang tua informan, informan pun dengan terpaksa mengeluarkannya dari panti rehabilitasi.
Setelah keluar dari panti rehabilitasi, informan merasa curiga bahwa suaminya tersebut masih menggunakan narkoba. Sehingga setiap pulang malam,
informan selalu bertanya tentang kegiatan apa yang suaminya lakukan di luar.
Universitas Sumatera Utara
Informan juga mengakui bahwa memang ia terlihat terlalu mengkhawatirkan suaminya sehingga seakan masih ada stigma di diri informan terhadap suaminya.
Kemudian informan mengaku sering bertengkar dengan suaminya tersebut dikarenakan pertanyaan yang setiap hari informan tanyakan kepada suaminya.
Hingga pada bulan desember tahun lalu ia mengetahui bahwa suaminya kembali menggunakan narkoba, namun suaminya tersebut tidak mengakui maka terjadilah
pertengkaran yang menyebabkan suaminya, Edy Syahputra Sembiring mengusirnya dari rumah. Dan informan masih sangat merasa kecewa hingga saat
ini, sehingga ia tidak mau lagi kembali kerumah mereka berdua bahkan tidak mau mengunjungi suaminya di Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau
Cih. Berdasarkan pengakuan informan, orang-orang disekitar tempat tinggal
informan bersama suaminya banyak yang telah menjadi pecandu narkoba, terutama teman-teman suami informan. Jadi, di lingkungan tempat tinggal
tersebut seperti sudah tahu sama tahu saja orang yang menggunakan narkoba, tidak terlalu dibesar-besarkan.
Kemudian saat ditanya upaya apa yang akan informan lakukan untuk menjaga pemulihan suaminya, informan mengatakan belum tahu karena ia masih
kecewa terhadap suaminya. Informan juga disarankan oleh teman-temannya untuk berpisah dengan suaminya sekarang, namun informan masih memikirkannya,
karena informan mengaku masih sayang terhadap suaminya tersebut. Informan masih berharap suaminya akan benar-benar berubah. Dan tidak lagi menggunakan
narkoba.
Universitas Sumatera Utara
Informan memberikan saran terhadap panti rehabilitasi agar lebih ketat dalam menangani dan mengawasi pecandu narkoba. Informan juga menyarankan
agar panti rehabilitasi memberikan informasi mengenai tanda seseorang menggunakan narkoba kembali dan memberikan informasi tentang cara
menangani seorang pecandu pemulihan agar tidak menggunakan narkoba kembali.
5.1.3 Informan Kunci A. Kepala Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara
Nama : Drs. Ahd. Sulaiman
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Usia : 51 Tahun
Alamat :Jl.Berdikari No.37, Desa Lau Bakeri, Kecamatan
Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang Pendidikan
: S-1 Suku
: Batak Asal
: Tapanuli Pekerjaan
: Kepala Panti Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara PNS
Agama : Islam
Informan kunci adalah mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Dalam hal ini orang yang
mengerti tentang program di Panti Sosial Pamardi Putra Insyaf tentu Kepala Pantinya. Maka dari itu, penulis melakukan wawancara terhadap Kepala Panti
Sosial Pamardi Putra “Insyaf” Sumatera Utara.
Universitas Sumatera Utara
Pertama-tama informan menjelaskan sejarah singkat dari PSPP Insyaf Sumatera Utara yang telah penulis sajikan pada deskripsi lokasi penelitian.
Kemudian informan menyampaikan adapun upaya-upaya yang panti berikan antara lain adalah rehabilitasi sosial seperti bimbingan fisik,mental, spiritual, dan
keterampilan kepada residen serta sosialisasi kepada masyarakat. PSPP Insyaf Sumater Utara juga memberikan pendampingan pasca rehabilitasi kepada residen
PSPP Insyaf yang telah menyelesaikan masa pemulihan rehabilitasi dengan program after care .
Berdasarkan informasi yang informan sampaikan, ada beberapa kendala dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba, antara lain saat menangani
residen yang sudah terlalu parah, dalam artian narkoba sudah sampai
mengakibatkan efek kejiwaan kepada residen. Informan menyampaikan terkadang yang seperti itu akan langsung di sarankan di obati di rumah sakit jiwa. Kendala
berikutnya yaitu anggaran pemerintah yang terbatas sehingga tidak semua kebutuhan penanganan dapat terakomodir dengan maksimal.
Informan menjelaskan residen yang terdaftar di PSPP Insyaf berasal dari wilayah Kalimantan Barat dan Pulau Sumatera. Terdaftar ada tiga Institusi
Penerima Wajib Lapor IPWL yang langsung dikelola oleh pemerintah, yakni PSPP Insyaf Sumatera Utara, Panti Sosial Batu Raden Malang, dan Panti Sosial
Pakuan Bogor. Berdasarkan penjelasan informan, metode yang digunakan dalam
penangananrehabilitasi terhadap residen di PSPP Insyaf Sumut adalah metode Therapeutic Community
TC, dengan lama masa penangananrehabilitasi selama
Universitas Sumatera Utara
sembilan bulan.Dan jika residen ingin mendapat keterampilan atau bimbingan lanjutan bisa menambah satu tahun lagi yang dinamakan program Re-Entry.
Dalam program tersebut, residen yang telah selesai masa rehabilitasi akan dibekali life skill, seperti montir mobil, montir sepeda motor, peternakan, las, dan
desain grafis. Informan mengatakan pemulihan bagi pecandu narkoba dapat dilakukan
atas dorongan dari dalam dirinya sendiri sebagai faktor penentu utama yang dapat membantu dirinya pulih, kemudian keluarga, dan lingkungan. Maka dalam
program TC yang digunakan oleh PSPP Insyaf Sumut adalah memberdayakan komunitas yang dibentuk di dalam panti yang terdiri dari para residen untuk
saling memberikan dukungan, motivasi, semangat, serta nasehat guna pemulihan anggota di dalam komunitas.
Informan juga menyampaikan indikator seseorang telah pulih dari kecanduannya terhadap narkoba terlihat dari bentuk fisiknya, serta sikapnya.
Faktor yang dapat mendorong seorang pecandu narkoba untuk tetap dapat mempertahankan pemulihannya antara lain masyarakat jangan ada memiliki
stigma kepada seorang pecandu pemulihan yang telah abstinance atau berhenti dari penyalahgunaan narkoba. Kemudian faktor keluarga, keluarga harus
memberikan kepercayaan kepada keluarganya yang merupakan mantan pecandu narkoba. Dan faktor yang terpenting adalah komitmen dari dalam dirinya sendiri.
Informan juga mengakui bahwa sulit bagi mantan pecandu narkoba untuk bertahan dari suggesti narkoba di lingkungan masyarakat yang saat ini telah
banyak yang terkontaminasi oleh peredaran gelap narkoba. Sering kali mantan
Universitas Sumatera Utara
pecandu narkoba tersebut mengalami relapse. Penyebab terjadinya relapse seperti yang informan telah sampaikan diatas, yang merupakan faktor pendorong
terjadinya relapse. Berdasarkan penjelasan informan bahwa tidak ada pembedaan penanganan
terhadap residen yang relapse dengan yang baru pertama kali mengikuti pemulihan atau abstinance dari narkoba di PSPP Insyaf Sumut. NamunInforman
menyadari bahwa memang perlu dilakukan penanganan khusus untuk pecandu narkoba yang relapse. Jika digabungkan dengan pecandu yang baru menjalani
rehabilitasi atau yang baru memulai berhenti menggunakan narkoba, para pecandu relapse
tidak akan mendapatkan pemulihan yang maksimal lagi, karena ia sudah sangat memahami program. Informan mengatakan PSPP Insyaf Sumut juga telah
merancang dan merencanakan program untuk penyalahguna relapse narkoba, dengan upaya awal memisahkan tempat atau komunitas yang baru pertama kali
menjalani program New add dengan yang telah relapse Second add. Berdasarkan informasi yang informan sampaikan kemudian perlu juga
dilakukan pencegahan sebelum terjadinya relapse. Dan upaya pencegahan mulai akan dilakukan oleh PSPP Inyaf Sumut dengan mendirikan rumah pembinaan
lanjutan yang diberi nama program after care. Dimana setelah seorang pecandu narkoba telah menjalani masa rehabilitasi, ia akan tetap di data dan diberikan
pendampingan secara fisik dan mental , serta pendampingan untuk mendapatkan pekerjaan bila residen tersebut masih menganggur.
Universitas Sumatera Utara
B. Program Manajer Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus Lau Cih