reproduksi; infeksi heptitis BC 80, HIVAIDS 40-50, penyakit kulit dan kelamin; kurang gizi, penyakit kulit, dan gigi berlubang.
g. Kendornya nilai-nilai, yakni mengendornya nilai-nilai kehidupan, gama dan
sosial , seperti perilaku seks bebas dengan akibatnya penyakit kelamin, kehamilan yang tidak diinginkan. Sopan santun hilang. Ia menjadi Asosial,
mementingkan diri sendiri, dan tidak memperdulikan kepentingan orang lain.
h. Gangguan perilakumental sosial, yakni acuh tak acuh , sulit mengendalikan
diri, mudah tersinggunga, marah, menarik diri dari pergaulan, serta hubungan dengan keluargasesama terganggu. Terjadi perubahan mental:gangguan
pemusatan perhatian, motivasi belajarbekerja lemah, ide paranoid, dan gejala parkinson
.
i. Masalah ekonomi dan hukum, yakni pecandu sering kali terlibat hutang,
karena berusaha memenuhi kebutuhannya akan narkoba. Ia mencuri uang atau menjual barang-baranag milik pribadi atau keluarga. Martono, Lydia
Harlina dan Satya Juana, 2008:19 2
Bagi Keluarga
Suasana nyaman dan tentram terganggu. Keluarga resah karena barang- barang berharga dirumah hilang. Anak berbohong, mencuri, menipu, tidak
bertanggung jawab, hidup semaunya, dan berusaha menutupi perbuatan anak. 3
Bagi Masyarakat, Bangsa dan Negara
Masyarakat yang rawan narkoba tidak memiliki daya tahan dan kesinambungan pembangunan terancam. Negara menderita kerugian karena
Universitas Sumatera Utara
masyarakatnya tidak produktif dan kejahatan meningkat; belum lagi saranaprasarana yang harus disediakan untuk menanggulanginya.
2.5 Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan suatu rangkaian proses pelayanan yang diberikan kepada
penyalahgunapecandu narkoba
untuk melepaskannya
dari ketergantungannya pada narkoba, sampai ia dapat menikmati kehidupan yang
bebas narkoba. Pada umumnya sebelum dilakukannya proses rehabilitasi , tahap pertama
yang harus dilakukan adalah melakukan Detoksifikasi, yaitu melepaskan seseorang dari pengaruh langsung narkoba yang disalahgunakannya. Setelah
dilakukan detoksifikasi , dilanjutkan dengan tahap rehabilitasi, yang meliputi rehabilitasi fisik, psikososial, sosial, spiritual, okupasional, dan edukasional.
2.5.1 Prinsip dalam Terapi Rehabilitasi
1. Dimungkinkan seorang pecandu pulih dari ketergantungan narkoba.
2. Program terapi harus memerhatikan berbagai ragam kebutuhan klien agar
pulih;fisik, psikologis, spiritual, pendidikan, vokasional, dan hukum. 3.
Waktu terapi yang cukup sangat penting, dengan konseling individu dan kelompok sebagai bagian yang tak terpisahkan dari terapi.
4. Keterlibatan keluarga, masyarakat setempat, tempat kerja dan kelompok
pendukung akan membantu proses pemulihan pecandu. 5.
Klien perlu senantiasa dipantau kebutuhan, masalah, dan kemajuannya. 6.
Pecandu dengan gangguan kesehatan fisik dan gangguan kesehatan jiwa yang telah ada sebelumnya, perlu diterapi secara bersamaan.
Universitas Sumatera Utara
7. Pemulihan bersifat jangka panjang dan relaps selalu mungkin terjadi.
8. Tim yang menolong pecandu tenaga medis, konselor, pecandu yang pulih,
yang dipilih dan terlatih perlu menjalin hubungan dengan klien secara profesional, dipercaya, dan penuh perhatian, serta ampu menjaga kerahasiaan
klien. Martono, Lydia Harlina dan Satya Juana, 2008:92
2.5.2 Komponen dan Tahapan Rehabilitasi
Secara umum ada beberapa komponen dan tahapan yang harus dilewati. Masing-masing tahapan tersebut memakan waktu bervariasi; ada yang seminggu,
sebulan dan bahkan berbulan-bulan tergantung tingkat ketergantungan, tekat dan juga dukungan berbagai pihak terutama keluarga dalam seluruh proses tersebut.
Adapun komponen dan tahapan rehabilitasi yang dikutip dari buku Rehabilitasi bagi korban narkoba
antara lain : 1.
Tahap Transisi Penekanan dalam tahap ini lebih kepada informasi awal tentang narkoba ,
seperti latar belakang korban, lama ketergantungan, jenis obat yang dipakai, akibat-akibat ketergantungan dan berbagai informasi lainnya.
2. Rehabilitasi Intensif
Tahap ini menekankan proses penyembuhan secara psikis. Dimana motivasi dan potensi diri klien akan dibangun dalam fase ini.
3. Tahap Rekonsiliasi
Pada tahap ini klien tidak langsung berinteraksi secara bebas dengan masyarakat, akan tetapi terlebih dahulu ditampung disebuah lingkungan khusus
selama beberapa waktu sampai klien benar-benar siap secara mental dan rohani kembali ke lingkungannya semula. Yang paling utama dalam fase ini adalah
Universitas Sumatera Utara
pembinaan mental, spiritual, keimanan dan ketakwaan, serta kepekaan sosial kemasyarakatan.
4. Pemeliharaan Lanjut
Pada tahap ini merupakan bagian dari upaya untuk mencegah klien mengalami relaps atau tergelincir kembali dalam penyalahgunaan narkoba. Dalam
tahap ini ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan klien , antara lain : a.
Mengubah, menghilangkan, atau menjauhi hal-hal yang bersifat nostalgia kesenangan narkoba.
b. Setia mengikuti program-program dan acara-acara aftercare pemeliharaan
lanjut. c.
Dapat juga melibatkan diri dalam gerakan atau kelompok bersih narkoba dan peduli penanggulangannya.Visimedia, 2006:28
Berbeda dengan tahapan diatas , Lydia Harlina Martono dan Satya Joewana memaparkan tahap dan komponen rehabilitasi dengan lebih mendetail,
yaitu : 1.
Assesmen, yaitu menilai masalah dengan mengumpulkan informasi untuk menetapkan diagnosis dan modalitas rehabilitasi yang sesuai dengan klien.
2. Rencana terapi, yang didasarkan pada assesmen dan kebutuhan klien dan
meliputi fisik, psikologis, sosial, spiritual, keluarga, dan pekerjaan. 3.
Program detoksifikasi, sebagai tahap awal pemulihan, untuk melepaskan klien dari efek langsung narkoba yang disalahgunakan dan mengelola gejala putus
zat karena dihentikannya pemakaian narkoba. Detoksifikasi dapat dilakukan dengan obat atau tanpa obat.
Universitas Sumatera Utara
4. Rehabilitasi, sebagai tahap kedua dalam pemulihan, yag meliputi fisik,
psikologis, sosial, spiritual, dan pendidikan. 5.
Keterampilan menolong pecandu, Dengan keterampilan tidak dimaksudkan gelar akademikprofesi tertentu, tetapi terutama kepekaan memahami
kebutuhan klien dan mengerti cara menanggapi kebutuhan itu. 6.
Konseling, baik individu maupun kelompok, sebagai teknik untuk membantu klien memahami diri insight, membujuk persuasi, serta memberi saran dan
keyakinan sehingga klien melihat permasalahannya secara lebih realistis dan memotivasinya agar terampil mengatasi masalah :
a. Konseling kelompok : Pengalaman kelompok sangat penting. Kurang
bermanfaat, jika klien tidak membangun jaringan kelompok sebaya. b.
Konseling individu : Untuk mengevaluasi kejadian sepanjang hari, mengidentifikasi hal-hal yang menyebabkan sugest, membangun struktur
kehidupan untuk sehari-hari medatang, membahas hal-hal yang sensitif atau pribadi, yang tidak cocok dibahas dalam diskusi kelompok.
7. Pencegahan Kekambuhan Relaps, sebagai strategi untuk mendorong klien
berhenti memakai narkoba abstinensia, membantu klien mengenal dan mengelola situasi berisiko tinggi, serta pikiran-pikiran dan kegiatan-kegiatan
yang mendorong pemakaian narkoba kembali. Bebas dari narkoba relatif mudah. Yang sulit adalah menjaga tetap bersih untuk jangka lama.
8. Keterlibatan Keluarga, Hal ini sangat penting dalam terapi, pecandu tidak
mungkin pulih sendiri tanpa dukungan kekuarga dan orang lain. 9.
Rawat Lanjut, meliputi :
Universitas Sumatera Utara
a. Konseling¸ untu memotivasi dan meningkatkan keterampilan klien menangkal
narkoba, membantu pemulihan hubungan antarsesama, dan meningkatkan kemampuan klien agar berdungsi normal di masyarakat.
b. Kelompok pendukung, yang melengkapi program terapi secara profesional,
contoh NA, kelompok keluarga pendukung. c.
Rumah pendampingan, sebagai tempat antara yang menyediakan program pendampingan bagi pecandu yang sedang pulih di masyarakat.
d. Latihan Vokasional, agar klien dapat bekerja dan berfungsi normal di
masyarakat. e.
Pekerjaan, sesuai minat, bakat, keterampilan, dan kesempatan. Martono, Lydia Harlina dan Satya Juana, 2008:93
2.5.3 Macam-macam Program Rehabilitasi
Banyak sekali bentuk rehabilitasi dibidang penyalahgunaan narkoba. Yakni , antara lain :
1. Rawat Inap Rumah Sakit Hospitalisasi
Rawat inap adalah perawatan yang diberikan dengan menginap di rumah sakit khusus Rumah Sakit ketergantungan Obat, Rumah sakit jiwa, atau di satu
bagian unit rumah sakit umum. Terapi ini sering disebut terapi primerprimary treatment
. Lama terapi bervariasi, terapi dapat berlangsung hingga 4-6 minggu atau lebih, tergantung pada jenis pelayanan yang tersedia. Jika terdapat
rehabilitasi yang berbasis rumah saki, pelayanan dapat lebih lama hingga 6 bulan atau 1-2 tahun. Pelayanan dilakukan oleh tim profesional multidisiplin : psikiater,
dokter umu, psikolog, pekerja sosial, perawat, juga konselor sebaya peer counselor
, yaitu pecandu yang telah pulih dan terlatih sebagai konselor.
Universitas Sumatera Utara
2. Rawat Jalan
Dapat dilakukan di Rumah Sakit Khusus, umum bagian rawat jalan, klinik, dan puskesmas. Jika tersedia program rawat jalan lengkap biasanya
berangsung 10 minggu selama 2-3 jam, 3-4 kali seminggu. Program rawat jalan memiliki lebih sedikit komponen program
dibandingkan rawat inap. Karena klien lebih mudah terkontaminasi narkoba, pemeriksaan urine adalah hal yang harus dilakukan secara rutin.
3. Pusat Rehabilitasi
Ada beberapa jenis sarana rehabilitasi, yaitu rehabilitasi sosial, rehabilitasi spiritual, dan rehabilitasi psikososial. Ada yang dikelola pemerintah dan swasta.
Beberapa diantaranya menerapkan konsep Therapuetic Community TC. TC memiliki ciri sebagai berikut :
a. Menggunakan tenaga konselor sebaya peer counselor yang merupakan
mantan pengguna narkoba yang pulih, terpilih, dan terlatih dengan 1-2 orang konselor profesional.
b. Program dapat bersifat primer atau sekunder bagi yang belum siap kembali ke
rumah. Program berlangsung 3 bulan sampai 2 tahun, dengan penekanan pada proses sosialisasi. Terapi yang dilakukan biasanya bersifat konfrontatif.
c. Beberapa TC mensyaratkan pecandu terpisah dari dunia sekitarnya. TC lain
tidak. TC memiliki kehidupan seperti asrama dengan jadwal harian. Anggotanya memelihara dan mengelola fasilitas tersebut. Dapat diberikan
pendidikan dan pelatihan vokasional. Beberapa TC memiliki kegiatan rekreasi diluar.
Universitas Sumatera Utara
4. Rumah Dampingan Half Way House
Rumah dampingan adalah tempat transisi antara rumah sakit dan pulang ke rumah. Dalam rumah dampingan terdiri dari 10-20 klien bersama dengan
pengawasan dan bertanggung jawab memelihra rumah, seperti belanja, memasak, membersihkan rumah, dan mencuci pakaian. Mereka bekerja atau bersekolah
paruh waktu, dengan tetap mengikuti program pemulihan. Biasanya program ini dilakukan bagi :
a. Pecandu yang tidak beroleh banyak kemajuan pada program terapi primer.
b. Mereka yang tidak mendapatkan akses ke rumah sakitpusat rehabilitasi.
c. Mereka yang belum dapat dipulangkan ke rumah karena persoalan keluarga
yang belum dapat diatasi atau buruknya keadaan lingkungan. Di Indonesia sendiri sarana ini belum banyak dikembangkan. Namun
rumah dampingan sudah ada di Provinsi Sumatera Utara , tepatnya di Kota Medan yang dikelola langsung oleh BNNP Sumatera Utara.
5. Rehabilitasi Berbasis Masyarakat
Menurut PBB, efektifitas terapi dan rehabilitasi dapat ditingkatkan, jika pecandu berada di tengah keluarga atu masyarakat dan menjalani pemulihan
dengan dukungan kelompok. Namun kenyataan menyatakan bahwa sebagian besar pecandu ada di masyarakat dan tidak terjangkau oleh fasilitas pelayanan.
Program terapi dan rehabilitasi berbasis masyarakat adalah program rawat jalan meskipun dapat memiliki tempat rawat inap sebagai suatu model, yang
dikembangkan untuk menjangkau dan menolong penyalahguna narkoba di tengah masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
Prinsip program ini adalah self help group , sebagai kelompok saling membantu dengan menggunakan warga masyarakat terlatih sebagai konselor atau
para konselor sebaya, dan orang tua dari pecandu. Program rehabilitasi berbasis masyarakat meliputi, antara lain penjangkauan, detoksifikasi, perawatan lanjut di
tengah masyarakat. Jug menyelenggarakan rumah pendampingan. Martono, Lydia Harlina dan Satya Juana, 2008:96
Pada dasarnya tidak ada satu program yang cocok untuk semua jenis, sikap,dan sifat para penyalahguna narkoba sebab hal itu sangat bersifat individual.
Namun ada beberapa faktor yang dapat mendorong klienpenyalahguna narkoba dapat lebih terbantu untuk pulih dari ketergatungannya terhadap narkoba. Adapun
faktor-faktor tersebut antara lain : a.
Kemauan yang kuat serta kerjasama penderita sendiri. b.
Profesionalisme, kompetensi serta komitmen pelaksanaannya. c.
Sistem rujukan antara lembaga yang baik. d.
Prasarana, sarana dan fasilitas yang memadai. e.
Perhatian dan keterlibatan orangtua atau keluarga dan teman sebaya. f.
Dukungan dana yang memadai. g.
Kerjasama dan koordinasi lintas profesi yang baik. Nasution, Zulkarnain, 2014:66
2.6 Relapse
Relapse atau kambuh merupakan terjadinya kembali pola penyalahgunaan
adiksi dimana pemakaian narkoba berlangsung kembali secara rutin. Nasution, 2014:101.
Universitas Sumatera Utara
Relapse tidak berlangsung sekaligus. Proses relaps menjadi lengkap ketika
ia kembali pada jalur pemulihannya, maka ia kembali normal. Hal ini disebut slip lapse
. Jika slip terjadi berulang kali dan tetap memakai narkoba, ia dengan cepat kembali pada keadaan kecanduannya semula. Hal tersebut yang disebut dengan
Relapse . a.Martono, Lydia Harlina dan Satya Juana, 2008:121
2.6.1 Faktor dan Kecenderungan Relapse 1. PenyebabFaktor-faktor terjadinya Relapse
Ada beberapa faktor penyebab terjadinya relapse Martono, Lydia Harlina dan Satya Juana, 2008:122 yang saling berkaitan , antara lain sebagai berikut :
1.
Komitmen yang lemah untuk berhenti memakai narkoba
Klien mungkin telah memutuskan untuk berhenti memakai narkoba, namun klien dihadapkan oleh situasi krisis seperti sakit, masalah keluarga,
keuangan, kehilangan teman, atau kegagalan disekolah. Dampak buruk tersebut mungkin akan membuat klien kembali mengingat masa kesenangannya saat
memakai narkoba, misalnya merasa rileks, bersenang-senang dengan teman, dan merasa lebih percaya diri. Hal tersebut mengurangi komitmennya untuk berhenti
memakai narkoba.
2.
Situasi yang berisiko tinggi
Situasi ini umumnya dalah situasi atau lingkungan tempat klien dahulu biasa memakai narkoba, sehingga mendorong pemakaian kembali narkoba,
misalnya bertemu teman pemakai narkoba atau mengunjungi tempat-tempat pemakaiannya dahulu.
Universitas Sumatera Utara
3.
Keadaan emosi yang berisiko tinggi
Emosi yang memicu relapse biasanya juga adalah keadaan emosi yang menyebabkan klien memakai narkoba, seperti frustasi, marah, rasa bersalah,
depresi, kesedihan, kesepian, kebosanan, dan juga kesenangan yang berlebihan. 4.
Konflik interpersonal
Perdebatan dan pertentangan antarsesama, yakni keluarga dan teman dapat memancing relapse. Konflik ini menciptakan situasi stres dan menyebabkan klien
tegang dan dipenuhi oleh perasaan negatif.
5.
Tekanan sosial
Tekanan sosial berhubungan dengan orang-orang lain pemakai narkoba
dan perasaan klien yang ingin sama dengan mereka.
Sementara itu , menurut Witkiewietz dam Marlatt 2004 menyebutkan bahwa individu yang ingin melakukan perubahan perilaku bermasalah akan
memiliki kecenderungan untuk kembali pada perilaku bermasalah atau dalam konteks ini kembali menggunakan narkoba relapse. Marlatt dan Gordon dalam
Larmier, Palmer, dan Marlatt, 1999 menjelaskan tentang cognitive-behavioral model of relapse
yang memberikan gambaran tentang proses terjadinya relapse
dan menjelaskan berbagai aspek kecenderungan relapse. Aspek-aspek yang mengarahkan pada kecenderungan sebab terjadinyarelapse adalah high-risk
situation , coping, outcome expectancies, dan abstinence violation effect.
Cognitive-behavioralmodel of relapse yang diajukan oleh Marlatt dan Gordon ini
kemudian dijadikan acuan dalam relapse prevention atau berbagai upaya pencegahan untuk menurunkan kecenderungan relapse.
Universitas Sumatera Utara
2. Aspek-aspek Kecenderungan Terjadinya Relapse
Larmier, Palmer, dan Marlatt 1999 menjelaskan terdapat empat aspek kecenderungan relapse yang mengacu pada cognitive behavioral model of relapse
yang dikembangkan oleh Marlatt dan Gordon dalam Larmier, dkk, 1999, yaitu: 1. High-risk situation
High-risk situation adalah situasi yang dapat melemahkan individu dalam
mengendalikan perubahan perilaku yang telah dilakukan dan mengarahkan pada kemungkinan terjadinya relapse. Mengacu pada penelitian Marlatt dan Gordon
dalam Larmier, Palmer, dan Marlatt, 1999 terdapat empat situasi yang dapat memberikann peran dalam memicu kecenderungan relapse, yaitu:
a. Kondisi emosi negatif Kondisi emosi negatif seperti marah, cemas, depresi, frustrasi yang
merupakan bentuk dari intrapersonal high-risk situation yang berasosiasi dengan tingginya kecenderungan relapse. Kondisi emosional negatif ini dapat disebabkan
oleh persepsi intrapersonal utama dari berbagai situasi seperti merasa bosan dan kesepian di rumah yang kosong saat pulang kerja atau reaksi terhadap peristiwa
dilingkungan seperti marah pada saat mengalami pemutusan hubungan kerja. b. Situasi yang melibatkan orang lain atau kelompok
Situasi yang melibatkan orang lain dapat diindikasikan dengan konflik interpersonal seperti beradu argumen dengan keluarga.
c. Tekanan Sosial Tekanan sosial dapat berupa persuasi langsung secara verbal ataupun
nonverbal dan tekanan sosial secara tidak langsung seperti berada di sekitar orang yang sedang menggunakan narkoba.
Universitas Sumatera Utara
d. Kondisi emosional positif Kondisi emosional poitif seperti saat melakukan suatu perayaan, terpapar
dengan hal menstimulus penggunaan narkoba iklan alkohol, menguji kemampuan kontrol diri menggunakan kemampuan diri untuk membatasi
penggunaan narkoba, dan keinginan menggunakan narkoba yang tidak spesifik diidentifikasi dapat menjadi situasi yang mengarahkan pada relapse.
2. Coping Coping
adalah kemampuan untuk mengahadapi high-risk situationyang dapat
mengarahkan individu
untuk kembali
menggunakan narkoba.
Kecenderungan relapse pada seseorang yang dapat melaksanakan strategi coping efektif strategi behavioral, seperti meninggalkan atau menghindari situasi
tersebut atau strategi kognitif, seperti positif self-talk akan menurun. 3. Outcome expectancies
Outcome expectancies merupakan antisipasi seseorang terhadap efek dari
pengalaman masa depan. Pecandu narkoba yang berpikir positif tentang dampak penggunaan narkoba dan tidak menghiraukan efek negatif dari narkoba akan
memiliki kecenderungan relapse. 4. Abstinence Violation Effect
Abstinence violation effect adalah reaksi emosional terhadap penggunaan narkoba kembali untuk pertama kalinya lapse dan atribusi penyebab lapse yang
dapat mengarahkan pada relapse. Seseorang yang mengatribusikan lapse sebagai kegagalan dirinya untuk mengontrol penggunaan kembali narkoba akan
mengalami perasaan bersalah dan emosinegatif yang mengarahkan peningkatan penggunaan narkoba untuk menghilangkan rasa bersalah dan emosi negatif.
Universitas Sumatera Utara
Seseorang yang mengatributkan lapse sebagai sebuah kegagalan menyeluruh dan faktor internal di luar kendali saya tidak akan pernah mungkin bisa berhenti
menggunakan narkoba akan cenderung relapse dibandingkan dengan yang mengatribusikan lapse sebagai kegagalan dalam melakukan coping yang efektif
pada situasi tertentu. Marlatt dan Gordon mengajukan sebuah bentuk pencegahan relapse yang
didasarkan pada cognitive-behavioral model of relapse. Pada cognitive-behavioral model of relapse
dijelaskan terkait berbagai fase dan hal yang memicu kecenderungan individu untuk mengalami relapse. Penjelasan lebih lengkap
terkait cognitive-behavioral model of relapsedapat dilihat pada Gambar 1.
Bagan 2.1
Cognitive-Behavioral Model of Relapse Larmier, dkk, 1999
Ineffective coping response
Decreased self-efficacy and positive outcome
expectancies for effect of alcoholdrug
High-risk situation Effective coping response
Lapse initial use of alcoholdrugs
Increased probability of relapse
Abstinent violation effect and perceived positive effect of
alcoholdrugs Increase self-efficacy
Decreased probability of relapse
Universitas Sumatera Utara
High-risk situation adalah fase pertama yang pasti dihadapi pecandu
narkoba yang telah menjalani proses rehabilitasi dan berada pada fase berhenti menggunakan narkoba. Coping response terhadap high-risk situation kemudian
sangat menentukan kemungkinan akan terjadinya lapse. Pada pecandu narkoba yang memiliki coping response tidak baik dan pandangan postif terhadap efek dari
penggunaan narkoba akan memiliki kecenderungan mengalami relapse yang diawali dengan lapse penggunaan kembali untuk pertama kalinya. Lapse akan
menghasilkan rasa bersalah dan perasaan gagal dalam mempertahankan perubahan perilaku hasil rehabilitasi abstinence violation effect. Abstinence
violation effect yang didukung dengan positive outcome expectancies atau
pandangan postif tentang manfaat yang didapatkan dari penggunaan narkoba akan mengarahkan pecandu narkoba menuju peningkatan kecenderungan relapse yang
dapat berujung pada relapse.
2.6.2 Proses Terjadinya Relapse
Goski dan Miller dalam Nasution, Zulkarnain, 2014 mengidentifikasi ada 10 tahap dalam proses terjadinya relapse, yaitu :
1. Proses pertama : Melakukan penolakan kembali
Mantan pecandu narkoba akan memberikan penolakan terhadap perasaan yang mereka miliki atau keberadaan mereka sendiri dan mulai merasa bahwa ia
mungkin tidak memerlukan proses penyembuhan atau pemulihan bahkan proses resosialisasinya semua berjalan dengan baik.
2. Proses kedua : Perilaku menghindari dan defensif
Dalam proses ini mantan pecandu narkoba :
Universitas Sumatera Utara
a. Mulai mangkir atau malas untuk menghadiri pertemuan untuk penyembuhan.
b. Timbul keyakinan bahw program penyembuhan sebenarnya tidak diperlukan
bahkan percuma karena membuang waktu. c.
Kambuh kembali perilaku dan kebiasaan lama, seperti baru masuk proses penyembuhan.
3. Proses ketiga : Membangun dan mengembangkan terjadinya krisis
a. Mantan pecandu narkoba mulai menutup diri dari pergaulan dengan orang lain.
b. Mengembangkan visi “kacamata kuda” artinya melihat sesuatu hanya dari
sebagian kecil aspek, tidak dalam gambaran utuh dan cenderung subyektif. c.
Ilusi bahwa segala sesuatunya berjalan dengan baik dan normal, padahal dalam kenyataan tidaklah demikian.
d. Mulai membuat rencana kehidupan dan keinginan hanya berdasarkan angan-
angan dan hayalan, jauh dari pemikiran dan pertimbangan yang realistik.
4. Proses keempat : Immobilisasi tidak bergerak dari kehidupannya sekarang.
Hal ini dapat dikenali dengan tanda-tanda sebagai berikut : a.
Angan-angan dan khayalan semakin meningkat. Terkadang sering menggunakan ungkapan
“seandainya saja” dalam setiap percakapannya. b.
Berkhayal tentang hidup yang bahagia, tanpa mampu mengidentifikasi apa yang dapat dan harus dilakukannya agar hidup bahagia.
5. Proses kelima : Bingung dan reaksi berlebihan
a. Cepat tersinggung.
b. Mudah sensiftif dan memberikan reaksi yang berlebihan terhadap hal-hal kecil
atau sepele. c.
Mudah marah dan frustasi.
Universitas Sumatera Utara
6. Proses Keenam : Depresi
a. Intensitas depresi meningkat dengan kemauan dan berfikir untuk memakai
kembali korban bahkan ingin bunuh diri. b.
Mulai tidak mampu melaksanakan aktifitas secara normal seperti biasanya. c.
Pola makan dan tidur mulai tidak teratur.
7. Proses ketujuh : Perilaku lepas kendali
a. Mulai mengembangkan sikap masa bodoh, tidak peduli atau cuek.
b. Cepat menjadi panik.
c. Tidak puas dengan segala hal.
8. Proses kedelapan : Mengakui bahwa perilakunya lepas kendali
a. Merasa menyesal dan menyatakan permohonan maaf atas kesalahannya kepada
orang lain. b.
Sering menunjukkan perilaku “memelas”, minta belas kasihan untuk mendapatkan simpati dari anggota keluarga dan teman-temannya.
c. Merasa dapat memakai kembali narkoba pada situasi atau kebiasaan sosial,
tanpa merasa bahwa ia tengah memiliki masalah yang banyak.
9. Proses kesembilan : Opsi atau pilihan mengurangi narkoba
a. Meyakini bahwa tidak ada bantuan atau pertolongan bagi ia yang
menggunakan narkoba. b.
Merasa kesepian, frustasi, dan marah. c.
Makin sulit mengendalikan emosi, pikiran dan perasaannya.
10. Proses kesepuluh : Mengalami relapse yang akut
a. Semakin merasa malu dan merasa bersalah.
b. Berupaya menghindari kenyataan bahwa ia telah relapse.
Universitas Sumatera Utara
c. Dalam waktu singkat dan cepat kembali kecanduan menggunakan narkoba
dalam ukuran dan tingkat yang sama pada saat sebelum pemulihan.
2.6.3 Akibat-akibat Relapse
Menurut Nasution 2014 ada empat hal yang terjadi akibat relapse, yakni : 1.
Harapan yang telah dibangun selama masa rehabilitasi tuntuk berantakan. Dengan kembali menggunakan narkoba, maka segala upaya yang telah
dilakukan selama ini hancur berantakan dalam waktu seketika. Karena sekali saja kembali menggunakan narkoba, maka mantan pecandu narkoba akan kembali ke
titik awal 2.
Menimbulkan pertengkaran dalam keluarga. Mantan pecandu yang relapse bisa memicu pertengkaran dalam keluarga.
Keluarga akan saling menyalahkan atas peristiwa tersebut. 3.
Pecandu narkoba yang relapse diusir dari rumah. Karena dianggap telah menyia-nyiakan usaha yang telah dibina keluarga,
kemungkinan mantan pecandu narkoba yang relapse akan diusir dari rumah. 4.
Memakai narkoba dengan jumlah banyak sebagai balas dendam akan rasa rindunya menggunakan narkoba.
Hal ini tentu sangat berbahaya , karena bisa menimbulkan : a.
OD Over Dosis b.
Lumpuh, koma bahkan kematian c.
Kemungkinan kerusakan saraf pusat, sehingga terjadi perubahan emosi, perilaku, pikiran, kesadaran atau depresi panca indera.
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Pemikiran
Dewasa ini, terjadi banyak kasus penyalahgunaan narkoba di Indonesia. Hal tersebut di dukung oleh data yang telah dipaparkan pada latar belakang
penelitian ini. Diantara banyaknya kasus penyalahgunaan narkoba tersebut, telah ada penanganan dari pemerintah maupun swasta dalam rangka pemberantasan,
maupun penanganan terhadap para pecandu narkoba. Ada yang di penjara, ada pula yang berujung pada sakit kejiwaan sehingga dirawat dan ditangani di rumah
sakit jiwa, dan ada pula yang masih dapat dipulihkan di dalam pusat atau panti rehabilitasi.
Usaha penanganan terhadap pecandu narkoba melalui proses rehabilitasi salah satu upaya yang dilakukan secara represif , namun tetap berprinsip pada
nilai-nilai kemanusiaan. Dimana para pecandu narkoba yang notabene adalah korban dari narkoba itu sendiri dipulihkan dari ketergantungannya melalui
berbagai macam metode dan program.Berdasarkan jenis pengelolaan dan kepemilikannya, ada dua jenis panti rehabilitasi, yakni panti rehabilitasi yang
dimiliki dan dikelola oleh pemerintah Government Organization atau yang dikelola dan dimiliki oleh swasta Non Government Organization.
Pasca dilakukannya program rehabilitasi, para mantan pecandu narkoba yang telah pulih dipulangkan kembali kepada keluarga dan berbaur kembali
dengan masyarakat. Situasi awal kembalinya mantan pecandu narkoba yang telah pulih ke masyarakat, masih dalam situasi yang rawan atau beresiko tinggi untuk
terpengaruh lagi suggest untuk menggunakan narkoba High-risk situation. Jika mantan pecandu memiliki coping response yang baik, maka ia akan dapat
Universitas Sumatera Utara
melawan suggesti kecanduan narkoba yang masih dirasakannya pada masa-masa rentan High-risk situation. Namun bila mantan pecandu tidak memiliki coping
response yang baik, maka ia akan mengalami lapse dan kemungkinan besar
mengalami relapse. Mantan pecandu yang mengalami relapse akan kembali pada titik awal
dimana ia menjadi pecandu narkoba sebelum melakukan usaha pemulihan atau mengikuti program rehabilitasi. Maka dari itu, ketika mantan pecandu kembali
menggunakan narkoba, maka penanganan dilakukan untuk menindaklanjuti hal tersebut adalah kembali melakukan pemulihan atau rehabilitasi. Tentu saja, hal
tersebut memerlukan kesadaran dari pecandu yang relapse untuk melakukan pemulihan terhadap dirinya sendiri, dan tentu harus mendapat dukungan dari
keluarga dan masyarakat sekitar lingkungannya berada. Pada umumnya tempat-tempat rehabilitasi narkoba melakukan penanganan
terhadap pecandu relapse dengan metode yang sama dengan pecandu pemulihan lainnya di tempat rehabilitasi, karena dianggap pecandu narkoba relapse telah
kembali ke titik awal. Namun ada beberapa tempat rehabilitasi yang memerhatikan beberapa aspek pecandu relapse dan membuat penanganan khusus.
Seperti yang kita ketahui , bahwa pecandu narkoba akan sulit untuk pulih dari suggesti kecanduannya terhadap narkoba. Seperti yang ditunjukkan oleh data
bahwa rata-rata 80-90 pecandu narkoba setelah melakukan pemulihan , kembali menggunakan narkoba secara rutin relapse. Walaupun tempat-tempat rehabilitasi
sudah mulai memerhatikan aspek relapse dan beberapa telah mengkhususkan penanganannya , namun masih saja angka relapse sangat tinggi. Maka, diperlukan
Universitas Sumatera Utara
suatu analisis terhadap fenomena tersebut, dan dicari pemecahan masalahnya, dimulai dari menganalisis pecandu narkoba relapse, hingga program lembaga
rehabilitasi yang selama ini dirasa belum efektif menekan angka relapse.Dalam hal penelitian ini, peneliti tertarik untuk meneliti penanganan sosial terhadap
penyalahguna relapse narkoba di lembaga milik swasta dan lembaga milik pemerintah agar hasilnya juga dapat dijadikan komparasi diantara keduanya dalam
melakukan penanganan sosial terhadap penyalahguna relapse narkoba. Dari hasil analisa tersebut, akan diarahkan pada pembentukan model penanganan sosial yang
efektif terhadap pecandu narkoba relapse. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dibuat dalam skema yang
menggambarkan sebagai kerangka pemikiran yaitu sebagai berikut
Universitas Sumatera Utara
Pecandu Narkoba Menjalani Rehabilitasi
High-risk situation - Kondisi Emosional Negatif
- Situasi yang melibatkan orang lain atau kelompok
- Tekanan Sosial - Kondisi Emosional Positif Lapse
Relapse Kembali mengalami ketergantungan
terhadap narkoba
Penanganan Sosial Rehabilitasi
Klinik Pemulihan Adiksi Narkoba Medan Plus
Laucih Panti Sosial Pamardi Putra
Insyaf Sumatera Utara
Model Penanganan Sosial Baru
Bagan Alur Pikir
Universitas Sumatera Utara
2.8 Definisi Konsep