Kerangka Teori Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

Dinas Pendidikan KabupatenKota, dan Perguruan Tinggi Penyelenggara yang telah ditetapkan Pemerintah LPTK, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan LPMP Provinsi Sumatera Utara, agar dapat lebih mengetahui dan memahami tentang peranannya sebagai institusilembaga yang diharapkan dalam menyelenggarakan program sertifikasi Guru meliputi pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenangnya.

E. Keaslian Penulisan

Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap masalah yang sama dengan permasalahan di atas, maka sebelumnya, peneliti telah melakukan penelusuran di Perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan di Perpustakaan Program Studi Magister Ilmu Hukum USU. Namun, berdasarkan penelusuran tidak ditemukan judul penelitiantesis yang memiliki kemiripan judul dan permasalahan yang sama dengan penelitian ini. Oleh karena itu, judul dan permasalahan di dalam penelitian ini, dinyatakan asli dan jauh dari unsur plagiat.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Pekerjaan Guru dan Dosen sebagai tenaga pendidik merupakan suatu jabatan profesional yang memiliki peranan dan kompetensi. Guru dan Dosen mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam pembangunan nasional dalam bidang pendidikan, sehingga perlu dikembangkan profesionalisme yang Universitas Sumatera Utara bermartabat. 22 Profesionalisme merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau rangkaian kualitas yang manandai atau melukiskan corak suatu profesi. Selain itu profesionalisme juga mengandung pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber penghidupan. 23 Profesi pada hakikatnya adalah suatu janji terbuka bahwa seseorang akan mengabdikan dirinya kepada suatu jabatan atau pekerjaan dalam arti biasa karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan tersebut. 24 Menurut Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, profesi lebih dipusatkannya pada keahlian dimana bahwa profesi menurutnya merupakan suatu jenis pekerjaan yang berkaitan dengan bidang keahlian tertentu, semakin ahli di bidangnya, maka semakin profesional pekerjaannya. 25 Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa tidak hanya pengetahuan dan keahlian khusus melalui persiapan dan latihan yang diharuskan dalam profesi, tetapi dalam arti ”profession” terpaku juga suatu ”panggilan”. Dengan demikian, arti ”profession” mengandung dua unsur yaitu keahlian dan panggilan. Sehingga seorang yang profesional harus memadukan dalam diri pribadinya kecakapan teknik yang diperlukan untuk menjalankan pekerjaannya dan juga kematangan etik. Penguasaan teknik saja tidak membuat seseorang menjadi profesional melainkan bahwa kedua- duanya harus menyatu. Berkaitan dengan profesionalisme ini, ada dua pokok yang 22 Oemar H. Malik, Op. Cit., hal. 8. 23 Ondi Saondi dan Aris Suherman, Op. cit., hal. 109. 24 Oemar H. Malik, Op. cit., hal. 1-2. 25 Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Op. cit., hal. 5. Universitas Sumatera Utara menarik perhatian mengenai profesi dan profesionalisme. Pertama, bahwa manusia- manusia profesional tidak dapat digolongkan sebagai kelompok kapitalis atau kelompok kaum buruh. Juga tidak dapat dimasukkan sebagai kelompok administrator atau birokrat. Kedua, bahwa manusia-manusia profesional merupakan suatu kelompok tersendiri yang bertugas memutarkan roda lembagainstansiperusahaan melalui suatu status dalam kepemimpinan di segala tingkat mulai dari atasan, menengah sampai ke bawah. 26 Dengan demikian, jika berbicara tentang profesionalisme, tidak dapat dilepaskan dari masalah kepemimpinan dalam arti yang luas. Profesionalisme merupakan suatu proses yang tidak dapat ditahan-tahan dalam perkembangannya. Talcott Parsons, tidak tahu arah lanjut proses profesionalisasi itu nantinya, tapi menurutnya keseluruhan kompleks profesionalisme itu tidak hanya tampil ke depan sebagai sesuatu terkemuka melainkan juga sudah mulai mendominasi situasi sekarang. 27 Menurut Soegito Reksodihardjo, arti kata ”profesi” adalah suatu bidang suatu kegiatan yang dijalankan oleh seseorang dan merupakan sumber nafkah bagi dirinya. Meskipun lazimnya profesi dikaitkan dengan taraf lulusan akademiuniversitas, suatu profesi tidak mutlak harus dijalankan oleh seorang sarjana. Dalam masyarakat Indonesia pun telah dikenal berbagai profesi non-akademik, seperti pemain sepak bola, dan petinju profesional. Walaupun objek yang ditangani dapat berupa orang 26 Ondi Saondi dan Aris Suherman, Op. cit., hal. 109-110. 27 Talcott Parsons, dalam Ondi Saondi dan Aris Suherman, Ibid. Universitas Sumatera Utara atau benda fisik, yang menjadi penilaian orang tentang suatu profesi ialah hasilnya, yaitu tentang mutu jasa atau baik buruknya penanganan fungsi dimaksud. Dalam situasi yang penuh tantangan dan persaingan ketat seperti sekarang ini, kunci keberhasilan profesi terletak pada taraf kemahiran orang yang menjalankannya. Taraf kemahiran demikian hanya dapat diperoleh melalui proses belajar dan berlatih sampai tingkat kesempurnaan yang dipersyaratkan tercapai bukan melalui jalan pintas. 28 Atasan dalam suatu jabatan seharusnya dalam menilai kemampuan orang lain bukan semata-mata atas dasar gelar akademik diploma, sarjana, megister, akan tetapi atas dasar kesanggupannya mewujudkan prestasi berupa kemajuan nyata dengan modal pengetahuan yang dimiliki. Dalam praktik, dijumpai bahwa tidak semua orang mampu mendayagunakan pengetahuannya dalam pekerjaan. Tidak jarang dijumpai seorang sarjana yang mampu bekerja secara rutin. Sebaliknya, seorang non-sarjana yang kreatif ternyata mampu memberi bukti kesanggupan berkembang dan menambah aneka bentuk faedah baru dengan dasar pengetahuannya yang relatif masih terbatas. Gelar akademik bukan jaminan prestasi seseorang melainkan prestasi harus diukur di satu pihak dengan hasil yang diperoleh dari seseorang dan di lain pihak dengan tolak ukur yang dikaitkan dengan kemampuan semestinya ada pada orang itu. Misalnya Diploma hanya memberi harapan tentang adanya kemampuan itu, tetapi kemampuan nyata harus dibuktikan melalui hasil penerapan pengetahuan yang ditandai dengan diploma tadi dalam pekerjaannya. 28 Ibid., hal. 110. Universitas Sumatera Utara Dalam memperoleh kemampuan demikian, pengalaman merupakan guru terbaik. Tanpa kesanggupan untuk menarik pelajaran dari pengalamannya, seseorang tidak mengalami proses kemajuan dan pematangan dalam pekerjaan. Orang yang sudah puas dengan perolehan tanda lulus atau gelar saja dan tidak meneruskan proses belajarnya dari praktik bekerja akan mengalami kemunduran dalam dunia yang dinamis dan akan tertinggal dari yang lain. Berikut ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme: 29 1. Profesionalisme menghendaki sifat mengejar kesempurnaan hasil sehingga dituntut untuk selalu mencari peningkatan mutu; 2. Profesionalisme memerlukan kesungguhan dan ketelitian kerja yang hanya dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan; 3. Profesionalisme menuntut ketekunan dan ketabahan, yaitu sifat tidak mudah puas atau putus asa sampai hasilnya tercapai; 4. Profesionalisme memerlukan integritas tinggi yang tidak tergoyahkan oleh keadaan terpaksa atau godaan iman, seperti harta dan kenikmatan hidup; dan 5. Profesionalisme memerlukan adanya kebulatan pikiran dan perbuatan sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi. Berdasarkan ciri-ciri di atas, dapat dipahami bahwa tidak mudah menjadi seorang pelaksana profesi yang profesional, harus ada kriteria-kriteria tertentu yang mendasarinya. Kriteria di atas, tentu harus didasarkan kepada kompetensi. Tjerk Hooghiemstra, mengemukakan bahwa seorang yang dikatakan profesional adalah mereka yang sangat kompoten atau memiliki kompetensi-kompetensi tertentu yang mendasari kinerjanya. Kompetensi menurut Tjerk Hooghiemstra, pada tulisannya yang berjudul Integrated Management of Human Resources, disebutkan bahwa, kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan unjuk 29 Ibid., hal. 111. Universitas Sumatera Utara kerja yang efektif atau superior pada jabatan tertentu. Kompetensi dapat berupa motif, sifat, konsep diri pribadi, attitude atau nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat seseorang yang dapat diukur dan dapat menunjukkan perbedaan antara rata-rata dengan superior. 30 Sehubungan dengan itu, Lyle M. Spencer dalam bukunya berjudul Competence at Work, tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Tjerk Hooghiemstra sebelumnya. Kompetensi adalah karakteristik pokok seseorang yang berhubungan dengan atau menghasilkan untuk kerja yang efektif dan atau superior pada jabatan tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang telah ditetapkan. Karakteristik pokok mempunyai arti kompetensi yang sangat mendalam dan merupakan bagian melekat pada pribadi seseorang dan dapat menyesuaikan sikap pada berbagai kondisi atau berbagai tugas pada jabatan tertentu. Maka, ada lima karakteristik kompetensi yaitu: motif; sikap; konsep diri attitude, nilai-nilai atau imajinasi diri, pengetahuan atau keterampilan. 31 Kompetensi lebih dititik beratkan pada apa yang diharapkan dikerjakan oleh pekerja di tempat kerja. Dengan perkataan lain, kompetensi menjelaskan apa yang seharusnya dikerjakan oleh seseorang bukan latihan apa yang seharusnya diikuti. Kompetensi juga harus dapat menggambarkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan keterampilan pada situasi dan lingkungan yang baru. Karena itu, uraian kompetensi harus dapat menggambarkan cara melakukan sesuatu dengan 30 Tjerk Hooghiemstra, dalam Ondi Saondi dan Aris Suherman, Ibid., hal. 112. 31 Ibid. Universitas Sumatera Utara efektif bukan hanya mendata tugas. Melakukan sesuatu dengan efektif dapat dicapai dengan pengetahuan, keterampilan dan sikap kerja. Sikap kerja atau attitude sangat memengaruhi produktivitas. Pekerjaan manusia yang paling terpandang dan dihormati adalah Guru. Apabila dibandingkan dengan Raja, Presiden, Gubernur, Pejabat, orang kaya, bos, direktur, dan status sosial ekonomi lainnya, maka pekerjaan tersebut tidak semulia Guru. 32 Oemar Hamalik, dalam bukunya berjudul ”Pendekatan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi”, disebutkannya bahwa hingga sampai saat ini, pekerjaan Guru sebagai tenaga pendidik masih diperdebatkan apakah termasuk profesi atau bukan. Sebab sering terjadi seorang Guru gagal dalam mendidik muridnyasiswanya sementara Guru tersebut telah memiliki gelar akademik walaupun ada juga Guru yang berhasil mendidik. Ada pula orang tua berhasil dalam medidik anak-anaknya akan tetapi orang tua tersebut tidak pernah sekalipun mengikuti pendidikan Guru dan mempelajari ilmu mengajar. Oleh sebab itu, dalam melihat hal tersebut, maka profesi Guru hendaknya dipahami dalam hubungannya yang luas sebagai berikut: 33 1. Peranan pendidikan harus dilihat pembangunan secara menyeluruh yang bertujuan untuk membentuk manusia sesuai dengan cita-cita bangsa. Pembangunan tidak mungkin berhasil jika tidak dilibatkan kemampuan yang dimiliki manusianya. Untuk menyukseskan pembangunan perlu ditata sistem pendidikan yang relevan. Sistem pendidikan dirancang dan dilaksanakan oleh orang-orang yang ahli di bidangnya. Tanpa keahlian yang memadai, maka pendidikan sulit berhasil. Keahlian yang dimiliki oleh tenaga pendidik, tidak dimiliki oleh warga masyarakat pada umumnya, melainkan hanya dimiliki 32 Zainal Aqib, Menjadi Guru Profesional Berstandar Nasional, Bandung: Yrama Widya, 2009, hal. 5. 33 Oemar H. Malik, Op. cit., hal. 5-7. Universitas Sumatera Utara oleh orang-orang tertentu yang telah menjalani pendidikan Guru secara berencana dan sistematik; 2. Hasil pendidikan memang tidak mungkin dilihat dan dirasakan dalam waktu singkat, melainkan diperlukan jangka waktu yang lama. Itulah sebabnya proses pendidikan tidak boleh keliru atau salah. Kesalahan yang dilakukan oleh orang-orang yang bukan ahli di bidang pendidikan dapat merusak generasi seterusnya. Oleh sebab itu, tangan-tangan yang mengelola sistem pendidikan mulai dari atas samapi ke tingkat bawah harus terdiri dari tenaga- tenaga profesional dalam bidang pendidikan; 3. Sekolah adalah suatu lembaga profesional. Sekolah bertujuan membentuk peserta didik menjadi manusia dewasa yang berkpribadian matang dan tangguh dapat dipertanggungjawabkan dalam masyarakat dan terhadap dirinya. Dimana orang tua peserta didik telah mempercayakan anak-anaknya dididik di sekolah. Tanggung jawab peserta didik tersebut terletak pada Guru- Guru dan tenaga kependidikan lainnya. Oleh karena itu, para Guru harus dididik dalam profesi kependidikan, agar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan efektif. Hal ini dapat dilakukan jika kedudukan, fungsi, dan peran Guru diakui sebagai suatu profesi; 4. Sesuai dengan hakikat dan kriteria profesi, jelas bahwa pekerjaan Guru harus dilakukan oleh orang yang bertugas sebagai Guru. Pekerjaan Guru adalah pekerjaan yang penuh pengabdian kepada masyarakat dan perlu ditata berdasarkan kode etik tertentu. Kode etik tersebut mengatur bagaimana seorang Guru harus bertingkah laku sesuai dengan norma-norma pekerjaannya, baik dalam hubungan dengan anak didiknya maupun dalam hubungannya dengan teman sejawat; dan 5. Sebagai konsekuensi logis dari pertimbangan tersebut, maka setiap Guru harus memiliki kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, dan kompetensi kemasyarakatan. Dengan demikian Guru memiliki kewenangan mengajar untuk diberikan imbalan secara wajar sesuai dengan fungsi dan tugasnya. Tentunya seorang calon Guru harus pula menempuh program pendidikan Guru pada suatu lembaga pendidikan Guru tertentu. Guru harus bekerja secara profesional karena sejak diundangkannya Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen UUGD, pekerjaan Guru dijadikan sebagai profesi layaknya profesi dokter, pengacara, dan lain-lain. Dalam hal Universitas Sumatera Utara ini, E. Mulyasa, menyatakan bahwa Guru harus profesional dengan memposisikan dirinya sebagai: 34 1. Orang tua yang penuh kasih sayang terhadap peserta didiknya; 2. Teman, tempat mengadu, dan mengutarakan perasaan bagi para peserta didik; 3. Fasilitator yang selalu siap memberikan kemudahan dan melayani peserta didik sesuai minat, kemampuan, dan bakatnya; 4. Memberikan sumbangan pemikiran kepada orang tua untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi anak dan memberikan sarana pemecahannya; 5. Memupuk rasa percaya diri, berani dan bertanggung jawab; 6. Membiasakan peserta didik untuk saling berkomunikasi atau berhubungan dengan orang lain secara wajar; 7. Mengembangkan proses sosialisasi yang wajar antar peserta didik, orang lain, dan lingkungannya; 8. Mengembangkan kreativitas; dan 9. Menjadi pembantu ketika diperlukan. Dalam memenuhi tuntutan di atas, Guru harus mampu memaknai pembelajaran dan menjadikan pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi peserta didik. Maka terhadap Guru tersebut harus pula memiliki kompetensi profesional. 35 Menurut konsep Jerman digunakan istilah kompetensi profesional. Kompetensi profesional mencakup kumpulan beberapa kompetensi yang berbeda satu sama lain seperti ditunjukkan di bawah ini: 36 1. Kompetensi spesialis, yaitu kemampuan untuk keterampilan dan pengetahuan dalam menggunakan alat-alat yang ada dengan sempurna, mengorganisasikan dan menangani masalah; 2. Kompetensi metodik, yaitu kemampuan untuk mengumpulkan dan menganalisa informasi, mengevaluasi informasi, orientasi tujuan kerja, dan bekerja secara sistematis; 3. Kompetensi individu, yaitu kemampuan untuk inisiatif, dipercaya, motivasi, kreatif; dan 34 E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 36. 35 Ibid., hal. 37. 36 Oemar H. Malik, Op. cit., hal. 113. Universitas Sumatera Utara 4. Kompetensi sosial, yaitu kemampuan untuk berkomunikasi, kerja kelompok, keja sama. Sehubungan dengan kompetensi profesional tersebut, Guru profesional adalah Guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Kompetensi dimaksud meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan profesional, baik yang bersifat pribadi, sosial, maupun akademis. Kompetensi profesional merupakan suatu kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh Guru. 37 Kompetensi profesional sebagaimana dalam penjelasan Pasal 28 ayat 3 butir c Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Indonesia, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Berkenaan dengan kompetensi profesionalisme Guru tersebut, dalam Undang- Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen UUGD, Bab III Pasal 7 ayat 1, profesi Guru harus dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip berikut: 1. Memiliki bakat, minat, panggilan jiwa, dan idealisme; 2. Memiliki Komitmen untuk meningkatkan mutu pendidikan, keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia; 3. Memiliki kualifikasi akademik dan latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang tugas; 4. Memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas; 5. Memiliki tanggung jawab atas pelaksanaan tugas keprofesionalan; 6. Memperoleh penghasilan yang ditentukan sesuai dengan prestasi kerja; 37 Fachruddin Saudagar dan Ali Idrus, Op. cit., hal. 48. Universitas Sumatera Utara 7. Memiliki kesempatan untuk mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat; 8. Memiliki jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalan; dan 9. Memiliki organisasi profesi yang mempunyai kewenangan mengatur hal-hal yang berkaitan dengan tugas keprofesionalan guru. Kompetensi Guru dapat diukur dari berbagai aktifitasnya secara aktif, inovatif dalam kegiatan ilmiah untuk dapat berhak sebagai penerima sertifikat dalam sertifikasi Guru. Sertifikasi Guru dimaksud diperhatikan dari portofolio Guru selama melaksanakan tugasnya. Dimana bahwa portofolio adalah bukti fisik dokumen yang menggambarkan pengalaman berkaryaprestasi yang dicapai selama menjalankan tugas profesi sebagai Guru dalam interval waktu tertentu. 38 Oleh karena itu, terhadap Guru yang merupakan tenaga profesional di bidang pendidikan dalam perspektif Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen UUGD, Guru dituntut untuk bekerja secara profesional yang didasarkan kepada kompetensi Guru yang memadai dan memperhatikan kepada kesejahteraan Guru tersebut melalui sertifikasi.

2. Landasan Konsepsional