Mekanisme kerja sebagaimana digambarkan pada skema Lampiran 3 memperlihatkan adanya keterkaitan kerja antar instansi yang sangat erat dan sangat
menentukan keberhasilan pelaksanaan sertifikasi guru. Keluaran output dari masing-masing kegiatan yaitu: SK Penetapan Peserta, nomor peserta, Format A1
yang telah terisi, dan daftar peserta final untuk LPTK. Mekanisme kerja tersebut digambarkan dalam berbagai kegiatan yang dilaksanakan oleh unit-unit kerja
pelaksanaan sertifikasi Guru Lampiran 4.
D. Permasalahan yang Muncul Dalam Pelaksanaan Sertifikasi
Program sertifikasi Guru, ternyata cukup kental dengan pemalsuan dokumen. Dokumen yang terkadang dipalsukan itu yakni berkas-berkas portofolio yang
dikumpulkan Guru saat mengikuti sertifikasi. Merebaknya pemalsuan ini memungkinkan terjadi, mengingat berkas yang dikumpulkan adalah dalam bentuk
fotokopi bukan berkas yang asli.
172
Hampir semua tim asesor sertifikasi Guru yang mengadakan penilaian portofolio menemui kejanggalan. Seperti: modul
pembelajaran; lokakarya; seminar; pelatihan, kegiatan sosial dan pengabdian masyarakat yang tidak otentik.
Kejanggalan itu misalnya terdapat pada data seorang Guru melampirkan bukti Surat Keterangan SK pengangkatan tahun 1987 pada berkas portofolio. Namun,
tampilannya seperti berkas baru dan modern. Diketik dengan menggunakan Microsoft Windows XP keluaran tahun 1990-an dan dicetak menggunakan printer sementara
172
Muhammad Zen, Op. cit., hal. 35.
Universitas Sumatera Utara
printer dan Microsoft Windows XP tersebut belum ada sebelum atau pada tahun 1987.
Kejanggalan pada bukti fotokopi piagam dan sertifikat kegiatan ilmiah misalnya antara pemakaian huruf pada judul kegiatan dengan nama peserta kegiatan,
tampak berbeda. Kejanggalan semakin terlihat jelas ketika pada berkas menyisakan garis kotak hitam melingkari nama Guru yang bersangkutan. Sepertinya Guru
tersebut menggunakan piagam atau sertifikat milik orang lain lalu ditempelkan namanya dan difotokopi.
Terdapat sejumlah berkas Rencana Proses Pembelajaran RPP yang sama persis dan sebahagian lainnya ada yang 100 persen sama. Dalam hal ini asesor
menduga bahwa model tersebut dibuat secara berkerja sama atau gotong royong oleh sejumlah Guru, bisa juga sejumlah Guru yang bersangkutan sengaja menciplak begitu
saja RPP milik Guru lainnya. Ada pula Guru yang mencantumkan lima sertifikat untuk lima macam kegiatan semacam lokakarya, pelatihan, dan seminar, namun
dengan nomor sertifikat yang sama. Terdapat pula pengakuan dari Guru itu sendiri membeli sertifikat kegiatan dari sebuah lembaga dengan harga Rp.50 ribu ribu per
lembar. Harga sertifikat bervariasi antara Rp.50 ribu sd Rp.500 ribu per lembar, tergantung jenis dan tingkat kegiatan. Semakin tinggi dan bergengsi tingkat forum
atau kegiatan tersebut, maka harganya semakin mahal.
173
173
Wawancara dengan pihak asesor dari Universitas Negeri Medan LPTK, tanggal 25 Mei 2011.
Universitas Sumatera Utara
Praktik di lapangan, sering kali terjadi bukti lembaran yang disertakan hanya surat tugas dari Kepala Sekolah saja tanpa poto copy piagam penghargaan yang
dimenangkan. Jika hanya surat tugas saja, kadang-kadang ada asesor yang meragkan keabsahannya atau kadang-kadang juga sebaliknya, yakni hanya poto copy
penghargaan yang dimenangkan, tetapi tidak dilengkapi dengan surat tugas dari Kepala Sekolah. Dalam hal ini idealnya harus lengkap, dalam arti dua-duanya
disertakan yakni baik surat tugas dari Kepala Sekolah serta poto copy surat penghargaan. Hal ini penting diperhatikan, agar pihak asesor yakin benar dengan
berkas bukti-bukti prestasi tersebut.
174
Terkait dengan kelengkapan buti-bukti portofolio seringkali Guru yang mengikuti sertifikasi, kurang lengkap penyertaan data. Misalnya saja dalam uraian
prestasi disebut bahwa Guru yang bersangkutan telah membimbing siswa mengikuti kejuaraan cerdas cermat tingkat kabupaten. Hasil dari kejuaraan cerdas ceramat
tersebut, siswa yang dibimbing memenangkan kejuaraan. Hal ini seharusnya didukung dengan bukti-bukti lembaran portofolio yang lengkap, yakni ada poto copy
piagam kejuaraan cerdas cermat tersebut serta ada surat tugas dari Kepala Sekolah terhadap Guru yang bersangkutan.
175
Seharusnya Guru mengoptimalkan sikap profesional, akuntabel, transparan, dan melandasinya dengan mental positif dalam melaksanakan tugas. Guru harus
mampu menjadikan dunia pendidikan tidak stagnan dan tidak berkualitas akan tetapi
174
Ibid.
175
Wawancara dengan pihak asesor dari Universitas Negeri Medan LPTK, tanggal 25 Mei 2011.
Universitas Sumatera Utara
UUGD yang menghendaki Guru menjadi profesional justru yang terjadi adalah adu siasat dan strategi yang tidak jujur dalam mengumpulkan portofolio di lapangan.
Misalnya: jadwal fiktif, tugas tambahan palsu, hingga penggelembungan jam mengajar. Segala upaya dilakukan Guru guna menyelematkan dirinya untuk
mendapatkan Guru profesional.
176
Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam program sertifikasi Guru telah memunculkan kegiatan akal-akalan atau adu siasat. Misalnya banyak Guru yang saat
ini sibuk membuat model pembelajaran. Kalau saja bersumber dari hasil pemikiran sendiri, tidak menjadi dipersoalkan, akan tetapi menjadi persoalan adalah Guru
menciplak model pembelajaran pihak lain yang sangat mudah diperoleh dari internet.
177
Target seorang Guru untuk dapat mengumpulkan portofolio sebanyak 850 poin berimplikasi pada pengabaian Guru melaksanakan kewajibannya di Sekolah
tempatnya mengajar. Sebab, berusaha semaksimalnya untuk mengejar target pencapaian syarat-syarat portofolio yang ditetapkan dalam Permendiknas No.18
Tahun 2007. Sehingga peserta didik kurang optimal menerima materi pembelajaran dari Guru yang besangkutan, bahkan peserta didik terkadang terlantar karena Guru
yang bersangkutan tersebut mengikuti seminar atau lokakarya ke luar daerah. Analisis terhadap pelaksanaan sertifikasi berbasis portofolio ini, pada
praktiknya dapat menciptakan peluang besar untuk melakukan penyelewengan,
176
Kompas, Tanggal 24 Juni 2011, hal. 7.
177
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
misalnya korupsi dan menipulasi data. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaan sertifikasi Guru agar berjalan pada aturan hukum yang berlaku, maka diperlukan transparansi
informasi dan seluk beluk mekanismenya. Harus lebih terbuka dalam hal penunjukan LPTK penyelenggara, penentuan kriteria, tata cara mengenai priotitas Guru yang
memenuhi syarat. Setidaknya ada titik rawan yang berpeluang dan harus diwaspadai yakni: pada penetapan kuota Guru yang berhak mengikuti sertifikasi; LPTK
penyelenggara khususnya asesor yang berhak melakukan penilaian portofolio; dan LPMP sebagai penyelenggara teknis.
Masalah yang sering muncul di LPMP adalah mengenai kelengkapan data peserta guru. Kurangnya data atau tidak lengkap berkas portofolio peserta, maka
solusi yang dilakukan oleh pihak LPMP dapat menghubungi guru yang bersangkutan agar melengkapinya, jika tidak ada konfirmasi dari guru tersebut, maka LPMP tidak
dapat melakukan entri data dan dianggap tidak mengikuti sertifikasi.
178
Peserta sertifikasi guru yang diperoleh dari data LPTK Unimed tahun 2009 berjumlah 5512 orang dengan rincian: jalur langsung lulus 13 orang; jalur
portofolio lulus 1141 orang; tidak lulus masuk PLPG 4355 orang dan didiskualifikasi 3 orang. Jumlah peserta melalui jalur portofolio yang lulus 1141
orang mengindikasikan bahwa pelaksanaan sertifikasi guru berbasis portofolio terkendala sebab dari jumlah 5512 tersebut lulus portofolio sekitar 45 selebihnya
gagal. Jumlah peserta yang tidak lulus gagal pada tahun 2009 sekitar 4355 orang direkomendasikan untuk masuk PLPG, sehingga dari peserta PLPG yang lulus adalah
178
Wawancara dengan Kepala Bagian Data Sertifikasi Guru di LPMP tanggal 15 Juni 2011.
Universitas Sumatera Utara
4131 orang; tidak lulus 32 orang; tidak mengikuti PLPG sama sekali tanpa alasan yang tepat sekitar 192 orang; dan tidak mengikuti PLPG karena alasan yang tepat
seperti meninggal dunia dan naik haji sekitar 10 orang.
179
Peserta sertifikasi guru untuk tahun 2010 berjumlah 4728 orang terdiri dari: jalur langsung 1 orang; jalur portofolio lulus 684 orang; tidak lulus masuk PLPG
4041 orang; dan 2 orang didiskulifikasi. Pada tahun 2010 terjadi penurunan tingkat kelulusan secara tajam peserta portofolio yakni hanya mencapai sekitar 20 . Jumlah
peserta yang tidak lulus di tahun 2010 yakni 4041 orang direkomendasikan untuk masuk PLPG sehingga peserta yang lulus 3861 orang dan tidak lulus 26 orang serta
154 orang tidak menghadiri PLPG.
180
Keadaan demikian menggambarkan bahwa pelaksanaan sertifikasi guru berbasis portofolio dilakukan semakin ketat dengan
memperhatikan aspek data portofolio guru yang dilampirkan. Bagi peserta yang tidak menghadiri PLPG baik pada tahun 2009 dan 2010
oleh LPMP berkasnya diserahkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi. Faktor-faktor peserta tidak mengikuti PLPG tersebut disebabkan akses informasi yang kurang cepat
atau bahkan tidak ada sama sekali diperoleh oleh peserta khususnya yang tinggal di perkampungan. Faktor lain karena meninggal dunia dan pada saat PLPG dilaksanakan
bertepatan dengan pelaksanaan haji.
181
179
Wawancara dengan Ketua Pelaksana Sertifikasi Guru Rayon II-LPTK Unimed tanggal 16 Juni 2011.
180
Wawancara dengan Kepala Bagian Data Sertifikasi Guru di LPMP tanggal 15 Juni 2011.
181
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan data peserta sertifikasi guru yang mengkuti PLPG tahun 2009 sebanyak 7.180 orang dan tahun 2010 sebanyak 3835 orang jika dibandingkan
dengan jumlah pendaftarannya tergolong masih banyak yang gagal dalam pemenuhan portofolio. Hal demikian menggambarkan bahwa portofolio yang dimiliki guru
sebelum disertifikasi lebih banyak tidak mencapai skor 850 sehingga gagal dan harus mengikuti PLPG. Tidak menjadi hal yang mudah bagi guru untuk mempersiapkan
pencapaian skor demikian, perlu kerja keras dan kemauan guru agar lebih kreatif dan aktif. Namun, menjadi persoalan pula apabila guru-guru tersebut berada di daerah-
daerah terpencil karena kegiatan-kegiatan guru-guru kurang aktif dibandingkan dengan guru-guru yang berada di daerah perkotaan.
Kurangnya akses bagi guru baik dari Sekolah Negeri maupun Swasta dalam mendapatkan informasi tersebut terlihat dari jumlah pesertapendaftar di Data LPMP
Provinsi Sumatera Utara tahun 2009 dan tahun 2010. Berdasarkan data tersebut, kota Medan selalu berada pada urutan terbanyak mengikuti sertifikasi. Daerah lainnya
seperti: Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Labuhanbatu Utara, Labuhanbatu Selatan, Nias Utara, Nias Selatan, Nias Barat, termasuk daerah-daerah yang
pesertanya hanya sedikit mengikuti sertifikasi guru berbasis portofolio ini.
182
Khusus untuk peserta yang mengikuti sertifikasi guru berdasarkan penilaian portofolio, bagi peserta yang tidak memenuhi skor mencapai 850, pihak asesor
LPTK-Unimed tidak memberikan penilaian 0 sehingga dari dari skor 850 akan berkurang. Bagi peserta yang tidak memenuhi skor 850 tersebut digagalkan dan harus
182
Data diperoleh dari Kepala Bagian Data Sertifikasi Guru di LPMP tanggal 15 Juni 2011.
Universitas Sumatera Utara
mengikuti PLPG, apabila guru yang gagal tersebut tidak mengikuti PLPG, maka LPMP menyerahkan berkasnya kepada Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara
disertai dengan rekomendasi asesor. LPTK dapat berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera Utara untuk merekomendasikan guru yang gagal
tersebut mengikuti sertifikasi pada tahun berikutnya. Berdasarkan pelaksanaan sertifikasi guru di atas, dalam pencapaian Standar
Nasional Pendidikan PP No.19 Tahun 2005, negara Indonesia mengharuskan guru- guru untuk mengikuti program sertifikasi berbasis portofolio. Sementara Standard
Guru Malaysia SGM menggariskan kompetensi profesional yang patut dicapai oleh guru untuk membantu guru mencapai tahap kompetensi melalui pelatihan guru.
Berbeda dengan di Indonesia, Satndar Guru Indonesia mengharuskan pemenuhan skor 850 melalui portofolio kemudian bagi guru yang gagal dilakukan pelatihan
melalui PLPG. Standar Guru Melaysia tidak demikian halnya, melainkan untuk mencapai kompetensi profesional tersebut guru-guru di Malaysia dilatih, dibimbing,
diarahkan dan dibekali dengan berbagai kompetensi melalui pelatihan-pelatihan untuk melahirkan dan guru berkualitas.
183
Tujuan utama SGM adalah: Pertama, mengenal secara pasti tahap kompetensi profesional guru dalam aspek amalan nilai profesionalisme keguruan, pengetahuan
dan kefahaman, serta kemahiran pengajaran dan pembelajaran. Kedua, mengenal secara pasti tahap penyediaan dan pelaksanaan keperluan latihan oleh agensi dan
institusi latihan perguruan bagi menjamin tahap kompetensi guru yang ditetapkan
183
http:www.ipik.edu.mysgmdoc, diakses tanggal 17 Juni 2011.
Universitas Sumatera Utara
tercapai. Ketiga, mengenal secara pasti dasar dan strategi pembangunan pendidikan guru yang patut disejajarkan dengan perkembangan dunia pendidikan.
184
Tuntutan profesionalisme guru yang diharuskan UUGD untuk meraih sertifikasi guru di bidang pendidikan menjadi guru yang profesional. Justru bisa
menimbulkan kecurangan bahkan berdasarkan pengamatan di lapangan, dampak dari guru yang disertifikasi ternyata tidak dibarengi dengan perubahan pada kinerja guru.
Fakta yang ada menunjukan bahwa kinerja guru masih jauh dari cita profesionalisme meskipun semua hak dan tunjangan sudah diterima. Prinsip dasar yang dijadikan
rujukan adalah orang yang profesional layak mendapatkan gaji profesional akan tetapi kejadian di lapangan malah sebaliknya, tuntutan tunjangan didahulukan dan
profesionalisme kemudian. Kondisi seperti itu merupakan salah satu ciri dari krisis karakter penyebab
terjadinya krisis karakter adalah berubahnya pemikiran manusia dimana materi, akal, dan keduniaan berada di atas segalanya. Sebelum memberikan pelajaran karakter
kepada siswa, sebaiknya guru harus menyadari betul karakter pribadinya. Peraturan di Indonesia tidak ada mengatur kekhususan dalam memberikan pendidikan karakter
karena ini menyangkut kepribadian. Sebab dalam Pasal 6 ayat 3 Permendiknas No.11 Tahun 2011 ditegaskan portofolio yang diutamakan sementara uji kompetensi
meliputi: kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional kurang diupayakan. Hal inilah yang membedakan kualitas guru-guru di Indonesia
dibandingkan dengan Malaysia, sehingga guru-guru di Malaysia lebih bertanggung
184
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
jawab dalam pelaksanaan proses belajar pembelajaran. Oleh sebab, itu perlu dikaji ulang pelaksanaan sertifikasi melalui portofolio ini dengan membandingkan standar
guru di Malaysia yang mengharuskan pelatihan-pelatihan mengenai karakter guru untuk melakukan tanggung jawabnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dalam penelitian ini, maka dari permasalahan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pengaturan sertifikasi Guru berdasarkan peraturan perundang-undangan terkait
dengan sertifikasi Guru meliputi UU Sisdiknas, PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, UU No.14 Tahun 2005 UUGD, Permendiknas
Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru Dalam Jabatan. UU Sisdiknas menegaskan bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi
sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar dan memiliki kemampuan. Tujuannya untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang terangkum dalam
PP No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan meliputi standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Standar Guru sebagai pendidik dimaksud dalam UUGD yaitu Guru harus profesional yang
harus dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Perolehan sertifkat pendidik ditegaskan dalam Permendiknas No.18 Tahun 2007 bagi Guru dalam jabatan
dilakukan melalui uji kompetensi yang mempersyaratkan lulusan strata satu dan diploma. Peraturan perundang-undangan terkait dengan sertifikasi Guru dimaksud
selain meningkatkan mutu pendidikan nasional yang berstandar, juga untuk
Universitas Sumatera Utara