c. Pencatatan perkawinan harus berdasarkan atas ketentuan perundang-
undangan.
2. Pencatatan Perkawinan menurut Peraturan Perundang-undangan yang
Berlaku di Indonesia
Keharusan melakukan pencatatan perkawinan diatur dalam Penjelasan Umum
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang
menyatakan bahwa suatu perkawinan adalah sah bilamana dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu, dan disamping itu tiap-
tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dijelaskan bahwa pencatatan tiap-tiap perkawinan adalah sama halnya
dengan peristiwa-peristiwa penting dalam kehidupan seseorang, misalnya kelahiran, kematian yang dinyatakan dalam surat-surat keterangan, suatu akta resmi yang juga
dimuat dalam pencatatan.
59
Jadi jelas bahwa pencatatan perkawinan adalah sebagai pencatatan peristiwa penting, bukan pencatatan peristiwa hukum.
Fungsi dan kedudukan pencatatan perkawinan, menurut Bagir Manan, adalah untuk menjamin ketertiban hukum legal order yang berfungsi sebagai
instrumen kepastian hukum, kemudahan hukum, disamping sebagai salah satu alat bukti perkawinan. Oleh karena itu, jika terjadi pasangan yang telah melakukan
59
Penjelasan Umum angka 4 huruf b Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
perkawinan yang sah menurut agama, karena itu telah sah pula menurut Pasal 2 ayat 1, tetapi belum dicatat, maka cukup dilakukan pencatatan.
60
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan tidak mengatur mengenai perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut, sehingga
menimbulkan berbagai pendapat mengenai pencatatan perkawinan, yang dapat dikelompokkan menjadi 2 dua, yakni:
1. Ahli hukum yang berpegang pada cara penafsiran legisme
61
. Mereka berpendapat bahwa perkawinan yang dilakukan menurut cara
berdasarkan aturan agama dan keyakinan kedua belah pihak yang melakukan perkawinan adalah sah.
Pencatatan perkawinan bukanlah syarat sah perkawinan, tetapi hanya sebagai syarat kelengkapan administrasi
perkawinan.
62
2. Ahli hukum yang berpegang pada cara penafsiran sistematis
63
. Mereka berpendapat bahwa pencatatan perkawinan adalah syarat sahnya
sebuah perkawinan. Pencatatan perkawinan menentukan sah atau tidaknya perkawinan. Menurut pendapat ini, kedua ayat dari Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan harus dibaca sebagai satu kesatuan.
60
Bagir Manan, Op.Cit, hal. 6.
61
Penafsiran Legisme adalah penafsiran yang didasarkan hanya kepada Undang-Undang, diluar Undang-Undang tidak ada hukum.
62
Jaih Mubarok, Modernisasi Hukum Perkawinan di Indonesia, Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 1999, hal. 73.
63
Penafsiran Sistematis adalah penafsiran Undang-Undang dengan menghubungkan pasal yang satu dengan pasal lainnya atau penjelasannya dalam peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan atau dalam peraturan perundang-undangan lain yang saling menjelaskan dan merupakan satu kesatuan.
Universitas Sumatera Utara
Artinya perkawinan yang dilangsungkan menurut agama dan kepercayaannya itu harus disusul dengan pencatatan, karena menurut pendapat ini akta
perkawinan merupakan bukti satu-satunya suatu perkawinan.
64
Oleh karena itu, perkawinan yang tidak dicatat perkawinan dibawah tangan dianggap
tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 2 ayat 2 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan, menentukan: tiap-tiap perkawinan dicatat menurut perundang- undangan yang berlaku, namun di dalam penjelasan tidak dijelaskan lebih lanjut
tentang pendaftaran ini. Selanjutnya setahun kemudian, yaitu pada tahun 1975, diundangkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan, yang dikenal dengan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menentukan tentang lembaga Pencatatan Perkawinan yang berbeda bagi yang beragama Islam dan non-
Islam. Bagi yang beragama Islam pencatatan perkawinannya dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk, yaitu Kantor Urusan Agama. Sedangkan bagi mereka yang melangsungkan perkawinannya
64
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata , Bandung : Alumni, 1985, hal.80.
Universitas Sumatera Utara
menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud
dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan.
65
Penjelasan dari Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
menentukan “dengan adanya ketentuan tersebut dalam Pasal ini, maka pencatatan perkawinan dilakukan hanya oleh dua instansi, yakni Pegawai Pencatat Nikah,
Talak dan Rujuk dan Kantor Catatan Sipil atau Instansi Pejabat yang membantunya. Jadi kedua lembaga itu, berfungsi ‘hanya mencatatkan’ perkawinan
yang telah dilangsungkan secara sah. Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan
kehendaknya itu kepada Pegawai Pencatat di tempat perkawinan akan dilangsungkan. Pemberitahuan tersebut dilakukan sekurang-kurangnya 10 sepuluh
hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan. Pengecualian terhadap jangka waktu tersebut disebabkan sesuatu alasan yang penting diberikan oleh Camat atas nama
bupati kepala daerah.
66
Pemberitahuan dapat dilakukan secara lisan atau tertulis oleh calon mempelai, atau oleh orang tua atau wakilnya.
67
Pemberitahuan memuat nama, umur, agamakepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman calon mempelai dan
65
Pasal 2 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
66
Pasal 3 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
67
Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga nama istri atau suaminya terdahulu.
68
Pegawai Pencatat yang menerima pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan, meneliti apakah syarat-syarat perkawinan telah dipenuhi dan apakah
tidak terdapat halangan perkawinan menurut Undang-Undang. Selain penelitian terhadap hal sebagai dimaksud dalam ayat 1, Pegawai Pencatat meneliti pula:
69
a. Kutipan akta kelahiran atau surat kenal lahir calon mempelai. Dalam hal
tidak ada akta kelahiran atau surat kenal lahir, dapat dipergunakan surat keterangan yang menyatakan umur dan asal-usul calon mempelai yang
diberikan oleh Kepala Desa atau yang setingkat dengan itu ;
b. Keterangan mengenai nama, agamakepercayaan, pekerjaan dan tempat
tinggal orang tua calon mempelai ; c.
Izin tertulis izin Pengadilan sebagai dimaksud dalam Pasal 6 ayat 2, 3, 4 dan 5 Undang-Undang, apabila salah seorang calon mempelai
atau keduanya belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun ;
d. Izin Pengadilan sebagai dimaksud Pasal 4 Undang-Undang ; dalam hal
calon mempelai adalah seorang suami yang masih mempunyai isteri ; e.
Dispensasi Pengadilan Pejabat sebagai dimaksud Pasal 7 ayat 2 Undang-undang ;
f. Surat kematian isteri atau suami yang terdahulu atau dalam hal
perceraian surat keterangan perceraian, bagi perkawinan untuk kedua kalinya atau lebih ;
g. Izin tertulis dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAM
PANGAB, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya anggota Angkatan Bersenjata ;
h. Surat kuasa otentik atau di bawah tangan yang disahkan oleh Pegawai
Pencatat, apabila salah seorang calon mempelai atau keduanya tidak dapat hadir sendiri karena sesuatu alasan yang
penting, sehingga mewakilkan kepada orang lain.
68
Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
69
Pasal 6 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian sebagai dimaksud dalam Pasal 6, oleh Pegawai Pencatat ditulis dalam sebuah daftar yang diperuntukkan untuk itu. Apabila ternyata dari
hasil penelitian terdapat halangan perkawinan sebagai dimaksud Undang-Undang danatau belum dipenuhinya persyaratan tersebut dalam Pasal 6 ayat 2 Peraturan
Pemerintah ini, keadaan itu segera diberitahukan kepada calon mempelai atau kepada orang tua atau kepada wakilnya.
70
Setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat pemberitahuan serta tiada sesuatu halangan perkawinan, Pegawai Pencatat menyelenggarakan pengumuman
tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan perkawinan dengan cara
menempelkan surat pengumuman menurut formulir yang ditetapkan pada kantor Pencatatan Perkawinan pada suatu tempat yang sudah ditentukan dan mudah dibaca
oleh umum.
71
Pengumuman ditandatangani oleh Pegawai Pencatat dan memuat:
72
a. Nama, umur, agamakepercayaan, pekerjaan, tempat kediaman dari calon
mempelai dan dari orang tua calon mempelai; apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin disebutkan nama isteri dan atau suami mereka
terdahulu ; b.
Hari, tanggal, jam dan tempat perkawinan akan dilangsungkan.
70
Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
71
Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
72
Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
Perkawinan dilangsungkan setelah hari kesepuluh sejak pengumuman kehendak perkawinan oleh Pegawai Pencatat seperti yang dimaksud dalam Pasal 8
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Tata cara perkawinan dilakukan menurut
hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu. Dengan mengindahkan tata
cara perkawinan
menurut masing-masing
hukum agamanya
dan kepercayaannya itu, perkawinan dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat dan
dihadiri oleh dua orang saksi.
73
Sesaat sesudah dilangsungkannya perkawinan sesuai dengan ketentuan- ketentuan tersebut, kedua mempelai menandatangani akta perkawinan yang telah
disiapkan oleh Pegawai Pencatat berdasarkan ketentuan yang berlaku. Akta perkawinan
yang telah ditandatangani oleh mempelai itu, selanjutnya ditandatangani pula oleh kedua saksi dan Pegawai Pencatat yang menghadiri
perkawinan dan bagi yang melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, ditandatangani pula oleh wali
nikah atau yang mewakilinya. Dengan
penandatanganan akta perkawinan, maka perkawinan telah tercatat secara resmi.
74
Akta perkawinan dibuat dalam rangkap 2 dua, helai pertama disimpan oleh Pegawai Pencatat dan helai kedua disimpan pada Panitera Pengadilan dalam
wilayah Kantor Pencatatan Perkawinan itu berada. Kepada suami dan istri
73
Pasal 10 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
74
Pasal 11 ayat 1, 2 dan 3 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
masing-masing diberikan kutipan akta perkawinan.
75
Akta perkawinan tersebut memuat :
76
a. Nama, tanggal dan tempat lahir, agamakepercayaan, pekerjaan dan
tempat kediaman suami-isteri ; Apabila salah seorang atau keduanya pernah kawin, disebutkan juga
nama isteri atau suami terdahulu.
b. Nama, agamakepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman orang tua
mereka ; c.
Izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 2, 3, 4, dan 5 Undang-Undang ;
d. Dispensasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat 2 Undang-
Undang ; e.
Izin pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 Undang-Undang ; f.
Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat 1 Undang- Undang ;
g. Izin dari Pejabat yang ditunjuk oleh Menteri HANKAMPANGAB bagi
anggota Angkatan Bersenjata ; h.
Perjanjian perkawinan apabila ada ; i.
Nama, umur, agamakepercayaan, pekerjaan dan tempat kediaman para saksi dan wali nikah bagi yang beragama Islam ;
j. Nama, umur, agamakepercayaan, perkerjaan dan tempat kediaman
kuasa apabila perkawinan dilakukan melalui seorang kuasa.
Kemudian dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk
dan Pencatatan Sipil, turut diatur mengenai syarat-syarat dan tata cara guna melakukan pencatatan perkawinan, antara lain pencatatan perkawinan dilakukan di
Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana
77
tempat terjadinya perkawinan.
78
75
Pasal 13 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
76
Pasal 12 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
77
“Unit Pelaksana Teknis Dinas Instansi Pelaksana, selanjutnya disingkat UPTD Instansi Pelaksana, adalah satuan kerja di tingkat kecamatan yang melaksanakan pelayanan Pencatatan Sipil
dengan kewenangan menerbitkan akta.” Lihat Pasal 1 angka 21 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil juncto Pasal 1
Universitas Sumatera Utara
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat 1, dilakukan dengan memenuhi syarat berupa:
79
a. Surat
keterangan telah
terjadinya perkawinan
dari pemuka
agamapendeta atau surat perkawinan Penghayat Kepercayaan yang ditandatangani oleh Pemuka Penghayat Kepercayaan;
b. KTP suami dan isteri;
c. Pas foto suami dan isteri;
d. Kutipan Akta Kelahiran suami dan isteri;
e. Paspor bagi suami atau isteri Orang Asing.
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dilakukan dengan tata cara:
80
a. Pasangan suami dan isteri mengisi formulir pencatatan perkawinan
pada UPTD Instansi Pelaksana atau pada Instansi Pelaksana dengan melampirkan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 2;
b. Pejabat Pencatatan Sipil pada UPTD Instansi Pelaksana atau Instansi
Pelaksana mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan;
c. Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada huruf b
diberikan kepada masing-masing suami dan isteri; d.
Suami atau istri berkewajiban melaporkan hasil pencatatan perkawinan kepada Instansi Pelaksana atau UPTD Instansi Pelaksana tempat
domisilinya.
Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 menentukan hukuman terhadap orang yang melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 3 Peraturan
Pemerintah tersebut, yang memuat ketentuan tentang orang yang akan
angka 6 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan oleh Negara Lain.
78
Pasal 67 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
79
Pasal 67 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
80
Pasal 67 ayat 3 Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil.
Universitas Sumatera Utara
melangsungkan perkawinan harus memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat Nikah dan Pasal 10 ayat 3 tentang tata cara perkawinan menurut masing-
masing agamanya dan kepercayaannya itu dilaksanakan dihadapan Pegawai Pencatat Nikah dan dihadiri oleh dua orang saksi serta Pasal 40 tentang poligami
oleh suami tanpa izin pengadilan, dihukum dengan hukuman denda paling banyak Rp.7.500,00 tujuh ribu lima ratus rupiah.
Orang yang dapat dijatuhi hukuman denda menurut Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dapat dilihat dari ketentuan Pasal 3 ayat 1
Peraturan Pemerintah tersebut, yakni setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan, antara lain calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan.
3. Kebiasaan Masyarakat Hukum Adat Tionghoa dalam Pencatatan