menikah akan keluar dari keluarganya dan masuk dalam keluarga suami
46
sehingga anak-anak yang lahir akan meneruskan marga atau nama keluarga suaminya pula.
Berdasarkan uraian tersebut diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian perkawinan menurut hukum adat Tionghoa adalah ikatan lahir dan batin antara
seorang pria dengan seorang wanita untuk hidup bersama dalam membina rumah tangga dan mendapatkan keturunan untuk meneruskan nama keluarga atau marga
dari ayahnya.
B. Syarat dan Prosesi Perkawinan menurut Hukum Adat Tionghoa
Dalam adat-istiadat Tionghoa sebenarnya tidak ada mengatur secara tertulis mengenai syarat-syarat perkawinan, melainkan syarat-syarat perkawinan tersebut
hanya dilaksanakan secara terus menerus dan turun temurun dari generasi ke generasi. Peran orang tua sangat besar dalam pelaksanaan maupun pelestarian adat
istiadat dalam perkawinan, terutama mengenai syarat-syarat perkawinan, antara lain dengan memberitahukan kepada anak dan keturunannya serta menerapkannya
dalam perkawinan anak-anaknya. Salah satu syarat perkawinan yang paling utama dilaksanakan dan dianut
sampai sekarang adalah calon mempelai yang satu marga dilarang untuk menikah. Hal ini disebabkan karena mereka dianggap masih mempunyai hubungan darah satu
46
Natasya Yunita Sugiastuti, Tradisi Hukum Cina : Negara dan Masyarakat, Studi Mengenai Peristiwa-Peristiwa Hukum di Pulau Jawa Zaman Kolonial 1870-1942, Jakarta : Program Pasca
Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003, hal. 342.
Universitas Sumatera Utara
dengan lainnya dan adanya anggapan bahwa perkawinan antara marga yang sama dapat memberikan keturunan yang kurang baik.
Pada dasarnya syarat-syarat perkawinan dalam hukum adat Tionghoa sangat dipengaruhi oleh pandangan masyarakat etnis Tionghoa itu sendiri, terutama
pandangan dari keluarga dan kedua calon mempelai. Secara garis besar, syarat - syarat perkawinan dalam hukum adat Tionghoa sangat sederhana dan han ya
terfokus kepada cara pandang dan kebiasaan-kebiasaan serta adat istiadat dari suku danatau keluarga. Tidak ada akibat dan sanksi hukum yang timbul apabila syarat-
syarat perkawinan tersebut tidak dipenuhi atau dilaksanakan oleh para pihak yang melangsungkan perkawinan, akan tetapi hanya berupa sanksi sosial, seperti
cemoohan dari pihak keluarga maupun masyarakat. Masyarakat keturunan Tionghoa dalam suatu perkawinan yang akan
dilaksanakan harus melalui tiga tahap upacara, yaitu:
47
a. Upacara adat Tionghoa
b. Upacara tata cara agama yang diyakini
c. Upacara pesta perkawinan Resepsi Pernikahan
Ketiga upacara itu tidak diharuskan dilaksanakan seluruhnya, karena di dalam melakukan tiap-tiap upacara tersebut diperlukan biaya-biaya yang tidak
sedikit, kecuali memang tingkat ekonominya mendukung. Sekalipun hanya melakukan upacara perkawinan secara adat saja maupun tata cara agama, tanpa
47
Vasanti Puspa, Kebudayaan Orang Tionghoa Indonesia, Jakarta : Djambatan, 1996, hal. 43.
Universitas Sumatera Utara
melaksanakan upacara pesta perkawinan, perkawinan tersebut telah dianggap sah dalam masyarakat adat Tionghoa.
Upacara pernikahan merupakan adat perkawinan yang didasarkan atas dan bersumber kepada kekerabatan, keleluhuran dan kemanusiaan serta berfungsi
melindungi keluarga. Upacara pernikahan tidaklah dilakukan secara seragam di semua tempat, tetapi terdapat berbagai variasi yang disesuaikan dengan pandangan
mereka pada adat tersebut dan pengaruh adat lainnya pada masa lampau. Pesta dan upacara pernikahan merupakan saat peralihan sepanjang
kehidupan manusia yang sifatnya universal. Perkawinan penting untuk
mengekalkan institusi keluarga. Melalui perkawinan, keturunan nenek moyang dapat diteruskan daripada satu generasi kepada generasi yang lain. Walaupun
perkawinan pada masa kini perlu didaftarkan, tetapi upacara dan kenduri perkawinan penting untuk mengikiraf perkawinan.
48
Oleh karena itu, upacara perkawinan selalu ada pada hampir setiap kebudayaan. Demikian pula halnya
dengan adat pernikahan orang Tionghoa yang mempunyai upacara-upacara, antara lain:
A. Upacara Adat Tionghoa
Upacara ini terdiri atas beberapa tahapan yaitu:
49
48
Aan Wan Seng, Loc.Cit.
49
Hasil wawancara dengan Bapak Djohan Adjuan, Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia Matakin Medan, tanggal 15 Juli 2011.
Universitas Sumatera Utara
1. Melamar
Untuk menghindari kesia-siaan dan rasa malu, lazimnya lamaran dilakukan setelah pihak keluarga pria mendapat kepastian bahwa
lamaran akan diterima. Ketika proses lamaran berlangsung pun, pihak pelamar belum akan menyentuh makanan dan minuman yang disajikan
sebelum keluarga calon mempelai wanita memastikan lamaran telah diterima. Saat akan pulang, ayah atau wali dari calon mempelai pria
akan menyelipkan angpau berisi uang di bawah cangkir teh yang disajikan calon mempelai wanita sebagai tanda kasih kepada calon
menantu. Sebagai balasan, jika lamaran diterima, keluarga pengantin wanita akan memberi perhiasan sebagai tanda ikatan.
2. Penentuan Hari Baik, Bulan Baik
Masyarakat Tionghoa percaya bahwa dalam setiap melaksanakan suatu upacara, harus dilihat hari dan bulannya. Apabila jam, hari dan bulan
pernikahan kurang tepat akan dapat mencelakakan kelanggengan pernikahan mereka. Oleh karena itu harus dipilih jam, hari dan bulan
yang baik. Biasanya semuanya serba muda yaitu jam sebelum matahari tegak lurus, hari tergantung perhitungan bulan Tionghoa, dan bulan
yang baik adalah bulan naik menjelang purnama.
Universitas Sumatera Utara
3. Prosesi Seserahan Adat Tionghoa atau Sangjit
Sangjit merupakan tradisi hantaran rantang bambu yang disusun bulat atau persegi empat, berisi aneka buah dan kue yang jumlahnya harus
genap. Namun, semua tergantung kemampuan calon mempelai pria. Hantaran ini akan dibawa oleh para pria lajang. Tradisi ini diyakini akan
membuat para pembawa hantaran ini menjadi ”enteng jodoh”. Diantara sekian banyak barang hantaran terdapat beberapa barang bermakna
simbolis. Pada budaya Tionghoa suku tertentu, hantaran yang diterima tidak
diambil seluruhnya, melainkan hanya separuh. Bahkan, uang susu sebagai ungkapan terima kasih kepada ibu pengantin wanita yang telah
membesarkan anak gadisnya sama sekali tidak diambil. Ini sebagai isyarat si ibu tidak mempunyai pamrih atas jasa itu. Hantaran yang telah
diterima akan dibalas dengan hantaran pula. Dalam rangkaian adat Tionghoa, Sangjit dilakukan setelah acara
lamaran. Hari dan waktu yang baik untuk melakukan Sangjit ini ditetapkan pada saat proses lamaran tersebut. Dalam prakteknya, Sangjit
sering ditiadakan atau digabung dengan lamaran. Namun sayang rasanya meniadakan prosesi yang satu ini, karena makna yang terkandung di
dalamnya sebenarnya sangat indah.
50
50
Hasil wawancara dengan Ibu Liany, anggota Perhimpunan Marga Tjeng Indonesia, tanggal 20 Juli 2011.
Universitas Sumatera Utara
4. Menata kamar pengantin
Seusai melaksanakan prosesi sangjit, keluarga calon pengantin pria akan mempersiapkan ranjang baru untuk kamar pengantin. Ada tradisi unik,
anak-anak akan diminta meloncat-loncat di atas ranjang pengantin sebelum ranjang ditata. Selain bisa untuk menguji kekuatan ranjang, ada
mitos tradisi ini bisa membuat pengantin cepat mendapat momongan. 5.
Menyalakan Lilin Ada keharusan bagi orang tua kedua calon pengantin untuk menyalakan
lilin perkawinan beberapa hari menjelang pernikahan digelar. Nyala lilin perkawinan dipercaya bisa mengusir pengaruh buruk yang dapat
mengacaukan jalannya prosesi pernikahan. Biasanya lilin dinyalakan mulai pukul satu dini hari. Lilin harus tetap menyala hingga tiga hari
setelah pernikahan.
51
6. Siraman
Siraman dalam tradisi masyarakat Tionghoa diawali dengan sembahyang dan penghormatan kepada leluhur. Setelah itu, barulah
mempelai wanita dimandikan dengan air yang telah dibubuhi wewangian alami. Selain untuk membersihkan mempelai
dan membuatnya wangi, ritual ini juga bermaksud mengusir pengaruh jahat
yang bisa mengganggu mempelai.
51
Hasil wawancara dengan Ibu Liany, anggota Perhimpunan Marga Tjeng Indonesia, tanggal 20 Juli 2011.
Universitas Sumatera Utara
7. Menyisir rambut atau chio thao
Chio thao biasanya dilakukan oleh orang yang telah menikah dan memiliki keturunan. Mempelai akan disisir sebanyak tiga kali.
Mempelai yang akan menjalani prosesi ini didudukkan di atas kursi yang telah dialasi tampah besar bergambar yin-yang. Dihadapan mereka
terdapat meja kecil yang diatasnya telah diletakkan penakar beras yang terisi penuh oleh beras dan sembilan benda simbolis, yaitu timbangan
obat khas China, alat pengukur panjang, cermin, sisir, gunting, pedang, pelita. Selain itu, terdapat juga benang sutra yang terdiri dari lima
warna. Semua benda-benda ini mengandung makna ajaran moral bagi calon pengantin untuk membereskan segala keruwetan rumah tangga
yang akan dihadapi serta mampu menimbang baik-buruknya suatu tindakan.
8. Makan 12 sayur
Memasuki detik-detik penyambutan pengantin pria, mempelai wanita yang telah dipakaikan busana pengantin oleh orang tuanya, dibimbing
menuju meja makan. Diatas meja telah tersaji 12 mangkuk yang masing- masing berisi satu jenis masakan yang memiliki rasa yang berbeda-beda.
Manis, asin, asem, pedas, pahit, gurih, dan sebagainya. Semua rasa ini menjadi pelambang suka-duka hidup berumah tangga yang harus
Universitas Sumatera Utara
dijalani dan dinikmati. Pengantin pria juga menjalani prosesi yang sama di rumahnya, sebelum berangkat menuju rumah pengantin wanita.
9. Penjemputan Mempelai Wanita
Mempelai pria yang datang untuk menjemput mempelai wanita akan disambut dengan taburan beras kuning, biji buncis merah dan hijau,
uang logam, serta bunga. Aneka taburan ini bermakna kesejahteraan yang melimpah bagi mempelai. Masih dalam keadaan wajah ditutupi
kerudung, mempelai wanita dipertemukan dengan pengantin pria yang telah datang menjemput. Dalam prosesi ini, kerudung pelambang
kesucian belum boleh dibuka. 10.
Penyambutan Pengantin Wanita Di rumah segala keperluan untuk menyambut kedatangan pengantin
telah dipersiapkan. Begitu rombongan pengantin datang, di muka pintu, ibu dan nenek pengantin pria yang telah menunggu akan menyambut
dengan taburan beras kuning, biji kacang buncis hijau dan merah sebagai simbol kesuburan, serta uang logam sebagai lambang rezeki dan
kemakmuran. Setelah pasangan pengantin masuk rumah, keduanya akan dibimbing menuju kamar, barulah kerudung pengantin wanita boleh
dibuka.
Universitas Sumatera Utara
B. Upacara Tata Cara Agama yang Diyakini
1. Upacara Sembahyang kepada Tuhan Yang Maha Esa danatau Leluhur
Cio Tao Di pagi hari pada upacara hari pernikahan, diadakan Cio Tao. Namun,
adakalanya upacara sembahyang Tuhan ini diadakan pada tengah malam menjelang pernikahan. Selain menyembahyangi Tuhan Yang Maha Esa,
calon pengantin pria dan wanita juga memberi hormat kepada para leluhur dari calon pengantin pria dan juga para leluhur dari calon
mempelai wanita dengan disaksikan orangtua dan sanak keluarga sebagai persyaratan sahnya perkawinan mereka secara adat dan
kepercayaan. Meja sembahyang yang digunakan berwarna merah 3 tingkat. Di
bawahnya diberi 7 macam buah. Di bawah meja harus ada jambangan berisi air, rumput berwarna hijau yang melambangkan alam nan
makmur. Di belakang meja ada tampah dengan garis tengah 2 meter dan di atasnya ada tong kayu berisi sisir, timbangan, sumpit, dll. yang
semuanya itu melambangkan kebaikan, kejujuran, panjang umur dan setia.
Kemudian selain melakukan acara sembahyang di rumah masing- masing, acara tata cara agama juga dapat dan hendaknya dilaksanakan di
lembaga keagamaan, seperti Vihara misalnya, karena dari Vihara
Universitas Sumatera Utara
tersebut akan dikeluarkan Surat Keterangan Perkawinan yang akan diperlukan untuk melakukan pencatatan perkawinan.
Persyaratan administrasi yang diperlukan untuk pelaksanaan pernikahan secara agama Budha, yakni dengan melampirkan dokumen-dokumen
berikut:
52
a. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk masing-masing calon
mempelai pria dan wanita yang masih berlaku sebanyak 2 lembar ;
b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk orang tua danatau wali dari
calon mempelai pria dan wanita sebanyak 2 lembar ; c.
Fotokopi Akta Kelahiran masing-masing calon mempelai pria dan wanita sebanyak 2 lembar ;
d. Fotokopi Kartu Keluarga masing-masing calon mempelai pria
dan wanita sebanyak 2 lembar ; e.
Fotokopi Kartu Tisarana masing-masing calon mempelai pria dan wanita bila belum ada dapat mengambil Tisarana sebelum
upacara tata cara agama dilakukan ;
f. Pas Foto warna berukuran 2 x 3 masing-masing 3 lembar ;
g. Fotokopi Undangan Pernikahan sebanyak 2 lembar ;
h. Fotokopi Surat Ganti Nama sebanyak 2 lembar jika ada.
Selain itu, guna melakukan pencatatan sipil diperlukan dokumen- dokumen tambahan, yakni:
53
a. Fotokopi Surat Keterangan Bukti Kewarganegaraan Indonesia
dari kedua orang tua calon mempelai pria dan wanita sebanyak 2 lembar ;
b. Fotokopi Akta Kelahiran kedua orang tua calon mempelai pria
dan wanita sebanyak 2 lembar ; c.
Pas Foto warna berukuran 6 x 4 kedua orang tua calon mempelai pria dan wanita sebanyak 3 lembar ;
52
Wawancara dengan Bapak Iwan, Pengurus Vihara Borobudur bagian Perkawinan dan Pencatatan Sipil, tanggal 10 Agustus 2011.
53
Wawancara dengan Bapak Iwan, Pengurus Vihara Borobudur bagian Perkawinan dan Pencatatan Sipil, tanggal 10 Agustus 2011.
Universitas Sumatera Utara
d. Fotokopi Surat Ganti Nama kedua orang tua calon mempelai
pria dan wanita sebanyak 2 lembar jika ada ; e.
Fotokopi paspor jika merupakan Warga Negara Asing ; f.
Surat asli dan fotokopi Surat Keterangan Lurah sebanyak 2 lembar, yang antara lain menerangkan bahwa status calon
mempelai belum pernah menikah hanya berlaku 3 bulan.
2. Penghormatan kepada Orang tua dan Keluarga
Setelah selesai ritual sembahyang, dilanjutkan dengan penghormatan kepada kedua orang tua, keluarga dan kerabat dekat yang lebih tua dari
kedua calon mempelai. Penghormatan dilakukan dengan menuangkan secangkir teh hangat Phang Teh untuk diminum oleh kedua orang tua,
keluarga dan kerabat dekat yang lebih tua sebagai wujud restu atas pernikahan yang mereka lakukan sambil mengelilingi tampah dan
berlutut serta bersujud. Upacara ini sangat sakral dan merupakan salah satu acara yang paling penting dalam perkawinan adat Tionghoa. Setiap
penghormatan akan dibalas dengan ang pauw, baik berupa uang maupun emas.
C. Upacara Pesta Pernikahan Resepsi Pernikahan
Selesai upacara penghormatan, pada malam hari dilanjutkan dengan resepsi pernikahan yang biasanya diselenggarakan di restoran maupun di rumah
dengan mengundang sanak keluarga dan teman-teman dari calon pengantin maupun kedua orang tuanya. Dalam acara resepsi pernikahan ini dilakukan
Universitas Sumatera Utara
pemotongan kue pernikahan Wedding Cake, acara makan dan hiburan, serta kedua mempelai wanita dan pria beserta kedua orang tua dan keluarga dekat
duduk bersama dalam satu meja yang diberikan kain merah sebagai taplak meja sebagai lambang kebersamaan dalam kebahagian.
D. Tul Sam Ciao membawa pulang calon mempelai wanita
Setelah segala upacara-upacara tersebut diatas selesai dilakukan, maka tiba saat perpisahan calon mempelai wanita kepada kedua orang tuanya dan
melanjutkan hidup sebagai isteri serta menantu keluarga mempelai pria. Mulai saat itulah, mempelai wanita tinggal bersama dan serumah dengan keluarga
mempelai laki-laki.
C. Akibat Hukum Perkawinan menurut Hukum Adat Tionghoa