dipakai.
124
Retnowulan Sutantio menyatakan bahwa hukum yang mengatur harta benda dalam perkawinan tidak memerlukan peraturan pelaksanaan lagi dan dapat
diterapkan, kemudian dikembangkan melalui yurisprudensi.
125
C. Akibat Hukum terhadap Anak Keturunan
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
126
Dengan demikian anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah disebut anak luar kawin, anak yang dilahirkan diluar perkawinan yang sah
hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya.
127
Asal usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Bila akta kelahiran tersebut
tidak ada, Pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan bukti-bukti yang memenuhi
syarat. Atas dasar ketentuan Pengadilan tersebut maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum Pengadilan yang bersangkutan mengeluarkan akta
kelahiran bagi anak yang bersangkutan.
128
Demikian halnya dengan anak yang dilahirkan dalam perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut dapat berbarengan dimohonkan dalam Penetapan Pengesahan
124
Mulyadi, Hukum Perkawinan Indonesia, Semarang : Fakultas Hukum UNDIP, 1993, hal.10.
125
Retnowulan Sutantio, Masalah Masalah Hukum Waris Pada Dewasa Ini, Bandung : Alumni, 1983, hal.6.
126
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
127
Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
128
Pasal 55 ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
Perkawinan untuk ditetapkan sebagai anak sah sehingga timbul kewajiban- kewajiban dari orang tua serta hak-hak dari anak tersebut sebagaimana hak-hak
anak tersebut apabila dilahirkan dalam perkawinan yang sah menurut Undang- Undang. Anak luar kawin yang sebelumnya hanya memiliki hubungan keperdataan
dengan ibu dan keluarga ibunya, dengan kemudian setelah ditetapkan sebagai anak sah melalui penetapan pengesahan perkawinan adat Tionghoa tersebut, maka ia juga
memiliki hubungan keperdataan dengan ayah dan keluarga ayahnya, demikian berhak mewarisi dan merupakan ahli waris yang sah atas harta warisan peninggalan
ayahnya tersebut. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui ketentuan pasal 277 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berikut ini:
Pengesahan anak, baik dengan kemudian kawinnya bapak dan ibunya, maupun dengan surat pengesahan menurut pasal 274, mengakibatkan bahwa
terhadap anak itu akan berlaku ketentuan-ketentuan Undang-Undang yang sama seolah-olah anak itu dilahirkan dalam perkawinan.
129
Ahli waris yang sah menurut hukum dari suami yang perkawinannya tidak dicatatkan adalah saudara-saudaranya bila masih ada, danatau digantikan oleh
anak-anak dari saudaranya tersebut bila saudaranya telah meninggal dunia terlebih dahulu. Sedangkan dalam hal isteri dalam perkawinan yang tidak dicatatkan
meninggal dunia, anak-anaknya masih memiliki hubungan keperdataan dengan sang ibu dan keluarga ibunya
130
, demikian anak-anak tetap menjadi ahli waris yang sah menurut hukum.
129
Pasal 277 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata.
130
Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya akibat perkawinan terhadap anak yang lahir dalam perkawinan menimbulkan hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, yang menetapkan
sebagai berikut: a.
Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak sebaik-baiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri.
Selanjutnya kewajiban itu berlaku sampai anak tersebut kawin atau dapat berdiri sendiri terus dan kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan
kedua orang tua putus. b.
Dalam praktek, apabila perkawinan putus karena perceraian atau karena putusan pengadilan, maka atas permohonan dari pihak suami atau isteri,
Pengadilan akan menyerahkan anak-anak tersebut kepada suami isteri yang benar-benar beritikad baik, untuk dipelihara dan dididik secara baik.
c. Anak yang belum mencapai umur 18 Tahun atau belum pernah kawin, berada
dibawah kekuasaan orang tuanya, selama mereka tidak dicabut dari kekuasaanya;
d. Orang tua mewakili anak tersebut, mengenai segala perbuatan hukum didalam
dan di luar Pengadilan; e.
Orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang- barang tetap yang dimiliki anaknya yang belum berumur 18 tahun atau belum
pernah kawin sebelumnya, kecuali kalau kepentingan anak itu menghendaki;
Universitas Sumatera Utara
Kekuasaan salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih, untuk waktu tertentu atas permintaan orang lain,
keluarga anak dalam garis lurus ke atas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang. Kekuasaan orang tua dapat dicabut dengan alasan, ia
sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya atau berkelakuan buruk sekali. Meskipun telah dicabut kekuasaannya, mereka tetap berkewajiban memberi biaya
pemeliharaan anak. Hal-hal yang telah dikemukakan di atas adalah kewajiban orang tua kepada
anak mereka. Yang menjadi kewajiban orang tua itu merupakan hak dari anaknya. Sebaliknya, anak tidak hanya mempunyai hak terhadap orang tua saja, akan tetapi
anak juga mempunyai kewajiban-kewajiban terhadap orang tuanya. Kewajiban- kewajiban tersebut, antara lain:
131
1 Anak wajib menghormati orang tua dan mentaati kehendak mereka yang baik;
2 Jika anak telah dewasa, ia wajib memelihara menurut kemampuannya, orang
tua dan keluarga dalam garis lurus keatas, bila mereka itu memerlukan bantuannya.
Dengan demikian, yang menjadi kewajiban anak terhadap orang tua itu, merupakan hak dari orang tuanya.
132
131
Pasal 46 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
132
Mulyadi, Op.Cit, hal. 47.
Universitas Sumatera Utara
D. Akibat Hukum terhadap Pihak Ketiga yang berkepentingan