Kerangka Teori Kerangka Teori Dan Konsepsi

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan dan pegangan teoritis. Kerangka teori merupakan susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan, asas, keterangan sebagai satu kesatuan yang logis menjadi landasan, acuan dan pedoman untuk mencapai tujuan, 12 sedangkan teori adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual dimana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. 13 Teori merupakan keseluruhan pernyataan yang saling berkaitan, yang dikemukakan untuk menjelaskan tentang adanya sesuatu, maka teori hukum dapat ditentukan dengan lebih jauh sebagai suatu keseluruhan pernyatan-pernyataan yang saling berkaitan dan berkenaan dengan hukum. Dengan ini harus cukup menguraikan tentang apa yang diartikan dengan unsur teori dan harus mengarahkan diri kepada unsur hukum. Teori juga merupakan sebuah desain langkah-langkah penelitian yang berhubungan dengan kepustakaan, isu kebijakan maupun narasumber penting lainnya. Sebuah teori harus diuji dengan menghadapkannya kepada fakta-fakta yang kemudian harus dapat menunjukkan kebenarannya. 12 Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 2004, hal. 72-73. 13 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung : CV Bandar Maju, 1994, hal.27. Universitas Sumatera Utara Fungsi teori dalam penelitian tesis ini adalah untuk memberikan pedomanpetunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. 14 Dalam menjawab rumusan permasalahan yang ada, adapun teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah Teori Kepastian Hukum. Teori kepastian hukum mengandung 2 dua pengertian, yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu, individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Menurut Satjipto Rahardjo, kepastian hukum merupakan fenomena psikologi daripada hukum. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal dalam Undang-Undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim yang satu dengan yang lainnya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan. 15 Kepastian hukum adalah tujuan utama dari hukum. 16 Menurut Hans Kelsen, setiap tata kaedah hukum merupakan suatu susunan daripada kaedah-kaedah stufenbau. Di puncak stufenbau tersebut terdapat 14 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002, hal. 35. 15 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta : Kencana Pranada Media Group, 2008, hal. 158. 16 J.B. Daiyo, Pengantar Ilmu Hukum, Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta : PT. Prennahlindo, 2001, hal. 120. Universitas Sumatera Utara ”grundnorm” atau kaedah dasar atau kaedah fundamental, yang merupakan hasil pemikiran secara yuridis. 17 Tujuan hukum adalah mewujudkan keadilan rechtgerechtigheid, kemanfaatan rechtsutiliteit dan kepastian hukum rechtszekerheid 18 . Dalam hal mewujudkan keadilan, menurut W. Friedman, suatu Undang-Undang haruslah memberikan keadilan yang sama kepada semua walaupun terdapat perbedaan- perbedaan diantara pribadi-pribadi tersebut. 19 Roscoe Pond dalam bukunya Scope and Purpose of Sociological Jurisprudence, 20 menyebutkan ada beberapa kepentingan yang harus mendapat perlindungan atau dilindungi oleh hukum, yaitu Pertama, kepentingan terhadap negara sebagai suatu badan yuridis; Kedua, kepentingan negara sebagai penjaga kepentingan sosial; Ketiga, kepentingan terhadap perseorangan terdiri dari pribadi, hubungan-hubungan domestik, kepentingan substansi. Dari pendapat Roscoe Pond tersebut, dapat dilihat bahwa sangat diperlukannya suatu perlindungan hukum terhadap kepentingan perseorangan, karena dengan adanya perlindungan hukum akan tercipta suatu keadilan. Agar terjaminnya ketertiban pranata pernikahan dalam masyarakat, maka Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juncto Peraturan 17 Ibid, Hal. 127 18 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Jakarta : PT. Gunung Agung Tbk, 2002, hal. 85. 19 W.Friedman, Teori dan Filsafat Hukum Dalam Buku Telaah Kritis Atas Teori-Teori Hukum, diterjemahkan dari buku aslinya Legal Theory oleh Muhammad Arifin, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 1993, hal. 7. 20 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : PT.Citra Aditya Bakti, 2000, hal.298. Universitas Sumatera Utara Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang - Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menghendaki setiap perkawinan dicatat oleh petugas yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun kenyataan memperlihatkan fenomena yang berbeda. Hal ini tampak dari maraknya pernikahan siri atau pernikahan dibawah tangan yang terjadi di tengah masyarakat. Fungsi dan kedudukan pencatatan perkawinan menurut Bagir Manan adalah untuk menjamin ketertiban hukum legal order yang berfungsi sebagai instrumen kepastian hukum, kemudahan hukum, disamping sebagai salah satu alat bukti perkawinan. Pencatatan perkawinan bertujuan untuk menjadikan peristiwa perkawinan itu menjadi jelas bagi yang bersangkutan, keluarga maupun bagi masyarakat, misalnya kapan pihak yang satu menjadi ahli waris pihak yang lain, kapan harta bersama dianggap mulai ada yang dapat dipertanggungjawabkan terhadap hubungan perjanjian yang diadakan oleh mereka atau salah satu dari mereka. 21 Adapun akibat hukum dari tidak dicatatnya perkawinan adalah : a. Perkawinan Dianggap tidak Sah. Meski perkawinan dilakukan menurut agama dan kepercayaan, namun di mata negara perkawinan dianggap tidak sah jika belum dicatat oleh Kantor Urusan Agama atau Kantor Catatan Sipil. 21 Saidus Syahar, Undang-Undang Perkawinan dan Masalah Pelaksanaannya Ditinjau dari Segi Hukum Islam, Bandung : Alumni, 1976, hal. 27. Universitas Sumatera Utara b. Anak Hanya Mempunyai Hubungan Perdata dengan Ibu dan Keluarga Ibu. Anak-anak yang dilahirkan di luar perkawinan atau perkawinan yang tidak tercatat, selain dianggap anak tidak sah, juga hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibu atau keluarga ibu Pasal 42 dan 43 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Sedangkan hubungan perdata antara si anak dengan ayahnya tidak ada. c. Anak dan ibunya Tidak Berhak Mendapatkan Waris dan Nafkah. Akibat lebih jauh dari perkawinan yang tidak tercatat adalah, baik isteri maupun anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut tidak berhak menuntut nafkah ataupun warisan dari ayahnya. Berhubungan dengan akibat yang sangat penting dari perkawinan inilah, maka masyarakat membutuhkan suatu peraturan untuk mengatur perkawinan yaitu: syarat-syarat perkawinan, pelaksanaan perkawinan, kelanjutan dan terhentinya perkawinan. 22 2. Konsepsi Konsep adalah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang disebut dengan operational definition. 23 Pentingnya definisi operasional adalah 22 Penjelasan umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 23 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak Dan Perlindungan Yang Seimbang Bagi Para Pihak Dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993, hal. 10. Universitas Sumatera Utara untuk menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua dubius dari suatu istilah yang dipakai. 24 Dalam penelitian ini, dirumuskan serangkaian kerangka konsepsi atau definisi operasional sebagai berikut : 1. Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. 25 2. Pencatatan Perkawinan adalah suatu tindakan dari instansi yang diberikan tugas untuk mencatat perkawinan dan perceraian dalam buku register dan dilakukan menurut ketentuan yang berlaku. 26 3. Catatan Sipil adalah suatu lembaga yang bertugas untuk mencatat atau mendaftar setiap peristiwa yang diamati oleh warga masyarakat, misalnya perkawinan, dengan tujuan untuk mendapatkan data selengkap mungkin, agar status perkawinan warga masyarakat dapat diketahui. 27 4. Masyarakat Tionghoa adalah orang-orang keturunan Tionghoa yang lahir dan menetap di Indonesia, hidup dan berbaur dengan masyarakat Indonesia lainnya selama beberapa dasawarsa dan telah berkewarganegaraan Indonesia. 24 Tan Kamelo, Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia : Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara, Medan : PPs-USU, 2002, hal.35. 25 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 26 Arso Sastroatmodjo dan H.A. Wasit Aulawi, Hukum Perkawinan di Indonesia, Jakarta : Bulan Bintang, 1974, hal. 31. 27 Nico Ngani, Cara Untuk Memperoleh Catatan Sipil, Yogyakarta : Liberty, 1984, hal.6. Universitas Sumatera Utara 5. Hukum adat adalah hukum yang tidak tertulis dalam peraturan legislatif, meliputi peraturan hidup yang meskipun tidak dikitabkan oleh yang berwajib, namun dihormati dan didukung oleh rakyat berdasar atas keyakinan bahwasanya peraturan-peraturan tersebut mempunyai kekuatan hukum. 28 6. Hukum adat Tionghoa adalah adat-istiadat kebiasaan yang dilaksanakan oleh masyarakat Tionghoa secara turun temurun dari satu generasi kepada generasi berikutnya dan berulang-ulang dalam kehidupan sehari-hari. 7. Perkawinan Bawah Tangan adalah perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan agama atau adat istiadat calon suami danatau calon isteri, dan pada dasarnya secara agama dan adat perkawinan tersebut telah sah, akan tetapi secara hukum, perkawinan tersebut tidak diakui oleh negara. 8. Kumpul Kebo adalah hidup bersama antara seorang pria dan wanita tanpa adanya ikatan perkawinan secara sah berdasarkan undang-undang. 29 9. Pengesahan Perkawinan adalah permohonan pengesahan Perkawinan yang diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan penetapan dari pengadilan tentang sahnya Perkawinan agar bisa dicatatkan ke Kantor Catatan Sipil. 10. Penetapan Hakim adalah suatu putusan yang mengandung penetapan atau menetapkan suatu keadaan sebagai keadaan yang sah menurut hukum atau Undang-Undang. 28 Soepomo, Dasar-Dasar Hukum Adat dan Ilmu Hukum Adat, Bandung : Alumni, 1981, hal. 20. 29 M.Marwan Jimmy P, Kamus Hukum Dictionary of Law Complete Edition, Surabaya : Reality Publisher, 2009, hal. 393. Universitas Sumatera Utara

G. Metode Penelitian