Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Tionghoa untuk melakukan pencatatan perkawinan dapat dilakukan melalui beberapa cara, yakni :
a. Mensosialisasikan kembali Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan kepada seluruh rakyat Indonesia, khususnya masyarakat Tionghoa.
b. Menentukan peraturan yang memberikan kemudahan dalam pencatatan
perkawinan, khususnya bagi masyarakat Tionghoa. c.
Memberikan pelayanan yang memuaskan dan tidak berbelit-belit dalam pencatatan perkawinan oleh Pemerintah Pegawai Pencatat Nikah.
d. Memberikan pendidikan mengenai pentingnya pencatatan perkawinan bagi
diri dan keluarga. e.
Memberikan bimbingan serta pembinaan bagi masyarakat Tionghoa terutama mengenai Hukum Perkawinan dan administrasi perkawinan yang berlaku di
Indonesia.
B. Prosedur Pencatatan Perkawinan Melampaui Batas Waktu
Mereka yang melangsungkan perkawinan menurut tata cara agama Islam, hampir semuanya dilakukan oleh Kadi yang juga Pegawai dari Kantor Urusan
Agama KUA,
yang kemudian
akan mencatatkan
perkawinan yang
dilangsungkannya di Buku Daftar Pencatatan Perkawinan dan selanjutnya dikeluarkanlah buku nikah yang tercantum hari, tanggal dan tahun waktu
Universitas Sumatera Utara
perkawinan dilangsungkan, dalam arti tidak ada perbedaan antara waktu pelangsungan perkawinan dan waktu pencatatan.
Namun, bagi mereka yang bukan pemeluk agama Islam, tentunya dapat saja terjadi perbedaan waktu antara pelangsungan perkawinan dan pencatatan
perkawinan, karena dilakukan oleh dua lembaga yang berbeda, meskipun banyak yang dilakukan berbarengan, tetapi tidak kurang banyaknya yang dilakukan pada
waktu yang berbeda yang disebabkan karena dilakukan di dua lembaga yang berbeda, yakni perbedaan waktu antara pelangsungan perkawinan di lembaga agama
dan kepercayaan dengan lembaga pencatatan perkawinan. Oleh sebab itu, Undang-Undang menetapkan batas waktu pencatatan
perkawinan untuk menghindari tenggang waktu yang terlalu jauh yang dapat menimbulkan permasalahan dikemudian hari. Perkawinan yang sah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Instansi Pelaksana di tempat terjadinya perkawinan paling lambat 60 enam puluh
hari sejak tanggal perkawinan.
100
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud berlaku juga bagi perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan dan perkawinan
Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.
101
Pelaporan perkawinan melampaui batas waktu adalah pelaporan perkawinan yang sah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang melampaui 60 enam
100
Pasal 34 ayat 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
101
Pasal 35 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Universitas Sumatera Utara
puluh hari sejak tanggal perkawinan.
102
Dengan lewatnya masa waktu yang ditetapkan yakni 60 hari atau 2 bulan sebagai batas waktu untuk melakukan
pencatatan perkawinan tersebut, maka pencatatan perkawinan dianggap telah melampaui batas waktu dan prosedur yang harus dilakukan adalah pencatatan atas
pelaporan perkawinan yang telah melampaui batas waktu. Pelaporan dan pencatatan perkawinan yang melampaui batas waktu dilaporkan oleh penduduk kepada Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil di tempat terjadinya perkawinan.
103
Penduduk yang telah melaporkan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus mengajukan
perubahan dokumen kependudukan di tempat domisili.
104
Persyaratan pencatatan atas pelaporan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, bagi penduduk Warga Negara Indonesia dilakukan dengan
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
105
a. Surat
Keterangan telah
terjadinya perkawinan
dari pemuka
agamapendeta atau Surat Perkawinan Penghayat Kepercayaan yang ditandatangani oleh Pemuka Penghayat Kepercayaan;
b. Kartu Keluarga;
c. KTP Suami dan Isteri;
d. Pas Photo Suami dan Isteri berdampingan, ukuran 4x6 sebanyak 5
lembar; e.
Kutipan Akta kelahiran Suami dan Isteri; dan
102
Pasal 1 angka 5 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan oleh Negara Lain.
103
Pasal 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan oleh Negara Lain.
104
Pasal 8 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan oleh Negara Lain.
105
Pasal 4 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan oleh Negara Lain.
Universitas Sumatera Utara
f. Akta Perceraian bagi yang telah bercerai atau Akta Kematian atau Surat
Keterangan kematian bagi yang pasangannya telah meninggal dunia.
Surat Keterangan telah terjadinya perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf a harus mendapatkan legalisasi dari pemuka agamapendeta atau
penghayat kepercayaan di tempat terjadinya perkawinan. Legalisasi atas Surat Keterangan telah terjadinya perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat 2
berlaku paling lama 1 satu minggu.
106
Pelaporan dan pencatatan perkawinan yang melampaui batas dilakukan dengan tata cara:
107
a. pasangan suami dan isteri mengisi formulir pencatatan perkawinan pada
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil dengan melampirkan persyaratan;
b. Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
atau UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil melakukan verifikasi dan validasi kebenaran data;
c. Pejabat Pencatatan Sipil pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil
atau UPTD Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil mencatat pada Register Akta Perkawinan dan menerbitkan Kutipan Akta Perkawinan;
d. Kutipan Akta Perkawinan sebagaimana dimaksud pada huruf b
diberikan kepada masing-masing suami dan isteri; e.
suami atau istri berkewajiban melaporkan hasil pencatatan perkawinan kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil atau UPTD Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil tempat domisilinya.
Prosedur pencatatan perkawinan yang melampaui batas waktu tersebut berlaku kepada pasangan suami isteri yang masih hidup, sedangkan apabila salah
106
Pasal 4 ayat 2 dan 3 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan oleh Negara Lain.
107
Pasal 7 ayat 1 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan oleh Negara Lain.
Universitas Sumatera Utara
satu dari suamiisteri tersebut telah meninggal dunia, maka pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan, yakni dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan oleh Negara Lain
juncto Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menyebutkan bahwa “Dalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.” Jadi pasangan suami atau isteri yang hidup terlama
harus memohonkan penetapan pengesahan perkawinan kepada hakimpengadilan guna mengesahkan perkawinan adat danatau agama yang telah dilakukan.
C. Kekuatan Hukum Berlaku Penetapan Pengesahan Perkawinan Adat