satu dari suamiisteri tersebut telah meninggal dunia, maka pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan, yakni dapat dilihat dalam ketentuan
Pasal 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 12 Tahun 2010 tentang Pedoman Pencatatan Perkawinan dan Pelaporan Akta yang Diterbitkan oleh Negara Lain
juncto Pasal 36 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang menyebutkan bahwa “Dalam hal perkawinan tidak dapat
dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.” Jadi pasangan suami atau isteri yang hidup terlama
harus memohonkan penetapan pengesahan perkawinan kepada hakimpengadilan guna mengesahkan perkawinan adat danatau agama yang telah dilakukan.
C. Kekuatan Hukum Berlaku Penetapan Pengesahan Perkawinan Adat
Tionghoa
Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan sebuah interaksi dengan sesamanya. Proses interaksi dimaksud tidak selamanya berjalan dengan baik, namun
ada kalanya dihiasi dengan konflik atau kendala sehingga diperlukan adanya suatu institusi yang menjadi pemutus untuk menyelesaikan konflik atau kendala tersebut.
Dalam kehidupan bernegara, institusi ini menjelma dalam bentuk lembaga-lembaga peradilan.
Tujuan pihak-pihak yang berperkara menyerahkan perkara-perkaranya kepada pengadilan adalah untuk menyelesaikan perkara atau kendala mereka secara
Universitas Sumatera Utara
tuntas dengan putusan pengadilan. Setiap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, wajib dan mesti dilaksanakan baik secara sukarela atau dengan paksa melalui
eksekusi, dan pelaksanaan atas pemenuhan putusan itu tanpa menghiraukan apakah putusan itu kejam atau tidak menyenangkan.
Suatu hal yang perlu disadari para hakim pada saat mengambil dan menjatuhkan putusan, bahwa putusan itu merupakan bentuk penyiksaan.
108
Oleh karena itu, putusan yang dijatuhkan harus benar-benar melalui proses pemeriksaan
peradilan yang jujur fair trial dengan pertimbangan yang didasarkan pada keadilan berdasarkan moral moral justice, dan bukan hanya semata-mata
berdasarkan keadilan Undang-Undang legal justice. Dengan adanya putusan pengadilan bukan berarti sudah menyelesaikan
perkara atau kendala secara tuntas, akan tetapi perkara akan dianggap selesai apabila ada pelaksanaan putusan atau eksekusi. Dengan kata lain, pencari keadil an
mempunyai tujuan akhir yaitu agar segala hak-haknya yang dirugikan dapat dipulihkan melalui putusan pengadilanhakim. Dan pemulihan tersebut akan
tercapai apabila putusan dapat dilaksanakan. Hasil akhir dari pemeriksaan perkara di pengadilan disebut putusan atau
vonis. Akan tetapi lain halnya dengan permohonan penetapan, maka putusan yang akan diputuskan oleh hakim disebut penetapan. Dalam permohonan penetapan tidak
dikenal adanya tergugat sebagai lawan berperkara, melainkan hanya ada pemohon
108
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Jakarta : Sinar Grafika, 2006, cetakan keempat, hal. 871.
Universitas Sumatera Utara
saja. Berbeda dengan gugatan dimana ada dua pihak, yakni penggugat dan tergugat.
109
Penetapan hakim merupakan putusan hakim yang bersifat declaratoir
110
untuk menetapkan suatu peristiwa tertentu
111
yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan hakim dalam sidang yang terbuka untuk umum, sebagai hasil dari
pemeriksaan perkara permohonan voluntair. Macam-macam penetapan, antara lain:
112
1. Penetapan yang menciptakan keadaan hukum baru pada umumnya
2. Penetapan yang menciptakan keadaan hukum baru hanya terhadap suatu objek
tertentu 3.
Penetapan yang membentuk atau membubarkan badan hukum 4.
Penetapan yang memberikan beban kewajiban 5.
Penetapan yang memberikan keuntungan dispensasi, izin atau vergunning, lisensi dan konsesi
Penetapan pengesahan perkawinan adat Tionghoa oleh hakim diberikan atas permohonan yang dapat diajukan oleh suami isteri bersama-sama atau masing-
masing bila salah satunya telah meninggal dunia. Penetapan pengesahan perkawinan
109
Darwan Prinst, Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata, Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996, cetakan ke II, hal. 205.
110
Putusan declaratoir adalah putusan yang berisi pernyataan atau penegasan tentang suatu keadaan atau kedudukan hukum semata-mata, misalnya putusan yang menyatakan ikatan
perkawinan sah.
111
http:www.pn-cibinong.go.iduploadsfileKamus_Hukum.pdf, diakses pada tanggal 20 Juni 2011.
112
H. Riduan Syahrani, Kata-Kata Kunci Mempelajari Ilmu Hukum, Bandung : PT. Alumni, 2009, hal 180.
Universitas Sumatera Utara
adat Tionghoa tersebut sangat bergantung kepada pertimbangan dan keyakinan hukum hakim atas telah terselenggaranya perkawinan tersebut secara adat danatau
agama secara sah sebagaimana ditentukan dalam Pasal 101 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dengan dukungan bukti-bukti seperti Kartu Keluarga, akta
Kematian, akta Kelahiran anak-anak tersebut, dan Surat Keterangan Perkawinan yang dikeluarkan oleh lembaga adat atau lembaga ibadah keagamaan seperti Vihara,
Gereja, Kelenteng, dan lain sebagainya. Selain bukti-bukti tersebut, hakim juga mendengarkan keterangan saksi-saksi yang diajukan tentang benar adanya suatu
perkawinan pasangan suami isteri dimaksud telah berlangsung dan berjalan dengan sebagaimana mestinya.
Setiap produk yang diterbitkan hakim atau pengadilan dalam menyelesaikan permasalahan yang diajukan kepadanya, dengan sendirinya merupakan akta
otentik
113
, yaitu merupakan akta resmi yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk itu. Bertolak dari doktrin yang dikemukakan diatas, setiap penetapan atau
putusan yang dijatuhkan pengadilan bernilai sebagai akta otentik.
114
Doktrin ini pun sesuai dengan ketentuan yang digariskan dalam pasal 1868 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yakni bahwa “suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang-Undang, oleh atau dihadapan pegawai umum
yang berkuasa untuk itu di tempat akta itu dibuat.” Memperhatikan ketentuan yang mengatakan bahwa putusan pengadilan merupakan akta otentik, berarti sesuai
113
Setiawan, Aneka Masalah Hukum dan Hukum Acara Perdata, Bandung : Alumni, 1992, hal. 399.
114
Subekti, Hukum Acara Perdata, Jakarta : Bina Cipta, 1977, hal.126.
Universitas Sumatera Utara
dengan pasal 1870 Kitab Undang-Undang Perdata, pada diri putusan itu melekat nilai ketentuan pembuktian yang sempurna dan mengikat volledig en bindende
bewijskracht. Meskipun penetapan yang dijatuhkan pengadilan berbentuk akta otentik,
namun nilai kekuatan pembuktian yang melekat padanya berbeda dengan yang terdapat pada putusan yang bersifat contentiosa. Dalam putusan yang bersifat partai
contentiosa, nilai kekuatan pembuktiannya adalah:
115
a. benar-benar sempurna dan mengikat
b. kekuatan mengikatnya meliputi para pihak yang terlibat dalam perkara dan
ahli waris mereka, dan kepada orang atau pihak ketiga yang mendapat hak dari mereka.
Tidak demikian halnya dengan penetapan. Sesuai dengan sifat proses pemeriksaannya yang bercorak ex-parte atau sepihak, nilai kekuatan pembuktian
yang melekat dalam penetapan sama dengan sifat ex-parte itu sendiri, dalam arti: a.
Nilai kekuatan pembuktiannya hanya mengikat pada diri pemohon saja, b.
Tidak mempunyai kekuatan mengikat kepada orang lain atau kepada pihak ketiga.
Sesuai dengan ketentuan pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, apabila putusan yang dijatuhkan pengadilan bersifat positif menolak untuk
mengabulkan, kemudian putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap, maka dalam putusan melekat nebis in idem. Oleh karena itu, terhadap kasus dan
115
Ibid, hal. 126.
Universitas Sumatera Utara
pihak yang sama tidak boleh diajukan untuk kedua kalinya. Namun tidak demikian halnya dengan penetapan. Pada dirinya hanya melekat kekuatan mengikat secara
sepihak, yaitu pada diri pemohon, jadi tidak mengikat dan tidak mempunyai kekuatan pembuktian pada pihak manapun. Oleh karena itu, pada penetapan tidak
melekat nebis in idem. Hakim yang memeriksa perkara permohonan
penetapan pengesahan perkawinan harus jeli, jangan sampai yang seharusnya diselesaikan dengan gugatan
tetapi diperiksa dengan permohonan yang pada akhirnya mengeluarkan penetapan. Adapun ciri khas suatu permohonan adalah sebagai berikut:
116
1. Masalah yang diajukan bersifat kepentingan sepihak saja for benefit of one
party only; Benar-benar murni untuk menyelesaikan kepentingan pemohon tentang
sesuatu permasalahan perdata yang memerlukan suatu kepastian hukum, misalnya permintaan izin dari pengadilan untuk melakukan tindakan tertentu;
Dengan demikian pada prinsipnya, apa yang dipermasalahkan pemohon, tidak bersentuhan dengan hak dan kepentingan orang lain;
2. Permasalahan yang dimohonkan penyesuaiannya kepada Pengadilan Negeri,
pada prinsipnya tanpa sengketa dengan pihak lain without disputes or differences with another party;
116
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, Op. Cit., hal. 29.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan ukuran ini, tidak dibenarkan mengajukan permohonan tentang penyelesaian sengketa hak atau pemilikan maupun penyerahan serta
pembayaran sesuatu oleh orang lain atau pihak ketiga; 3.
Tidak ada orang lain atau pihak ketiga yang ditarik sebagai lawan, tetapi bersifat ex-parte;
Benar-benar murni dan mutlak satu pihak atau bersifat ex-parte. Permohonan untuk kepentingan sepihak on behalf of one party atau yang terlibat dalam
permasalahan hukum involving only one party to a legal matter yang diajukan dalam kasus itu, hanya satu pihak.
D. Prosedur Permohonan Penetapan Pengesahan Perkawinan Adat