senior di Kota Medan, yakni bahwa kesadaran masyarakat Tionghoa baru muncul ketika salah satu dari suami isteri tersebut telah meninggal dunia akan tetapi
ternyata perkawinan mereka belum dicatatkan sehingga ketika para ahli waris bersangkutan hendak membuat Surat Keterangan Ahli Waris, akta-akta pembagian
warisan ataupun hendak menjual danatau membalik nama harta benda yang merupakan harta warisan, barulah mereka sadar bahwa mereka tidak berhak
menurut hukum atas harta warisan yang ditinggalkan.
84
Terhadap kasus demikian, jalur hukum yang dapat ditempuh adalah melalui permohonan penetapan
pengesahan perkawinan yang tergantung kepada keputusan dan pertimbangan hakim mengenai sah atau tidaknya perkawinan tersebut.
E. Akibat Hukum Perkawinan Tidak Dicatatkan
Adanya suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan cara lain, melainkan dengan akta pelaksanaan perkawinan itu, yang telah dibukukan dalam
register-register catatan sipil, kecuali dalam hal-hal teratur dalam pasal-pasal berikut.
85
Sahnya suatu perkawinan merupakan hal yang sangat penting karena berkaitan erat sekali dengan akibat hukum yang timbul dari perkawinan, baik yang
menyangkut keturunan anak-anak maupun harta. Kelalaian dalam mencatatkan perkawinan sesuai ketentuan Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mengakibatkan konsekuensi yuridis
84
Hasil wawancara dengan Bapak Tjong, Deddy Iskandar, Sarjana Hukum, Notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah di Kota Medan, tanggal 9 Agustus 2011.
85
Pasal 100 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Universitas Sumatera Utara
terhadap perkawinan yang bersangkutan. Apabila perkawinan dinyatakan sah, maka kedudukan harta yang diperoleh selama perkawinan dan anak yang lahir
dari perkawinan itu menjadi tegas dan jelas, demikian pula sebaliknya. Akibat-akibat hukum dari perkawinan tidak dicatatkan dapat berupa :
a. Akibat hukum terhadap perempuan isteri
1. Ketidakjelasan kekaburan status perkawinan. 2. Kelemahan posisi perempuan isteri dalam penuntutan pemenuhan hak-
haknya, antara lain hak untuk mendapatkan nafkah lahir dan batin, hak untuk mengajukan pembatalan perkawinan, hak untuk menggugat cerai
suami, hak untuk menuntut harta warisan, hak untuk menuntut harta gono gini dan sebagainya.
3. Kesewenang-wenangan pihak laki-laki suami dalam menjatuhkan talakcerai.
4. Ketiadaan perlindungan hukum bagi isteri dalam hal suami melakukan perkawinan poligami.
5. Isteri seringkali menjadi korban yang lemah kedudukannya dalam hal terjadi kekerasan rumah tangga.
b. Akibat hukum terhadap anak keturunan
Anak yang lahir dalam Perkawinan yang tidak dicatatkan setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan disebut sebagai anak
Universitas Sumatera Utara
luar kawin, sehingga dalam akta kelahiran hanya dicantumkan nama ibunya saja. Anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata
dengan ibunya dan keluarga ibunya saja.
86
Kedudukan anak yang dilahirkan diluar perkawinan tersebut selanjutnya diatur dalam Peraturan Pemerintah
87
, namun sampai sekarang Peraturan Pemerintah dimaksud belum juga diterbitkan.
88
Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah.
89
Asal-usul seorang anak hanya dapat dibuktikan dengan akta kelahiran yang otentik, yang dikeluarkan oleh Pejabat yang berwenang. Bila akta
kelahiran tersebut tidak ada, maka pengadilan dapat mengeluarkan penetapan tentang asal usul seorang anak setelah diadakan pemeriksaan yang teliti berdasarkan
bukti-bukti yang memenuhi syarat. Atas dasar penetapan pengadilan tersebut, maka instansi pencatat kelahiran yang ada dalam daerah hukum pengadilan yang
bersangkutan mengeluarkan akta kelahiran bagi anak yang bersangkutan.
90
Status hukum anak-anak juga menjadi tidak jelas dalam perkawinan yang tidak dicatatkan ini, terutama dalam mengurus akta kelahiran dan kelemahan dalam
melakukan penuntutan hak-haknya, antara lain hak untuk mendapatkan pengakuan sebagai keturunan yang sah, hak untuk dinafkahi secara lahiriah, hak untuk
menuntut harta warisan, dan sebagainya.
86
Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
87
Pasal 43 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
88
Iman Jauhari, Op.Cit, hal. 170.
89
Pasal 42 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
90
Pasal 55 ayat 1, 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
Dalam pasal 47 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa anak yang belum mencapai umur 18 delapan
belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya dan orang
tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar Pengadilan. Melihat isi ketentuan pasal 47 Undang-Undang tersebut dapat
ditafsirkan bahwa terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan, ayah tidak dapat mewakili anak bawah umur yang dilahirkan diluar perkawinan tersebut dalam
melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan karena anak luar kawin tersebut hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan
keluarga ibunya.
c. Akibat hukum terhadap harta benda perkawinan
Perkawinan yang tidak dicatatkan mengakibatkan perkawinan tersebut tidak dianggap sah oleh Negara dan hukum sehingga tidak berlaku hukum nasional
terhadapnya. Oleh sebab itu dalam suatu perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut menurut hukum perkawinan Indonesia tidak terdapat suatu harta bersama dalam
perkawinan, melainkan hanya harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah
dibawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
91
91
Pasal 35 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
92
Terhadap perkawinan yang tidak dicatatkan ini, Undang-Undang
memandang tidak ada ahli waris kelas satu terhadap harta warisan yang ditinggalkan suamiayah, karena isteri dan anak-anak dalam perkawinan yang tidak
dicatatkan tersebut bukanlah ahli waris sah dan tidak mempunyai kedudukan sebagai ahli waris kelas satu menurut Undang-Undang. Kecuali terhadap harta
warisan yang ditinggalkan oleh isteriibu, anak-anaknya yang mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya berhak mewarisi, demikian dengan
keturunan anak-anaknya tersebut. Hal ini mengakibatkan ahli waris kelas dua dan seterusnya dari pihak
suamiayah, yakni orang tua kandung maupun saudara-saudara kandung beserta keturunannya yang masih hidup berhak dan merupakan ahli waris sah pada saat
si suamiayah dalam perkawinan yang tidak dicatatkan tersebut meninggal dunia.
92
Pasal 36 ayat 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III PENETAPAN PENGESAHAN PERKAWINAN YANG DILANGSUNGKAN
MENURUT HUKUM ADAT TIONGHOA
A. Upaya