Teori Behavioristik Teori Genetik Kajian Pustaka Terdahulu

1. Pemerolehan niat kreatif Communiative Intents dan pengembangan ungkapan bahasanya; 2. Pengembangan kemampuan bercakap-cakap dengan segala aturannnya; 3. Pengembangan piranti untuk membentuk wacana yang kohesif Dardjowidjojo, 2000:43-44.

a. Teori Behavioristik

Pandangan behavioristik menekankan bahwa proses penguasaan bahasapertama dikendalikan dari luar, yaitu oleh stimulus yang disodorkan melalui lingkungan. Salah satu tokoh yang sangat terkenal dalam aliran behavioristik adalah B.F.Skinner. Menurut para behaviorist, respon yang lebih kompleks dipelajari melalui aproksimasi berkelanjutan. Menurut Skinner proses tersebut berlangsung sebagai berikut: respon apa pun yang telah mendekati perilaku standar dari suatu komunitas maka respons tersebut diberi penguatan atau reinforcement. Ketika hal itu sering muncul mendekati perilaku standard maka terus diberi penguat. Dengan cara demikian, penguasaan bentuk-bentuk verbal yang sangat kompleks dapat dicapai. Orang dewasa sebagai pengguna bahasa memberikan model tentang perilaku bahasa yang standar. Sebagai contoh, jika orang dewasa mengatakan ‘saya minta minum’ kemudian ditirukan oleh anak ‘minta minum’ maka respon anak tersebut dapat diterima. Namun, secara bertahap orang dewasa akan mendorong agar anak dapat mengucapkannya secara lengkap apabila menghendaki minum. Kadang-kadang anak dapat mengucapkan bahasa secara lengkap seperti yang diucapkan orang dewasa. Dengan demikian, pada Universitas Sumatera Utara dasarnya bahasa adalah berdasarkan pada proses modeling, imitasi, praktik, dan reinforcement 22 selektif.

b. Teori Genetik

Menurut teori ini, belajar bahasa lebih merupakan proses instingtif daripada proses imitasi. Semua anak dilahirkan dengan memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa. Menurut teori genetik, bahasa anak pada dasarnya telah terstuktur. Akibatnya, anak memproses tata bahasa di sekitarnya, membuat kaidah yang diuji, kemudian merevisi kaidah berdasarkan umpan balik feedback yang diterima. Dengan cara ini pembicaraan anak secara perlahan akan mendekati pembicaraan orang dewasa.

c. Teori Sosiokultural

Teori sosio-kultural menekankan bahwa penguasaan pragmatik merupakan kenyataan yang interaktif. Para pengikut ini menekankan pentingnya lingkungan sosial di mana bahasa tersebut dibutuhan dan interaksi yang terjadi antara anak dan orang dewasa. Salah satu tokoh ini adalah Bruner. Menurutnya, bahasa dihadapi anak dalam interaksi yang benar-benar sangat teratur dengan ibu yang memiliki peran penting dalam mengatur kebahasaan yang dihadapi oleh sang anak. Pandangan ini kemudian melahirkan suatu teori interaksi antara ibu bayi dalam pemerolehan bahasa. Teori ini melihat bahwa penguasaan bahasa sebagai pelibatan ibu dan anak. 22 Reinforcement artinya ‘penguatan’ Universitas Sumatera Utara http:beningembun-apriliasya.blogspot.com201007peningkatan- kemampuan-berbahasa.html . Dibandingkan dengan ibunya, ayah pada umumnya : 1. berbicara lebih pendek; 2. lebih banyak memakai kalimat imperatif dan direktif; 3. memakai kosa kata yang lebih bervariasi; 4. banyak minta penjelasan dari anak. Sosok ayah berbeda dengan sosok seorang ibu , yang umumnya lebih banyak bergaul dengan anak serta memiliki pengetahuan yang cukup tentang anaknya. Akibatnya, dalam berkomunikasi dengan anaknya seorang ayah biasanya tidak selancar seperti ibunya. Ayah lebih sering menanyakan kepada anak apa yang dia maksud. Dengan komunikasi seperti ini, anak sebenarnya dipaksa untuk melakukan penyesuaian komunikatif bila sedang berbicara dengan ayahnya.

2.2.5 Pemerolehan Pragmatik

Dalam uraian di atas, Nino dan Snow dalam Dardjowidjojo,2003:266 menyarankan agar pemerolehan pragmatik anak seyogyanya dikaji pemerolehan niat komunikatif communicative intents dan pengembangan ungkapan bahasanya, pengembangan kemampuan untuk bercakap-cakap dengan segala aturannya, dan pengembangan piranti untuk membentuk wacana yang kohesif. Misalnya, saat akhir umur ketiga tahun, kanak-kanak sudah dapat menggunakan sekitar 1000 kata dan dapat mengerti lebih dari itu. Beberapa kata digunakan unuk menjelaskan satu objek atau ide. Pada umur 3 hingga 4 tahun anak-anak menggunakan kombinasi kalimat yang lebih kompleks, yang tediri dari kata ganti, Universitas Sumatera Utara kata sifat, kata keterangan, kata ganti kepunyaan. Pada umur 4 hingga 5 tahun anak-anak telah mendapatkan hampir seluruh elemen bahasa orang dewasa. Kalimat-kalimatnya mencapai sekitar 3000 kata. Pada umur ini, anak-anak mulai bercerita tentang kehidupannya, yang dikerjakan dan cara mengerjakannya. Seolah-olah antara kata dan perbuatan menjadi satu kesatuan. Pada umur 5-6 tahun bahasa anak-anak dan orang dewasa telah sama. Hampir seluruh aturan gramatikal telah dikuasainya dan pola bahasanya telah kompleks. Anak-anak telah melakukan tindak tutur dalam berbagai bentuk kalimat. Seorang anak kecil efektif dalam percakapan dan ketrampilan awal ini akan meningkatkan interaksi antara anak dan pengasuhnya. Percakapan dengan orang dewasa secara konsisten menjadi predictor ukuran umum perkembangan bahasa. Dua strategi yang membantu mempertahankan interaksi diperkenalkan pada masa early dan middle childhood: a. turn about strategi percakapan di mana orang yang berbicara tak hanya berkomentar mengenai apa yang dikatakan tetapi juga menambahkan pertanyaan untuk membuat teman bicaranya merespon kembali b. shading yaitu strategi percakapan di mana perubahan topik secara gradual dimulai dengan memodifikasi fokus diskusi; Selama masa ini, pengertian anak-anak mengenai illocutionary intent meningkat. Illocutionary intent adalah arti yang ingin dikatakan oleh orang yang berbicara, meskipun bentuk dari ungkapannya tidak persis seperti yang dimaksud. Selain itu anak-anak menemukan efektivitas yang lebih dari referential communication skills yakni suatu kemampuan untuk memproduksi pesan verbal yang jelas dan juga untuk mengenali arti pesan yang disampaikan orang lain secara kurang jelas. Anak- Universitas Sumatera Utara anak prasekolah sensitif terhadap speech registers adaptasi bahasa terhadap ekspektansiharapan sosial, bimbingan orang tua terhadap rutinitas kesopanan anak di usia dini memperluas adaptasi tersebut. Dari uraian di atas, anak-anak pada usia prasekolah telah memiliki kemampuan pragmatiknya dalam bertindak dan bertutur. Tindak Tutur adalah produk atau hasil dari suatu pemerolehan bahasa anak usia prasekolah melalui aspek tindak tutur yang mereka kuasai.

2.2.6 Anak Usia Prasekolah

Anak usia prasekolah merupakan sumber daya manusia yang harus dipersiapkan melalui pembinaan pendidikan. Pembinaan pendidikan sejak dini merupakan upaya strategis bagi pengembangan sumber daya manusia. Memulai pendidikan pada usia taman kanak-kanak sebenarnya terlambat, oleh karena itu, pembinaan pendidikan harus dimulai sejak usia 0 tahun. Hal ini dilakukan pada masa-masa semenjak kelahiran hingga tiga tahun, yang merupakan masa yang spesial dalam kehidupan anak. Menjelang anak masuk sekolah dasar, kisaran usia mereka adalah 3-6 tahun . Pendidikan di TK apalagi Play Group PG. Menurut Biechler dan Snow yang dikutip oleh Patmonodewo 2003:19, menjelang anak masuk sekolah dasar ini disebut anak prasekolah. Mereka biasanya mengikuti program prasekolah dan kindergarten. Namun, di Indonesia umumnya anak-anak usia ini mengikuti program tempat penitipan anak yang dikenal dengan taman bermain Play Group, usia 3-4 tahun, sedangkan anak-anak usia lima tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-Kanak. Universitas Sumatera Utara Purwo 1990:117 menyatakan bahwa pada masa prasekolah, anak-anak telah menguasai kosa kata sekitar 8000 kata, dan hampir seluruh kaidah tata bahasa dikuasainya. Namun, mereka mengalami kesulitan dalam memahami kalimat pasif dan bentuk imperatif tak langsung, akan tetapi, selama masa prasekolah anak-anak sudah mempelajari hal-hal di luar kosa kata dan tata bahasa: mereka sudah dapat menggunakan bahasa di luar konteks sosial yang beraneka ragam. Mereka misalnya, dapat berkata mengenai lelucon, berkata kasar pada temannya, dan dapat berkata sopan kepada orang tuanya. Taningsih 2006:162 mengemukakan bahwa anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2 – 6 tahun atau sering disebut sebagai usia Taman Kanak-kanak TK. Masa ini diperinci lagi ke dalam dua masa: 1 masa vital, karena pada usia ini individu menggunakan fungsi biologisnya untuk menemukan berbagai hal dalam dunianya, dan 2 masa estetik karena pada masa ini dianggap sebagai masa perkembangan rasa keindahan. Early childhood atau kadang dinamakan usia prasekolah adalah periode dari akhir masa bayi sampai umur lima atau enam tahun. Selama periode ini, anak menjadi makin mandiri, siap untuk bersekolah seperti mulai belajar untuk mengikuti perintah dan mengidentifikasi huruf dan banyak menghabiskan waktu bersama teman. Ketika memasuki TK, anak sudah menguasai hampir semua kaidah dasar gramatikal bahasanya. Dia sudah dapat membuat kalimat berita, kalimat tanya, dan sejumlah konstruksi lain. Hanya dia masih mendapat kesulitan dalam Universitas Sumatera Utara membuat konstruksi kalimat pasif dan konstruksi kalimat imperatif Chaer, 2003:238. Namun, mereka sudah dapat menggunakan bahasa dalam konteks sosial yang bermacam-macam. Kadang mereka sudah dapat berkata kasar kepada teman-temanya, juga dapat berkata sopan kepada orang tuanya. Selepas taman kanak-kanak biasanya dianggap sebagai batas berakhirnya periode ini. Anak-kanak dengan mobilitas yang mulai meningkat memiliki akses ke jaringan sosial yang lebih luas dan perkembangan kognitif menjadi semakin dalam. Dengan demikian , kompetensi berbahasa anak usia prasekolah di Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids, Medan merupakan kemampuan pragmatik dapat dikaji berdasarkan fungsi dan jenis tindak tutur yang direalisasikan dalam modus .

2.4 Kajian Pustaka Terdahulu

Kajian pustaka merupakan daftar referensi dari semua jenis referensi seperti buku, jurnal papers, artikel, disertasi, tesis, skripsi, hand outs, laboratory manuals, dan karya ilmiah lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Selain itu kajian pustaka memberikan gambaran tentang kaitan upaya pengembangan dengan upaya-upaya lain yang mungkin sudah pernah dilakukan para ahli untuk mendekati permasalahan yang sama atau relatif sama. Dengan demikian pengembangan yang dilakukan memiliki landasan empiris yang kuat. Maka, dalam kajian ini, penelitian merujuk pada penelitian yang telah dilakukan tentang bahasa di lingkungan taman kanak-kanak yang sudah pernah dilakukan. Penelitian Nasikun dalam Siswatiningsih 1993 menyebutkan bahwa peningkatan kemampuan berbahasa anak usia prasekolah melalui prinsip Universitas Sumatera Utara Bermain Sambil Belajar Penelitian tentang bahasa di lingkungan taman kanak-kanak telah dilakukan oleh Gustianingsih 2002. Penelitiannya yang membahas “Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak-Kanak” menunjukkan bahwa anak usia taman kanak-kanak telah memperoleh kemampuan sintaksis dalam menyusun kalimat majemuk. Temuan ini akan menjadi gambaran pemerolehan bahasa terhadap fungsi tindak tutur anak secara sintaksis. Selanjutnya, Nasution 2009 dengan judul penelitian ”Kemampuan Berbahasa Anak Usia 3-4 Tahun Prasekolah di Play Group Tunas Mekar Medan: Tinjauan Psikolinguistik”, penelitian ini memaparkan bahwa anak usia 3-4 tahun telah memperoleh kemampuan fonologis, sintaksis, maupun semantik. Penelitian ini menginformasikan bahwa anak pada usia itu telah mampu menguasai kalimat-kalimat secara bertahap mulai dari bentuk kalimat yang sederhana hingga bentuk kalimat yang kompleks. Penelitian ini akan menjadi studi banding terhadap pemerolehan tindak tutur anak usia 4-5 tahun di TK GHK Medan. Selanjutnya, Taningsih 2006 mengamati pentingnya “Mengembangkan Kemampuan bahasa Anak usia 4-6 tahun melalui Bercerita. Di dalam tulisannya, dipaparkan bahwa cerita mendorong anak bukan saja senang menyimak cerita , tetapi juga senang bercerita atau berbicara. Anak belajar tentang tata cara berdialog dan bernarasi sehingga terstimulasiterangsang untuk menirukannya. Kemampuan pragmatik terstimulasi melalui bercerita karena dalam cerita ada termasuk cara yang terbaik untuk mengoptimalkan kemampuan anak, termasuk kemampuan berbahasa. Hal ini akan menjadi gambaran yang mendukung dalam penelitian fungsi tindak tutur anak usia prasekolah di TK GHK Medan. Universitas Sumatera Utara negosiasi dan pola tindak-tutur yang baik seperti menyuruh, melarang, berjanji, mematuhi larangan, dan memuji. Kajian ini menjadi referensi penelitian dalam mengamati tindak tutur anak taman kanak-kanak yang menjadi subjek peneliti. Titik Sudartinah 2010 meneliti “Analisis Pragmatik Anak Usia Dua Tahun”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis tindak tutur yang paling banyak dijumpai pada tuturan anak usia dua tahun adalah tindak representatif dan direktif. Tindak tutur ekspresif dan tindak tutur komisif sudah terdapat pada tuturan anak meskipun frekuensinya masih relatif kecil dibandingkan tindak tutur representatif dan tindak tutur direktif. Tindak tutur deklaratif sama sekali belum dijumpai pada tuturan anak usia dua tahun. Demikian juga penelitian pragmatik Yuniarti 2010 yang mengkaji “Kompetensi Tindak Tutur Direktif Anak Usia Prasekolah Kajian Pada Kelompok Bermain Anak Cerdas P2PNFI Regional II Semarang”. Dalam paparannya, peneliti hanya membahas fungsi pragmatik tindak tutur direktif anak usia prasekolah, belum membicarakan fungsi tindak tutur secara kompleks. Hal yang sama dalam penelitian Anggraini 2010, yang berjudul ”Tindak Tutur Murid dan Guru di Taman Kanak-Kanak dalam Kegiatan Belajar Mengajar: Kajian Fungsi Tindak Tutur”, menganalisis seputar tanya jawab antara murid dan guru di sekolah dalam ancangan pragmatik berdasarkan teori Austin dan Searle. Penelitian-penelitian ini memang dikaji dengan kerangka teori tindak tutur ilokusi yang dikembangkan Searle, namun masih sebatas tindak tutur ilokusi direktif saja. Dan rumusan masalah yang dibahas adalah jenis tindak tindak tutur antara murid dan guru. Dengan demikian, keterkaitan antara fungsi tindak tutur dalam modus belum pernah dibahas sehingga layak untuk diteliti. Oleh karena itu, penelitian ini Universitas Sumatera Utara perlu ditindaklanjuti guna mengungkapkan permasalahan tersebut, walau subjek yang diteliti cenderung sama, yaitu anak usia prasekolah di taman kanak-kanak. Berikut ringkasan kajian pustaka terdahulu, dapat dilihat pada tabel 2.1 yang akan dimanfaatkan sebagai landasan informasiteori terhadap penelitian ini. Tabel 2.1 Hasil Penelitian Tindak Tutur Anak Usia Prasekolah No. Peneliti Judul Penelitian Hasil Penelitian 1 Nasikun 1993 Peningkatan Kemampuan Berbahasa Anak Usia Prasekolah melalui Prinsip Bermain sambil Belajar Hasil penelitian menunjukan bahwa Anak Usia Prasekolah telah memiliki kemampuan bertutur 2 Gustianingsih 2002 Pemerolehan Kalimat Majemuk Bahasa Indonesia pada Anak Usia Taman Kanak - Kanak Hasil penelitian menunjukkan pemerolehan kalimat majemuk anak usia prasekolah 3 Nasution 2009 Kemampuan Berbahasa Anak Usia 3- 4 tahun di Play Group Tunas Mekar Medan: Tinjauan Psikolingustik Hasil penelitian menunjukkan bahwa anak usia prasekolah terlibat dalam tindak tutur 4 Taningsih 2006 Mengembangkan Kemampuan Bahasa Anak Usia 4 – 6 tahun melalui Bercerita Hasil penelitian menunjukkan kemampuan bahasa anak usia 4-6 tahun dalam tindak tutur bercerita 5 Sudartinah 2010 Analisis Pragmatik Anak Usia 2 Tahun Kajian penelitian menunjukkan pemerolahan pragmatik anak dalam tindak tutur usia 2 tahun 6 Anggraini2010 Tindak Tutur Murid dan Guru di Taman Kanak-Kanak dalam Kegiatan Belajar-Mengajar:Kajian Fungsi Tindak Tutur Hasil penelitian menunjukkan tindak tutur antara murid dan guru di TK 7 Yuniarti2010 Kompetensi Tindak Tutur Direktif Anak Usia Prasekolah Hasil penelitian menunjukkan pemerolehan Pragmatik dalam tindak tutur direktif anak usia prasekolah Universitas Sumatera Utara

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids GHK, Jalan Bunga Terompet Raya no. 30 PB Selayang II, Medan. GHK merupakan sekolah yang menerapkan sistem active learning dengan bahasa pengantar bilingual Inggris-Indonesia. Metode pendidikan yang dirancang memungkinkan anak terlatih sejak usia dini untuk menyerap IQ kualitas intelektual, SQ sosial rohani, serta EQ bakat anak melalui pengalaman dalam aspek ilmiah dan kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, diharapkan anak mampu menggapai tingkat tingkat prestasinya secara mandiri. Anak-anak membutuhkan perasaan yang nyaman, dukungan serta mendorong untuk masa depan yang penuh harapan. Taman Kanak-Kanak Galilea Hosana Kids mempunyai visi dan misi ‘beriman dan kreatif’ serta bertumbuh dengar firman karakter, commitment, dan kompetensi dalam hidupnya. Dengan pengetahuan agama yang diberikan, anak dibimbing untuk menumbuhkembangan kreativitas usia prasekolah.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penelitian tentang pemerolehan bahasa anak secara longitudinal di Indonesia telah dilakukan oleh Darjdowidjojo 1996 terhadap cucunya yang bernama Echa. Penelitian pemerolehan bahasa Echa dimulai dari umur 0-5 tahun. Universitas Sumatera Utara