Konsep Tindak Tutur Lokusi

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain KBBI 2005:588. Dalam Kamus Linguistik Kridalaksana 2008: 132, konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, dan yang memerlukan penggunaan akal budi untuk memahaminya. Untuk memahami hal-hal yang ada dalam penelitian ini perlu dipaparkan beberapa konsep. Konsep dalam penelitian ini adalah pengertian modus, tindak tutur, jenis tindak tutur, fungsi tindak tutur, dan pengertian anak usia prasekolah yang dijabarkan berdasarkan landasan teori.

2.2 Landasan Teori

Dalam sebuah penelitian perlu adanya landasan teori yang mendasarinya. Landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan. Teori yang akan digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini adalah teori modus, teori tindak tutur, tindak tutur langsung dan tindak tutur tak langsung serta teori anak usia prasekolah. Teori modus yang dikaitkan berdasarkan Pendekatan Sistemik M.A.K. Halliday. Teori tindak tutur diambil dari buku-buku kajian pragmatik. Teori pemerolehan bahasa anak dan anak usia prasekolah diambil dari buku-buku psikologi perkembangan dan psikolinguistik. Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Teori Modus

Kata mood atau mode dalam bahasa Inggris atau modus dan juga modalitas dalam bahasa Indonesia, memiliki definisi yang variatif dalam sejumlah literatur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 2006:750 dinyatakan modus bentuk verba yang mengungkapkan suasana kejiwaan sehubungan dengan perbuatan menurut tafsiran pembicara tentang apa yang diungkapkannya. Dalam Kamus Linguistik, modus adalah kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara, atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkan Kridalaksana,2008:156. Secara lebih spesifik, mood adalah pandangan, pertimbangan atau pendapat pribadi pemakai bahasa terhadap makna paparan pengalaman dalam bentuk klausa yang disampaikan dalam interaksi 8 a. Mood adalah kategori gramatikal dalam bentuk verba ; . Dari penjelasan di atas, secara linguistik modus dapat didefinisikan sejumlah konsep sebagai berikut. b. Mood mengungkapkan suasana psikologis perbuatan ; c. Mood adalah sikap pembicara terhadap bahasa yang digunakan ; d. Mood berkaitan dengan makna paparan pengalaman linguistik ; e. Mood berbentuk klausa. Pemahaman terhadap mood menggunakan landasan teori Linguistik Sistemik Fungsional LSF. 9 8 Saragih,Amrin.Linguistik,Sistemik Fungsional.Pasca Sarjana USU,2010.h.54. Teori ini dikembangkan oleh M.A.K Halliday, 9 Catatan Kuliah Prodi Linguistik 2010 a. teori ini menganalisis bahasa sebagaimana bahasa itu apa adanya ; b. menganalisis makna dari suatu unit bahasa dari segi ideasional, interpersonal, tekstual secara simultan; c. mengungkapkan kegunaan dan fungsi bahasa. Universitas Sumatera Utara seorang sarjana kelahiran Inggris tahun 1925. Teori ini adalah pengembangan dari teori Struktural Ferdinand de Saussure yang lebih menitikberatkan pada pengakuan terhadap ekspresi dan situasi Verhaar, 1970:14. Ekspresi berkaitan dengan tata bahasa, sedangkan situasi berkaitan dengan konteks situasi atau konteks sosial. Hubungan antara sistem bahasa dengan konteks situasi inilah yang menentukan pilihan bentuk dan makna dalam metafungsi bahasa dan sekaligus menentukan sistem dan struktur mood dalam fungsi berbicara speech function. Seperti dalam menyampaikan pernyataan statement, mengajukan pertanyaan question, memberikan perintah command serta menyampaikan penawaran offer. Karya-karya dalam linguistik kritis banyak dipengaruhi oleh pandangan Halliday. Beliau berpandangan bahasa sebagai semiotika sosial dan linguistik sebagai tindakan. Konteks tuturan itu sendiri sebuah konstruksi semiotis yang memiliki sebuah bentuk yang memungkinkan partisipan memprediksikan fitur- fitur register yang berlaku untuk memahami orang lain. Melalui tindakan pemaknaan act of meaning sehari-hari, masyarakat memerankan struktur sosial, menegaskan status dan peran yang dimilikinya, serta menetapkan dan mentransmisikan sistem nilai dan pengetahuan yang dibagi. Jadi, penggunaan bahasa tidak pernah lepas dari konteks sosial. Penggunaan unsur-unsur bahasa sangat ditentukan oleh konteks sosial untuk terjadinya tindak ujar dalam komunikasi. Pilihan unsur bahasa seperti kalimat deklaratif, imperatif, dan sebagainya oleh penutur dan petutur senantiasa berdasarkan konteks sosial. Bahasa merupakan sistem semiotik yang kompleks yang terdiri dari banyak tingkatan atau strata. Strata yang paling utama dalam bahasa, adalah gramatika, Universitas Sumatera Utara yang dalam konteks fungsional sistemik disebut dengan leksikogramatika. Halliday, 1985:15. Leksikogramatika dalam makna antarpersona adalah modus, di mana di dalam modus inilah terealisasi Subjek sebagai partisipan terpenting dan Finite sebagai bagian proses klausa agar dapat bernegosiasi tentang partisipan Subyeknya. Modus, seperti dikatakan sebelumnya, berhubungan dengan fungsi ujaran dengan jaringannya yang dapat terbentuk. Kajian bahasa secara fungsional menjelaskan bentuk bahasa yang disebut kalimat sebagai tindak tutur speech act. Dengan demikian, kalimat dibedakan berdasarkan maksud ujaran penuturnya untuk apa ujaran itu dilontarkan. Dalam berbagai tulisannya, Halliday 1985 selalu menegaskan bahwa bahasa adalah produk proses sosial. Seorang anak yang belajar bahasa dalam waktu yang sama belajar sesuatu yang lain melalui bahasa, yakni membangun gambaran realitas di sekitar dan di dalamnya. Tidak ada fenomena bahasa yang vakum sosial, tetapi ia selalu berhubungan erat dengan aspek-aspek sosial. Dengan demikian, modus adalah pengungkapan atau penggambaran suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran si pembaca atau sikap si pembicara tentang apa yang diungkapkannya. Modus adalah sistem pilihan peranan kepada penutur dan pendengarnya. 10 10 Lihat Kamus Linguistik Kridalaksana,2008:156. Modusmood,mode : kategori gramatikal dalam bentuk verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menurut tafsiran pembicara atau sikap pembicara tentang apa yang diucapkan. Modus kalimat adalah cara bagaimana kalimat itu diekspresikan kepada mitra bicara. Terdapat tiga cara, yakni i deklaratif, ii pertanyaan gramatis, dan iii imperatif. Tiga modus tersebut menempatkan subjek secara berbeda. Penempatan ini mengakibatkan pembagian modus antar partisipan menjadi penunjuk dari hubungan partisipan. Bertanya, misalnya, pada umumnya berkaitan dengan Universitas Sumatera Utara “posisi kekuasaan”. Bertanya dapat menjadi “tindakan” atau “informasi”, dan dapat juga sebagai pemberi informasi. Bertanya selain berarti permintaan informasi juga dapat bernilai perintah; modus pertanyaan memiliki nilai menawarkan tindakan; modus deklaratif memiliki nilai permintaan untuk informasi; deklaratif selain berarti pemberian informasi dapat juga berarti perintah; modus imperatif dapat menjadi sebuah saran atau anjuran. Jadi, yang menjadi pembeda antara kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif adalah modus.

2.2.2 Teori Tindak Tutur

Yule 1996:3 mengatakan bahwa “Pragmatics is the is the studi of contextual meaning” , ‘pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual’. Studi ini akan melakukan penginterpretasian makna sebuah tuturan dengan memperhatikan konteks pemakaiannya dan bagaimana konteks itu itu memengaruhi penutur dalam menentukan suatu tuturan. Pragmatik adalah disiplin ilmu bahasa yang memelajari makna satuan kebahasaan dikomunikasikan. Pandangan tersebut sesuai dengan pendapat Parker dalam Wijana,1996:2 yang mengemukakan bahwa “Pragmatiks is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language . Pragmatiks is the study of how language is used to communicate”. Pragmatik berbeda dengan gramatika yang memelajari struktur bahasa secara internal. Pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa untuk berkomunikasi. Oleh karena yang dikaji adalah makna bahasa, pragmatik dapat dikatakan sejajar dengan semantik. Namun, diantara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar. Perbedaannya ialah semantik menelaah makna sebagai Universitas Sumatera Utara relasi dua segi dyadic, sedangkan pragmatik menelaah makna sebagai relasi tiga segi triadic. Kedua jenis relasi ini secara berurutan dirumuskan oleh Leech 1993:8 ke dalam dua kalimat berikut. 1 What does X mean? Apa artinya X? 2 What did you mean by X? Apa maksudmu dengan X? Berdasarkan kedua rumusan di atas, dapat dilihat bahwa makna dalam semantik semata-mata sebagai hubungan satuan lingual dalam bahasa tertentu yang terlepas dari situasi penutur context independent. Berbeda dengan makna semantik, makna dalam pragmatik berhubungan dengan penutur yang terikat pada situasi context dependent. Lebih lanjut Leech 1993:19-21 mengungkapkan bahwa situasi ujartutur terdiri atas beberapa aspek. a. Penutur dan Lawan tutur. Aspek-aspek yang perlu dicermati dari penutur dan lawan tutur adalah jenis kelamin, daerah, asal, tingkat keakraban, dan latar belakang sosial budaya lainnya yang dapat menjadi penentu hadirnya makna sebuah tuturan. b. Konteks Aturan Konteks tuturan dalam penelitian linguistik mencakup semua aspek fisik dan seting sosial yang relevan dari sebuah tuturan. Konteks yang bersifat fisik disebut koteks cotext, sedangkan konteks sosial sering disebut konteks. Dalam kerangka pragmatik, konteks merupakan semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikandimiliki dan dipahami untuk menginterprestasikan maksud penutur dalam tuturannya. Universitas Sumatera Utara c. Tujuan Tuturan Bentuk-bentuk tuturan muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dengan kata lain, penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Secara pragmatik, satu bentuk tuturan dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Sebaliknya, satu maksud atau tujuan tuturan akan dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda. d. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan Pragmatik menangani bahasa dalam suatu tingkatan yang lebih konkret dibandingkan dengan gramatika. Tuturan disebut sebagai suatu tindakan konkret tindak tutur dalam suasana tertentu. Segala hal yang berkaitan dengannya, seperti jati diri penutur dan lawan tutur yang terlibat, waktu, dan tempat dapat diketahui secara jelas. e. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal Tuturan pada dasarnya adalah hasil tindak verbal dalam aktivitas bertutur sapa. Oleh sebab itu, tuturan dibedakan dengan kalimat. Kalimat adalah entitas produk struktural, sedangkan tuturan adalah produk dari suatu tindak verbal yang muncul dari suatu pertuturan. Makna yang dikaji semantik adalah makna linguistik semantik meaning atau makna semantik semantik sence, sedangkan makna yang dikaji pragmatik adalah maksud penutur speaker meaning atau speaker sense. 11 1 “Kuenya sudah habis”. Analisis tuturan di bawah ini mengilustrasikan pernyataan tersebut. 11 I Dewa Putu Wijana. Dasar-Dasar Pragmatik.Yogyakarta:Penerbit PT Andi.1996h.3 Universitas Sumatera Utara 2 “Merpin, bolanya di mana?” Dalam bentuk struktural, kedua tuturan itu merupakan tuturan deklaratif berita dan tutuan interogatif bertanya. Secara semantik, tuturan 1 bermakna ‘anak yang kehabisan kue’ dan tuturan 2 bermakna ‘bolanya berada di mana’. Tuturan 1 menginformasikan sesuatu kepada lawan tutur sedangkan penutur dalam tuturan 2 ingin mendapatkan informasi dari lawan tuturnya. Kedua tuturan di atas, bila dianalisis secara pragmatis dengan mencermati konteks pemakaiannya akan didapatkan hasil yang berbeda. Misalnya saja, tuturan 1 dituturkan oleh seorang anak taman kanak-kanak kepada temannya yang sama-sama membawa bekal saat istirahat tiba. Tuturan tersebut, bukan semata- mata untuk menginformasikan sesuatu, tetapi dimaksudkan untuk meminta kue milik temannya. Demikian pula bila tuturan 2 dituturkan seorang anak kepada temannya, tuturan tidak dimaksudkan untuk mendapat informasi dari lawan tutur, melainkan untuk menyuruh lawan tuturnya mengambilkan bola. Berdasarkan penjelasan-penjelasan ini, konteks dapat dikatakan sebagai dasar pijakan dalam analisis bahasa secara pragmatik. Tindak tutur merupakan analisis pragmatik, yaitu cabang ilmu bahasa yang mengkaji bahasa dari aspek pemakaian aktualnya. Tindak tutur speech act merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Lebih lanjut Chaer 2004 : 16 memaparkan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Jadi, dalam tindak tutur lebih dilihat pada makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Universitas Sumatera Utara Teori tindak tutur sendiri berangkat dari ceramah filsuf berkebangsaan Inggris Jhon L. Austin pada tahun 1955 1911-1960 yang kemudian diterbitkan pada tahun 1962 dengan judul How to Do Things With Words. Beliau menyatakan bahwa pada dasarnya pada saat seseorang mengatakan sesuatu, dia juga melakukan sesuatu. 12 Seperti yang telah diuraikan sebelumya, tuturan tersebut dinamakan tuturan performatif, sedangkan kata kerjanya juga disebut kata kerja performatif. Tindak tutur merupakan tindakan untuk melakukan sesuatu yang disebut dengan tindakan performatif. Tuturan juga tidak dapat dikatakan benar atau salah, melainkan sahih validfelicitous atau tidak. Sahih invalidfelicitous sebuah tuturan performatif bergantung pada persyaratan kesahihan Felicity Condition. 13 Tuturan merupakan produk penggunaan bahasa dalam bentuk lisan maupun tulisan melalui struktur linguistik yang berhubungan atau tidak pada kalimat. Adapun tindakan adalah sesuatu yang dilakukan oleh seseorang secara aktif. Searle 1974:16 mengemukakan bahwa “ more precisely, the production or issuance of a sentence token under certain conditions is a speech act, and speech act of certain kinds to be explained later are the basic or minimal units of linguistik communication” Yang merupakan syarat-syarat kesahihan diantaranya, yaitu a orang yang mengutarakan dan situasi penuturan tuturan itu harus sesuai; b tindakan tersebut harus dilakukan secara sungguh-sungguh oleh penutur dan mitra tutur, dan c penutur dan mitra tutur harus memilik niat yang sungguh-sungguh untuk melakukan tindakan Wijana 1996:24. 12 Lihat kembali uraian pada hal 19 dalam tesis ini. 13 Lihat Saeed. Semantics.1997h.208 ; Nadar,2009:11-12. Menurut Austin1962 …ada tiga syarat yang harus dipenuhi dalam tuturan-tuturan performatif yang harus dipenuhi, yang disebut felicity conditions Universitas Sumatera Utara ‘Lebih tepatnya, produksi atau pengeluaran suatu kalimat di bawah kondisi- kondisi tertentu adalah tindak tutur, dan tindak tutur dengan jenis tertentu untuk dijelaskan kemudian adalah dasar atau unit minimal linguistik komunikasi’. Dalam linguistik komunikasi, bahasa bukan sekadar simbol, kata, atau kalimat, melainkan sebuah produk dari simbol, kata, atau kalimat dalam kondisi atau konteks tertentu dan terwujud sebagai tindak tutur.

2.2.3 Jenis- Jenis Tindak Tutur

Austin 1968:94-107 14 membedakan tiga jenis tindakan yang berkaitan dengan ujaran. Ketiganya adalah 1 tindak tutur lokusi locutionary act, yakni tuturan yang menyatakan sesuatu; 2 tindak tutur ilokusi illocutionary act, yakni tuturan yang menyatakan sekaligus melakukan suatu tindakan; dan 3 tindak tutur perlokusi perlocutionary act, adalah tuturan yang mempunyai daya pengaruh terhadap petutur untuk melakukan sesuatu. Ketiganya dapat dirinci sebagai berikut.

a. Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur lokusioner atau lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu hal; tindak berbicara, yaitu tindak mengucapkan sesuatu dengan makna kata dan makna kalimat sesuai dengan makna kata itu. Jadi, makna yang terdapat dalam kamus dan makna sintaksis kalimat itu menurut kaidah sintaksisnya the act of saying something; 14 Leech. Prinsip-Prinsip Pragmatik,1993h.316. Universitas Sumatera Utara Austin1968:108 : “…we summed up by saying we perform a locutionary act, which is roughly equivalent to uttering a certain sentence with a certain sense and reference, which again is roughly equivalent to ‘meaning’ in the traditional sense” ‘Kami menyimpulkan bahwa dengan mengatakan kami melakukan tindak lokusi, yang secara kasar setara dengan menuturkan sebuah kalimat dengan arti dan referen tertentu, yang sekali lagi setara dengan ‘makna’ dalam arti tradisional’ . Tindak tutur lokusi mempermasahkan makna harfiah sebuah kalimat yang dituturkan. Oleh karena itu, pemahaman terhadap tindak lokusi harus didasarkan pada tatabahasa, leksikon, semantik, dan fonologi suatu bahasa. a Mobilku inopa b Abi punya duamobil. Kedua kalimat di atas diutarakan oleh penuturnya semata-mata untuk menginformasikan sesuatu tanpa tendensi untuk melakukan sesuatu, apalagi untuk mempengaruhi lawan tuturnya misalnya untuk bersaing. Tindak tutur lokusi merupakan tindakan yang paling mudah diindentifikasi karena dalam pengidentifikasian tindak tutur lokusi tidak memperhitungkan konteks tuturannya. Biasanya tindak tutur lokusioner kurang penting dalam kajian tindak tutur. 15 15 16 Nadar, op.cit,p.14. Universitas Sumatera Utara

b. Tindak Tutur Ilokusi