Kesenian Jathilan dan Persebarannya di Daerah Istimewa Yogyakarta
utama dalam penampilan jathilan. Ada dua hal yang perlu kita simak di sini bahwasannya tema utama jathilan adalah keprajurit-
an. Hanya saja setting peristiwanya berbeda-beda dari daerah satu ke daerah lain. Hal ini sangat ditentukan oleh aspek historis yang
melingkupi suatu wilayah. Di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri atas empat Kabupaten dan satu Kota, memiliki berbagai
variasai atau ragam cerita yang dapat dijadikan sumber tema pe- nyajian jathilan.
1. Cerita Pangeran Diponegoro
Perjuangan Pangeran Diponegoro dapat dijadikan inspirasi membuat penampilan jathilan. Hal ini sangat logis mengingat
peristiwa perjuangan Pangeran Diponegoro saat itu menggunakan kuda sebagai media untuk mencapai daerah satu ke daerah
lainnya. Dengan kuda itu pulalah, kewibawaan seorang pimpinan perang terlihat. Demikian pula dengan prajurit atau laskar Dipone-
goro yang gagah berani naik kuda untuk melawan musuh. Dari cerita dan realita sejarah Pangeran Diponegoro yang
bermarkas di Goa Selarong Bantul, maka dapat memunculkan ide cerita jathilan yang mengangkat tema kepahlawanan Pangeran
Diponegoro. Oleh karena itu, penggunakan properti kuda tiruan dari bambu kuda kepang sebagai bentuk apresiasi dan dukungan
rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajah Belanda Prakosa, 2006:76.
Tema Sumber Cerita dan Komponen Pertunjukan Jathilan di DIY
2. Cerita Raden Patah
Versi kedua menyebutkan bahwa jathilan menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah, yang dibantu oleh para wali dalam
menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Dalam menjalankan dakwah, mereka banyak diganggu jin dan syaitan yang membuat
mereka kesurupan,
kemudian ditolong atau disembuhkan oleh para
wali. Versi ini cukup masuk akal, di mana banyak sekali pementas- an seni jathilan yang menggunakan tokoh wali sebagai pimpinan
dan bertindak menyembuhkan prajurit yang mengalami trance ndadi.
3. Perjuangan Pangeran Mangkubumi
Versi ketiga menyebutkan bahwa tarian ini mengisahkan tentang latihan perang yang dipimpin Pangeran Mangkubumi yang
kemudian bergelar Sri Sultan Hamengku Buwana I yang bertahta di Kasultanan Yogyakarta untuk menghadapi pasukan Belanda. Versi
ini secara rasional juga dapat diterima. Sebagai dasar yang dapat digunakan untuk membuktikan adalah ketika menyaksikan pentas
jathilan Turangga Budaya ketika ditampilkan di kawasan Candi Prambanan, seperti tampak pada adegan ketika para prajurit
menangkap buruan di hutan dan membakarnya sebelum dimakan. Bisa jadi tarian jathilan muncul sebagai hiburan para prajurit
perang yang letih, lelah, dan lapar di pelosok-pelosok desa, ke- mudian mereka berburu hewan dan berpesta sambil menari-nari.
Setelah mereka kembali dari medan pertempuran ke kehidupan