Cerita Pangeran Diponegoro Sumber Cerita

Tema Sumber Cerita dan Komponen Pertunjukan Jathilan di DIY tema cerita; 3 gerak tari jathilan koreografi; 4 pola iringan jathilan; dan 5 pola lantai.

1. Penari Jathilan

Jathilan pada awalnya hanya dipertontonkan berkeliling oleh sepasang penari atau dua orang berpasangan. Namun, dalam per- kembangannya jumlah penari bertambah, meski tetap berpasang- an. Penambahan jumlah penari ini tidak ada konsekuensi khusus terkait dengan keperluan acara, kecuali pertimbangan estetis, misalnya karena tempat sangat luas. Jumlah penari jathilan seperti ditulis Pigeaud, berubah menjadi delapan orang atau empat pasang Th. Pigeaud, 1938:319. Hingga saat ini jumlah penari bervariasi tergantung kebutuhan pementasan yang penting ber- jumlah genap. Holt memberikan penjelasan bahwa jumlah pemain jathilan adalah empat, enam, atau delapan penunggang kuda képang. Di samping itu, terdapat penari bertopeng separo ber- warna hitam Tembem dan putih Penthul yang menyelinap di sekitar penari menunggang kuda képang Holt, 2000:34. Penari jathilan yang pada awalnya ditarikan oleh laki-laki dan perempuan berpasangan, sejak masa pra-kemerdekaan penari jathilan tidak hanya perempuan, namun bisa dilakukan pula oleh kaum laki-laki. Satu alasan yang dikemukakan Pigeaud waktu itu karena kesenian rakyat dapat dijadikan sebagai media untuk pe- nyamaran. Hal ini mengingat Indonesia pada waktu itu masih dalam masa penjajahan kolonial Belanda Th. Pigeaud, 1938:323. Kesenian Jathilan dan Persebarannya di Daerah Istimewa Yogyakarta Masyarakat pendukung jathilan memiliki keyakinan atas komposisi penari dalam pertunjukan jathilan. Peran dalam kese- nian jathilan dibagi menjadi tiga. Pertama, adalah pengarep tokoh utama yang memiliki peran dalam lakon tertentu, misalnya Panji atau Aryo Penangsang. Kedua, adalah prajurit berkuda sebagai figuran atau wadyabala. Ketiga, adalah punokawan yang selalu mendampingi dalam setiap pertunjukan jathilan. Nama puno- kawan dalam kesenian jathilan disebut dengan Penthul putih dan Tembem hitam yang dimaknai sebagai simbol putih dan hitam sebagai sifat dalam diri manusia. Punokawan ini selalu hadir, meskipun latar belakang cerita bukan cerita Panji. Dalam jathilan campur sekalipun, dua tokoh punokawan ini hadir menyelinap diantara penari berkuda. Penari jathilan yang tersebar di berbagai wilayah di DIY saat ini mayoritas dibawakan oleh penari laki-laki usia remaja. Gaya yang menjadi pilihan remaja saat ini adalah jathilan dengan iringan musik dan lagu-lagu campursari. Tak jarang jathilan dalam penam- pilannya menyisipkan lagu-lagu ndangdut yang sedang digemari kalangan muda, misalnya lagu Ayu Thing-Thing yang sedang ngetrend de ga judul ’Ala at Palsu’. Pe e tasan seperti ini murni untuk hiburan masyarakat sehingga tidak terlalu memen- tingkan alur dan tema cerita. Untuk jathilan konvensional pakem yang masih mempertahankan tradisi lama, mayoritas diminati ka- langan tua. Biasanya jathilan konvensional ini dipentaskan untuk rangkaian upacara atau acara seremonial tertentu di tingkat desa, kalurahan, atau kecamatan.