Jathilan di Kabupaten Bantul
Kesenian Jathilan: Identitas dan Perkembangannya di Daerah Istimewa Yogyakarta
berlangsung selama satu hari apabila pertunjukannya memerlukan waktu dua jam per babaknya, dan pertunjukan ini terdiri dari tiga
babak. Bagi grup yang untuk satu babak memerlukan waktu tiga jam, maka dalam sehari hanya main dua babak. Pada umumnya
permainan ini berlangsung dari jam 09.00 sampai jam 17.00, termasuk waktu istirahat.
Jika pertunjukan berlangsung pada malam hari, maka per- tunjukan dimulai pada jam 20.00 dan berakhir pada jam 01.00
dengan menggunakan lampu petromak. Tempat pertunjukan ber- bentuk arena dengan lantai berupa lingkaran dan lurus. Vokal
hanya diucapkan oleh Pentul dan Bejèr dalam bentuk dialog dan tembang, sedangkan instrumen yang dipakai adalah angklung tiga
buah, bendhé tiga buah, kepyak setangkep sepasang dan sebuah kendhang. Peralatan musik ini diletakkan berdekatan dengan
arena pertunjukan. Pada saat pentas, pemain jathilan di Bantul memang sering
benar-benar kesurupan dan liar. Menurut Gandung Jatmiko, peri- laku pemain yang liar itu adalah bagian dari variasi pertunjukan.
Namun sebagai seniman tari, dalam mengelola jathilan, ia lebih memandang dari sisi koreografinya. Dalam pentas jathilan, bisa
jadi lebih dari satu pawang yang mengawasi pertunjukan. Keber- adaannya menyerupai sutradara. Namun, bukan saja mengatur
laku para pemain, tetapi juga memberdayakan energi supranatural atau makhluk halus yang kadang-kadang merasuki pemainnya Pe-
nuturan Gandung Jatmiko, pengamat seni kerakyatandosen ISI
Kesenian Jathilan dan Persebarannya di Daerah Istimewa Yogyakarta
Yogyakarta, tanggal 19 Juni 2013, di sela-sela Festival Jathilan Reyog di Ponjong Gunung Kidul.
Jathilan di Bantul mayoritas mengacu pada Cerita Roman Panji dengan tokoh utama Raden Panji Asmarabangun. Tema ke-
dua yang menjadi idola masyarakat di Bantul adalah cerita Aryo Penangsang. Ketiga sumber cerita dari legenda atau cerita sejarah
perjuangan lain yang populer seperti kisah Pangeran Diponegoro. Dalam jathilan campur secara bebas dapat mengambil epos wa-
yang, baik Mahabarata maupun Ramayana dan digabungkan tan- pa mempedulikan tata hubungan antara tokoh satu dengan tokoh
lain. Salah satu contoh jathilan campur hadir dalam satu adegan adalah tokoh Gathotkaca, Anoman dan Cakil secara bersama-
sama. Keunikan dalam jathilan campur ini tidak berbicara dalam konteks cerita wayang, melainkan bercerita tentang sifat baik dan
buruk.
Gambar 5. Jathilan dengan Kuda Képang Rasaksa dalam Festival Museum di Carrefur Ambarukmo
Foto: Kuswarsantyo, 2011
Kesenian Jathilan: Identitas dan Perkembangannya di Daerah Istimewa Yogyakarta
Jathilan di Kabupaten Bantul saat ini banyak menampilkan cerita Aryo Penangsang, seperti terlihat dalam gambar di atas.
Saat ini kreasi jathilan secara visual terinspirasi model penyajian kesenian Sisingaan dari Jawa Barat. Upaya membuat kreasi ini
tentu saja menambah daya tarik kesenian jathilan yang secara konvensional hanya berukuran tidak lebih dari tubuh manusia
penunggangnya.