KONDISI UMUM PETANI DI DESA SUKATANI DAN DESA BUNIWANGI

4. KONDISI UMUM PETANI DI DESA SUKATANI DAN DESA BUNIWANGI

4.1. Akses Informasi

Di Desa Sukatani, sekitar 78% (28) dari 36 petani yang diwawancarai mengetahui adanya impor beras yang dilakukan pada November 2005. Sementara di Desa Buniwangi, 40% (14) dari 35 petani juga mengetahui impor beras tersebut (lihat Tabel 2).

TABEL 2. PETANI YANG TAHU ADANYA IMPOR BERAS

Desa

Ya, tahu (%)

Sukatani 77.78 Buniwangi 40.00

Media Televisi menjadi saluran informasi yang paling banyak menjangkau petani sehingga mendapat informasi tentang adanya impor beras. Media ini menjangkau lebih dari 70% petani (yang mengetahui adanya impor beras) di kedua desa. Saluran informasi Teman/Tetangga di kedua desa dan Penyuluhan/Aparat desa di Desa Buniwangi menjangkau sekitar 20-30% petani. Sedangkan, saluran informasi lainnya hanya menjangkau tidak lebih dari 10% petani (lihat Tabel 3).

Temuan ini sedikit berbeda dengan temuan dua studi yang dilakukan di India dan Thailand 3 , yang menunjukkan bahwa faktor utama penyebaran informasi

adalah komunikasi antarpetani. Di India, Feder dan Slade (1985) menemukan bahwa teman sesama petani merupakan sumber informasi utama (bagi petani). Kemudian diikuti petugas penyuluh pertanian, kontak tani, demonstrasi temu lapang dan siaran radio pertanian, dengan tingkat jangkauan yang relatif jauh lebih rendah daripada teman sesama petani. Sementara Grandstaff dan Grandstaf (1986) di Thailand, menemukan bahwa sumber perubahan (teknologi) yang paling sering disebut adalah rekan petani setempat, baru kemudian diikuti pasar, penyuluh pertanian dan radio/tulisan media masa.

Sayangnya hanya sedikit petani yang ikut dalam kelompok tani. Di Desa Sukatani hanya sekitar 36% dan Desa Buniwangi hanya sekitar 3%. Alasannya pun beragam: mulai dari ketiadaan kelompok tani di daerah mereka, fasilitas dan

3 Perlu diperhatikan bahwa studi di India dilakukan pada tahun 1985 dan Thailand pada tahun 1986.

142 Luhur Fajar Martha, Ratna Sri Widyastuti, Dwi Rustiono, Agni Alam Awirya 142 Luhur Fajar Martha, Ratna Sri Widyastuti, Dwi Rustiono, Agni Alam Awirya

TABEL 3.

JANGKAUAN SALURAN INFORMAS KE PETANI*

Saluran Informasi

Desa

Sukatani 82.14 Televisi Buniwangi 71.43

Koran/Majalah Sukatani 7.14 Buniwangi 7.14 Sukatani 0.00

Buletin/Selebaran Buniwangi 0.00

Penyuluhan/Aparat desa Sukatani 3.57 Buniwangi 28.57 Sukatani 21.43

Teman/Tetangga Buniwangi 28.57

* Petani yang mengetahui adanya impor beras (Desa Sukatani n=28, Desa Buniwangi n=14)

Fakta sebagian besar petani di Desa Buniwangi tidak mengetahui adanya kebijakan impor beras menunjukkan terjadinya hambatan akses informasi. Ketiadaan organisasi yang menaungi petani dan letak geografis yang relatif terpencil sehingga tidak mudah dijangkau moda transportasi 4 merupakan

penyebab utama hambatan tersebut. Jika petani yang merupakan kelompok tradisional mengalami hambatan akses informasi, mereka telah kehilangan salah satu kekuatannya.

4.2. Dampak Kenaikan Harga BBM dan Masuknya Beras Impor

Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) berdampak langsung dan tidak langsung terhadap pengeluaran produksi dan konsumsi yang harus ditanggung petani. Secara umum, kenaikan pengeluaran untuk produksi mencapai sekitar 30- 33%. Namun, implikasi kenaikan harga BBM terhadap pengeluaran untuk konsumsi petani jauh lebih besar daripada pengeluaran untuk produksi. Kenaikan pengeluaran untuk konsumsi di Desa Sukatani mencapai sekitar 67% dan di Desa Buniwangi sebesar 100%. Sedangkan kenaikan pengeluaran untuk produksi di kedua desa sekitar 30-34% (lihat Tabel 4).

Pengeluaran untuk produksi per hektar di Desa Sukatani mencapai sekitar 1,6 kali pengeluaran untuk produksi di Desa Buniwangi. Sementara, pengeluaran untuk konsumsi di Desa Sukatani mencapai sekitar 2,5-3 kali pengeluaran untuk konsumsi di Desa Buniwangi. Perbandingan tersebut relatif sama, pada saat sebelum maupun sesudah kenaikan harga BBM.

Sumber: Kompas halaman 60, edisi 16 Desember 2005.

Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 143

TABEL 4. PERBANDINGAN PENGELUARAN PETANI

SEBELUM DAN SESUDAH KENAIKAN HARGA BBM

Desa Jenis Pengeluaran Sebelum Kenaikan Setelah Kenaikan Perubahan

Harga BBM

Harga BBM (%)

Pengeluaran untuk

Rp. 3.250.000/ha 30.00 produksi

Rp. 2.500.000/ha

Sukatani Pengeluaran untuk

Rp. 2.500.000/bulan 66.67 konsumsi

Rp. 1.500.000/bulan

(1 KK=5 jiwa) Pengeluaran untuk

(1 KK=5 jiwa)

Rp. 2.000.000/ha 33.33 produksi

Rp. 1.500.000/ha

Buniwangi Pengeluaran untuk

Rp. 1.000.000/bulan 100.00 konsumsi

Rp. 500.000/bulan

(1 KK=5 jiwa) Sumber: Litbang Kompas

(1 KK=5 jiwa)

Selain kenaikan pengeluaran untuk produksi dan konsumsi, kenaikan harga BBM juga berimplikasi pada harga gabah dan beras. Di kedua desa, kenaikan harga gabah jauh lebih tinggi dibanding kenaikan harga beras. Di Desa Sukatani, harga gabah naik sekitar 30%. Sedangkan di Desa Buniwangi, harga gabah naik sekitar 15%. Sementara, harga beras mengalami kenaikan tidak lebih dari 6% (lihat Tabel 5).

TABEL 5.

PERBANDINGAN HARGA GABAH DAN BERAS

Desa Jenis Produksi Sebelum Kenaikan Setelah Kenaikan Perubahan

Harga BBM

Harga BBM (%)

Sukatani (sebagian

Rp. 1.700-1.800/kg 28.57-30.77 besar jenis muncul)

Gabah

Rp. 1.300/1.400/kg

Rp. 3.700/kg 0-5.71 Buniwangi (sebagian

Beras

Rp. 3.500-3.700/kg

Rp. 1.500/kg 15.38 besar jenis ciherang)

Gabah

Rp. 1.300/kg

Rp. 3.700-3.800/kg 2.78-5.56 Sumber: Litbang Kompas

Beras

Rp. 3.600/kg

Pada umumnya, kenaikan pengeluaran untuk produksi bisa dikompensasi oleh kenaikan harga gabah. Secara operasional, petani memperoleh tambahan keuntungan produksi sebesar Rp. 850.000 per Ha di Desa Sukatani dan Rp. 300.000 per Ha di Desa Buniwangi, untuk setiap masa tanam-panen yang lamanya sekitar 4 bulan (lihat Tabel 6). Namun, yang perlu diperhatikan bahwa kenaikan harga BBM juga membawa implikasi pada pengeluaran untuk konsumsi. Dengan kenaikan yang mencapai lebih dari 60%, hanya petani yang memiliki lahan pertanian luas yang relatif tidak terkena dampak negatif 5 kenaikan harga

BBM. Di Desa Sukatani, petani-petani yang memiliki lahan di bawah 4,7 hektar

terkena dampak negatif dari kenaikan harga BBM karena tambahan keuntungan produksinya tidak dapat menutup kenaikan pengeluaran konsumsi. Dari hasil survei, diketahui bahwa hanya sekitar 36% petani yang memiliki lahan di atas 4,7

Dampak dari sisi keuangan. 144 Luhur Fajar Martha, Ratna Sri Widyastuti, Dwi Rustiono, Agni Alam Awirya Dampak dari sisi keuangan. 144 Luhur Fajar Martha, Ratna Sri Widyastuti, Dwi Rustiono, Agni Alam Awirya

Sementara di Desa Buniwangi, dampak tersebut dialami oleh petani yang memiliki lahan di bawah 6,7 hektar. Sekitar 96% petani di desa ini memiliki lahan di bawah 6,7 hektar dan dari jumlah tersebut, sebagian besarnya adalah petani dengan lahan di bawah 1 hektar. Jadi, secara sederhana bisa dikatakan bahwa dampak negatif kenaikan harga BBM mengenai hampir seluruh petani di Desa Buniwangi.

TABEL 6. KONDISI KEUANGAN PETANI

Keterangan Desa Sukatani Desa Buniwangi

Kenaikan Penerimaan Penjualan (gabah)

Rp. 800.000/ha/4bulan Kenaikan Pengeluaran Produksi

Rp. 1.600.000/ha/4bulan

Rp. 500.000/ha/4bulan Kenaikan Keuntungan Produksi

Rp. 750.000/ha/4bulan

Rp. 300.000/ha/4bulan Kenaikan Pengeluaran Konsumsi

Rp. 850.000/ha/4bulan

Rp. 4.000.000/KK/4bulan Rp. 2.000.000/KK/4bulan Asumsi: 1 Ha sawah menghasilkan 4 ton gabah, masa tanam-panen selama 4 bulan, 1 KK

terdiri dari 5 orang.

Kondisi di atas belum memasukan pengaruh impor beras. Masuknya beras impor ke pasar dalam negeri bisa menurunkan harga gabah sekitar 20% 6 . Jika

kondisi itu benar-benar terjadi, maka batas minimal lahan yang dimiliki supaya petani tidak mengalami defisit keuangan adalah 7,5 hektar di Desa Sukatani dan 14,3 hektar di Desa Buniwangi 7 .