Perkembangan Produksi, Konsumsi, Stok, dan Harga Pangan (Beras, Jagung dan Gandum)

2.1 Perkembangan Produksi, Konsumsi, Stok, dan Harga Pangan (Beras, Jagung dan Gandum)

Beras dalam beberapa dekade ke depan masih akan menjadi bahan pangan pokok sebagian besar masyarakat Indonesia. Walaupun beberapa tahun terakhir produksinya cenderung meningkat, namun kebutuhan terhadapnya juga masih mengalami peningkatan, seiring dengan kenaikan jumlah penduduk. Sementara itu, ada ancaman berupa terbatasnya peningkatan teknologi dan cenderung menurunnya kapasitas produksi, yakni lahan, khususnya di Pulau Jawa. Seperti halnya beras, permintaan jagung juga akan semakin meningkat, seiring dengan berkembangnya industri pakan dan indutsri pangan olahan berbahan baku jagung. Walaupun kemampuan produksi nasional selama beberapa tahun terakhir meningkat (Gambar 1), para produsen pakan masih memerlukan impor jagung sekitar 1 juta ton per tahun.

GAMBAR 1. PERKEMBANGAN PRODUKSI PANGAN INDONESIA

(Juta Ton) 30 20 10

Padi Jagung Kedelai Sayuran Buah-buahan Gula Kelapa sawit Daging sapi Daging ayam Telur

Sumber : FAO, 2008

Perkembangan tingkat konsumsi pangan per kapita secara implisit dapat merefleksikan daya beli masyarakat. Variabel ini merupakan faktor utama dalam menentukan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Pada kondisi sebelum krisis ekonomi, tingkat konsumsi pangan mengalami peningkatan, sebaliknya waktu krisis ekonomi terjadi penurunan konsumsi pangan. Volume dan kualitas konsumsi pangan penduduk dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, pengetahuan dan budaya masyarakat. Walaupun secara

248 Hermanto Siregar, Siti Masyitho 248 Hermanto Siregar, Siti Masyitho

Seperti dapat dilihat pada Tabel 1, konsumsi beras, jagung dan (umbi- umbian) lainnya pada tahun 2005 masing-masing adalah 96,67; 4,00; serta 1,46 kg per kapita. Sampai saat ini konsumsi beras per kapita masih sangat tinggi yaitu sekitar 97 kg/kapita/tahun. Dengan jumlah penduduk yang besar dan terus bertambah, serta persaingan pemanfaatan sumberdaya lahan yang semakin ketat, ditambah lagi dengan peningkatan harga pangan dan komoditas lainnya dewasa ini, maka dominasi beras dalam pola konsumsi pangan ini cukup memberatkan upaya menjaga atau meningkatkan ketahanan pangan nasional.

TABEL 1.

KONSUMSI PADI-PADIAN DAN UMBI-UMBIAN (KG PER KAPITA)

Tahun

Komoditas Pertumbuhan Rata-rata 1999 2002 2004 2005 2005 (% per tahun)

Padi-padian/Cereals 1. Beras/Rice

2. Jagung/Maize

3. Lainnya/Others

Sumber : Deptan, 2008

TABEL 2.

KETERSEDIAAN DAN KEBUTUHAN BERAS INDONESIA 2005-2008 (JUTA TON)

Tahun

Uraian 2005 2006 2007 2008

Produksi Padi (GKG)

Ketersediaan Beras

Kebutuhan Beras

Impor 0,19 0,44 1,30 - Stok Akhir

Sumber: Nainggolan (2008). Keterangan : * ASEM 2007 BPS. **ARAM-I 2008 BPS.

Gambaran ketersediaan dan kebutuhan beras Indonesia periode 2005-2008 disajikan pada Tabel 2. Data dari Badan Ketahanan Pangan Deptan (Nainggolan, 2008) menunjukkan bahwa ketersediaan beras cenderung meningkat dan peningkatan tersebut diperkirakan akan terus berlanjut. Namun kebutuhan beras juga masih akan terus meningkat, walaupun besarannya secara umum sedikit berada di bawah ketersediaan. Walaupun kebutuhan secara umum lebih kecil dari ketersediaan, kenyataan bahwa Indonesia mengimpor beras menunjukkan bahwa tidak seluruhnya dari ketersediaan beras itu diperdagangkan. Dengan kata lain, sebagian di antara beras yang tersedia tersebut disimpan oleh Bulog,

Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 249 Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 249

Harga beras secara global akhir-akhir ini meningkat antara lain disebabkan dua negara pengekspor utama beras, yaitu Vietnam dan Thailand memutuskan untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya terlebih dahulu. Tekanan peningkatan konsumsi, penurunan kualitas lahan, konversi lahan pertanian ke non pertanian serta perubahan iklim mendorong orientasi perdagangan beras lebih ke dalam negeri yang mengakibatkan persediaan di tataran internasional cenderung menurun. Dalam waktu dekat ini, kondisi tersebut tidak akan menjadi lebih baik, bahkan diperkirakan harga beras akan terus tinggi hingga 10 tahun mendatang (FAO, 2007).

TABEL 3.

STOK PANGAN DUNIA 2006-2007 (JUTA TON) Komoditas 2006/2007 2007/2008 Perubahan (%)

Beras 75.627 72.174 -4,57 Jagung 106.173 109.060 2,72 Kedelai 61.108 47.316 -22,57 Gandum* 125.606 110.400 -11,72

Sumber : USDA Grain, World Market and Trade (2007). * tahun kalender 2006 dan 2007.

Ada beberapa penjelasan tentang fenomena harga pangan yang naik drastis dalam waktu singkat ini. Pertama, relatif menurunnya stok beras dunia (Tabel 3). Kedua, kenaikan harga minyak bumi yang menyebabkan meningkatnya biaya transportasi dan sarana produksi pertanian seperti pupuk dan pestisida. Akibatnya, harga produk pertanian dan pangan juga meningkat. Ghanem (2008) menghitung koefisien korelasi antara indeks harga pangan dan indeks harga energi sebesar 0,77.

Ketiga, kenaikan harga minyak dunia juga mendorong penggunaan energi alternatif, seperti biofuel, sehingga menciptakan kompetisi penggunaan sumberdaya (terutama lahan) antara untuk pangan dan untuk feedstock biofuel. Keempat, pertumbuhan ekonomi China dan India, dua negara dengan jumlah penduduk terbesar, menyebabkan peningkatan permintaan yang luar biasa terhadap bahan pangan, (Hasan, 2008). Kelima, pertumbuhan penduduk dunia juga mendorong permintaan pangan, sementara penemuan teknologi terbaru yang mampu melipatgandakan produktivitas pertanian belum sepenuhnya terjadi. Terakhir, yaitu terjadinya perubahan iklim, yang secara langsung menciptakan ketidakpastian produksi sehingga memicu kenaikan harga pangan (Hasan, 2008), seperti disajikan pada Tabel 4.

250 Hermanto Siregar, Siti Masyitho

TABEL 4.

PERKEMBANGAN HARGA KOMODITAS PERTANIAN INTERNASIONAL TAHUN BULAN BERAS JAGUNG GANDUM

2007 J 318,25 166,23 208,50 F 322,00 196,54 206,75 M 325,25 168,20 209,20 A 322,33 154,03 206,25 M 324,50 160,80 203,00 J 332,80 165,35 225,20 J 336,67 148,62 246,00

A 335,40 150,90 273,00 S 332,75 157,77 342,50 O 337,50 164,51 353,50 N 358,25 171,01 334,60

D 375,67 183,44 380,37 Rata-Rata 335,11

J 385,00 203,20 376,75 F 463,00 221,76 439,60 M 567,00 232,67 481,50 A 853,25 245,47 388,75 M 962,60 245,57 350,20 J1 880,00 266,43 334,00 J2 867,00 301,86 353,00 J3 872,00 293,89 378,00 J4 862,00 311,11 365,00

Sumber : FAO, 2008 Keterangan: J1=Juni Minggu I, J2=Juni Minggu II, J3=Juni Minggu III, J4=Juni Minggu IV

Menurut Ghanem (2008), penyebab tingginya indeks harga pangan dunia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, persediaan/stok yang relatif rendah, terjadinya perubahan iklim yang mengakibatkan produksi pertanian menurun, harga minyak bumi yang tinggi juga mendorong penggunaan biofuel, adanya peningkatan permintaan pangan oleh negara emerging terutama China dan India, serta adanya spekulasi, sehingga menciptakan kelangkaan yang akhirnya meningkatkan harga jual. Sampai beberapa tahun ke depan harga komoditas pangan utama internasional diperkirakan masih akan tetap tinggi. Masih menurut Ghanem, indeks harga energi dunia dan indeks harga pangan dunia memiliki korelasi tinggi dan meningkat.

Indonesia sebagai negara tropis kepulauan diperkirakan akan mengalami dampak dari perubahan iklim yang lebih menyakitkan. Akibat dari terjadinya perubahan iklim, diperkirakan sebagian Sumatera dan Kalimantan akan lebih basah pada musim hujan, sementara di daerah Jawa dan Bali akan lebih kering. Hal tersebut merupakan ancaman nyata bagi pertanian di Jawa dan Bali. Bukan tidak mungkin bahwa untuk melakukan kegiatan pertanian di kedua pulau tersebut nantinya sudah tidak layak lagi untuk dilakukan. Terjadinya perubahan iklim yang menyebabkan produktivitas pertanian mengalami penurunan

Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 251 Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 251