HUBUNGAN PETANI DAN KEMISKINAN
6. HUBUNGAN PETANI DAN KEMISKINAN
6.1. Model
Hubungan yang hendak diuji dalam studi ini adalah antara profesi sebagai petani dengan kemiskinan (kesejahteraan) dengan unit penelitianya adalah kota/ kabupaten. Profesi sebagai petani direpresentasikan oleh intensitas penduduk yang bekerja dalam sektor pertanian (dinotasikan dengan PERTANIAN). Sementara, kemiskinan direpresentasikan oleh persentase penduduk miskin (dinotasikan dengan PCT MISKIN) dan indeks kedalaman kemiskinan (dinotasikan dengan P1). Sebagai pembanding, dalam model yang dibentuk juga disertakan intensitas penduduk yang bekerja di sektor formal (dinotasikan dengan FORMAL). Jadi, model hubungan tersebut dirumuskan sebagai berikut:
PCT MISKIN r = f (PERTANIAN r , FORMAL r )
Subscript r menunjukkan kota/kabupaten, sedangkan tanda positif/negatif di atas variabel bebas merupakan hipotesis hubungan variabel tersebut dengan kemiskinan. Tanda positif pada variabel PERTANIAN menunjukkan bahwa intensitas penduduk yang bekerja di sektor pertanian memiliki hubungan positif dengan kemiskinan yang direpresentasikan oleh persentase penduduk miskin. Sedangkan intensitas penduduk yang bekerja di sektor formal memiliki hubungan negatif dengan kemiskinan. Artinya, semakin tinggi intensitas penduduk yang bekerja di sektor pertanian, semakin tinggi pula persentase penduduk miskin di suatu kota/kabupaten. Sebaliknya, semakin tinggi intensitas penduduk yang bekerja di sektor formal, semakin rendah persentase penduduk miskinnya.
Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 147
Untuk menguji konsistensi hubungan antara petani dengan kemiskinan, dibentuk pula model hubungan yang lain. Dalam model ini, variabel terikat yang digunakan adalah indeks kedalaman kemiskinan (dinotasikan dengan P1) dengan konsep pengertian yang serupa dengan model sebelumnya. Model tersebut dirumuskan sebagai berikut:
P1 r = f (PERTANIAN r , FORMAL r )
6.2. Interaksi Spasial
TABEL 7. STATISTIK MORAN’S I
Variabel Pembobot Moran’s I PCT_MSK
0.5270 *** P1
first order contiguity-rook
0.4927 *** PERTANIAN
first order contiguity-rook
0.2458 *** FORMAL
first order contiguity-rook
first order contiguity-rook
Catatan: *** menunjukkan signifikan pada kesalahan tipe-1 sebesar 1%.
Tabel 7 di atas menunjukkan hasil uji statistik Moran’s I terhadap variabel terikat dan variabel bebas yang digunakan dalam model. Interaksi antarkota/ kabupaten yang digunakan adalah simple contiguity (fisrt order contiguity-rook) 9 . Seluruh variabel memiliki nilai Moran’s I yang positif dan signifikan, sehingga bisa disimpulkan bahwa terdapat autokorelasi spasial positif. Artinya, nilai-nilai yang relatif sama cenderung mengelompok (clustering); nilai tinggi berkelompok dengan nilai tinggi dan nilai rendah berkelompok dengan nilai rendah. Dengan demikian matriks pembobot berdasarkan hubungan geografis ini dapat digunakan dalam proses estimasi selanjutnya.
6.3. Regresi Model
Terdapat tiga tahap pengujian model, yaitu dengan metode ordinary least square (OLS) tanpa variabel spasial, OLS dengan spatial lag variabel bebas dan metode maximum likelihood untuk model spatial lag.
Tabel 8 menunjukan hasil estimasi tiga model dengan persentase penduduk miskin sebagai variabel terikat. Model pertama merupakan hasil estimasi dengan dua variabel bebas yang standar. Model ini tidak memiliki masalah multikolinieritas karena condition number-nya relatif rendah (dibawah 30), namun uji heteroskedastisitas Breusch-Pagan menunjukkan bahwa asumsi homoskedastisitas di antara observasi ditolak. Hal yang sama mengenai multikolinieritas dan heteroskedastisitas juga terdapat dalam model kedua. Model yang kedua ini merupakan hasil estimasi dengan memasukkan spatial lag variabel bebas. Spatial lag variabel bebas dimasukkan karena hasil uji keterkaitan
Ditetapkan secara apriori oleh penulis. 148 Luhur Fajar Martha, Ratna Sri Widyastuti, Dwi Rustiono, Agni Alam Awirya Ditetapkan secara apriori oleh penulis. 148 Luhur Fajar Martha, Ratna Sri Widyastuti, Dwi Rustiono, Agni Alam Awirya
Dilihat dari nilai R-squared, model ketiga memiliki nilai yang tertinggi. Namun, informasi terpenting yang bisa diambil adalah bahwa hipotesis awal, di mana PERTANIAN bertanda positif dan FORMAL bertanda negatif, signifikan pada tingkat alfa yang sangat kecil. Informasi lainnya adalah spatial lag variabel FORMAL juga signifikan dan bertanda negatif, sedangkan spatial lag variabel PERTANIAN tidak signifikan.
TABEL 8. HASIL ESTIMASI OLS DAN ML
DENGAN VARIABEL TERIKAT PERSENTASE PENDUDUK MISKIN Variable terikat :
OLS tanpa variabel PCT_MSK
OLS dengan spatial
ML untuk model
spasial
lag variabel bebas
spatial lag
Adjusted R-squared
Prob(F-statistic)
1.09E-09
5.25E-12
Sum squared residual
Log likelihood
29.7315 Akaike info criterion
741.068 S.E. of regression
5.45266 Schwarz criterion
752.082 Sigma-square ML
S.E of regression ML
-0.1407033 *** W_PERTANIAN -0.06699418 W_FORMAL
W_PCT_MSK 0.5594898 ***
Catatan: *** menunjukkan signifikan pada kesalahan tipe-1 sebesar 1%.
Dalam pengujian dengan variabel terikat indeks kedalaman kemiskinan, model pertama dan kedua juga tidak memiliki masalah multikolinieritas karena condition number-nya relatif kecil. Sementara, asumsi homoskedastisitas pada
Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 149 Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 149
TABEL 9. HASIL ESTIMASI OLS DAN ML
DENGAN VARIABEL TERIKAT INDEKS KEDALAMAN KEMISKINAN Variabel terikat: P1
OLS tanpa variabel spasial
OLS dengan spatial
ML untuk model
lag variabel bebas
spatial lag
Adjusted R-squared
Prob(F-statistic)
3.10E-07
4.37E-09
Sum squared residual
Log likelihood
Akaike info criterion
S.E. of regression
Schwarz criterion
Sigma-square ML
S.E of regression ML
W_PERTANIAN -0.015107 W_FORMAL
W_P1 0.5047386 ***
Catatan: ** dan *** menunjukkan signifikan pada kesalahan tipe-1 sebesar 5% dan 1%.
Hubungan positif dan signifikan yang ditunjukkan oleh spatial lag variabel bebas (Tabel 8 dan Tabel 9) bisa diterjemahkan sebagai berikut: meningkatnya penyerapan tenaga kerja sektor formal di kota/kabupaten tetangga (W_FORMAL) berperan terhadap pengurangan kemiskinan (PCT_MSK dan P1) di suatu kota/kabupaten. Hal yang sebaliknya di sektor pertanian, di mana sektor
150 Luhur Fajar Martha, Ratna Sri Widyastuti, Dwi Rustiono, Agni Alam Awirya 150 Luhur Fajar Martha, Ratna Sri Widyastuti, Dwi Rustiono, Agni Alam Awirya
Peningkatan tenaga kerja formal di daerah tetangga dapat berpengaruh karena mobilitas tenaga kerja yang sangat tinggi terutama dari daerah miskin menuju daerah kaya di dekatnya. Contoh nyata adalah Provinsi DKI Jakarta yang menjadi tujuan utama penduduk di Bogor, Depok, Karawang, Bekasi dan Tangerang.