PRINSIP-PRINSIP UMUM KEBIJAKAN ENERGI

2. PRINSIP-PRINSIP UMUM KEBIJAKAN ENERGI

Kebijakan energi mempunyai banyak dimensi baik dimensi ekonomi maupun politik. Tidak mengherankan jika kemudian harga energi yang yang terbentuk tidak selamanya merefleksikan hasil interaksi penawaran dan permintaan. Deviasi dari harga keseimbangan kerap terjadi karena adanya pertimbangan- pertaimbangan ekonomi dan non ekonomi. Misalnya di negara-negara industri, harga BBM hampir dua kali lipat dari harga internasional akibat pengenaan pajak untuk pelbagai tujuan. Di Amerika Serikat untuk kepentingan konservasi jangka panjang beberapa cadangan minyak tidak diizinkan untuk dieksploitasi. Hukum di sana juga mensyaratkan agar semua hasil ikutan harus dapat dieksploitasi.

Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 413

Apapun pertimbangannya kebijakan energi di suatu negara sebaiknya mengikuti beberapa prinsip dasar.

a. Energi harus dilihat dalam perspektif yang lebih luas, bukan hanya energi sebagai isu sektoral tetapi merupakan suatu dimensi ekonomi, sosial dan politik. Energi sekarang harus dilihat sebagai kebutuhan generasi sekarang dan generasi mendatang.

b. Penentuan harga energi hendaknya tetap mengikuti prinsip efisiensi. Dalam tujuan efisiensi ada dua hal yang harga harus mencerminkan biaya ekonomi produksi termasuk di dalamnya tingkat kelangkaan energi, keuntungan dan monetisasi resiko. Yang kedua bagi negara pengekspor energi, energi diolah untuk menghasilkan nilai tambah yang optimal termasuk di dalamnya dalam strategi ekspor dan penggunaan energi di dalam negeri. Penggunaan energi untuk konsumsi dalam negeri diutamakan pada sumber energi yang murah dan tergolong non tradable seperti tenaga air (hydropower) dan panas bumi (geothermal). Gas alam yang berasal dari sumur marjinal atau ikutan dari eksploitasi minyak bumi sebetulnya tergolong dalam sumber energi yang non tradable. Sisanya dapat diekspor khususnya minyak bumi dapat diekspor. Pertimbangan efisiensi pun akan mendasari apakah minyak bumi diekspor dalam bentuk minyak mentah atau hasil olahan mengingat marjin pengolahan minyak bumi tergolong kecil dan perbedaan biaya transpor minyak mentah relatif dibandingkan minyak hasil olahan.

c. Setelah harga ditetapkan berdasarkan prinsip efisiensi pelbagai penyesuaian dapat dilakukan seperti tujuan mobilisasi dana: dengan memaksimumkan pendapatan ekspor dan pendapatan anggaran pemerintah dari ekspor sumber energi yang tradable seperti migas, dan batubara dan memungkinkan produsen dari sumber-sumber energi untuk menutupi biaya-biaya ekonominya dan memperoleh sumber-sumber dana untuk membiayai pertumbuhan dan pembangunan. Mengingat energi merupakan kebutuhan pokok, elastistitas harga kurang dari satu sehingga kenaikan harga tidak diikuti penurunan permintaan yang signifikan sehingga dapat menjadi sumber penerimaan yang potensial.

d. Penyesuaian lain adalah untuk tujuan sosial (pemerataan): mendorong pemerataan melalui perluasan akses bagi kebutuhan pokok yang bergantung pada energi seperti penerangan, memasak dan transportasi umum. Dalam hal ini subsidi atau pengecualian pajak (tax exception) sering digunakan sebagai instrumen seperti yang dilakukan di banyak negara.

e. Penyesuaian lain dilakukan tujuan kelestarian lingkungan: mendorong agar pencemaran lingkungan seminimum mungkin sebagai dampak pembakaran sumber-sumber energi. Pajak lingkungan diterapkan untuk mengurangi penggunaan sumber energi yang merusak lingkungan. Di samping itu beberapa negara yang kaya sumber daya panas bumi memberikan pembebasan pajak bahkan subsidi untuk mendorong penggunaan energi yang berkelanjutan. Penggunaan pajak lingkungan ini merefleksikan tiga paradigma baru yaitu: (i) biaya eksternalitas (dampak) harus terefleksikan langsung dalam harga jual energi yang bersangkutan.

414 Mohamad Ikhsan

Energi yang mengandung polusi dikenakan pajak polusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan energi yang ramah lingkungan; (ii) penggunaan pajak lingkungan ini juga merupakan upaya untuk memperluas penekanan pada pengembangan portofolio yang lebih luas dari sumber energi dan teknologi yang ramah lingkungan; dan (iii) perubahan penerapan dampak lingkungan pada semua jenis sumber energi dan tingkat (dari lokal menjadi global). Yang terakhir terkait dengan persetujuan Kyoto yang telah diratifikasi oleh Indonesia.

f. Konsumsi BBM juga seringkali digunakan sebagai sarana pemungutan pajak barang publik seperti pajak jalan raya (road user charge). BBM merupakan instrumen yang paling tepat dan efisien untuk memungut pajak untuk pembiayaan pembangunan dan pemeliharaan jalan raya ketimbang pajak kendaraan bermotor yang sering digunakan di banyak negara seperti Indonesia. (referensi) Road user charge ini merupakan pajak daerah yang potensial sehingga dapat dihindari pemungutan pajak- pajak lain yang seringkali menciptakan distorsi yang sangat besar.

g. Energi umumnya close substitute. Artinya kebijakan dalam suatu jenis sumber energi misalnya minyak bumi atau olahan (BBM) akan mempengaruhi sistem insentif pada energi yang lain. Misalnya pengenaan subsidi yang berlebihan pada BBM menyebabkan insentif untuk menggunakan gas atau batubara walaupun lebih murah sangat rendah. Karena itu kebijakan penentuan harga energi tidak dapat dilakukan secara parsial tetapi harus dilakukan secara komprehensif.

h. Adanya time lag yang cukup panjang dalam merespons perubahan kebijakan energi. Pola produksi energi umumnya padat modal dan mengandung resiko yang tinggi sehingga tidak mengherankan suatu perubahan kebijakan baru akan mempunyai dampak dalam waktu yang cukup lama. Lebih jauh lagi konsumsi energi seperti gas membutuhkan investasi tambahan berupa jaringan pipa dimana pembangunan jaringan pipa ini merupakan investasi yang beresiko tinggi dan tergolong tidak bisa di-recover lagi (mengandung sunk cost yang besar). Karena itu kebijakan energi harus didesain dalam perspektif jangka panjang.

i. Dalam pemenuhan masalah sekuriti energi, globalisasi dan perubahan tatanan politik dunia yang lebih stabil hingga 20-30 tahun mendatang memungkinkan perubahan dari penekanan pada ketersediaan energi lokal menjadi pemenuhan yang lebih luas baik dari lokal maupun eksternal berdasarkan prinsip ekonomi dan tataniaga yang sehat.

j. Konsumsi energi bukan hanya ditekankan pada penekanan perluasan pasokan energi tetapi juga pada perluasan pelayanan dan akses serta meningkatkan efisiensi.

k. Kebijakan energi diharapkan pula dapat merubah struktur industri energi yang sebelumnya monoplistic market menuju pasar yang lebih kompetitif dengan melakukan proses unbundling dengan memisahkan unsur monopoli alamiah dengan unsur yang kompetitif dengan regulasi yang sehat dan transparan.

Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 415

Sebagai catatan penggunaan prinsip-prinsip di atas dalam mendasari suatu kebijakan energi secara ideal. Tetapi tidak ada yang menjamin bahwa semua prinsip di atas berjalan secara paralel. Seringkali konflik antar tujuan akan terjadi. Misalnya penyesuaian harga minyak tanah yang terlalu cepat akan menyebabkan terjadi perusakan lingkungan akibat penggunaan kayu bakar sebagai bahan bakar. Serupa pula dengan tujuan pemerataan, hasil penelitian LPEM menunjukkan sebagian besar subsidi BBM justru dinikmati oleh kelompok masyarakat bukan miskin dibandingkan kelompok miskin. Lebih lagi pemberian subsidi yang salah arah ini menyebabkan distribusi pendapatan cenderung makin memburuk.

SASARAN KEBIJAKAN ENERGI

Kebijakan energi diharapkan mampu untuk: • Menciptakan pasar energi yang efisien dan transparan dengan

mengurangi distorsi harga dan biaya transaksi dan mendorong kompetisi (mencegah penggunaan market power) dan menghilangkan hambatan untuk upaya konservasi energi.

• Mobilisasi peningkatan investasi untuk mendorong energi berkelanjutan dengan misalnya intervensi pemerintah dalam penyediaan infrastruktur

energi atau insentif pengembangan industri energi ramah lingkungan.

• Mempercepat inovasi teknologi pada setiap tahap rangkaian inovasi energi yang mendorong energi yang berkelanjutan.

• Menciptakan keseimbangan dan keterkaitan yang optimal antara beberapa tujuan yang diperkirakan mempunyai trade off pada derajat tertentu seperti penyediaan pasokan energi dalam negeri, penciptaan

nilai tambah, sumber devisa dan sekuriti energi. • Mendukung upaya peningkatan sumberdaya dalam negeri baik

peningkatan kemampuan sumber daya manusia termasuk melalui alih teknologi dan penciptaan keterkaitan dengan industri dalam negeri.

• Mendorong partisipasi swasta dan kerjasama internasional.