Membangun Sinergi Menuju Ketahanan Pangan dan Energi

4.2. Membangun Sinergi Menuju Ketahanan Pangan dan Energi

Memilih antara menciptakan ketahan pangan atau ketahanan energi jelas merupakan pilihan yang dilematis. Keduanya diperlukan baik untuk kebutuhan konsumsi maupun berproduksi. Namun mengingat vitalnya kebutuhan akan pangan, maka bagaimanapun pemenuhan kebutuhan akan pangan tidak dapat tergantikan dan akan menjadi prioritas jika dibandingkan kebutuhan energi. Namun pengkajian lebih dalam terhadap situasi ketahanan pangan dan ketahanan energi menunjukkan bahwa terdapat peluang sinergi upaya untuk menyelesaikan kedua permasalahan tersebut.

Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 65

4.2.1. Optimisasi dan Intensifikasi Pemanfaatan Lahan

Pertimbangan pemilihan peruntukan lahan untuk tanaman pangan atau energi merupakan trade-off yang tampak jelas. Pengkajian lebih dalam terhadap peruntukan lahan selama ini diperlihatkan oleh Tabel 11. Data menunjukkan sekitar 14-17% dari luas areal yang tersedia, belum dimanfaatkan secara optimal. Jika luas lahan yang memang potensial tetapi belum dimanfaatkan untuk apapun ini dapat diatur untuk digunakan investasi produksi bio-etanol dan bio-diesel, maka pemanfaatannya tidak akan berdampak negatif terhadap produksi pangan.

TABEL 11.

PERUNTUKAN PENGGUNAAN LAHAN DI INDONESIA

Jenis 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 *

Pekarangan/Lahan 5.234.531 5.416.418 5.311.418 5.686.177 5.555.960 5.602.735 5.654.479 Bangunan dan Halaman Sekitarnya

Tegal/Kebun/ 12.937.284 13.176.750 13.363.991 15.584.877 14.878.924 15.652.416 16.189.577 Ladang/Huma

Padang Rumput 2.208.923 2.165.015 2.041.671 2.392.906 3.074.409 2.736.378 2.835.662 Tambak

492.918 446.986 478.328 499.124 538.871 524.612 535.184 Kolam/Tebat/ Empang 184.445 199.010 568.185 254.297 226.810 347.554 369.957 Lahan yang Sementara

11.732.041 12.245.172 Tidak Diusahakan (persentase total)

(16) (16) Lahan Tanaman Kayu-

Perkebunan Negara 16.714.607 19.909.665 16.382.234 18.327.187 19.569.251 20.056.334 20.709.102 Sawah

7.787.339 7.779.733 7.748.848 8.400.030 7.696.161 7.675.372 7.588.576 TOTAL

64.083.732 68.535.740 62.759.066 71.704.582 73.405.264 73.951.045 75.819.602 Keterangan: * data sementara

Sumber: Statistik Indonesia 2006

Pemerintah juga sebenarnya telah mengajukan gagasan bank tanah bagi tanaman pangan yang diatur dalam RUU Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan (PLPB). Namun, sampai sejauh ini upaya tersebut belum disetujui oleh DPR. Pemikiran lain yang dapat digagas adalah pengaturan peruntukan lahan seperti yang diajukan dalam Teori Ricardo bahwa tanah subur kelas utama dengan ongkos garap relatif lebih murah dapat digunakan untuk pertanian pangan baru, sementara tanah marginal dengan ongkos garap yang lebih mahal dapat digunakan untuk menanam tanaman sumber energi. Dan memang rata-rata tanaman sumber energi tersebut relatif lebih sanggup tumbuh di lahan yang kurang produktif dibandingkan dengan tanaman pangan. Pembagian peruntukan dan perhitungan biaya yang jelas akan dengan sendirinya menjadi insentif petani untuk memilih menanam tanaman pangan atau sumber energi sesuai jenis lahan yang dimiliki. Dalam hal ini, pemerintah dapat memberikan penyuluhan agar tanah yang selama ini tidak produktif dapat dimanfaatkan secara optimal untuk mendukung ketahanan pangan maupun energi.

66 Mangara Tambunan

4.2.2. Intensifikasi, Diversifikasi Sumber Pangan dan Pangan

Tersedianya sumber daya alam yang potensial namun belum dimanfaatkan secara optimal untuk memenuhi kebutuhan pangan dan energi perlu dikaji lebih lagi. Salah satu sumber daya yang sesungguhnya sangat bisa diandalkan adalah potensi kelautan Indonesia. Dilanjutkannya Revolusi Hijau yang pernah dilakukan dengan Revolusi Biru berupa pemanfaatan optimal sektor kelautan akan mendukung ketahanan pangan dan energi nasional. Potensi kelautan untuk mendukung ketahanan pangan jelas sangat memungkinkan. Eksploitasi perikanan selama ini masih belum dikelola dengan baik. Dalam hal energi, ditemukannya cara pengolahan biofuel dari algae atau rumput laut dapat menjadi sinyal mengenai potensi energi yang dapat dihasilkan dari laut. Yang harus diperhatikan adalah agar eksplorasi yang dilakukan dalam rangka meningkatkan ketahanan pangan dan energi ini tetap dalam koridor menjaga sustainability dari sumber- sumber pangan dan energi tersebut.

4.2.3. Pembangunan Teknologi Pangan dan Sumber Energi

Teknologi memainkan peranan yang sangat penting untuk meningkatkan produktivitas tanaman pangan maupun tanaman sumber energi. Dengan tingkat luas pemanfaatan areal yang sudah ada sekarang ini, jika didukung dengan teknologi yang lebih maju, maka satuan output yang dihasilkan per hektar luas area akan jauh lebih banyak lagi.

Memang pengembangan teknologi tidaklah mudah dilakukan dalam jangka pendek. Pengembangan teknologi pertanian yang dilakukan oleh institusi teknologi dalam negeri juga sebenarnya tidaklah sedikit. Pengembangan lanjutan yang perlu dilakukan adalah bagaimana agar teknologi tersebut terjangkau oleh petani dengan penyebarluasan hasil penelitian secara intensif atau melalui pemberian subsidi dari hasil teknologi, misalnya subsidi pembelian bibit unggul. Dalam upaya pelaksanaanya memang biaya atau anggaran yang perlu disiapkan pemerintah tidak sedikit. Namun upaya ini diharapkan akan meningkatkan sekaligus peluang ketahanan pangan dan energi. Untuk mencapainya, kerjasama antara semua pihak amat dibutuhkan. Semangat otonomi daerah perlu dimanfaatkan. Daerah dengan koordinasi pusat hendaknya melakukan pemetaan terhadap kondisi daerah masing-masing, sehingga kemudian daerah secara mandiri akan mengembangkan potensi masing-masing yang dimiliki. Pengembangan potensi tersebut dilakukan dengan langsung melibatkan masyarakat petani, masyarakat industri pangan maupun energi, badan-badan pengembangan teknologi daerah, serta universitas-universitas lokal. Pemberdayaan seperti ini diharapkan akan menghasilkan sinergi dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan energi. Jika telah terjadi ketimpangan produksi hanya pada komoditas pangan atau sumber energi tertentu, bagaimanapun koreksi harga akan berlangsung karena permintaan untuk barang lainnya mengalami peningkatan saat penawaran/produksi yang disediakan masih rendah.

Dengan demikian, stagnasi teknologi tidak boleh dibiarkan karena tantangan pangan maupun energi akan terus ada. Pengembangan teknologi akan meningkatkan produksi yang selanjutnya akan meningkatkan ketahanan pangan

Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 67 Prosiding Sidang Pleno XIII dan Seminar Nasional ISEI, Mataram 67

4.2.4. Pembangunan Infrastruktur Pedesaan

Faktor lain yang juga sangat berperan adalah kecepatan pembangunan infrastruktur di pedesaan. Sektor pertanian sebagian besar berada di pedesaan sehingga pembangunan infrastruktur pedesaan akan sangat berpengaruh terhadap pembangunan sektor pertanian. Pembangunan infrastruktur vital seperti pengairan dan listrik akan secara langsung mempengaruhi tingkat produksi pertanian. Pembangunan jalan akan meningkatkan kemampuan pemasaran. Pembangunan teknologi komunikasi akan meningkatkan akses terhadap informasi, khususnya untuk memudahkan akses input dan pemasaran produk. Dengan demikian, peningkatan infrastruktur pedesaan akan meningkatkan akselerasi peningkatan produktivitas yang dapat meningkatkan ketahan pangan dan energi dari sisi penawaran. Fakta bahwa sebagian besar penduduk berada di pedesaan juga menyiratkan bahwa pembangunan infrastruktur pertanian akan secara signifikan membantu perkembangan sektor lainnya. Sebagai dampaknya, pendapatan masyarakat akan meningkat. Akhirnya, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, peningkatan daya beli masyarakat tersebut dapat meningkatkan ketahanan pangan dan energi dari sisi permintaan.

4.2.5. Pemberlakuan Insentif Investasi

Pengaturan investasi juga perlu dilakukan. Penguasaan langsung industri hulu oleh pemain besar dapat menimbulkan friksi sehingga membuat investor khawatir dalam menanam dana. Sehingga tampaknya yang lebih tepat adalah membiarkan penguasaan hulu oleh petani, namun menstimulasi petani agar berproduksi secara lebih efisien lagi. Pemberlakuan kebijakan yang yang mengatur industri memasok etanol untuk kebutuhan dalam negeri atau membatasi penjualan keluar negeri (Domestic Market Obligation) kuranglah tepat. Memang upaya yang dilakukan bukanlah melalui eksplisit pembatasan, namun dengan pengenaan pajak ekspor, seperti pemberlakuan pajak ekspor hingga 30%. Langkah yang ditempuh ini meski di satu sisi mengurangi pendapatan ekspor, namun di sisi lain menambah pendapatan negara. Masalahnya ialah kebijakan ini bertentangan dengan export driven policy yang selalu didengungkan. Maka menjadi solusi adalah apabila pemerintah yang memberikan stimulasi awal untuk selanjutnya membiarkan mekanisme pasar berjalan dengan sendirinya ke arah yang ditentukan. Sebagai gambaran, pola pembelian CPO setingkat harga pasar global oleh industri energi dalam negeri yang kemudian mengolahnya menjadi bio-etanol lalu mengekspornya ke luar negeri akan mempertahankan pendapatan pengusaha hulu sekaligus meningkatkan pendapatan ekspor dari sisi industri energi, khususnya pada kondisi saat ini dimana penggunaaan bio-etanol di dalam negeri masih rendah

68 Mangara Tambunan 68 Mangara Tambunan

Dalam rangka penjagaan untuk stok pangan, pemerintah dapat menyediakan insentif seperti pembelian oleh BULOG pada tingkat harga pasar internasional. Ketersediaan teknologi yang menunjang produktivitas demi menghasilkan output yang lebih besar dan harga yang memadai akan menjadi insentif bagi petani untuk mempertahankan produksinya pada tanaman pangan.

4.2.6. Iklim Usaha yang Kondusif

Adanya kepastian hukum, terutama yang terkait otonomi daerah akan menjadi insentif tersendiri bagi pengembangan industri energi. Pemberian fasilitas hak guna usaha selama kurun waktu tertentu dapat menjadi insentif pengembangan baik bagi petani pengusaha tanaman pangan maupun sumber energi untuk memantapkan usaha pada sektor yang dipilih. Melalui upaya ini, kesinambungan dalam penyediaan pangan dan suplai komoditas sumber energi bagi industri energi akan menciptakan ketahanan pangan dan energi.

4.2.7. Kelembagaan dan Koordinasi Pengelolaan Sektor Energi

Penempatan pembenahan kelembagaan dan koordinasi pengelolaan sektor pangan dan energi bukan berarti memposisikan langkah ini sebagai langkah pelengkap semata. Penataan kelembagaan akan mendukung akselerasi pelaksanaan rencana induk jangka pendek, menengah maupun jangka panjang yang telah ditetapkan pemerintah sebelumnya dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan energi. Pengelolaan sumber-sumber energi nasional selama ini juga tampak tidak terpadu dan berjalan sendiri-sendiri. Koordinasi yang terpadu pada tingkatan antarlembaga, kebijakan, maupun peraturan menjadi keharusan jika pemerintah ingin menciptakan percepatan dalam mewujudkan ketahanan pangan dan energi.