HARGA ENERGI YANG TEPAT

3. HARGA ENERGI YANG TEPAT

Hanya dengan membiarkan bisnis energi berjalan dengan prinsip keekonomian yang wajar, kelangkaan energi akan dapat dihindari. Amanat UUD ”menyangkut hajat hidup orang banyak” dan ”kekayaan alam dikuasai negara” tidaklah berarti energi harus disubsidi secara berlebihan. UUD juga mengamanatkan bahwa kekayaan alam ”dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” artinya penerimaan negara dari kekayaan alam itu harus ”dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”, bukan ”untuk sebesar- besar kemakmuran konsumen minyak misalnya”.

Pemikiran bahwa karena Indonesia kaya akan sumber energi maka energi harus disubsidi. Distorsi harga yang terjadi selama ini telah mengakibatkan listrik digilir, LPG dan BBM menghilang dari pasar.

Harga adalah sarana yang paling efektif untuk mempengaruhi perilaku konsumen. Pengalaman kita telah menunjukkan bahwa dengan subsidi maka hampir seluruh energi non minyak yang kita miliki tidak bisa berkembang. Pengembangan gas bumi dan batubara terjadi karena ditopang oleh pasar ekspor. Bahkan gas dan batubara cenderung lebih menikmati pasar ekspor sehingga konsumen dalam negeri kekurangan pasokan.

Di tingkat dunia, subsidi yang diberikan secara berlebihan oleh beberapa negara, telah dipandang sebagai salah satu penyebab konsumsi yang berlebihan. Subsidi sudah dituduh sebagai salah satu penyebab kenaikan harga minyak, di samping merosotnya nilai dolar.

Undang-undang No. 25 tahun 2002 tentang Program Pembangunan Nasional 2002-2004 bahkan telah mengamanatkan bahwa subsidi harus dihapuskan bertahap. Melihat masa berlakunya UU itu, subsidi BBM sudah harus hilang tahun 2004 yang lalu.

Di tingkat dunia, harga minyak sebagai pembentuk harga energi tidak lagi dapat diterangkan dengan teori ekonomi. Fundamental minyak, tidak lagi mampu menjelaskan harga yang terjadi. Bahkan sekarang timbul dugaan kuat dan cukup

372 Umar Said 372 Umar Said

Masalah kenaikan harga energi BBM dalam negeri adalah sosialisasi. Bagi konsumen, ketersediaan energi jauh lebih penting dibanding harga. Tanpa pendidikan ekonomi formal, konsumen mengetahui bagaimana menyesuaikan harga barang dan jasa untuk menyesuaikan dengan harga energi dan harga-harga lainnya. Bagi konsumen energi, kenaikan harga secara bertahap lebih disukai karena mudah baginya melakukan penyesuaian.

Subsidi BBM dan listrik bukan satu-satunya jalur untuk menolong rakyat miskin. Subsidi BBM dan listrik telah mengakibatkan kekurangan dimana-mana. Pemerintah sudah mengetahui bahwa pendidikan dan pelayanan kesehatan merupakan jalur efektif untuk membantu kaum miskin. Namun kapasitas pemerintah untuk melaksanakan itu tidak ada. Dana pendidikan banyak disimpangkan oleh para pelaksana. Pelayanan kesehatan termasuk asuransi beras untuk orang miskin (RASKIN), kesehatan untuk orang miskin (ASKESKIN), banyak dipersulit prosedurnya oleh mereka yang harus melancarkan.

Sarana lain yang sangat efektif membantu kaum miskin adalah melalui sektor pertanian. Sebagian besar petani adalah kaum miskin. Bahkan, sesungguhnya, sebagian penduduk urban adalah petani yang melarikan diri ke kota karena kesulitan bertani.

Sektor pertanian harus ditopang melalui perluasan irigasi, penyediaan saprotan berkualitas, asuransi panen, pembangunan pusat agribisnis (pasar induk), penyediaan saprotan untuk petani, pembangunan unit-unit pengeringan, pabrik pengolahan dan sarana penyimpanan produk pangan yang tersebar. Itu semua tidak dapat diselundupkan.

Karena harga energi sudah menjadi isu yang sangat politis sifatnya, sosialisasi harus dilakukan dengan jalur politik. Pimpinan tertinggi yang harus menjelaskan bahwa subsidi energi banyak mudaratnya, menguntungkan para penyelundup. Ini yang harus dijelaskan. Kenaikan harga BBM bukan semata-mata untuk menolong APBN karena sesunguhnya APBN aman dengan kenaikan harga. Kekuatan masyarakat diajak untuk mengawasi pelaksanaan bantuan kepada orang miskin. Dengan kebijakan non energi itu, maka minyak akan bisa bekerja di bawah aturan pasar.