Pengaruh Motivasi Diri, Perasaan dan Emosi serta Dukungan Keluarga terhadap Pola Makan Lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia Binjai

(1)

PENGARUH MOTIVASI DIRI, PERASAAN DAN EMOSI SERTA

DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN LANSIA

DI UPT PELAYANAN LANJUT USIA BINJAI

TESIS

Oleh: IRIADI 097032035/IKM

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

THE INFLUENCE OF SELF MOTIVATION, MOODS, EMOTION AND FAMILY SUPPORT ON ELDERLY FOOD CONSUMPTIONS PATTERN

UPT PELAYANAN SOSIAL LANJUT USIA BINJAI

THESIS

BY IRIADI 097032035

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAME FACULTY OF PUBLIC HEALTH

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA 2012


(3)

PENGARUH MOTIVASI DIRI, PERASAAN DAN EMOSI SERTA

DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN LANSIA

DI UPT PELAYANAN LANJUT USIA BINJAI

TESIS

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrai dan Kebijakan Gizi Masyarakat

pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

OLEH IRIADI 097032035/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(4)

Judul Tesis : PENGARUH MOTIVASI DIRI, PERASAAN DAN EMOSI SERTA DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN LANSIA DI UPT PELAYANAN LANJUT USIA KOTA BINJAI Nama Mahasiswa : Iriadi

Nomor Induk Mahasiswa : 097032035

Program studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi : Administrasi dan Kebijakkan Gizi Masyarakat

Menyetujui : Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si) (Dra. Jumirah, Apt., M.Kes.

Ketua Anggota

)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

Tanggal Lulus : 31 Agustus 2012 Telah diuji pada


(5)

Tanggal : 31 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si Anggota : 1. Dra. Hj. Jumirah, Apt., M.Kes

2. Setiawan, S.K.P., M.N.S., Ph.D 3. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes


(6)

PERNYATAAN

PENGARUH MOTIVASI DIRI, PERASAAN DAN EMOSI SERTA

DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP POLA MAKAN LANSIA

DI UPT PELAYANAN LANJUT USIA BINJAI

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

Iriadi 097032035/IKM


(7)

ABSTRAK

Bertambahnya jumlah penduduk lansia dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi. Sebagian besar masalah tersebut adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan. Usaha – usaha yang dilakukan untuk menjaga kesehatan akibat proses penuaan adalah memahami kemungkinan penyakit yang timbul. Salah satunya adalah dengan menjaga pola makan yang baik dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang, makan yang teratur sesuai dengan waktu makan dan jenis makanan yang sesuai dengan tidak mengabaikan manfaat dan kandungan gizinya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia Binjai. Jenis Penelitian adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi merupakan seluruh lansia warga binaan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai sebanyak 160 orang dan dengan mempergunakan Rumus Lameshow didapatkan sampel sebanyak 96 orang. Pengumpulan data melalui wawancara dan pengamatan langsung pada responden yang berpedoman pada kuesioner penelitian. Analisis data dilakukan dengan uji regresi logistic linier ganda pada taraf signifikasi 95%.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa variabel motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga sebesar (p=0,000), berpengaruh terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Diantara variabel tersebut, variabel yang paling dominan adalah variabel motivasi diri dengan nilai exp B sebesar 10.386.

Dianjurkan kepada Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara hendaknya membuat kebijakan yang menyejahterakan lansia warga binaan di UPT Pelayanan Lanjut Usia Binjai; memperhatikan permasalahan khususnya psikologi lansia dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Masyarakat hendaknya berperan serta dalam menyejahterakan lansia dilingkungan sekitar khususnya dengan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan yang muncul pada lansia.

Kata kunci : Lansia, Motivasi Diri, Perasaan dan Emosi, Dukungan Keluarga, Pola Konsumsi Pangan


(8)

ABSTRACT

The increasing of number of population and life expectation of the elderly will result in many problems such as health, psychological, social and economic problems, most problems are health problems caused by the aging process. Efforts made to maintain the health consequences of the aging process is to understand the possibility of disease arise. One of which is maintain a good diet by eating a balanced diet, eat regular meals and in accordance with the appropriate foods to not ignore the benefits and its nutrient content.

The research aimed to analysis of the influences of self motivation, moods, emotions and family support on food consumption pattern of elderly in UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. The type of research is quantitative observations with crosssectional design. Population were 160 elderlies in UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai, so the sample were 96 elderlies. Data were collected with interviews and direct observations of the respondent based on the questionnaire. Data analysis was performed by multiple linear logistic regression at 95% significance level.

The results showed that the variables of self-motivation, moods and emotions as well as families support (p=0.000), influence food consumption pattern of elderly people in the UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Among these variables, the most dominant variable is the variable self-motivated with a exp B value of 10 386.

Recommended to Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara should create policies that improve the life of elderly inmates in the UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai : attention to psychological problems especially the elderly and their effects on health. Communities should participate in the welfare of the elderly in the environment around especially with a deep understanding of the problems that arise in elderly.

Keywords: Elderly, Self-Motivation, Moods and Emotions, Family Support, F

ood Consumption Patttern


(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan limpahan rahmatNya, penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Motivasi Diri, Perasaan dan Emosi serta Dukungan Keluarga terhadap Pola Makan Lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia Binjai” ini.

Selama proses penyusunan tesis ini, saya telah banyak menerima bantuan, nasehat dan bimbingan demi kelancaran proses pendidikan di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Dengan segala kerendahan hati, saya ingin menyampaikan rasa terimakasih yang tulus kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara,

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S. selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara,

5. Prof. Dr. Ir. Albiner Siagian, M.Si, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, memberikan sumbangan pikiran, petunjuk, saran dan bimbingan kepada saya sehingga tesis ini dapat diselesaikan,


(10)

6. Dra. Jumirah, Apt., M.Kes, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh kesabaran memberikan bimbingan dan petunjuk dalam menyelesaikan tesis ini,

7. Setiawan, S.K.P., M.N.S., Ph.D. selaku Tim Penguji I dan Ernawati Nasution, SKM,. M.Kes., selaku Tim Penguji II yang telah banyak memberikan kritikan dan saran demi perbaikan tesis ini,

8. Drg. Hj. Lilik Rosdewati, M.Kes., sebagai Direktris Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Langkat yang memberikan ijin dalam melaksanakan pendidikan,

9. Seluruh dosen dan staf administrasi Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, terkhusus Departemen Gizi Masyarakat,

10.Orang tua dan adik yang saya yang selalu mendoakan dan mendukung, serta sahabat saya Elvipson Sinaga dan Marlina atas ide-ide dan semangat yang luar biasa,

11.Istri dan anak-anak tersayang dan tercinta, atas kesabaran, dukungan dan do’a nya (Habibie Ahwany, Atsira Salwa dan Muhammad Arifi Tamimi sebagai motivator terhebat), Semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan dapat menjadi refrensi untuk penelitian selanjutnya.

Medan, Oktober 2012 Penulis

Iriadi 097032035/IKM


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Karang Rejo Langkat pada tanggal 11 Juni 1975, beragama Islam, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Almarhum Bapak H. Muhammad Sukir dan Ibu Siti Ratinem.

Penulis menamatkan pendidikan, tahun 1988 dari SD Negeri 050665 Lubuk Dalam, tahun 1991 dari SMP PAB 13 Kuala Begumit Stabat, tahun 1994 dan SMAN Percontohan Stabat tahun 1994. Tahun 1999 penulis menamatkan pendidikan D-III Keperawatan dari Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Langkat, dan tahun 2003 menamatkan sarjana dari FKM USU Medan.

Penulis bekerja sebagai Staff Pengajar di Akademi Keperawatan Pemerintah Kabupaten Langkat sejak tahun 1999.

Penulis menikah dengan Habibie Ahwany, A.M.K putri dari Bapak H. Muhammad Jamil Yus dan Ibunda Hj. Khairul Akmal, S.Pd, dan telah dikaruniai satu orang putri yaitu Atsira Salwa dan satu orang putra Muhammad Arifi Tamimi. Penulis bertempat tinggal di Jalan Besar Klambir V no. 135 Desa Klambir V Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 8

1.3.Tujuan Penelitian ... 8

1.4.Hipotesis ... 8

1.5.Manfaat Penelitian ... 8

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Lansia ... 10

2.1.1. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia 11 2.1.2. Permasalahan Gizi pada Lansia ... 13

2.1.3. Kebutuhan Gizi Lansia ... 15

2.2. Pola Makan Lansia ... 16

2.2.1. Jumlah Asupan Makanan ... 16

2.2.2. Jenis Menu Makanan ... 17

2.2.3. Jadwal Makan ... 18

2.2.4. Faktor –faktor yang memengaruhi Pola Makan Umum18 2.3. Faktor yang memengaruhi pola makan lansia ... 20

2.3.1. Motivasi diri ... 21

2.3.2. Perasaan dan Emosi ... 22

2.3.3. Dukungan keluarga ... 23

2.4. Pengaruh Motivasi diri, Perasaan dan Emosi serta Dukungan Keluarga terhadap Pola Makan Lansia ... 24

2.5. Penilaian Pola Makan Lansia ... 27

2.6. Landasan Teori ... 28


(13)

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis Penelitian ... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33

3.3. Populasi dan Sampel ... 33

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 35

3.4.1. Data Primer ... 35

3.4.2. Data Sekunder ... 37

3.4.3. Uji Validasi dan Reliabilitas ... 37

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 38

3.6. Metode Pengukuran ... 39

3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen ... 39

3.6.2. Pengukuran Variabel Independen ... 42

3.7. Metode Analisis Data ... 43

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 46

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 46

4.2. Karakteristik Responden ... 47

4.3. Motivasi Diri ... 51

4.4. Perasaan dan Emosi ... 52

4.5. Dukungan Keluarga ... 52

4.6. Pola Makan Responden ... 53

4.6.1. Jumlah Asupan Makanan ... 53

4.6.2. Jenis Menu Makanan ... 54

4.6.3. Jadwal Makan Responden ... 54

4.7. Hubungan Motivasi Diri dengan Pola Makan Lansia ... 56

4.8. Hubungan Perasaan dan Emosi dengan Pola Makan Lansia ... 57

4.9. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pola Makan Lansia ... 58

4.10.Pengaruh Motivasi Diri, Perasaan dan Emosi serta Dukungan Keluarga terhadap Pola Makan Lansia ... 59

BAB 5. PEMBAHASAN ... 63

5.1. Pola Makan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai ... 63

5.2. Motivasi Diri ... 68

5.3. Perasaan dan Emosi ... 69

5.4. Dukungan Keluarga ... 70

5.5. Pengaruh Motivasi Diri terhadap Pola Makan Lansia ... 71 5.6. Pengaruh Perasaan dan Emosi terhadap Pola Makan Lansia . 73 5.7. Pengaruh Dukungan Keluarga terhadap Pola Makan Lansia . 75


(14)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan ... 79

6.2. Saran ... 80

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(15)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan

Umur, Jenis Kelamin dan Agama ... 47

4.2 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Lama Tinggal, Status Perkawinan, Jenis Penyakit dan Lama Sakit ... 49

4.3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir dan Pekerjaan Terakhir ... 50

4.4. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 51

4.5. Distribusi Frekuensi Motivasi Diri Responden di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai ... 51

4.6. Distribusi Frekuensi Perasaan dan Emosi Responden di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai ... 52

4.7. Distribusi Frekuensi Dukungan Keluarga Responden di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai ... 53

4.8. Distribusi Frekuensi Responden menurut Jumlah Asupan Makanan ... 53

4.9. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jenis Menu Makanan yang dikonsumsi ... 54

4.10. Distribusi Frekuensi Responden menurut Jadwal Makan ... 54

4.11. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Jadwal Makan ... 55

4.12. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Pola Makan ... 56

4.13. Hubungan Motivasi Diri dengan Pola Makan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai ... 57

4.14. Hubungan Perasaan dan Emosi dengan Pola Makan Lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai ... 57


(16)

4.15. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Pola Makan Lansia di

UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai ... 58 4.16. Hasil Uji Regresi Linier Berganda Pengaruh Motivasi Diri,

Perasaan dan Emosi serta Dukungan Keluarga di UPT


(17)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.1. Kerangka Teori Penelitian... 31 2.2. Kerangka Konsep Penelitian ... 32


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 81

2. Master Validasi dan Reliabilitas Kuesioner ... 85

3. Hasil Validasi dan Relibilitas ... 86

4. Hasil SPSS Frekuensi Penelitian ... 95

5. Surat Izin Penelitian dari Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat USU ... 122

6. Surat Izin Penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat Prop. Sumatera Utara ... 123

7. Surat Izin Penelitian dari Badan Penelitian dan Pengembangan Prop. Sumatera Utara ... 124


(19)

ABSTRAK

Bertambahnya jumlah penduduk lansia dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi. Sebagian besar masalah tersebut adalah masalah kesehatan akibat proses penuaan. Usaha – usaha yang dilakukan untuk menjaga kesehatan akibat proses penuaan adalah memahami kemungkinan penyakit yang timbul. Salah satunya adalah dengan menjaga pola makan yang baik dengan mengkonsumsi makanan yang seimbang, makan yang teratur sesuai dengan waktu makan dan jenis makanan yang sesuai dengan tidak mengabaikan manfaat dan kandungan gizinya.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh faktor motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Lanjut Usia Binjai. Jenis Penelitian adalah observasional dengan pendekatan cross sectional. Populasi merupakan seluruh lansia warga binaan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai sebanyak 160 orang dan dengan mempergunakan Rumus Lameshow didapatkan sampel sebanyak 96 orang. Pengumpulan data melalui wawancara dan pengamatan langsung pada responden yang berpedoman pada kuesioner penelitian. Analisis data dilakukan dengan uji regresi logistic linier ganda pada taraf signifikasi 95%.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa variabel motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga sebesar (p=0,000), berpengaruh terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Diantara variabel tersebut, variabel yang paling dominan adalah variabel motivasi diri dengan nilai exp B sebesar 10.386.

Dianjurkan kepada Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara hendaknya membuat kebijakan yang menyejahterakan lansia warga binaan di UPT Pelayanan Lanjut Usia Binjai; memperhatikan permasalahan khususnya psikologi lansia dan pengaruhnya terhadap kesehatan. Masyarakat hendaknya berperan serta dalam menyejahterakan lansia dilingkungan sekitar khususnya dengan pemahaman yang mendalam tentang permasalahan yang muncul pada lansia.

Kata kunci : Lansia, Motivasi Diri, Perasaan dan Emosi, Dukungan Keluarga, Pola Konsumsi Pangan


(20)

ABSTRACT

The increasing of number of population and life expectation of the elderly will result in many problems such as health, psychological, social and economic problems, most problems are health problems caused by the aging process. Efforts made to maintain the health consequences of the aging process is to understand the possibility of disease arise. One of which is maintain a good diet by eating a balanced diet, eat regular meals and in accordance with the appropriate foods to not ignore the benefits and its nutrient content.

The research aimed to analysis of the influences of self motivation, moods, emotions and family support on food consumption pattern of elderly in UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. The type of research is quantitative observations with crosssectional design. Population were 160 elderlies in UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai, so the sample were 96 elderlies. Data were collected with interviews and direct observations of the respondent based on the questionnaire. Data analysis was performed by multiple linear logistic regression at 95% significance level.

The results showed that the variables of self-motivation, moods and emotions as well as families support (p=0.000), influence food consumption pattern of elderly people in the UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Among these variables, the most dominant variable is the variable self-motivated with a exp B value of 10 386.

Recommended to Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara should create policies that improve the life of elderly inmates in the UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai : attention to psychological problems especially the elderly and their effects on health. Communities should participate in the welfare of the elderly in the environment around especially with a deep understanding of the problems that arise in elderly.

Keywords: Elderly, Self-Motivation, Moods and Emotions, Family Support, F

ood Consumption Patttern


(21)

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

Pertambahan jumlah lansia di beberapa negara, salah satunya Indonesia, telah mengubah profil kependudukan baik nasional maupun dunia. Hasil Sensus Penduduk tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah penduduk lansia di Indonesia berjumlah 18,57 juta jiwa, meningkat sekitar 7,93% dari tahun 2000 yang sebanyak 14,44 juta jiwa. Diperkirakan jumlah penduduk lansia di Indonesia akan terus bertambah sekitar 450.000 jiwa per tahun. Dengan demikian, pada tahun 2025 jumlah penduduk lansia di Indonesia akan sekitar 34,22 juta jiwa (Badan Pusat Statistik, 2010).

Salah satu indikator keberhasilan pembangunan dalam suatu negara adalah semakin meningkatnya usia harapan hidup penduduknya. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) terus meningkat dari tahun ke tahun. Pembangunan nasional telah menghasilkan kondisi sosial masyarakat yang semakin membaik dan usia harapan hidup makin meningkat, sehingga jumlah lansia makin bertambah.

Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 1998, menetapkan “Lanjut Usia” adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 (enam puluh) tahun ke atas (Samsudrajat, 2011). Di dalam proses kehidupan, lansia terbagi atas lansia potensial dan lansia tidak potensial. Lansia potensial adalah lansia yang masih produktif dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta memiliki kebijakan, kearifan dan pengalaman berharga yang dapat dijadikan teladan bagi


(22)

generasi penerus. Namun karena faktor usianya pula, lansia tersebut akan banyak menghadapi keterbatasan (berbagai penurunan fisik, psikologis dan sosial), sehingga memerlukan bantuan peningkatan kesejahteraan sosialnya (Samsudrajat, 2011). Sementara itu, lansia yang tidak potensial adalah lansia yang tidak berdaya dan selalu bergantung kepada orang lain.

Peningkatan jumlah lansia tersebut, diakibatkan karena kemajuan dan peningkatan ekonomi masyarakat, perbaikan lingkungan hidup dan majunya ilmu pengetahuan, terutama karena kemajuan ilmu kedokteran dan kesehatan, sehingga mampu meningkatkan usia harapan hidup (life expectancy). BKKBN (2012) menyatakan bahwa usia harapan hidup penduduk Indonesia pada tahun 1980 hanya 52,2 tahun. Pada tahun 1990, meningkat menjadi 59,8 tahun, tahun 1995 berkisar pada 63,6 tahun, tahun 2000 mencapai 64,5 tahun, tahun 2010 berada pada 67,4 tahun, dan tahun 2020 diperkirakan mencapai 71,1 tahun.

BKKBN (2012) menyatakan bahwa bertambahnya jumlah penduduk dan usia harapan hidup lansia akan menimbulkan berbagai masalah antara lain masalah kesehatan, psikologis, dan sosial ekonomi. Sebagian besar permasalahan pada lansia adalah masalah kesehatan akibat dari proses penuaan, ditambah permasalahan lain seperti masalah keuangan, kesepian, merasa tak berguna, dan tidak produktif. Tetap sehat di usia tua tentu menjadi dambaan setiap orang, sehingga usaha-usaha menjaga kesehatan di usia lanjut dengan memahami berbagai kemungkinan penyakit yang bisa timbul. Seperti menjaga pola makan yang baik dengan mengkonsumsi makanan sumber energi yang seimbang, tidak berlebihan atau kurang, makan yang teratur


(23)

sesuai dengan waktu makan dan jenis makanan yang sesuai dengan tidak mengabaikan manfaat dan kandungan gizinya. Darmono (2004) menyatakan bahwa gangguan gizi yang muncul pada lansia dapat berbentuk gizi kurang dan gizi lebih. Gangguan ini dapat menyebabkan timbulnya penyakit, seperti malnutrisi, hipertensi, obesitas, diabetes melitus dan stroke.

Kejadian gizi kurang menurut Supariasa, dkk (2002) melalui 5 (lima) tahapan yaitu ketidakcukupan zat gizi, penurunan berat badan, perubahan biokimia, perubahan fungsi dan perubahan anatomi. Ketidakcukupan zat gizi berlangsung lama maka persediaan/ cadangan dalam jaringan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, apabila berlanjut, maka akan terjadi kemerosotan jaringan yaitu terjadi penurunan berat badan.

Apabila permasalah tersebut tidak juga teratasi, maka akan terjadi perubahan biokimia yang dideteksi dengan pemeriksaan laboratorium, terjadi perubahan fungsi yang ditandai dengan tanda yang khas dan terjadi perubahan anatomi. Kekurangan zat gizi khususnya energi pada tahap awal menimbulkan rasa lapar yang selanjutnya akan berdampak pada penurunan berat badan disertai dengan menurunnya kemampuan (produktivitas) kerja.

Berkurangnya asupan zat gizi sebagai sumber energi pada lansia dipengaruhi oleh pola makan lansia itu sendiri yaitu jumlah asupan makanan, jadwal dan jenis makanan yang dimakan serta berkurangnya daya cerna, daya serap dan distribusi zat gizi dalam tubuh lansia. Dengan berkurangnya daya kecap, makanan menjadi terasa tidak enak yang menyebabkan lansia hanya makan sedikit, makanan terasa kurang


(24)

asin atau kurang manis (Maryam dkk, 2008). Depkes, (2004) mengeluarkan tabel acuan angka kecukupan gizi (AKG) pada semua tahapan usia, salah satunya adalah angka kecukupan gizi bagi lansia. Dalam tabel tersebut disebutkan kebutuhan energi bagi lansia laki–laki usia >60 tahun adalah 2050 kkal dan kebutuhan energi bagi lansia wanita dengan usia >60 tahun adalah 1600 kkal.

Kecukupan energi ini diperoleh dari makanan yang dikonsumsi oleh lansia sehari-hari sesuai dengan kondisi fisik dan aktivitasnya. Makanan lansia hendaknya harus mengandung semua unsur zat gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, air dan serat dalam jumlah yang cukup dan seimbang sesuai dengan kebutuhan aktifitas lansia. Jumlah kebutuhan energi perhari disesuaikan dengan berat badan dan aktifitas fisik. Dalam keadaan normal, lansia pria membutuhkan energi sebesar 35 kkal/kgBB/ hari dan wanita lansia membutuhkan sekitar 32-34 kkal/kgBB/hari. Hal terpenting dalam penyajian makanan sehari bagi lansia adalah hendaknya disajikan dalam keadaan masih panas (hangat), segar dan porsi kecil. Frekuensinya 7-8 kali, terdiri atas 3 kali makanan utama (pagi, siang dan malam) serta 4-5 kali makanan selingan (Maryam, 2008).

Nugroho (2008) menyatakan bahwa hal terpenting dalam pemberian makanan pada lansia adalah makanan yang disajikan harus memenuhi kebutuhan gizi, makanan yang disajikan diberikan secara teratur dan dalam porsi sedikit tapi sering, makanan harus bertahap dan bervariasi agar tidak menimbulkan kebosanan, makanan harus sesuai dengan petunjuk dokter bagi lansia tertentu dan makanan harus lunak/ lunak.


(25)

motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga. Hendro (2009) yang meneliti pengaruh faktor psikososial seperti motivasi diri, persepsi, kepercayaan diri dan dukungan keluarga terhadap pola makan pada penderita diabetes melitus didapati bahwa faktor psikososial berpengaruh signifikan terhadap pola makan penderita diabetes mellitus rawat jalan di RSUD Deli Serdang. Penelitian ini didapati bahwa faktor psikososial memiliki hubungan positif dengan status gizi.

Penelitian tersebut memperlihatkan bahwa untuk mendapatkan status gizi yang baik diperlukan perhatian dan dukungan menyeluruh baik dari keluarga, masyarakat, maupun pemerintah. Bagi lansia perhatian dan dukungan baik dari keluarga dan masyarakat, maka akan meningkatkan dan mempertahankan status kesehatan lansia, terutama dengan mengingatkan waktu makan, manfaat makanan yang dikonsumsi dan pantangan beberapa makanan yang tidak boleh dikonsumsi oleh lansia, seperti sambal yang sangat pedas, makanan cepat saji maupun makanan kaya lemak.

Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap status gizi lansia adalah kesehatan psikologi, diantaranya adalah akibat penurunan kondisi fisik, penurunan fungsi dan potensi seksual, penurunan aspek sosial, perubahan yang berkaitan dengan pekerjaan dan perubahan dalam peran sosial di masyarakat. Perubahan psikologi yang terjadi pada lansia antara lain perubahan fungsi sosial, perubahan peran sesuai dengan tugas perkembangannya, perubahan tingkat depresi serta perubahan stabilitas emosi (Darmojo, 2004).

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Binjai adalah salah satu unit pelaksana dari Dinas Kesejahteraan Sosial Propinsi Sumatera Utara


(26)

yang dalam kegiatannya memberikan pelayanan sosial kepada lansia. Berdasarkan data dari poliklinik kesehatan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai seperti jumlah warga binaan, tanggal masuk, jenis dan lama penyakit, didapatkan data warga binaan lansia berjumlah 160 orang dengan perbandingan jumlah laki–laki sebanyak 77 orang dan perempuan sebanyak 83 orang, serta klasifikasi usia antara 60–91 tahun. UPT tersebut tidak hanya memberi tempat tinggal, tetapi juga melakukan pembinaan fisik, mental dan spiritual secara kontinu diberikan melalui program keseharian, mulai dari senam pagi dan bernyanyi bersama setiap hari Selasa, pengajian setiap hari Rabu dan Jum’at serta gotong royong membersihkan halaman menjadi kegiatan rutin selama sepekan. Bagi yang mampu berladang, pihak panti memberikan lahan untuk digarap, bahkan ada lansia yang berjualan dan menjadi tukang jahit sepatu.

Dari observasi pendahuluan yang peneliti lakukan pada januari tahun 2012 yaitu dengan melakukan pengukuran berat badan dengan tinggi badan kemudian dibandingkan berat badan per tinggi badan terhadap 70 lansia dari 160 warga binaan UPT (43,8%), didapati sebanyak 23 orang lansia (33%) memiliki indeks massa tubuh (IMT) normal dan sebanyak 47 orang (67%) memiliki indeks massa tubuh (IMT) <17 atau kategori sangat kurus. Di dalam melakukan pengukuran, peneliti mencoba menggali perasaan terhadap 10 orang lansia dengan mengajukan beberapa pertanyaan tentang perasaan mereka selama menjalani kehidupan di UPT sebagai warga binaan dan dari 6 orang lansia yang menyatakan bahwa mereka merasa sedih berada di panti karena tersisih dari keluarga, anak dan cucu, hal ini diperparah dengan keluarga


(27)

jarang atau bahkan tidak pernah datang untuk menjenguk mereka. Terkadang mereka tidak cocok satu sama lain antar warga binaan didalam panti, disebabkan karena permasalahan pekerjaan di dalam wisma seperti menyapu, mengepel, membersihkan perkarangan rumah dan lain-lain.

Keadaan lansia dengan permasalahan tersebut tentunya akan berdampak pada keadaan kejiwaan lansia yang dapat berakibat pada gangguan pola makan yaitu keinginan untuk makan sehingga kecukupan energi yang dibutuhkan oleh lansia tidak mencukupi. Apabila hal tersebut dibiarkan maka lansia akan menderita gizi kurang atau bahkan menderita gizi buruk. Hal ini diperparah menu harian yang ada di panti juga tidak sesuai dengan keadaan lansia, seperti makanan kurang menarik, terkadang nasi keras, pedas, dan dingin, sedangkan jenis makanan yang dianjurkan untuk lansia seharusnya lembut/ lunak, tidak merangsang atau pedas dan panas (hangat). Hal tersebut tentunya akan menurunkan selera makan, penyediaan makanan yang terjadwal, tempat penyajian yang kurang menarik seperti makanan disatukan dalam satu tempat atau dicampur dalam satu wadah antara nasi, sayur dan lauk.

Berdasarkan permasalahan dan keadaan status gizi serta faktor yang mempengaruhi pola makan lansia tersebut, maka peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang pengaruh faktor motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai.


(28)

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, perlu dilakukan penelitian bagaimana pengaruh faktor motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga terhadap pola makan lansia.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh faktor motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga terhadap pola makan lansia.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh faktor motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Panti Wherda (Jompo)

1. Panti mendapat informasi tentang penyebab permasalahan gizi yang terjadi pada lansia dan faktor penyebabnya.

2. Panti mendapat informasi tentang pengaruh faktor psikososial terhadap pola makan lansia.

1.5.2. Bagi Pemerintah.

Khususnya bagi Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara, penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian dan rujukan serta koreksi tentang faktor yang mempengaruhi pola makan lansia sehingga dapat dibuat kebijakan perbaikan pelayanan lansia di Panti.


(29)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lansia

Lanjut usia merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Dalam mendefinisikan batasan penduduk lanjut usia menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) (1998) ada tiga aspek yang perlu dipertimbangkan yaitu aspek biologi, aspek ekonomi dan aspek sosial. Secara biologis penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara terus menerus, yang ditandai dengan menurunnya daya tahan fisik yaitu semakin rentannya terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan kematian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ. Secara ekonomi, penduduk lanjut usia lebih dipandang sebagai beban dari pada sebagai sumber daya.

Banyak orang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan banyak manfaat, bahkan ada yang sampai beranggapan bahwa kehidupan masa tua, seringkali dipersepsikan secara negatif sebagai beban keluarga dan masyarakat Dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan satu kelompok sosial sendiri. Di negara barat, penduduk lansia menduduki strata sosial di bawah kaum muda. Hal ini dilihat dari keterlibatan mereka terhadap sumber daya ekonomi, pengaruh terhadap pengambilan keputusan serta luasnya hubungan sosial yang semakin menurun.


(30)

Depkes RI (2004) membuat pengelompokan lansia menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu kelompok pertengahan umur adalah kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan lansia, yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45–54 tahun), kelompok lansia dini ialah kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki lansia (55–64 tahun) dan kelompok lansia dengan resiko tinggi, ialah kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun, atau kelompok lansia yang hidup sendiri, terpencil, tinggal di panti, menderita penyakit berat, atau cacat. 2.1.1. Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia

Nugroho (2008) menyatakan adapun perubahan yang terjadi pada lanisa tersebut terbagi atas perubahan fisik yang meliputi perubahan pada sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan dan sistem muskuloskletal.

Perubahan yang terjadi pada sel adalah lebih sedikit jumlahnya, lebih besar ukurannya, berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan intraseluler, menurunnya proporsi protein di otak, otot, darah, dan hati, jumlah sel otak menurun, terganggunya mekanisme perbaikan sel, otak menjadi atrofi, beratnya berkurang 5-10%. Pada sistem persarafan terjadi berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel otaknya dalam setiap harinya), lambat dalam respon dan waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf panca indra, yaitu berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya saraf pencium dan perasa, lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap dingin dan kurang sensitif terhadap sentuhan


(31)

Pada sistem pendengaran terjadi gangguan pada pendengaran yaitu hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi dan nada yang rendah, suara yang tidak jelas, sulit dimengerti kata-kata yang diucapkan, membran timpani menjadi mengecil menyebabkan terjadinya kerapuhan pada membran tersebut, terjadi pengumpulan serumen dan mengeras karena meningkatnya keratin dan pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan jiwa/ stres. Sedangkan pada sistem penglihatan terjadi pada pupil yaitu timbul kekakuan dan hilangnya respon terhadap sinar, kornea lebih berbentuk bulat (bola), lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) hingga menjadi katarak, menyebabkan gangguan penglihatan, meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, dan susah melihat dalam cahaya gelap, hilangnya daya akomodasi, menurunnya lapangan pandang; berkurang luas pandangannya dan berkurangnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala ukur.

Pada sistem muskuloskeletal terjadi tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh, kifosis, discus intervertebralis menipis dan menjadi pendek, persendian membesar dan menjadi pendek dan tendon mengerut serta mengalami skelerosis. Sementara perubahan mental yang terjadi pada lansia lebih disebabkan oleh adanya perubahan fisik, organ perasa, kesehatan secara umum, tingkat pendidikan, keturunan, lingkungan, memori jangka panjang dan jangka pendek, intelegency dan kemampuan komunikasi verbal dan berkurangnya keterampilan psikomotor serta perubahan psikososial pada lansia (Nugroho 2008).


(32)

Perubahan status gizi pada lansia lebih disebabkan pada perubahan lingkungan maupun faali tubuh dan status kesehatan lansia. Perubahan tersebut semakin nyata pada kurun usia 70-an. Faktor lingkungan meliputi perubahan kondisi ekonomi akibat pensiun, isolasi sosial karena hidup sendiri setelah pasangan meninggal dunia dan rendahnya pemahaman gizi akan memperburuk keadaan gizi lansia. Faktor kesehatan yang mempengaruhi status gizi adalah timbulnya penyakit degeneratif dan non generatif yang berakibat pada perubahan dalam asupan makanan dan perubahan penyerapan zat gizi (Darmojo, 2004).

2.1.2. Permasalahan Gizi pada Lansia

Selain permasalahan tersebut diatas akibat dari terjadinya perubahan– perubahan pada seluruh sistem, lansia juga mengalami masalah gizi. Perubahan fisik dan penurunan fungsi organ tubuh akan mempengaruhi konsumsi dan penyerapan zat makanan oleh tubuh. Hal ini akan akan berakibat pada terjadinya masalah gizi lebih atau terjadi gizi kurang.

Gizi lebih pada lansia lebih banyak terdapat di perkotaan daripada pedesaan. Kebiasaan mengkonsumsi makan yang berlebih pada waktu muda menyebabkan berat badan berlebih dan juga karena kurangnya aktivitas fisik. Kebiasaan mengkonsumsi makan berlebih tersebut sulit untuk diubah walaupun lanjut usia menyadari dan berusaha untuk mengurangi makan. Kegemukkan merupakan salah satu pencetus berbagai penyakit, misalnya penyakit jantung, diabetes mellitus, penyempitan pembuluh darah dan tekanan darah tinggi (Nugroho 2008). Menurut Darmojo &


(33)

Martono (2004), kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan gaya hidup pada usia sekitar 50 tahun. Kondisi ekonomi yang membaik dan tersedianya berbagai makanan siap saji yang enak dan kaya energi menjadikan asupan makanan dan zat-zat gizi melebihi kebutuhan tubuh.

Adapun gizi kurang yang terjadi pada lansia sering disebabkan oleh masalah sosial-ekonomi dan gangguan penyakit. Apabila konsumsi kalori terlalu rendah dari yang dibutuhkan, akan menyebabkan berat badan kurang dari normal. Hal ini akan diperparah apabila disertai dengan kekurangan protein, akibatnya adalah kerusakkan sel yang tidak dapat diperbaiki. Akhirnya daya tahan tubuh akan menurun dan akan mudah terkena penyakit infeksi pada organ tubuh vital.

Maryam (2008) menyatakan faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya gizi kurang pada lansia adalah keterbatasan ekonomi keluarga, menderita penyakit kronis, pengaruh psikologis, hilangnya gigi, kesalahan dalam pola makan, kurangnya pengetahuan tentang gizi dan cara pengolahan bahan makanan. Menurut Darmojo & Martono (2004), terjadinya kurang gizi pada lansia oleh karena sebab-sebab yang bersifat primer dan skunder. Sebab primer meliputi ketidaktahuan, ketidakmampuan, isolasi sosial, hidup sendiri, kehilangan pasangan, gangguan fisik, gangguan penginderaan, gangguan mental dan kemiskinan, sehingga asupan makanan sehari-hari kurang. Sebab sekunder meliputi mal absorbsi, penggunaan obat-obatan, peningkatan kebutuhan gizi, pola makan yang salah serta alkoholisme.


(34)

Kebutuhan kalori pada lansia diperoleh dari lemak 9,4 kal, karbohidrat 4 kal, dan protein 4 kal per gramnya. Bagi lansia komposisi energi sebaiknya 20-25% berasal dari protein, 20% dari lemak, dan sisanya dari karbohidrat. Kebutuhan kalori untuk lansia laki-laki sebanyak 1960 kal, sedangkan untuk lansia wanita 1700 kal. Bila jumlah kalori yang dikonsumsi berlebihan, maka sebagian energi akan disimpan berupa lemak, sehingga akan timbul obesitas (Maryam, 2008).

Indra (2011) menyatakan angka kecukupan energi dan zat dianjurkan untuk manula dalam sehari didapat dengan menciptakan pola makan yang baik, menciptakan suasana yang menyenangkan. Memperkuat daya tahan tubuh dengan makanan yang mengandung zat penyakit, seperti : biji-bijian, sayuran berdaun hijau, makanan laut. Mencegah tulang agar tidak menjadi keropos dan mengerut yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang mengandung vitamin D. Pada usia diatas 60 tahun kemampuan penyerapan kalsium menurun, mengkonsumsi vitamin D membantu penyerapan kalsium dalam tubuh, contoh makanan sumber vitamin D adalah susu.

Selanjutnya adalah memastikan agar saluran pencernaan tetap sehat, aktif dan teratur. Karena itu harus makan sedikitnya 20 gram makanan yang mengandung serat, seperti biji-bijian, jeruk dan sayuran yang berdaun hijau tua. Menyelamatkan penglihatan dan mencegah terjadinya katarak. Santaplah makanan yang mengandung vitamin C, E dan B karoten (antioksidan), seperti : sayuran berwarna kuning dan hijau, jeruk sitrun dan buah lain.


(35)

Mengurangi resiko penyakit jantung yaitu dengan membatasi makanan berlemak yang banyak mengandung makanan yang kaya vitamin B6, B12, asam folat, serat yang larut, kalsium dan aklium, seperti biji-bijian utuh, susu tanpa lemak, kacang kering daging tidak berlemak, buah, termasuk nanas dan sayuran. Agar ingatan tetap baik dan sistem syaraf tetap bagus, harus banyak makan vitamin B6, B 12 dan asam folat

2.2. Pola Makan Lansia

Pola makan berarti suatu cara atau usaha untuk melakukan kegiatan makan yang sehat. Kegiatan makan yang sehat meliputi pengaturan jumlah kecukupan makanan, jenis makanan dan jadwal makan, didalam fungsinya untuk mempertahankan kesehatan.

2.2.1. Jumlah Asupan Makanan

Pola makan pada lansia dalam pengaturan jumlah makanan sebagai sumber energi hendaknya harus mengandung semua unsur gizi, seperti karbohidrat, protein, lemak, mineral, vitamin, air dan serat dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan lansia serta harus seimbang dalam komposisinya (Maryam, 2008).

Jumlah kebutuhan energi per hari disesuaikan dengan berat badan dan tingkat aktivitas fisik yang dilakukan. Dalam keadaan sakit kebutuhan energi semakin meningkat sesuai dengan keadaan sakit. Kebutuhan energi tersusun atas karbohidrat 60-70% yang terbagi atas karbohidrat sederhana 10-15% berupa gula serta karbohidrat kompleks berupa nasi, kacang, buah dan sayur. Protein 15-20% dari total


(36)

kebutuhan energi tersusun atas protein lengkap berupa protein hewani sebaiknya dari daging tanpa lemak, ikan dan putih telur atau kombinasi antara nasi dan kacang-kacangan (Maryam, 2008).

Jumlah lemak dalam makanan adalah 15-20% dari total energi, kurang dari 10% berasal dari lemak hewani. Jumlah asupan kolesterol <300mg/hari, harus dihindari makanan dengan kolesterol tinggi yang bersumber dari kuning telur, jeroan, otak, kulit, udang, keju, sop buntut dan sop kaki. Dianjurkan untuk makan makanan yang mengandung serat yang larut dalam air seperti apel, jeruk, pir, kacang merah dan kedelai. Karena selain sebagai sumber serat, buah dan sayur juga sebagai sumber vitamin dan mineral serta air. Kebutuhan lansia akan air adalah 2-3 liter/ hari (10-15 gelas) (Maryam, 2008).

Pemberian makanan pada lansia menurut Nugroho (2008) adalah makanan yang hendak disajikan harus memenuhi kebutuhan gizi, makanan yang disajikan diberikan pada waktu yang teratur dan dalam porsi yang kecil saja, berikan makanan secara bertahap dan bervariasi, sesuaikan makanan dengan diet yang dianjurkan oleh dokter dan berikan makanan yang lunak untuk menghindari konstipasi serta memudahkan mengunyah, seperti nasi tim atau bubur.

2.2.2. Jenis Menu Makanan

Menu adalah susunan hidangan yang dipersiapkan atau disajikan pada waktu makan. Menu seimbang bagi lansia adalah susunan makanan yang mengandung


(37)

cukup semua unsur zat gizi dibutuhkan lansia. Pedoman untuk makanan bagi lansia adalah makan makanan yang beraneka ragam dan mengandung zat gizi yang cukup, makanan mudah dicerna dan dikunyah, sumber protein yang berkualitas seperti susu, telur, daging dan ikan. Sebaiknya mengkonsumsi sumber karbohidrat kompleks, makanan sumber lemak harus berasal dari lemak nabati, mengkonsumsi makanan sumber zat besi seperti bayam, kacang-kacangan dan sayuran hijau (Maryam, 2008).

Dalam menu seimbang bagi lansia juga harus membatasi makanan yang diawetkan dan anjurkan pada lansia untuk minum air putih 6-8 gelas sehari karena kebutuhan cairan meningkat dan untuk memperlancar proses metabolisme serta makanan sehari disajikan dalam keadaan masih panas (hangat), segar dan porsi kecil (Maryam, 2008).

2.2.3. Jadwal Makan

Maryam (2008) menyatakan menu yang disusun untuk lansia dalam pemberiannya sebaiknya terbagi atas 7-8 kali pemberian, yang terdiri dari 3 kali makanan utama (pagi, siang dan malam) serta 4-5 kali makanan selingan. Sebagai contoh pukul 05.00 minum susu atau jus, pukul 07.00 makanan utama, pukul 09.30 makan minum selingan, pukul 12.00 makanan utama, pukul 15.00 makan minum selingan, pukul 18.30 makanan utama dan sebelum tidur makan minum selingan.

2.2.4. Faktor –Faktor yang Memengaruhi Pola Makan secara Umum

Pola makan pada individu dipengaruhi oleh faktor - faktor antara lain budaya, agama/ kepercayaan, psikososial, status ekonomi, kesukaan terhadap makanan, rasa


(38)

lapar/ nafsu makan dan rasa kenyang serta kesehatan individu. Faktor budaya merupakan kemampuan individu dalam menentukan jenis makanan yang sering dikonsumsi dan letak geografis juga mempengaruhi makanan yang dikonsumsi. Faktor budaya merupakan faktor yang diturunkan dari para pendahulu atau bersifat turun temurun, yang akhirnya akan menjadi kebiasaan pada individu.

Faktor agama/ kepercayaan pada diri individu juga mempengaruhi makanan yang dikonsumsi sehari–hari. Dalam agama/ kepercayaan terdapat yang disebut pantangan atau larangan. Makanan mana yang boleh dikonsumsi dan mana makanan yang tidak boleh dikonsumsi. Walaupun terkadang makanan tersebut merupakan sumber gizi yang dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi karena agama/ kepercayaan melarangnya, sehingga jenis makanan tersebut tidak dapat dikonsumsi. Adapun status ekonomi sangat mempengaruhi terhadap jenis dan kualitas makanan yang akan dikonsumsi oleh individu. Pemilihan dan pembelian bahan makanan akan menjadi mudah apabila pendapatan atau ketersedianan keuangan mencukupi.

Psikososial yang sering dijumpai pada lansia menambah berat beban keluarga dan masyarakat. Dari segi sosial, lansia mengalami penurunan interaksi antara diri lansia dengan lingkungan. Hal tersebut bisa terjadi karena lansia mulai menarik diri dari kehidupan sosial, status kesehatannya menurun, penghasilan berkurang, dan terbatasnya program untuk memberi kesempatan lansia untuk tetap berinteraksi dan beraktifitas. Hal tersebut berpengaruh kepada kepercayaan diri, motivasi, perasaan dan emosi, lansia memilih untuk berdiam diri dirumah. Menurunnya keinginan beraktifitas dengan lingkungan berpengaruh terhadap keinginan mengkonsumsi


(39)

makanan/ pola makan, karena kebutuhan yang kalori yang terbatas. Apabila dibiarkan berlanjut tentunya akan mempengaruhi keadaan status gizi lansia.

Personal preference (kesukaan individu terhadap makanan), hal-hal yang disukai dan tidak disukai sangat berpengaruh terhadap pola makan seseorang. Perasaan suka dan tidak suka dimulai sejak dari masa kanak–kanak hingga dewasa. Perasaan tersebut terhadap makanan tergantung penilaian individu terhadap makanan yang disediakan. Sedangkan rasa lapar, nafsu makan dan rasa kenyang merupakan sensasi yang berhubungan dengan terpenuhinya makanan dalam diri seseorang. Hal tersebut berhubungan terhadap perasaan senang dan tidak senang dalam menerima makanan yang disediakan.

Kesehatan merupakan faktor penting dalam pemenuhan kebutuhan akan makan pada diri individu. Adanya penyakit seperti sakit gigi atau sariawan yang diderita akan mempengaruhi penerimaan individu tersebut terhadap makanan yang ada. Sehingga kesehatan merupakan faktor yang terpenting dalam pola makan.

2.3. Faktor yang Memengaruhi Pola Makan pada Lansia

Lansia dengan berbagai kemunduran yang dialami, dapat mempengaruhi derajat kesehatan lansia tersebut. Derajat kesehatan yang baik salah satunya dapat diperoleh dengan menjaga status gizinya dengan mempertahankan kecukupan gizi melalui pola makan baik pula. Maryam (2008) mengatakan bahwa keseimbangan motivasi, perasaan dan emosi mencakup rasa marah, cemas, takut, kehilangan, sedih dan


(40)

kecewa akan berdampak pada berbicara sembarangan, sikap berbicara yang buruk pada orang lain, menolak makan minum, menolak ketergantungan dengan orang lain, melemparkan makanan dan lain-lain serta tak kalah penting adalah dukungan sosial dari lingkungan seperti dukungan keluarga, kelompok maupun masyarakat. Faktor yang mempengaruhi pola makan lansia diantaranya adalah motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga

2.3.1. Motivasi Diri

Sunaryo (2004) mengatakan motif atau motivasi diri merupakan suatu pengertian yang mencakup penggerak, keinginan, rangsangan, hasrat, pembangkit tenaga, alasan dan dorongan dari dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Sementara

Menurut Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis yang mencerninkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang, dan motivasi sebagai proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor di dalam diri (faktor intrinsik) dan faktor di luar dirinya (faktor ekstrinsik). Faktor didalam diri seseorang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan atau bebagai harapan, cita-cita yang menjangkau kemasa depan. Faktor luar diri dapat ditimbulkan oleh berbagai sumber dari lingkungan atau faktor lain yang sangat kompleks sifatnya.

Gerungan (1960) dalam Sunaryo (2004) motif merupakan suatu proses pengertian yang melengkapi semua penggerak, alasan atau dorongan dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu yang berkaitan dengan perilaku kesehatan individu.


(41)

Sarwono (2000) dalam Sunaryo (2004) juga mengatakan motivasi menunjukan pada proses gerakan, termasuk situasi yang yang mendorong sehingga timbul dalam diri individu, tingkah laku yang ditimbulkan oleh situasi tersebut dan tujuan akhir dari gerakan atau perbuatan.

Individu yang melakukan suatu aktivitas atau kegiatan, atas dasar motivasi masing-masing. Pada prinsipnya motivasi didasari pada pemenuhan kebutuhan yang dibagi atas kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer mempunyai aspek vital, biologis dan fisiologis, sedangkan kebutuhan sekunder mempunyai aspek sosial, non vital dan psikologis (Sunaryo, 2004).

2.3.2. Perasaan dan Emosi

Perasaan menurut Sunaryo (2004) adalah gejala psikis yang memiliki sifat khas subjektif yang berhubungan dengan persepsi dan dialami sebagai rasa senang-tidak senang, sedih-gembira dalam berbagai derajat dan tingkatannya. Maramis (1999) dalam Sunaryo (2004), menyatakan perasaan adalah nada menyenangkan atau tidak, yang menyertai suatu pikiran dan biasanya berlangsung lama serta kurang disertai oleh komponen fisiologik. Sementara itu emosi menurut Maramis (1990) merupakan manifestasi perasaan atau afek keluar dan disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama, sementara emosi adalah suatu keadaan perasaan yang telah melampaui batas sehingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya mungkin terganggu.


(42)

terkait dengan gejala kejiwaan yang lain khususnya persepsi, bersifat individual atau subjective dan perasaan dialami oleh individu sebagai perasaan menyenangkan dan tidak menyenangkan. Perasaan menyenangkan dapat dibagi atas rasa senang, bangga, kasih sayang, gembira, enak, lezat, indah dan tenang, sementara perasaan tidak menyenangkan terbagi atas sedih, kecewa, sakit, gelisah, kacau dan galau (Sunaryo, 2004).

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi timbulnya perasaan yaitu keadaan jasmani atau fisik individu, struktur kepribadian dan keadaan temporer. Keadaan jasmani atau fisik individu dicontohkan seperti perasaan individu yang sedang sakit, lebih sensitif daripada orang sehat. Struktur kepribadian yang mempengaruhi timbulnya perasaan digambarkan seperti individu yang berkepribadian introvert memiliki perasaan yang sensitif sedangkan keadaan temporer pada diri individu atau tergantung pada suasana hati, individu yang sedang sedih sangat peka perasaannya dibanding individu yang normal (Sunaryo, 2004).

Emosi adalah manifestasi perasaan afek keluar dan disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak tidak lama (Maramis, 1990). Bimo W (1989) dalam Sunaryo (2004) menyatakan emosi adalah suatu keadaan perasaan yang telah melampaui batas sehingga untuk mengadakan hubungan dengan sekitarnya mungkin terganggu. Emosi merupakan perasaan yang mendasar, dapat mengarahkan perilaku individu, baik perilaku positif atau perilaku negatif.


(43)

Perubahan yang terjadi pada lansia erat kaitannya dengan perilaku kesehatan individu yaitu adanya interaksi sosial dalam bentuk dukungan baik dukungan keluarga/ kelompok maupun dukungan secara sosial. Menurut Depkes RI (1998) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat dibawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat.

Menurut Darmojo (2000), pada umumnya lansia berkeinginan menikmati hari tuanya di lingkungan keluarga, namun dalam keadaan dan sebab tertentu mereka tidak tinggal bersama keluarganya. Oleh karena itu, lansia yang berada di lingkungan keluarga atau tinggal bersama keluarga serta mendapat dukungan dari keluarga akan membuat lansia merasa lebih sejahtera. Friedman dalam Sudiharto (2007), menyatakan bahwa fungsi dasar keluarga antara lain adalah fungsi efektif, yaitu fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung satu sama lain.

Peran anggota keluarga terhadap lansia seperti melakukan pembicaraan terarah, mempertahankan kehangatan keluarga, membantu dalam hal sumber keuangan dan transportasi, memberikan kasih sayang, menghormati dan menghargai, bersikap sabar dan bijaksana, mengajak dalam acara tertentu, memeriksakan kesehatan lansia secara


(44)

teratur, memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat dan lain–lain (Maryam, 2008)

2.4. Pengaruh Motivasi, Perasaan dan Emosi serta Dukungan Keluarga terhadap Pola Makan Lansia

.

Secara epidemiologi faktor resiko terhadap terjadinya gangguan pola makan pada lansia antara lain karakteristik individu dan perilaku yang berkaitan dengan pola makan dan gaya hidup, karakteristik adalah segala sesuatu yang merupakan ciri-ciri biologis dan sosial yang terdapat pada lansia. Karakteristik tersebut seperti karakteristik sosiodemografi misalnya umur, jenis kelamin, pendidikan terakhir, jenis pekerjaan, sosial ekonomi, dan perilaku (pengetahuan dan sikap) serta sosial budaya (Nugroho, 2008)

Menurut Maramis (2006) perubahan psikologis seseorang dapat dilihat dengan memperhatikan masalah emosionalnya dengan maksud menghilangkan, mengubah gejala yang ada dan mengembangkan pertumbuhan kepribadian yang positif. Perubahan tersebut tentunya berdampak pada perilaku seseorang dalam beraktifitas dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar, seperti dalam mengkonsumsi makanan yang tentunya juga dipengaruhi oleh keadaann emosi.

.

Pada penelitian Rusilanti (2006), lansia yang memiliki dukungan sosial yang baik akan memperbaiki kondisi psikososialnya. Dengan semakin majunya komunikasi antar individu dan teknologi, pola hidup masyarakat mengalami perubahan. Pola hidup keluarga semakin kehilangan fungsinya dan beralih menjadi pola hidup keluarga inti. Kebiasaan untuk memberikan bantuan sosial antar keluarga


(45)

berkurang dan pola hidup individual semakin menonjol. Dalam hal ini berpengaruh terhadap kondisi psikososial lansia.

Dalam penelitiannya, konsumsi makan lansia memiliki hubungan positif (r=0,25) dengan kondisi psikososialnya, namun kondisi psikososial juga berkorelasi positif dengan kepuasan hidup (r=0,12) dan berkorelasi negatif dengan depresi (r=-0,07). Salah satu indikator kepuasan hidup adalah terpenuhinya semua kebutuhan termasuk kebutuhan akan makanan yang dikonsumsinya. Sebaliknya semakin baik kondisi psikososial semakin baik pula konsumsi makanan lansia. Faktor fisiologi dan psikologi dapat mempengaruhi pemilihan terhadap makanan, di samping itu pula pengetahuan tentang makanan juga dapat mempengaruhi asupan. Faktor sosial juga memiliki pengaruh besar terhadap pemilihan makanan. Budaya, geografi, dan ketersediaan makanan menentukan peningkatan atau pembatasan dalam memilih makanan. Pada sebagian besar orang, hubungan keluarga dan persahabatan seringkali mempengaruhi pembelian, perbaikan dan konsumsi makanan. Status sosial ekonomi, perubahan ekonomi dan dukungan sosial memiliki pengaruh penting dalam membentuk pola makan yang sangat erat kaitannya dengan status gizi dan penyakit.

Kondisi psikososial dapat diukur dari tingkat kepuasan hidup. Dalam penelitian tersebut tampak adanya korelasi positif tingkat kepuasan terhadap kondisi psikososial lansia (r=0,12). Semakin tinggi tingkat kepuasan lansia semakin baik kondisi psikososial lansia. Perasaan bahagia yang dimiliki lansia dapat meningkatkan kepuasan diri pada lansia. Menurut penelitian yang dilakukan Jauhari (2003) disebutkan bahwa hal yang membuat sebagian besar lansia bahagia adalah


(46)

terjaminnya kebutuhan hidup. Terjaminnya kebutuhan hidup bisa didapat bila ada dukungan sosial bagi lansia baik dari keluarga, masyarakat maupun dari pemerintah.

Kondisi psikososial dan fisik secara keseluruhan berpengaruh positif terhadap status gizi. Semakin baik kondisi psikososial, diharapkan semakin baik pula status gizi. Beberapa faktor risiko potensial yang telah diidentifikasi dapat menyebabkan terjadinya masalah gizi pada lansia di antaranya adalah kebingungan mental dan depresi serta ketidakmampuan fisik. Aspek psikososial dan fisik secara keseluruhan memiliki hubungan positif dengan status gizi. Hal itu menunjukkan bahwa untuk mendapatkan status gizi yang baik diperlukan perhatian yang lebih menyeluruh terhadap aspek psikososial dan fisik baik dari keluarga, masyarakat, maupun pemerintah.

Lansia dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi sangat membutuhkan bantuan dari lingkungannya, hal ini karena keadaan lansia yang sudah terbatas dalam melakukan segala sesuatunya sendiri, agar dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi tersebut dapat terpenuhi sesuai dengan keadaannya.

2.5. Penilaian Pola Makan Lansia

Pola makan merupakan serangkaian kegiatan makan pada lansia dalam memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lain dari bahan pangan yang di konsumsi. Penilaian pola makan dapat dilihat dengan melakukan pengukuran jumlah kecukupan energi yang dibutuhkan, jenis makanan dan jadwal makan sehari, sehingga diperoleh data konsumsi sehari pada lansia.


(47)

Berdasarkan jenis data yang diperoleh, maka pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan (food habits) serta cara-cara memperoleh bahan makanan tersebut. Metode secara kuantitatif untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi kemudian dibandingkan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) atau daftar lain yang diperlukan (Supariasa, 2002).

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penimbangan makanan (food weighing method). Prinsip dari metode penimbangan makanan adalah pengukuran dilakukan secara langsung sehingga berat dari makanan yang dikonsumsi dapat diketahui dengan benar. Adapun langkah–langkah yang dilakukan pada metode ini adalah peneliti menimbang dan mencatat makanan yang akan dikonsumsi dalam gram. Selanjutnya setelah makanan dikonsumsi, sisa dari makan ditimbang juga. Jumlah makanan yag dikonsumsi sehari, kemudian di analisis dengan menggunakan DKBM. Kemudian dibandingkan hasilnya dengan kecukupan gizi yang dianjurkan dalam angka kecukupan gizi (AKG). Metode penimbangan makanan mempunyai ketelitian paling tinggi dibanding metode lainnya, dapat mencatat secara pasti mengenai jumlah dan jenis bahan makanan asupan atau sisa makanan dan mempunyai validitas yang tinggi. Namun kelemahannya membebani responden, tidak praktis, memerlukan tempat dan peralatan khusus, membutuhkan waktu dan mahal karena


(48)

membutuhkan peralatan, tenaga pengumpul harus terlatih dan terampil serta memerlukan kerjasama yang baik dengan responden (Supariasa, 2002)

2.6. Landasan Teori

.

Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia. Berbagai permasalahan yang timbul akibat proses penuaan sangat berpengaruh terhadap kehidupan lansia di masyarakat. Salahsatu permasalahannya adalah status gizi kurang ataupun gizi lebih, penyebab terjadinya permasalahan gizi tersebut adalah diduga karena pola makan yang salah atau tidak tepat hal ini karena dipengaruhi oleh budaya, agama/ kepercayaan, status ekonomi, psikososial dan rasa suka terhadap jenis makanan serta yang paling terpenting adalah kesehatan lansia itu sendiri (Darmojo, 2004).

Perubahan status gizi pada lansia lebih disebabkan pada perubahan lingkungan maupun faali dan status kesehatan lansia. Perubahan tersebut semakin nyata pada kurun usia 70-an. Factor lingkungan meliputi perubahan kondisi ekonomi akibat pensiun, isolasi sosial karena hidup sendiri setelah pasangan meninggal dunia,dan rendahnya pemahaman gizi akan memperburuk keadaan gizi lansia. Faktor kesehatan yang mempengaruhi status gizi adalah timbulnya penyakit degeneratif dan non generatif yang berakibat pada perubahan dalam asupan makanan, perubahan penyerapan zat gizi (Darmojo, 2004)

Maryam (2008) menyatakan faktor–faktor yang menyebabkan terjadinya gizi kurang pada lansia adalah keterbatasan ekonomi keluarga, menderita penyakit kronis,


(49)

pengaruh psikologis, hilangnya gigi, kesalahan dalam pola makan, kurangnya pengetahuan tentang gizi dan pengolahan bahan makanan. Hal lainnya seperti keseimbangan motivasi, perasaan dan emosi mencakup rasa marah, cemas, takut, kehilangan, sedih dan kecewa akan berdampak pada berbicara sembarangan, sikap berbicara yang buruk pada orang lain, menolak makan minum, melemparkan makanan dan lain-lain.

Menurut Smet (1994), psikososial merupakan hubungan yang dinamis antara psikologis dan kehidupan sosial dimasyarakat dan keduanya saling mempengaruhi satu sama lain. Terganggunya psikososial terjadi apabila ada ketidakseimbangan antara hal tersebut, sehingga lansia harus bisa dan mampu untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Selain hal tersebut pola makan lansia juga dipengaruhi oleh karakteristik lansia seperti umur, pendidikan terakhir, pekerjaan terakhir, agama/ kepercayaan, jenis dan lama sakit dan status perkawinan.

Pengaruh lain yang tak kalah penting dalam mempengaruhi pola makan lansia adalah akibat dari proses penuaan seperti adanya gangguan motorik, pikun, pension, gigi kurang, hilangnya fungsi pengecapan, mengkonsumsi obat–obatan dalam jangka waktu yang lama serta minum minuman beralkohol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status gizi lansia dipengaruhi oleh pola makan.

Berdasarkan uraian landasan teori diatas, maka diperoleh model skema kerangka teori sebagai berikut :


(50)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan teori diatas dapat dibuat kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Gambar 2.1 Skema Kerangka Teori

Sumber : Depkes RI, dan modifikasi dari beberapa sumber

Fungsi Budaya

- Adat Istiadat - Geografis

Agama/ Kepercayaan

- Pantangan / larangan

Status ekonomi

- Pemilihan makanan - Pembelian makanan

Psikososial

- Menarik diri - Kepercayaan diri - Motivasi diri

- Perasaan dan emosi

- Dukungan Keluarga Personal preference

- Perasaan suka terhadap makanan

- Perasaan tidak suka terhadap makanan

Kesehatan

Karakteristik Lansia - Umur

- Pendidikan akhir

- Pekerjaan akhir

- Agama

- Status perkawinan

Pola Makan Status gizi

- Penggunaan obat dan alkohol

- Gangguan motorik

- Perubahan psikologis (kesepian)

- Pensiun

- Pikun

- Kurang aktifitas

- Gigi berkurang

- Hilang fungsi pengecap

Motivasi diri Perasaan dan Emosi

Pola makan lansia

- Jumlah Asupan

Makanan

- Jadwal Makan

Kondisi Lansia

Penggunaan obat dan alkohol, Gangguan motorik, Perubahan psikologis (kesepian), Pensiun, Pikun, Kurang aktifitas, Gigi

berkurang, Hilang fungsi pengecapan


(51)

Keterangan : : diteliti : tidak diteliti

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan gambar 2.2 diketahui bahwa variabel independen dalam penelitian ini adalah variabel psikososial yang terdiri dari motivasi diri, perasaan dan emosi, kepribadian dan dukungan keluarga. Sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah variabel pola makan lansia.


(52)

BAB 3

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan pendekatan cross sectional yaitu data diambil dan dikumpulkan pada saat yang bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang faktor motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai.

3.1. Jenis Penelitian

Lokasi penelitian adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Binjai merupakan UPT Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara dan berlokasi di Desa Cengkeh Turi Kota Binjai, pemilihan lokasi dengan pertimbangan ditemukan lansia 47 orang atau 67% dari 160 lansia warga binaan bermasalah gizi kurang dengan IMT <17 (sangat kurus) dan jumlah sampel yang mencukupi serta ditemukannya penyakit pada lansia yang diduga akibat dari pola makan yang tidak sesuai atau salah.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan Juli Tahun 2012.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua lansia yang merupakan warga binaan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Binjai yaitu sebanyak 160 orang. 3.3. Populasi dan Sampel


(53)

Sampel penelitian merupakan perwakilan dari lansia yang merupakan warga binaan dan tinggal didalam panti untuk dijadikan responden. Untuk menentukan besarnya sampel dalam penelitian ini, peneliti menggunakan rumus Lameshow (1997) dikutip dari Hendro (2010) yaitu:

Keterangan:

n = jumlah sampel Z1-α/2

P = proporsi = 50% = 0,5

= tingkat kemaknaan (α=5%) =1,96

d = presisi = 10% = 0,1

berdasarkan rumus diatas maka didapatkan besar sampel :

Jadi besar sampel adalah 96 orang. = 96,04 dibulatkan menjadi 96 orang

Adapun kriteria bagi responden adalah:

a. Merupakan lansia warga binaan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Binjai b. Tidak pikun dan menderita penyakit yang parah.

c. Tidak bermasalah dengan pendengaran dan kejiwaan.


(54)

(acak sederhana), yaitu pengambilan sampel paling sederhana, seluruh lansia warga panti diseleksi secara acak dengan pemilihan kriteria tersebut. Nama lansia ditulis pada secarik kertas, kemudian diletakkan di kotak, diaduk dan diambil secara acak sampai jumlah sampel yang diinginkan tercukupi (Nursalam, 2009).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang peneliti buat dan dihubungkan dengan tujuan penelitian. Pertanyaan yang dibuat kemudian di uji kepada lansia lain yang bukan menjadi objek penelitian yaitu lansia yang tinggal diluar panti tetapi lansia warga binaan. Pengujian pertanyaan kepada lansia lain menghasilkan tingkat validitas dan reliabilitas yang baik, terhadap pertanyaan yang peneliti buat.

3.4.1. Data Primer

Data yang dihimpun meliputi :

1. Karakteristik lansia yang meliputi : jenis kelamin, umur, status perkawinan, pekerjaan terakhir dan pendidikan terakhir, dikumpulkan dengan wawancara langsung dengan menggunakan kuesioner.

2. Motivasi diri meliputi : keinginan lansia dalam mengkonsumsi makanan yang disediakan oleh panti yang berasal dari dalam diri lansia, dikumpulkan dengan wawancara dan pengamatan langsung ke masing-masing lansia dengan menggunakan kuesioner.


(55)

3. Perasaan dan emosi meliputi keadaan kejiwaan lansia yang dapat memengaruhi keinginan makan, dikumpulkan melalui wawancara dan pengamatan langsung dengan menggunakan kuesioner.

4. Dukungan keluarga meliputi perhatian dan kedekatan keluarga terhadap lansia yang dapat memengaruhi konsumsi makan lansia, dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner .

5. Pola makan meliputi jumlah asupan makanan, jenis menu makanan dan jadwal makan lansia. Data jumlah asupan makanan dikumpulkan melalui menimbang makanan sebelum dan setelah dikonsumsi oleh lansia, jumlah selisih antara makanan sebelum dan setelah dikonsumsi merupakan jumlah energi yang dikonsumsi oleh lansia pada saat 1 kali makan dalam gram. Kemudian dengan cara yang sama dihitung asupan makanan pada siang dan sore hari lalu dijumlahkan, sehingga dapat jumlah asupan makanan untuk 1 hari bagi lansia. Selanjutnya data tersebut diolah dengan menggunakan aplikasi nutrisurvey untuk mendapatkan besaran jumlah energi masing–masing lansia dalam satuan kkal.

Jenis menu makanan didapat dengan melihat langsung daftar menu yang ada dipanti melalui petugas yang ada di dapur UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai, kemudian disesuaikan dengan jenis menu seimbang yang seharusnya yaitu menu yang terdiri dari sumber karbohidrat, protein, lemak dan vitamin.

Jadwal makan lansia didapat melalui wawancara dan pengamatan langsung terhadap masing–masing lansia dengan menanyakan jam berapa saat makan pagi,


(56)

siang dan sore, kemudian dibanding dengan jadwal makan yang sebaiknya bagi lansia dari buku.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder didapat melalui dokumentasi yang diperoleh dari UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai meliputi jumlah lansia, lama tinggal, jenis penyakit dan lama sakit, anggota keluarga yang dapat dihubungi, data tentang sejarah, luas, jumlah tenaga operasional, struktur organisasi, jumlah tenaga jumlah lansia sebagai warga binaan, daftar menu harian yang dibuat oleh pihak panti, kebijakan dan profil UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Binjai.

3.4.3. Uji Validitas dan Reliabilitas

Kuesioner penelitian, agar dapat menjadi instrumen penelitian yang valid dan reliabel sebagai alat pengumpul data maka akan dilakukan uji coba pada 30 lansia luar panti yang juga merupakan warga binaan UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia di Binjai yang dikenal dengan sebutan lansia “day care”.

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Uji validitas dilakukan dengan cara menguji isi kuesioner setiap item pertanyaan dengan skor total variabel yang dilihat dari nilai corrected item total correlation. Adapun dengan ketentuannya sebagai berikut:


(57)

2. Jika nilai r hitung < r tabel (<0,361), maka dinyatakan tidak valid. Sedangkan reliabilitas data diukur dengan menggunakan metode Cronbach's Alpha, dengan ketentuan:

1. 2.

Jika nilai r hitung > r tabel (>0,60), maka dinyatakan valid Jika nilai r hitung < r tabel (<0,60), maka dinyatakan tidak valid.

3.5. Variabel dan Definisi Operasional

Hasil uji validitas dan reliabiltas yang dilakukan pada semua pertanyaan dinyatakan valid dengan nilai validitas >0,361 yaitu pada motivasi diri dengan nilai rata-rata >4.66, perasaan dan emosi dengan nilai rata-rata >4.70 serta dukungan keluarga dengan nilai >4,80. Sementara nilai reliabiltas pada semua pertanyaan dinyatakan valid dengan nilai >0.60 yaitu pada motivasi diri dengan nilai rata-rata 7.66, perasaan dan emosi dengan nilai rata-rata 0.750 serta dukungan keluarga dengan nilai rata-rata 0.763. sehingga pertanyaan dinyatakan valid dan reliable untuk digunakan sebagai kuesioner penelitian.

1.

2.

Pola makan lansia adalah konsumsi makanan sehari-hari lansia yang dapat dilihat berdasarkan jumlah asupan makanan yaitu banyaknya makanan yang dikonsumsi lansia selisih antara berat makanan sebelum dan setelah dikonsumsi, jadwal makan yaitu jam makan lansia pagi, siang dan malam serta jenis atau menu makanan yaitu komponen hidangan seperti nasi, sayur, lauk maupun buah.

Motivasi diri adalah dorongan yang muncul dari dalam diri lansia untuk mengkonsumsi makanan yang tersedia untuk menjaga kesehatan dan kecukupan


(58)

energi sehari-hari. 3.

4. Dukungan keluarga adalah bentuk bantuan ataupun dorongan dari keluarga dalam mendukung lansia untuk mengkonsumsi makanan yang disediakan.

Perasaan dan emosi adalah keadaan kejiwaan lansia seperti sedih atau senang sehingga berpengaruh terhadap keinginan untuk mengkonsumsi makanan yang tersedia.

3.6. Metode Pengukuran

3.6.1. Pengukuran Variabel Dependen

Variabel dependen yaitu pola makan lansia meliputi jumlah asupan makanan, jadwal makanan dan jenis / menu makanan yang dikonsumsi lansia.

Maryam (2008) menyatakan jumlah kebutuhan energi lansia per hari disesuaikan dengan berat badan dan aktifitas fisik. Dalam keadaan normal lansia pria membutuhkan energi sebesar 55 kkal/kg dan lansia wanita membutuhkan energi sebesar 32-34 kkal/kg.

Pengukuran jumlah asupan makanan yang dikonsumsi oleh responden diukur dengan metode food weighing (menimbang makanan) yaitu makanan yang disediakan oleh panti, dikonsumsi oleh lansia dicatat dan ditimbang sebelum makanan tersebut dikonsumsi, kemudian setelah selesai sisa dari makanan yang dikonsumsi ditimbang kembali selama 3 hari berturut – turut kemudian dibandingkan dengan kebutuhan energi perhari masing – masing lansia dengan standar yang digunakan. Untuk melihat


(59)

jumlah energi yang dikonsumsi lansia, peneliti mempergunakan aplikasi nutrisurvey dan dikategorikan menjadi :

1. Sesuai, jika jumlah makanan yang dikonsumsi sesuai dengan kebutuhan lansia untuk beraktifitas sehari sebesar 32-55 kkal/kg

2. Tidak sesuai, jika jumlah makanan yang dikonsumsi kurang dari kebutuhan. Pengukuran jenis/ menu makanan yang dikonsumsi berdasarkan menu makanan yang disediakan oleh panti kemudian disesuaikan pada jenis makanan yang dianjurkan khusus bagi lansia dengan kategori :

1. Sesuai, jika responden mengkonsumsi makanan sesuai dengan jenis/ menu makanan yang dianjurkan bagi lansia, meliputi sumber karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan air serta selingan siang, sore dan selingan malam.

2. Tidak sesuai, jika responden mengkonsumsi jenis/ menu makanan tidak sesuai jenis makanan yang dianjurkan bagi lansia.

Menu seimbang bagi lansia merupakan susunan makanan yang mengandung cukup semua unsur zat gizi dibutuhkan lansia. Pedoman untuk makanan bagi lansia adalah makan makanan yang beraneka ragam dan mengandung zat gizi yang cukup, makanan mudah dicerna dan dikunyah, sumber protein yang berkualitas seperti susu, telur, daging dan ikan. Penurunan yang terjadi pada lansia mengakibatkan kebutuhan menu seimbang sangat penting, menu seimbang tersebut didapat melalui mengonsumsi sumber karbohidrat kompleks, makanan sumber lemak harus berasal dari lemak nabati, mengonsumsi makanan sumber zat besi seperti bayam, kacang-kacangan dan sayuran hijau dan pada lansia minum air putih 6-8 gelas sehari karena


(60)

kebutuhan cairan meningkat dan untuk memperlancar proses metabolisme serta makanan sehari disajikan dalam keadaan hangat, segar dan porsi kecil (Maryam, 2008).

Kecukupan konsumsi makanan yang berasal dari menu makanan yang seimbang akan berdampak terhadap kesehatan dan produktifitasnya, seperti melakukan sosialisasi dengan warga yang lain ataupun kegiatan menyapu dan lain-lain.

Pengukuran jadwal makan berdasarkan pada jadwal konsumsi makanan yang sebaiknya bagi lansia untuk memenuhi kebutuhan sumber energi, yaitu makan pagi pukul 07.00 wib, makan siang pukul 12.00 wib dan makan malam 18.30 wib serta jadwal makan minum selingan pukul 05.00 wib, pukul 10.30 wib, pukul 15.00 wib dan malam sebelum tidur. Sehingga kategori jadwal makan responden adalah :

1. Sesuai, jika responden mengikuti jadwal makan yakni pagi pukul pagi pukul 07.00 wib, makan siang pukul 12.00 wib dan makan malam 18.30 wib serta jadwal makanan selingan yang ditentukan.

2. Tidak sesuai, jika responden mempunyai jadwal makan yang salah satu diantaranya tidak sesuai dengan ketentuan.

Maryam (2008) menyatakan bahwa menu yang disusun untuk makanan sehari bagi lansia disajikan dengan frekuensi 7-8 kali, terbagi atas 3 kali makanan utama (pagi, siang dan malam) serta 3-4 kali makanan selingan. Sebagai contoh pukul 05.00 selingan minum susu/ jus, pukul 07.00 makanan utama (makan pagi), pukul 09.30 makan minum selingan, pukul 12.00 makanan utama (makan siang), pukul 15.00


(1)

Pada saat orang tua terpisah dari anak dan cucunya, maka akan muncul perasaan tidak berguna dan kesepian. Keinginan mereka menganggap masih mampu untuk mengaktualisasikan potensi yang ada secara optimal.

Keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa pola makan pada lansia dalam penelitian ini dipengaruhi oleh motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga. Semua variabel mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pola makan lansia. Artinya motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga yang baik akan membuat perilaku pola makan yang baik pula sesuai dengan anjuran atau ketentuan yang berlaku bagi lansia dalam pedoman umum gizi seimbang bagi lansia.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa status gizi lansia dapat dipertahankan dengan pola makan yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, jenis menu makanan yang mencukupi atas sumber energi, protein, lemak, vitamin dan mineral dan jadwal makan yang teratur. Selain hal tersebut lansia hendaknya tetap diberikan kesibukkan yang disesuaikan dengan keadaan umumnya, seperti mengisi waktu luang agar tidak jenuh dan bosan yang akhirnya akan menimbulkan dampak lain seperti timbulnya penyakit.


(2)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan pada bab terdahulu, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut :

1. Pada UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai didapati lansia dengan status gizi kurang berkategori kurus sebanyak 78,1% dan diantaranya dengan kategori sangat kurus (IMT <17) sebanyak 65,6%

2. Terdapat pengaruh motivasi diri terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Dapat dikatakan bahwa apabila motivasi diri lansia dalam kondisi yang baik dalam mengonsumsi makanan yang disediakan oleh panti, maka dapat memenuhi kebutuhan sehari–hari.

3. Perasaan dan emosi lansia berpengaruh terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai. Dikatakan bahwa, apabila perasaan dan emosi lansia dalam kondisi baik seperti senang, bahagia dan tidak ada masalah dengan warga lain, maka keinginan mengonsumsi makanan yang disediakan oleh panti juga baik.

4. Terdapat pengaruh dukungan keluarga terhadap pola makan lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai, artinya dukungan keluarga kepada lansia seperti kunjungan ke panti, pemberian uang untuk pembelian makanan kesukaan lansia, menemani pada saat mengonsumsi makan akan memengaruhi konsumsi makan lansia.


(3)

6.2 Saran

1. Pihak panti hendaknya menyadari bahwa permasalahan lansia dalam mengonsumsi makanan yang disediakan, dapat dipengaruhi oleh motivasi diri, perasaan dan emosi serta dukungan keluarga, sehingga panti perlu untuk selalu memberikan semangat kepada lansia, berbagi informasi tentang keadaan lansia kepada keluarga dan warga binaan lain. Seperti temu ramah pengasuh, berbagi perasaan dan mendengarkan ungkapan perasaan lansia.

2. Diharapkan kepada pihak UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Binjai untuk membuat kegiatan yang menciptakan keakraban dan kedekatan satu sama lain antara warga binaan dan juga dengan petugas yang berada di panti tersebut, agar lebih terjalin rasa kekeluargaan dan kasih sayang yang erat.

3. Kepada Dinas Kesejahteraan dan Sosial Propinsi Sumatera Utara untuk membuat kebijakan dengan penyediaan anggaran yang lebih mensejahterakan warga binaan, dalam penyediaan khususnya penyediaan pangan agar lansia terhindar dari gizi buruk.

4. Kepada lansia hendaknya saling berbagi perhatian dan saling memberikan semangat dalam menjalani kehidupan sehari–hari, dengan keakraban dan kedekatan antar lansia warga binaan, membuat lansia menjadi betah dan semangat dalam menjalani sisa usia dengan baik. Sebagai contah merayakan hari ulang tahun lansia.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Adwi K, 2011. Upayakan Kesehatan para Lansia. [Internet],. Available. from: <http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/12/15/upayakan-kesehatan

Agnes, HT., Mulianto, S., Sanu, Nurasih, S. dan Sadewa, A. 2007. Panduan Praktis Pengolahan Data Statistik dengan SPPSS 15.0. Yogyakarta: Penerbit Andi dan Wahana Komputer

-para lansia/> , Media release 15 Desember 2011 [Accessed 06 januari 2012].

Almatsier, S, 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, Gramedia, Jakarta

Arisman, 2007. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

BKKBN, 2012. Lansia. Jakarta: http://www.bkkbn.go.id BPS, 2010. Statistik Indonesia. Jakarta: BPS

Copel LC, 2007. Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Darmojo dan Boedhi, R., 2006. Buku Ajar Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Depkes, RI. 1993. Pedoman Pembinaan Kesehatan Usia Lanut bagi Petugas Kesehatan jilid II. Jakarta: Depkes RI.

Depkes, RI. 2004. Tabel Angka Kecukupan Gizi 2004. Jakarta

Depkes, RI. 2006. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Depkes RI.

Ermawati D, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Jiwa dengan masalah Psikososial. Jakarta: Trans Info Media.

Febrina, A. 2009. Gizi pada Lanjut Usia. Malang : STIkes Malang Prodi DIII Keperawatan.

Friedman, M.B. 2003. Family Nursing Research, Theory and Prctice. New Jersey: Prentice Hall.


(5)

Hardiansyah, Martianto D. 1989. Menaksir Kecukupan Energi dan Protein serta Penilaian Status Konsumsi Pangan. Jakarta: Wirasari.

Hendro, M. 2010. Pengaruh Psikososial dengan Pola Makan Penderita Diabetes Melitus di Rumah Sakit Umum Kab Deli Serdang. Medan: Tesis.

Hutapea, R. 2005. Sehat dan Ceria di Usia Senja. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Juanita, 2002. Kesehatan dan Pembangunan Nasional . Medan: Tesis Magister AKK

FKM USU .

Kurniawan, I., 2011. Mengungkap Rahasia Kebutuhan Gizi Lansia. Jakarta Lansia, K. 2009. Profil Penduduk Lanjut Usia. Jakarta: Komnas Lansia.

Lina, H. 2001. Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kebiasaan Makan dan Status Gizi Lansia di Pedesaaan dan Perkotaan. Bogor: IPB Press.

Mapandin WY. 2005. Tesis :Hubungan Faktor Sosial Budaya dengan Konsumsi makanan pokok RT pada Masyarakat di Kec. Wamena Jayawijaya. Semarang: Universitas Diponegoro.

Maramis, W. 2006. Ilmu Perilaku dalam Pelayanan Kesehatan. Yogyakarta: Airlangga University Press.

Martono. 2004. Buku Ajar Geriatri (Ilmu kesehatan Usia Lanjut). Jakarta: Balai Penerbit FK UI.

Maryam, RS., Ekasari, MF., Rosidawati, Jubaedi, A., Batubara, I. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.

Murti, B. 1996. Penerapan Metde Statistik Non Parametrik dalam Ilmu - Ilmu Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Murti, B. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nasrun, M. 1999. Depresi dan Kormobiditasnya pada Pasien Usia Lanjut (Jiwa). Jakarta: Jurnal Gizi dan Pangan edisi Nopember 2006.

Nugroho. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.


(6)

Nursalam. 2009. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Pedoman Penulisan skripsi dan tesis. Jakarta: Salemba Medika.

Riyanto, A. 2009. Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.

Rusilanti, K. 2006. Model Hubungan Aspek Psikososial dan Aktivitas Fisik dengan Pola makan Lansia. Jakarta: Jurnal Gizi dan Pangan edisi Juli 2006.

Samsudrajat, A. 2011. Menuju Lanjut Usia Aktif sebagai Aset Bangsa yang efektif. Peringatan Hari Lansia Tahun 2011. Jakarta: Komnas Lansia.

Sarwono, S. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka.

Setiabudhi, T. dan Hardiwinoto. 2005. Panduan Gerontologi, Tinjauan dari berbagai Aspek. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Siagian, A. 2010. Epidemilogi Gizi. Jakarta: Penerbit Erlangga. Siburian, P. 2011. Penyakit yang sering diderita lansia. Jakarta Smet, A. 1994. Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT Gramedia.

Sumiyati, N. 2007. Hubungan antara Tingkat Konsumsi Energi dan Protein dengan Pola Makan pada Lansia di Panti Wherda Gading. Semarang: Skripsi UNNES.

Sunaryo. 2004. Psikologi Untuk Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC.

Supariasa, IDN., Bakri, B. dan Fajar, I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Wichaidit, S. 1995. Nutritional status with aging in Thailand. Proceeding the second

International Conference on Nutrition and Aging. Showa Women's University Tokyo, Japan: Life Scieces Institutes.