pada bentuk dan ukuran tubuhnya adalah hal yang sangat penting yang dapat mempengaruhi kejadian gangguan pola makan pada remaja putri.
Remaja putri cenderung memiliki pandangan tersendiri mengenai bentuk tubuh yang ideal seperti tubuh idola perempuannya sehingga hal ini dapat
mempengaruhi harapannya terhadap bentuk tubuh yang ideal. Harapan bentuk tubuh yang ideal juga ada pada hasil penelitian
Bibiloni,Pich, Pons, dan Tur 2013. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa remaja putri yang memiliki komposisi tubuh yang gemuk sesuai
perhitungan Indeks Massa Tubuh, akan mengurangi frekuensi pada konsumsi makanan penutup dan cokelat. Remaja putri berharap bahwa
dengan mengurangi makan-makanan tersebut, maka bentuk tubuhnya akan terbentuk mirip dengan bentuk tubuh idolanya.
6.2 Hubungan Status Gizi dan Gambaran Tubuh Remaja Putri
Gizi yang baik dapat menghasilkan kesehatan yang baik juga berdasarkan keseimbangan gizi dan aktivitas fisik. Gizi yang baik mampu membangun system
imun yang kuat, mencegah penyakit dan kesehatan yang lebih baik Zarei, 2013. Menurut WHO 2014 status gizi dapat dilihat dengan adanya interaksi antara
makanan yang dikonsumsi, keseluruhan dari kesehatan individu dan lingkungan fisik.
Hasil analisis penelitian yang dilakukan mengenai hubungan antara status gizi dengan gambaran tubuh diperoleh bahwa ada sebanyak 67 33.8 remaja putri
SMAN 3 Cimahi mempunyai status gizi normal dengan gambaran tubuh positif. Sedangkan 77 38.9 remaja putri memiliki status gizi normal dengan gambaran
tubuh yang negative. Siswi yang memiliki status gizi kurus dan gambaran tubuh positif ada sebanyak 21 10.6 remaja putri. Berbeda dengan mereka yang
memiliki status gizi gemuk, dimana terdapat 7 3.5 siswi memiliki gambaran tubuh yang negative. Hasil uji statistik p=0.010 maka dapat disimpulkan bahwa
ada hubungan antara status gizi dan gambaran tubuh. Hasil uji korelasi r=-0.182 artinya bahwa hubungan antara keduanya adalah berbanding terbalik, yaitu jika
status gizi semakin rendah maka gambaran tubuhnya semakin positif. Sedangkan status gizi yang semakin tinggi maka gambaran tubuhnya semakin negative.
Hal ini sesuai dengan hasil yang ditemukan oleh Mostafavi-Darani, Daniali, and Azadbakht 2013, di mana terdapat hasil yang berbanding terbalik
antara Indeks Massa Tubuh wanita dan kepuasan pada bentuk tubuhnya. Mereka yang memiliki Indeks Massa Tubuh yang tinggi, mempunyai kepuasan yang
rendah pada bentuk tubuhnya sehingga akan melakukan penyeleksian makanan secara ketat.
Perubahan fisik selama masa pubertas sangat mempengaruhi gambaran tubuh pada remaja. Tubuh remaja akan berkembang seiring dengan perkembangan
masa pubertasnya. Perkembangan tubuhnya diimbangi dengan persepsi mengenai tubuhnya yang berbanding lurus dengan gambaran tubuh Pinho,2014. Saat ini,
media akan sangat berpengaruh dalam membentuk gambaran tubuh individu. Majalah fashion menggambarkan bahwa model yang ideal untuk memakai
banyak jenis pakaian adalah mereka yang kurus dan tinggi. Media massa sering menampilkan fitur individu denga tubuh yang dinilai sempurna Pinho, 2014.
Budaya juga membentuk fenomena bernama “Weight Prejudice”. Hal ini memiliki pengertian bahwa gemuk merupakan sesuatu yang harus diwaspadai
oleh individu. Menjadi kurus memiliki banyak keuntungan seperti individu terlihat pintar, mampu bersosialisasi, sukses dan disukai banyak orang.
Sebaliknya menjadi gemuk tidak memiliki hal-hal tersebut. Menjadi gemuk akan terlihat antisocial, individu yang gagal dan tidak disukai masyarakat. Perlu
dipahami, bahwa sehat atau tidaknya seseorang bukanlah dilihat dari bentuk tubuh. Penentu sehat seseorang dilihat dengan pengukuran BMI. Kotecha,
2013. Masa remaja pertengahan yaitu usia 15-17 tahun biasanya dideskripsikan
sebagai masa paling frustasi pada perkembangannya. Konformitas dan konflik pada kelompok sebaya maupun orang tua sering terjadi. Mereka sangat
memikirkan mengenai konsep dirinya dan hubungan sosialisasi. Pertemanan dengan kelompok sesama maupun berbeda jenis memiliki porsi yang sama.
Kohlberg menyatakan bahwa remaja berada pada tahap 3 dan 4. Tahap 3 adalah tahap remaja masih berpikir konkret, yaitu menerapkan konformitas dan
menghindari hukuman. Tahap 4 mengubah pikiran konkret menjadi pikiran analisa. Tahap 4 merupakan tahap pemikiran yang konvensional dimana remaja
masa pertengahan akan mampu berpikir untuk menganalisa suatu hal James Ashwill, 2007.
Remaja usia pertengahan cenderung membandingkan dirinya dengan orang yang hampir serupa dengan dirinya. Jika hal ini berlangsung secara terus
menerus, maka individu akan mengalami suatu kondisi di mana ia menganggap
dirinya tidak memiliki daya tarik fisik Kolodny,2013. Menurut Gunarsa 2008 menegaskan bahwa perkembangan remaja dipengaruhi oleh model sosialisasi.
Model sosialisasi adalah cara individu yang akan melakukan proses interaksi dengan lingkungan sosialnya.
Tahapan remaja yang dialami oleh individu cenderung membuatnya sering memikirkan mengenai berat badannya. Selain tahapan, lingkungan serta teman
sebaya dapat membuat remaja membentuk persepsi yang salah akan berat badannya sehingga sangat mudah mempengaruhi asupan nutrisi. Remaja,
khususnya remaja putri cenderung mispersepsi terhadap tubuhnya bahwa mereka tidak memiliki berat ideal seusianya Hisar Toruner, 2012.
Kekurangan gizi yang cukup membuat individu menjadi lebih mudah terserang penyakit.Hal tersebut memperlihatkan ketidakadekuatan individu untuk
mengkonsumsi makanan yang cukup, kesalahan pada jenis makanan dan respon tubuh terhadap suatu infeksi yang mengakibatkan tidak mampunya proses
absorpsi nutrisi malabsopsi WHO 2014.Individu yang menjalani diet tidak sehat serta menggunakan perilaku pola makan yang menyimpang adalah mereka
yang berisiko memiliki masalah gizi Hoek, 2012. Hasil penelitian yang senada mengenai gambaran tubuh juga ditemukan di
Balearic Islands, Spanyol. Metode pengukuran Antropometri dan body image digunakan untuk mengetahui karakteristik status gizi dan gambaran tubuh remaja
usia 12-17 tahun. Ditemukan terdapat 60 persen remaja putri menginginkan tubuhnya menjadi lebih kurus, hal tersebut menggambarkan bahwa remaja putri
cenderung tidak puas dengan gambaran tubuhnya. Ketidakpuasan terhadap
bentuk tubuhnya tersebut dikaitkan dengan asupan serta pola makan pada remaja. 60 persen remaja putri tersebut mengurangi pola makannya per hari agar dapat
memiliki tubuh yang sesuai keinginannya. Tidak hanya pola makan, remaja putri yang memiliki status gizi gemuk akan melakukan pemilihan makanan seperti
menghindari sereal saat sarapan, nasi, cokelat dan produk olahan susu Bibiloni, Pich, Pons Tur, 2013.
Sama halnya dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Peltzer dan Pengpid 2015 mengenai keinginan untuk menurunkan berat badan pada
responden non-overweight. Pengukuran antropometri dan kuesioner mengenai self-administered digunakan pada responden berusia 16-30 tahun. Hasil
pengukuran IMT menemukan bahwa 27,1 siswa yang tidak gemuk memilih untuk menurunkan berat badannya denganjumlah responden wanita sebanyak
34.6 wanita dan 16,5 pria. Responden yang memiliki status gizi kurus maupun normal, 53.5 ingin mencoba menurunkan berat badannya. Penelitian
ini juga menemukan bahwa persepsi yang salah mengenai tubuhnya berhubungan dengan keinginan yang kuat pada mereka yang tidak gemuk untuk menurunkan
berat badannya. Hal ini perlu diperhatikan karena seringnya, mereka yang tidak gemuk dan melakukan diet, akan memiliki kesehatan yang kurang baik akibat
perilakunya tersebut. Penelitian di 22 negara yang dibagi menjadi 5 bagian yaitu Utara-Barat Eropa
dan Amerika Serikat, Eropa Pusat dan Timur, Mediterania, Asia Pasifik, dan Amerika Selatan. Hasil penelitian yang menggunakan pengukuran IMT, persepsi
berat badan dan keinginan untuk menurunkan berat badan pada responden yang
duduk di bangku perguruan tinggi ini menemukan bahwa lebih banyak wanita yang merasa memiliki tubuh yang gemuk. Wardle, Haase dan Steptoe 2006
menemukan bahwa sebanyak 75.8 wanita merasa memiliki status gizi dalam rentang normal. Sedangkan 18.1 wanita merasa berada pada status gizi kurus,
sebanyak 5.1 wanita merasa memiliki status gizi gemuk dan 1 merasa pada status gizi obesitas. Terdapat sebanyak 70 wanita jepang ingin mencoba
menurunkan berat badannya. Perhatian terhadap berat badan di wilayah Asia ini diyakini sebagai pengaruh dari budaya yang berkembang, di mana status gizi
yang normal akan terlihat sebagai salah satu bentuk penghormatan pada adat istiadatnya.
Penelitian senada pada 1605 remaja putri di Sekolah Menengah di Negara Taiwan juga ditemukan bahwa sebanyak 50.6 tidak merasa puas dengan bentuk
tubuhnya. Sebanyak 21.6 berharap tetap memiliki bentuk tubuhnya seperti saat ini, 13.9 menginginkan bentuk tubuh yang lebih besar dan 63.9 ingin tubuh
yang lebih kurus. Terdapat 77.9 perempuan berharap memiliki bentuk tubuh yang lebih kurus. Keinginan para remaja perempuan tersebut berasal dari isu
lingkungan mengenai body image yaitu pengaruh dari teman sebaya mengenai tubuh yang ideal. Penelitian ini menggambarkan bahwa kepuasan pada tubuh dan
harapan pada bentuk dan berat badan menjadi sebuah fenomena yang menjadi faktor penting yang memengaruhi perkembangan gangguan pola makan Wong,
Lin, Chang , 2014. Penelitian terhadap remaja perempuan dilakukan di Taiwan, di mana terdapat
hubungan yang signifikan antara ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh dengan
gangguan pada pola makan. Sebanyak 17.11 responden memiliki gangguan pada pola makannya, mereka melaporkan bahwa mengalami penurunan asupan
pada protein, karbohidrat, zat besi, dan vitamin B6 dan B12. Perilaku pada asupan makanannya tersebut berkaitan dengan status nutrisi pada tubuhnya
Chang, Lin, Wong, 2011.
6.3 Keterbatasan Penelitian