sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut Hukum Van’t Hoffs kenaikan suhu sebesar 10
o
C hanya pada kisaran suhu yang masih ditolerir akan meningkatkan aktivitas fisiologis misalnya respirasi dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola
suhu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor
kanopi penutupan oleh vegetasi dari pepohonan yang tumbuh ditepi Brehm dan Maijering 1990 dalam Barus, 2004.
Menurut Nontji 1984, suhu air permukaan di Perairan Nusantara umumnya berkisar pada 23-31°C. Secara alami suhu air permukaan merupakan lapisan yang
lebih hangat karena mendapat radiasi matahari siang pada siang hari. Oleh karena kerja angin, maka lapisan teratas sampai kedalaman kira-kira 50-70 m dapat terjadi
pengadukan, akibatnya di lapisan kedalaman 50-70 m terdapat suhu hangat yang homogen sekitar 28°C. Di perairan dangkal lapisan homogen ini dapat berlanjut
sampai ke dasar. Suhu di permukaan dipengaruhi oleh kondisi metereologi. Faktor- faktor metereologi yang berperan disini adalah curah hujan, penguapan, kelembaban,
udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas radiasi matahari. Oleh sebab itu suhu di permukaan biasanya mengikuti pola musiman.
b. Penetrasi Cahaya
Penetrasi cahaya merupakan besaran untuk mengetahui sampai kedalaman berapa cahaya matahari dapat menembus lapisan suatu ekosistem perairan. Nilai ini
sangat penting kaitannya dengan laju fotosintesis. Besar nilai penetrasi cahaya ini
Universitas Sumatera Utara
dapat diidentikkan dengan kedalaman air yang memungkinkan masih berlangsungnya proses fotosintesis. Nilai fotosintesis ini sangat dipengaruhi oleh intensitas cahaya
matahari, kekeruhan air serta kepadatan plankton di suatu perairan Suin, 2002. Menurut Haerlina 1987, penetrasi cahaya merupakan faktor pembatas bagi
organisme fotosintetik fitoplankton. Penetrasi cahaya mempengaruhi migrasi vertikal harian dan dapat pula mengakibatkan kematian pada organisme tertentu.
Fotosintesis hanya dapat berlangsung bila intensitas cahaya yang sampai ke suatu sel alga lebih besar daripada suatu intensitas tertentu. Hal ini berarti bahwa
fitoplankton yang produktif hanyalah terdapat di lapisan-lapisan air teratas dimana intensitas cahaya cukup bagi berlangsungnya fotosintesis. Kedalaman penetrasi
cahaya di dalam laut, yang merupakan kedalaman dimana produksi fitoplankton masih dapat berlangsung, bergantung pada beberapa faktor, antara lain absorbsi
cahaya oleh air, panjang gelombang cahaya, kecerahan air, pemantulan cahaya oleh permukaan laut, lintang geografik, dan musim Nybakken, 1992.
Dengan demikian kedalaman yang dapat dicapai oleh cahaya dengan intensitas tertentu merupakan fungsi dari kecerahan air dan absorpsi dari berbagai
panjang gelombang yang merupakan komponen cahaya. Karena absorpsi cahaya oleh air bersifat konstan, perbedaan kedalaman efektif yang dapat dicapai oleh cahaya
terutama disebabkan oleh perbedaan dalam kadar partikel-partikel yang tersuspensi dalam air. Dalam perairan yang banyak mengandung partikel, seperti dalam perairan
pesisir, kedalaman penetrasi cahaya dapat sangat berkurang dan hanya beberapa meter dari permukaan, besarnya intensitas sudah tidak mencukupi bagi
Universitas Sumatera Utara
berlangsungnya fotosintesis. Sebaliknya, di wilayah tropik, dalam laut yang cerah yang tidak banyak mengandung partikel, intensitas cahaya di kedalaman 100-120 m
mungkin masih besar bagi berlangsungnya fotosintesis. Menurut Levinton 1982, intensitas cahaya umumnya sangat tinggi dekat
permukaan sehingga fotosintesis dapat terhambat melalui pemutihan bleaching pigmen fotosintesis seperti klorofil a, atau produksi pigmen penangkap sinar matahari
lainnya. fotosintesis fitoplankton menggunakan klorofil a, b, c, dan berbagai variasi accesory pigmen seperti fucoxantin dan peridinin, untuk menggunakan secara
maksimal semua radiasi cahaya dalam spectrum cahaya tampak. Dalam penggunaan panjang gelombang 400-700 nm, cahaya yang diserap oleh pigmen fitoplankton dapat
dibagi atas a cahaya dengan panjang gelombang lebih besar dari 600 nm, diserap terutama oleh klorofil, dan b cahaya dengan panjang gelombang kurang dari 600
nm, diserap terutama oleh accessory pigmen. Kelompok-kelompok fitoplankton akan merespon secara berbeda terhadap
jumlah intensitas cahaya matahari yang tiba. Respon ini kemudian mengelompokkan fitoplankton yang senang cahaya sun type dan yang kurang senang dengan cahaya
shade type. Tipe sun memiliki nilai fotosintesis yang tinggi pada intensitas cahaya yang juga tinggi. Yang tergolong tipe shade, akan beradaptasi dengan baik pada
intensitas cahaya rendah, dan menghasilkan nilai fotosintesis yang tinggi pada intensitas cahaya rendah Parsons et al., 1984.
Penelitian Tambaru 2000 mendapatkan hubungan nilai produktivitas primer fitoplankton mgCm
3
jam dan intensitas matahari lux terhadap kedalaman perairan
Universitas Sumatera Utara
Teluk Harun Lampung, yang menunjukkan inhibitor dengan nilai rata-rata produktivitas primer fitoplankton yang optimal 36,97 - 38,81 mgCm
3
jam dengan intensitas 30671 - 55213 lux pada kedalaman 5 - 10 m. Intensitas cahaya yang
memasuki lapisan perairan menurun sejalan dengan penambahan kedalaman dengan kata lain cahaya mengalami peredupan. Hasil pengukuran intensitas cahaya pada tiap
meter kedalaman menujukkan nilai peredupan bervariasi. Hal ini menujukkan terdapatnya bahan-bahan tersuspensi yang berbeda pada tiap kedalaman Sunarto et
al., 2004.
c. Salinitas