Penetrasi Cahaya Intensitas Cahaya

b. Penetrasi Cahaya

Hasil pengukuran penetrasi cahaya pada ketiga stasiun berkisar antara 50 cm- 120 cm. Terendah pada stasiun 1 mangrove sebesar 50 cm. Keadaan ini bisa terjadi dilihat dari tipe substratnya bahwa pada daerah mangrove merupakan sedimen berlumpur. Penetrasi cahaya yang paling tinggi terdapat di stasiun 3 sebesar 120 cm. Stasiun ini letaknya cenderung jauh dari sungai yang mengarah ke laut. Menurut Agusnar 2007, padatan tersuspensi mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen serta fotosintesis. Selanjutnya menurut Nybakken 1992, pengaruh ekologi dari kekeruhan berupa penurunan penetrasi cahaya secara mencolok. Selanjutnya hal ini menurunkan fotosintesis fitoplankton dan tumbuhan bentik, yang mengakibatkan turunnya produktivitas. Edward 1995 menyatakan kecerahan yang baik untuk kehidupan biota adalah jumlah cahaya yang masuk tidak terlalu besar, sehingga proses fotosintesis dapat berjalan seimbang dan jumlah fitoplanton memadai untuk kehidupan semua biota perairan. Hasil pengukuran kecerahan pada ke tiga stasiun jika dibandingkan dengan baku mutu air laut berada di bawah normal. Menurut Sastrawijaya 1991, partikel yang tersuspensi akan menghamburkan cahaya yang datang, sehingga akan menurunkan intensitas cahaya yang ditransmisikan. Padatan tersuspensi akan mempengaruhi ketransparanan dan warna air. Sifat transparan ada hubungan dengan produktivitas. Universitas Sumatera Utara

c. Intensitas Cahaya

Intensitas cahaya yang diperoleh dari hasil penelitian diketahui bahwa intensitas cahaya yang tertinggi terdapat di stasiun 2 daerah pemukiman dan dermaga yaitu 384 Lux. Hal ini disebabkan karena sedikitnya vegetasi di sekitar daerah ini dan pengukuran dilakukan pada siang hari yang sangat cerah atau dapat dikatakan bahwa intensitas cahaya yang diukur juga dipengaruhi oleh awan. Terendah di stasiun 1 daerah kontrol yaitu 248 Lux. Rendahnya intensitas cahaya ini karena adanya vegetasi di sekitar daerah yaitu tumbuhan mangrove. Menurut Barus 2004, vegetasi dapat mempengaruhi intensitas cahaya, karena tumbuh- tumbuhan tersebut mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari. Intensitas cahaya matahari di udara bervariasi dari waktu ke waktu. Variasi nilai- nilai ini terjadi akibat adanya berbagai zat di udara yang menyerap maupun yang membaurkan seberkas cahaya yang melewatinya, letak lintang, posisi matahari di atas cakrawala, dan penutupan awan Valiela 1995. Dalam penelitian ini waktu pengamatan berkisar antara pukul 10.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB ketika botol winkler terang dan gelap sudah dimasukkan ke dalam badan air untuk diinkubasi. Sehingga data yang diperoleh mempunyai variasi pada setiap stasiun. Menurut Romimohtarto dan Juwana 2001, banyaknya cahaya yang menembus permukaan air laut dan menerangi lapisan permukaan air laut memegang peranan penting dalam menentukan pertumbuhan fitoplankton. Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar yaitu sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh-tumbuhan yang menjadi sumber makanannya. Kennish 1990, Universitas Sumatera Utara menyatakan bahwa penyusutan intensitas cahaya di estuari lebih besar daripada di laut, seiring dengan bertambahnya kedalaman. Semakin maksimal intensitas cahaya, maka semakin tinggi penetrasi cahaya. Hal ini terutama disebabkan oleh konsentrasi partikel tersuspensi dan bahan terlarut yang lebih tinggi di estuari.

d. Total Dissolved Solid TDS