stasiun 1 yakni 12.83
00
. Kisaran ini masih sesuai dengan standar baku mutu air untuk biota perairan berdasarkan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP
No.51MNLHI2004, bahwa kisaran salinitas normal perairan yang dapat menopang kehidupan organisme perairan adalah sampai dengan 34
00
MNLH, 2004. Menurut Nybakken 1992, gambaran dominan lingkungan estuari ialah berfluktuasinya
salinitas. Secara defenitif, suatu gradien salinitas akan tampak pada suatu saat tertentu, tetapi pola gradien bervariasi bergantung pada musim, topografi estuari,
pasang surut, dan jumlah air tawar. Tetapi ada juga faktor lain yang berperan dalam mengubah pola salinitas. Pasang surut merupakan salah satu faktornya.
Sebagaimana suhu, salinitas secara tidak langsung mempengaruhi fitoplankton melalui pengaruhnya terhadap densitas air dan stabilitas kolom air.
Salinitas secara langsung memengaruhi laju pembelahan sel fitoplankton, juga keberadaan, distribusi, dan produktivitas fitoplankton. Salinitas dapat mengubah
karakter fotosintesis melalui perubahan sistem karbon dioksida atau perubahan tekanan osmotik Kennish, 1990.
h. Oksigen Terlarut DO = Dissolved Oxygen
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai oksigen terlarut pada masing- masing stasiun penelitian maka diperoleh rata-rata nilai oksigen terlarut tertinggi
terdapat pada stasiun 3 yakni 6 mgl, penyebaran nilai oksigen terlarut mulai dari permukaan sampai kedalaman 1,5 meter sama. Rata-rata nilai oksigen terlarut
terendah terdapat pada stasiun 2 yakni 5,2 mgl. Kisaran kandungan oksigen terlarut
Universitas Sumatera Utara
pada Perairan muara sungai Asahan masih berada pada kisaran normal sesuai dengan baku mutu kualitas air untuk biota yang ditetapkan oleh Menteri
Negara Lingkungan Hidup melalui KEP No-51MNLHI2004 yaitu 3 mgl MNLH, 2004.
Menurut Effendi 2004, kadar oksigen terlarut dalam perairan alami bervariasi, tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air, dan tekanan atmosfer.
Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian dan musiman bergantung pada pencampuran, dan pergerakan massa air, aktifitas fotosintesis, respirasi dan limbah.
Menurut Barus 2004, sumber oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara, melalui kontak antara permukaan dengan udara, dan dari proses
fotosintesis. Organisme air akan hidup dengan baik jika nilai oksigen terlarut lebih besar dari 5,0 mgl air.
Menurut Nybakken 1992, masuknya air tawar dan air laut secara teratur ke dalam estuari, bersama-sama dengan kedangkalannya, pengadukannya, dan
pencampuran oleh angin, biasanya berarti cukupnya persediaan oksigen didalam air. Karena kelarutan oksigen dalam air berkurang dengan naiknya suhu dan salinitas,
jumlah oksigen dalam air akan bervariasi sesuai dengan variasi parameter tersebut.
i. BOD
5
Berdasarkan hasil pengukuran terhadap nilai BOD
5
pada masing-masing stasiun penelitian maka diperoleh rata-rata nilai BOD
5
tertinggi terdapat pada stasiun 2 yakni 1,8mgl, penyebaran nilai BOD
5
mulai dari permukaan sampai kedalaman 1,5
Universitas Sumatera Utara
meter tidak sama. Rata-rata nilai BOD
5
terendah terdapat pada stasiun 3 yakni 0,76 mgl. Nilai BOD5 pada perairan ini masih sesuai dengan baku mutu air untuk biota
yang ditetapkan oleh Menteri Negara Lingkungan Hidup KEP No-51MNLHI2004 bahwa nilai BOD
5
yang masih dapat menopang kehidupan biota adalah 25 mgl MNLH, 2004.
Menurut Sastrwijaya 1991, perairan alami memiliki nilai BOD antara 0.5-7.0 mgl. Perairan yang memiliki nilai BOD5 lebih dari 10 mgl dianggap
tercemar. Menurut Effendi 2003, BOD
5
merupakan gambaran kadar bahan organik, yaitu jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba aerob untuk mengoksidasi bahan
organik menjadi karbondioksida dan air. BOD
5
hanya menggambarkan bahan organik yang dapat diuraikan secara biologis. Bahan organik ini dapat berupa lemak, protein,
glukosa dan sebagainya. Bahan organik dapat berasal dari pembusukan tumbuhan dan hewan yang mati atau hasil buangan limbah dari domestik dan industri.
j. Chemical Oxygen Demand COD