Prof. DR. Komarudin Hidayat, MA. Prof. DR. Azyumardi Azra, MA.

masalah terorisme yang bersumber dari para cendekiawan muslim Indonesia maupun cendekiawan muslim dari luar negeri.

A. Cendekiawan Muslim di Indonesia

1. Prof. DR. Komarudin Hidayat, MA.

Beliau adalah tokoh yang saat ini menjadi orang nomor satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Soal terorisme yang terjadi di Indonesia, beliau berpendapat bahwa teroris bukan hanya menghancurkan, tetapi juga menikmati teralan menyeluruh gestalt excitement dan uforia luar biasa dengan merenggut nyawa dan menyengsarakan banyak orang. Menurutnya, teroris harus diadili dan pantas diganjar hukuman berat. Tak peduli mereka mengaku sebagai anggota Jamaah Islamiyah atau Jamaah Nasraniah. Komarudin juga mengatakan, kelompok itu menyalah tafsirkan makna jihad dengan qital pertempuran fisik. Itu artinya mereka sebagai kelompok sempalan, kata Komaruddin seusai diterima Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, Rabu 2311. 48 Komaruddin menjelaskan, jihad bermakna perjuangan hidup. Ini bermakna luas seperti jihad terhadap kemiskinan dan kebodohan. Sedangkan 48 www.tempointeraktif.comhgnasional20051123brk,20051123-69615,id.html qital itu bermakna pertempuran fisik yang selayaknya dilakukan di daerah peperangan. Karenanya, tidak relevan jika aksi bom yang dilakukan para teroris di Indonesia dikaitkan dengan agama Islam. “Islam menoleransi perlawanan sampai titik darah penghabisan jika terjadi pengusiran atau penindasan seperti yang terjadi di Palestina. Sedangkan untuk konteks kondisi Indonesia yang tidak ada peperangan, jelas hal itu tidak dibenarkan”, tegasnya. Menurutnya, upaya mencari pembenaran dalam agama Islam atas tindakan para teroris itu tidak dapat dibenarkan. “Jika ditelusuri akarnya, itu akan berada di luar ranah Islam”, Ujarnya. 49 Komaruddin juga menambahkan, para tokoh Islam juga berpesan bahwa terorisme bukan hanya ada di Timur Tengah. Terorisme juga lahir di Amerika Serikat dan Eropa. Untuk itu please jangan samakan Islam dengan terorisme, tegas Komarudin kepada pemerintah AS. 50

2. Prof. DR. Azyumardi Azra, MA.

Beliau adalah mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Sekolah Pasca Sarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam masalah terorisme di Indonesia, Azyumardi mengatakan bahwa Islam Indonesia sesungguhnya secara umum tidak berbeda dari Islam Timur Tengah. Namun sejak Tragedi September 2001 persepsi ini tiba-tiba berubah. 49 Bom Bunuh Diri Haram, Media Indonesia,Jakarta, 18 November 2005, h.3 50 www.pontianakpost.comberitaindex.asp?Berita=Utamaid=16550 “Islam Indonesia kemudian dituding sebagai markas para teroris. Terlalu cepat, kita bisa membenarkan statement ini. Namun, gerakan radikalisme Islam Indonesia memang sebuah fenomena tak terbantahkan,” jelas Azyumardi. Menurutnya, fenomena ini bukanlah hal yang baru, karena jauh sebelum ini, seperti Gerakan Padri, telah muncul gerakan-gerakan serupa. Namun ia berpendapat, dari semua karakter gerakan tersebut, radikalisme Indonesia lebih bermotifkan politik ketimbang agama. 51 Menurut Azyumardi, akar gerakan radikal Muslim sebenarnya sangat kompleks. Untuk kasus Indonesia, bisa dilihat dalam bentuk keinginan untuk mendirikan negara Islam. Seperti yang diwujudkan dalam gerakan Dar al- Islam atau Negara Islam Indonesia serta gerakan Islam di Sulawesi Selatan. Ide untuk mendirikan negara Islam, menurut Azyumardi, merupakan salah satu isu yang sangat krusial bagi kelompok Muslim di Indonesia. Beberapa kelompok moderat, seperti Partai Masyumi pada tahun 1950-an, berusaha mentransformasikan ide itu melalui parlemen. Meskipun usaha ini gagal, patut dihargai karena mereka melakukannya melalui cara-cara demokratis, bukan melalui pemberontakan. Azyumardi mengatakan, umat Islam adalah kelompok masyarakat yang besar di bumi ini. Namun, ia mensinyalir ada sesuatu yang kurang sehingga 51 http:aniq.wordpress.com20050907 umat Islam terkadang tidak bisa berbicara banyak dalam kehidupan global. ‘’Ada masalah kualitas,’’ ungkapnya. Akibatnya, lanjut Azyumardi, umat Islam tidak lagi menjadi garda depan peradaban dan perkembangan zaman. Ketika dunia Barat berkembang, ada sebagian umat yang menolak bahkan menyalahkannya. Cara yang ditempuh ada yang liar terorisme. ‘’Ibaratnya, ingin membongkar suatu peradaban atau membangun suatu peradaban, tetapi tidak memberikan alternatif atau solusi. Yang diberikan adalah reaksi yang bernada kekerasan,’’ jelasnya. Azyumardi juga mengungkapkan, terorisme dalam berbagai bentuknya, tidak ragu lagi merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan crime against humanity . ‘’Karena itulah, setiap orang mesti melakukan berbagai upaya maksimal untuk menanggulanginya, termasuk kaum Muslim,’’ tegasnya. Itulah sebabnya, kata Azyumardi, sejak terjadinya peristiwa bom Bali I 12 Oktober 2002, bahkan sejak peristiwa 11 September 2001 di Amerika Serikat, para tokoh Islam berulang kali menyatakan, terorisme dan tindakan bom bunuh diri bertentangan dengan ajaran Islam. ‘’Bahkan, tidak lama setelah peristiwa bom Bali I, MUI Pusat mengeluarkan fatwa tentang haramnya terorisme dan bom bunuh diri. Tetapi harus diakui, kedua fatwa ini tidak banyak diberitakan media massa. Oleh karena itu, juga tidak tersosialisasi dengan baik,’’ keluhnya. Selain itu, intelektual Muslim ini mengakui, para ulama dan pimpinan ormas-ormas Islam juga terlihat pasif dan bahkan defensif atau apologetik, khususnya ketika kelompok teroris dan aksi-aksinya dikaitkan dengan Islam dan kaum Muslimin. ‘’Karena itu, untuk melengkapi justifikasi tidak sahnya terorisme dan bom bunuh diri secara teologis-fiqhiyah, alasan fiqh siyasah tersebut menjadi sangat penting. Pemberantasan terorisme kini juga merupakan pekerjaan rumah para ulama dan pimpinan ormas-ormas Islam,’’ cetusnya. 52 Azyumardi menegaskan, harus ada perubahan sikap dan paradigma untuk menolak kekerasan dan terorisme. ‘’Intinya sebagai umat beragama kita harus hidup saling menghargai, menghormati, dan mengasihi,’’ tandasnya.

3. Prof. DR. Muhammad Quraisy Shihab, MA.